Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan Dengan Emulsi Lilin Lebah

(1)

PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN

DENGAN EMULSI LILIN LEBAH

SKRIPSI

OLEH:

DAPOT TUA SINAGA 070305028/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

Dapot Tua Sinaga: PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN DENGAN EMULSI LILIN LEBAH dibimbing oleh : Terip

Karo-Karo dan Ridwansyah ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis campuran. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi larutan kitosan (K) : (0%, 15%, 30% dan 45%) dan konsentrasi emulsi lilin lebah (L) : (0%, 15%, 30% dan 45%). Parameter yang dianalisa adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap viskositas dan uji total mikroba, berbeda nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan berbeda tidak nyata terhadap ukuran partikel, uji organoleptik warna dan pH. Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna dan pH, dan berbeda tidak nyata terhadap uji total mikroba. Interaksi antara konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH Konsentrasi larutan kitosan 45 % dan konsentrasi emulsi lilin 45 %, menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

Kata kunci: Larutan Kitosan, Emulsi Lilin, Pelapis Campuran.

Dapot Tua Sinaga: THE MAKING OF COATING MIXTURE FROM CHITOSAN SOLUTION AND WAX EMULSION Supervised by : Terip

Karo-Karo and Ridwansyah ABSTRACT

The experiment objective was to study the effect of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion on coating mixture. The design of the experiment was completely randomized design with two factors. The first factor was four levels of chitosan solution concentration : 0,15, 30 and 45 % and the second factor was four levels of concentration wax emulsion: 0, 15, 30 and 45 %. Parameters observed were particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic), microbe activity and pH.

The results showed that chitosan solution concentration had highly significantly affected the viscosity and microbe activity, significantly affected the emulsion relative stability, but did not affected the particle size, color (organoleptic) and pH. The concentration of wax emulsion had highly significantly affected the particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic) and pH, but did not affected the microbe activity. The interaction of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion had highly significantly affected the pH. The best characteristic of coating mixture was obtained on 45 % chitosan solution concentration and 45 % concentration of wax emulsion.


(3)

RINGKASAN

DAPOT TUA SINAGA, “Pembuatan Pelapis Campuran Emulsi Lilin

Lebah dengan Larutan Kitosan” dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan Ridwansyah, STP, Msi., selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap sifat fisik pelapis campuran yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Konsentrasi larutan kitosan dalam pelapis campuran K1 = 0 %

K2 = 15 %

K3 = 30 %

K4 = 45 %

Faktor II : Konsentrasi emulsi lilin lebah dalam pelapis campuran L1 = 0 %

L2 = 15 %

L3 = 30 %

L4 = 45 %


(4)

1. Ukuran Partikel

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap Ukuran partikel . Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan K2

yaitu sebesar 2,76 µm dan terkecil pada perlakuan K3 yaitu sebesar 2,50 µm.

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap Ukuran partikel. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan K2

yaitu sebesar 3,74 µm dan terkecil pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0.43 µm.

2. Stabilitas Relatif Emulsi

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda nyata (p<0.05) terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 81.25 % dan terendah terdapat pada perlakuan K1 dan

K2yaitu sebesar 62.50 %.

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 100 % dan terendah terdapat pada perlakuan L2 yaitu

sebesar 56.25 %

3. Viskositas

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap viskositas. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan K4

yaitu sebesar 2.030 Centi Poise dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar

1.485 Centi Poise .

Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap viskositas. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar


(5)

2.026 Centi Poise dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.437

Centi Poise.

4. Uji Organoleptik Warna

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K2 dan K4 yaitu sebesar 2.83 dan terendah terdapat pada perlakuan K1

yaitu sebesar 2.44.

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu 3.43 dan terendah terdapat pada perlakuan L1

yaitu sebesar 1.04.

5. Uji Total Mikroba

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap Uji total mikroba. Uji total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu 52.1 x 103 koloni/ml dan terendah terdapat pada perlakuan K4

yaitu sebesar 21.8 x 103 koloni/ml.

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap Uji total mikroba. Uji total mikroba tertinggi pada perlakuan L1

yaitu 35.8 x 103 Koloni/ml dan yang terendah pada perlakuan L2 yaitu 35.5 x 103

koloni/ml.

6. pH

Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap pH. pH tertinggi terdapat pada perlakuan K4 dan K1 yaitu sebesar 8.32 dan pH terkecil pada perlakuan K2 yaitu sebesar 8.26.


(6)

Konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap pH. pH yang tertinggi terdapat pada L4 yaitu 8.75 dan

terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu 7.19

Interaksi konsentrasi larutan kitosan dengan konsentrasi emulsi lilin lebah memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH (p<0.01).


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK

...

i

RINGKASAN

...

ii

RIWAYAT HIDUP

...

vi

KATA PENGANTAR

...

vii

DAFTAR ISI

...

viii

DAFTAR TABEL

...

xi

DAFTAR GAMBAR

...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

...

xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah ... 4

Malam (Lilin Lebah) ... 5

Udang... ... 7

Pendayagunaan Limbah Udang... 8

Kandungan Kimia Limbah Udang... ... 8

Kitin dan Kitosan ... 9

Kitin ... 9

Kitosan ... 9

Sifat-sifat kitin dan kitosan... 11

Kitosan sebagai anti mikroba... . 12

Standar mutu kitosan ... 12

Emulsi ... 12

Sistem emulsi ... 12

Emulsifier ... 13

Stabilitas emulsi... 14

Analisa sifat fisik emulsi ... 15

Ukuran partikel ... 15


(8)

Viskositas ... 16

pH ... 17

Penelitian Sebelumnya ... 17

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Bahan Penelitian ... 18

Reagensia ... 18

Alat Penelitian ... 18

Metoda Penelitian ... 18

Model Rancangan ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pembuatan Kitosan ... 20

Pembuatan Larutan Kitosan 2 % dalam Asam Asetat 2 % ... 21

Pengambilan Lilin dari Sarang Lebah ... 21

Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 % ... 21

Pencampuran Emulsi Lilin Lebah dengan Larutan Kitosan ... 22

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 22

Penentuan Ukuran Partikel ... 22

Stabilitas Relatif Emulsi ... 23

Penentuan Viskositas ... 23

Uji Organoleptik Warna ... 24

Uji Total Mikroba... ... 25

pH (Derajat Keasaman)... 25

SKEMA PENELITIAN Skema Pembuatan Kitosan... . 27

Skema Larutan Kitosan... ... 28

Skema pengambilan Lilin dari Sarang Lebah... .. 29

Skema Pembuatan Emulsi Lilin Lebah... 30

Skema Pencampuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah... ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 32

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 33

Ukuran Partikel Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 34

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 34

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel... ... 36

Stabilitas Relatif Emulsi


(9)

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 37 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 38 Pengaruh Interaksi Antara konsentrasi Larutan Kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... ... 40 Viskositas

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas ... 41 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas ... 42 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Viskositas... ... 44 Nilai Organoleptik Warna

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Nilai Organoleptik Warna ... 44 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Nilai Organoleptik Warna... 44 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Uji Organoleptik Warna... ... 46 Uji Total Mikroba

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap Uji total Mikroba ... 46 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap Uji Total Mikroba... 48 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap terhadap Uji Total Mikroba ... ... 48 pH

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis

terhadap pH ... 48 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap pH ... 49 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan kitosan dan

Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis

terhadap pH... ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... .. 53 Saran ... .. 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL Hal

1. Kandungan Kimia Limbah Udang ... 8

2. Konsentrasi Kitosan Terendah yang Menghambat Pertumbuhan Mikroorganisme ... 12

3. Standar Mutu Kitosan ... 12

4. Penentuan Stabilitas Relatif Emulsi ... 23

5. Nilai Uji Organoleptik Warna ... 24

6. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 32

7. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati ... 33

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 35

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 37

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 39

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Pada Zat Pelapis terhadap Viskositas ... 41

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada zat pelapis terhadap Viskositas ... 43

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada zat pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna ... 45

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Pada Zat Pelapis terhadap Uji Total Mikroba ... 47

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Pada Zat pelapis terhadap pH ... 49

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Konsentrasi larutan Kitosan Dan Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL Hal

1. Struktur Kitin ... 9

2. Struktur Kitosan ... 11

3. Proses Pembuatan Kitosan ... 27

4. Proses Pembuatan Larutan Kitosan 2% ... 28

5. Proses Pembuatan Lilin Lebah ... 29

6. Proses Pembuatan Emulsi Lilin Lebah ... 30

7. Proses Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah ... 31

8. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel ... 35

9. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 38

10. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi ... 39

11. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat pelapis terhadap Piskositas ... 41

12. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat pelapis terhadap Piskositas ... 43

13. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna ... 45

14. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Uji Total Mikroba ... 47

15. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH ... 50

16. Grafik Hubungan Interaksi Konsentrasi Larutan Kitosan dengan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH ... 52


(12)

RIWAYAT HIDUP

DAPOT TUA SINAGA dilahirkan di Saribudolok pada tanggal 01

Desember 1988. Anak pertama dari bapak J. Sinaga dan ibu M. Br. Girsang, Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 04 Saribudolok, tahun 2003 lulus dari SLTP Bunda Mulia Saribudolok, dan tahun 2006 lulus dari SMA RK Serdang Murni Lubuk Pakam. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SPMB. Penulis lulus di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kuliah penulis menjabat sebagai asisten di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan (AKBP). menjadi pengurus IM-THP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian), dan anggota di Ikatan Mahasiswa Simalungun (IMAS-USU).

Penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PT. PN-II, Kebun Sawit Seberang-Langkat.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terlebih dahulu penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi ini berjudul “Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi

Lilin”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Ridwansyah, STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah saya, bapak J. Sinaga dan Ibu saya, ibu M. br Girsang atas segala doa, dukungan, perhatian dan kasih sayangnya. Kepada Adek-adek saya yang tercinta Nofrita Sinaga, Adi Putra Sinaga dan Ronaldo Sinaga.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman seperjuangan THP’07 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2011


(14)

Dapot Tua Sinaga: PEMBUATAN PELAPIS CAMPURAN LARUTAN KITOSAN DENGAN EMULSI LILIN LEBAH dibimbing oleh : Terip

Karo-Karo dan Ridwansyah ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis campuran. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi larutan kitosan (K) : (0%, 15%, 30% dan 45%) dan konsentrasi emulsi lilin lebah (L) : (0%, 15%, 30% dan 45%). Parameter yang dianalisa adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap viskositas dan uji total mikroba, berbeda nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan berbeda tidak nyata terhadap ukuran partikel, uji organoleptik warna dan pH. Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna dan pH, dan berbeda tidak nyata terhadap uji total mikroba. Interaksi antara konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH Konsentrasi larutan kitosan 45 % dan konsentrasi emulsi lilin 45 %, menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

Kata kunci: Larutan Kitosan, Emulsi Lilin, Pelapis Campuran.

Dapot Tua Sinaga: THE MAKING OF COATING MIXTURE FROM CHITOSAN SOLUTION AND WAX EMULSION Supervised by : Terip

Karo-Karo and Ridwansyah ABSTRACT

The experiment objective was to study the effect of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion on coating mixture. The design of the experiment was completely randomized design with two factors. The first factor was four levels of chitosan solution concentration : 0,15, 30 and 45 % and the second factor was four levels of concentration wax emulsion: 0, 15, 30 and 45 %. Parameters observed were particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic), microbe activity and pH.

The results showed that chitosan solution concentration had highly significantly affected the viscosity and microbe activity, significantly affected the emulsion relative stability, but did not affected the particle size, color (organoleptic) and pH. The concentration of wax emulsion had highly significantly affected the particle size, emulsion relative stability, viscosity, color (organoleptic) and pH, but did not affected the microbe activity. The interaction of chitosan solution concentration and concentration of wax emulsion had highly significantly affected the pH. The best characteristic of coating mixture was obtained on 45 % chitosan solution concentration and 45 % concentration of wax emulsion.


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sarang lebah di Indonesia masih sangat kurang pemanfaatannya. Pada pemanenan madu biasanya sarangnya tidak dimanfaatkan lebih lanjut oleh para peternak lebah. Karena lilin yang berasal dari sarang lebah tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuat lilin (bahan penerang) saja. Hal ini mengakibatkan peternak lebah tidak begitu memperhatikannya sehingga sarang lebah itu dibuang begitu saja. Dengan membuat sarang lebah menjadi emulsi maka diharapkan daya guna dari sarang lebah ini lebih meningkat.

Lilin yang berasal dari sarang lebah memiliki sifat tidak beracun. Dan apabila digunakan pada buah maka lilin tersebut dapat memperpanjang masa simpan buah karena akan menghambat respirasi pada buah, menghambat penguapan air dan dapat meningkatkan nilai estetika buah.

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari 109-1010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitosan, namun sampai saat ini di Indonesia masih jarang ditemukan pemanfaatanya terutama dalam bidang pertanian.

Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan


(16)

bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.

Pembuatan pelapis campuran emulsi lilin dengan larutan kitosan dimaksutkan untuk digunakan pada pelapisan buah-buahan yang terdapat di Indonesia. Pelapis ini diharapkan akan meningkatkan daya simpan dan nilai estetika buah yang dilapisi.

Kitosan adalah salah satu polisakarida yang digunakan sebagai stabilizer emulsi. Karena sifat fisiologisnya tersebut, penggunaannya memberikan kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir yang dihasilkan. Kitosan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik pembentukan dan stabilitas emulsi.

Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapat juga disebut zat cair polar & zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak.

Dengan mencampurkan emulsi lilin dengan larutan kitosan diharapkan akan medapatkan kelebihan yang terdapat pada emulsi lilin dan kelebihan yang terdapat pada larutan kitosan sekaligus meningkatkan pemanfaatan lilin lebah dan kitosan, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah”.


(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap pelapis yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan pelapis campuran larutan kitosan dengan emulsi lilin lebah.

Hipotesa Penelitian

- Diduga ada konsentrasi larutan kitosan yang paling baik untuk menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

- Diduga ada konsentrasi emulsi lilin lebah yang paling baik untuk menghasilkan pelapis campuran yang paling baik.

- Diduga ada perbandingan konsentrasi larutan kitosan dengan konsentrasi emulsi lilin lebah yang paling baik untuk menghasilkan pelapis campuran yang paling baik


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah

Lebah madu adalah insekta dimana lebah yang sudah dewasa dan yang masih muda hidup bersama-sama. Sehingga lebah madu harus memiliki perbekalan makanan yang banyak dalam bentuk madu. Lebah menghasilkan madu melebihi yang mereka butuhkan dan inilah yang menjadi surplus bagi peternak lebah. Lebah madu bukanlah hewan yang jinak seperti hewan yang lainnya. Peternak lebah menyediakan box sebagai tempat tinggal untuk lebah, namun demikian binatang ini masih tetap merupakan hewan yang liar (Ree, 1989).

Sistematika lebah madu adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemenoptera Famili : Apidae Genus : Apis

Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis kosehenikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera.

(Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2005).

Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin lebah diperlukan 12 kg nectar/sarang lebah. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu dikeluarkan melalui kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan kaki belakangnya yang berambut, lebah menyodorkan lilin ke dalam mulutnya


(19)

untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam adonan. Setelah terbentuk, lalu disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel sarang. Selanjutnya, lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan yang dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul sarinya (Sarwono, 2001).

Malam (Lilin Lebah)

Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni lilin lebah (beewax) adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia. Lilin lebah adalah lilin yang paling baik dan dihasilkan oleh lebah pekerja dari empat pasang kelejar yang terdapat dibagian samping bawah perut. Puncak sekresi lilin lebah adalah saat lebah pekerja berumur dua minggu. Satu koloni lebah mengkonsumsi sekitar sepuluh kg madu untuk menghasilakan satu kg lilin lebah (Sihombing, 1992).

Terdapat dua golongan kualitas malam yaitu:

1. Lilin lebah kualitas pertama, diperoleh dari sarang lebah yang masih baru dan belum pernah diisi madu atau tepung sari oleh penghuninya. Malam yang diperoleh dari sarang demikian ini warnanya putih dan bersih.

2. Lilin lebah kualitas kedua yaitu malam yang diperoleh dari sarang lebah yang telah diisi madu serta telah diambil madunya.

(Sarwono, 2001).

Cara mendapatkan lilin lebah adalah dengan merebus sarang lebah dalam panci aluminium sampai mendidih. Semua kotoran yang mengapung harus


(20)

dibuang. Setelah itu lilin lebah dibersihkan dari segala kotoran kemudian didinginkan dengan demikian jadilah lilin lebah atau malam (Warisno, 1996).

Lilin lebah yang dipanasi di dalam air yang banyak, maka warna yang berasal dari tempayak akan hilang dan larut dalam air, tetapi warna yang berasal dari tepung sari tetap berada di dalam. Warna lilin lebah dari tepung sari tergantung pada daerah dan waktu pengumpulan. Agar lilin lebah tidak berubah dan rusak, panaskan lilin lebah dalam air. Lilin lebah yang asli dapat diketahui dengan mudah, Lilin lebah yang asli warnanya putih, kuning atau orange bersih, Mudah pecah kalau dingin. Pada suhu 85oF lunak tetapi tidak melekat ditangan

kalau lilin lebah tersebut dipijat. Bau lilin lebah yang khas adalah bau tanam-tanaman (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).

Lilin lebah merupakan lilin yang kompleks dibentuk dari campuran beberapa komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%, triester 3%, hidroksi monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam poliester 2%, asam bebas, alkohol bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui. Komponen utama dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat dan ester oleat yang berantai panjang (C30-C32) dari alkohol aliphatic.

Perbandingan triacontanil palmitat (CH3(CH2)29O-CO-(CH2)14CH3 dengan asam

serotik (CH3(CH2)24COOH, yaitu 6:1 (http://en.wikipedia.org., 2011).

Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-690C (142-156oF), indeks

refraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 690C adalah

0.96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin. Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang mudah menguap melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar


(21)

dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya (Sihombing, 1992).

Lilin lebah yang baik adalah lilin lebah yang baik dan murni, bebas dari bahan campuran lainnya. Lilin lebah yang dibersihkan dengan memanasinya dalam air, kadang-kadang airnya dicampuri dengan 20 % cuka keras dan 1 % asam nitrat agar warna malam lebah menarik untuk dipasarkan. Lilin lebah dapat dicampurkan dengan campuran lilin, tanah, lemak hewan yang keras. Lilin lebah yang tidak murni tidak baik untuk membuat sarang lebah buatan

(Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).

Udang

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 ( 5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksoketelon. Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut.

Klas : Crustaceae (Binatang berkulit keras)

Sub kelas : Malacostraca (Udang-udangan tingkat tinggi) Super ordo : Decapoda (Binatang berkaki sepuluh)

Sub ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang) Famili : Palaemonidae, Penaeidae

Tubuh udang secara umum terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan dada, badan, serta ekor. Sedangkan persentasinya adalah (36%-49%) bagian kepala, daging keseluruhan (24%-41%) dan kulit ekor (17%-23%) dari seluruh berat badan, tergantung juga dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984)


(22)

Pendayagunaan Limbah Udang

Limbah udang yang mencapai (30-40%) dari produksi udang beku belum banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa limbah udang selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga dipergunaakan untyuk keperluaan industri. Pembuatan kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri.

Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuattan pellet untuk pakan ternak ( Mudjiman, 1982).

Kandungan Kimia Limbah Udang

Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Limbah Udang (%)

Unsur Kepala udang Jengger udang

Air 78,51 69,30

Protein 12,28 20,70

Lemak 1,27 8,40

Abu 5,34 1,50

Sumber: Juhairi, 1986.

Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein34,9%, kalsium 26,7%, Kitin 18,1% dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio dkk., 1982).


(23)

Kitin dan Kitosan

Kitin

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh henri Braconnot (Prancis) ebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian ada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar dibumi setelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan (Rismana, 2006).

Kitin adalah salah satu polisakarida yang paling banyak terdapat dialam, khususnya kedua terbanyak, setelah selulosa. Kitin adalah hasil industri melalui penggunaan bahan kimia atau enzimatik perlakuan limbah cangkang krustasea, tetapi juga ditemukan di moluska, serangga, jamur dan organisme yang terkait. Namun utilitasnya terbatas dalam aplikasi industri karena kitin sangat sukar larut, yang disebabkan oleh kekakuan rantai linearnya (Calero. Et al, 2010).

Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kitin (Iranian Polimer Jurnal, 2002)

Kitosan

Kitosan [poli-(b-1 / 4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa] adalah nama kolektif untuk deasetilasi sebagian atau keseluruhan senyawa kitin. Karena karakteristik biologisnya yang unik, termasuk biodegradabilitas dan nontoksin,


(24)

banyak aplikasi telah ditemukan baik kitosan itu sendiri atau dicampur dengan polimer alam yang lain (kanji, gelatin, alginat) dalam makanan, farmasi, tekstil, pertanian, pengolahan air dan industri kosmetik. Aktivitas antimikrobial kitosan telah terbukti menghambat banyak bakteri, filamen jamur dan juga ragi

(Kong. et al, 2010).

Investigasi sifat antimikroba dari kitosan telah menjadi perjalanan panjang sampai eksplorasi ilmiah dan pengembangan teknologi. Perjalanan dimulai dari dua dekade yang lalu, dengan studi tentang biologi fenomena yang timbul dari jamur patogen makanan dan pertanian (Rabea et al, 2003.). Selanjutnya Bakteri mendapat perhatian lebih dalam menemukan antimikroba berkhasiat. Penelitian waktu itu biasanya dilakukan melalui kimia, biokimia, mikrobiologi dan tes medis kitosan serta turunannya. Antimikroba kitosan dan turunannya tergantung pada faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti pH, jenis mikroorganisme, ada atau tidak adanya kation logam, pKa, Berat molekul (Mw) dan derajat deasetilasi (DD) kitosan (Kong. et al, 2010).

Kitosan memiliki spektrum yang luas terhadap aktivitas dan tingkat pembunuhan yang tinggi terhadap Gram-positif dan Gram-negatif bakteri, tetapi toksinitas yang rendah terhadap sel mamalia (Franklin dan Snow, 1981; Takemono et al, 1989). Sebelumnya spektrum aktivitas antibakteri kitosan pertama kali diusulkan oleh Allen (Allan dan Hardwiger, 1979), dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Antimikroba kitosan dan turunannya telah menarik perhatian besar dari para peneliti (Kong. et al, 2010).


(25)

Gambar 2. Struktur Kitosan (Iranian Polimer Jurnal, 2002)

Sifat-Sifat Kitin dan Kitosan

Kitin dan kitosan merupakan polimer biokompatibel, biodegradable dan tidak beracun yang memperlihatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, pewarna, protein, asam nukleat, lipid, herbisida, pestisida dan asam.. Mereka juga menunjukkan aktivitas antimikroba dan juga dapat digunakan sebagai film dan coating menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan buah-buahan dan sayuran (Abreu dan Sergio, 2008).

Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik, fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismania, 2006).

Kitosan adalah salah satu polisakarida yang digunakan sebagai stabilizer emulsi. Karena sifat fisiologisnya tersebut, penggunaannya memberikan kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir yang dihasilkan. Kitosan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik pembentukan dan stabilitas emulsi (Calero, et al., 2010).


(26)

Kitosan Sebagai Antimikroba

Aktivitas kitosan telah diteliti dapat menghambat banyak mikroorganisme seperti jamur, alga dan beberapa bakteri. Kitosan sebagai anti jamur dan bakteri dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. aMIC (Minimum Inhibitor Concentration/Konsentrasi terendah Kitosan yang menghambat pertumbuhan Mikroorganisme).

Bakteri MICa(%)

Proteus mirabilis 0.025

Pseudumonas euroginonsa 0.0125

Proteus mirabilis 0.025

Salmonella enteriditis 0.05

Enterobacter aerogenes 0.05

Escherichia coli 0.025

Staphylococcus aurens 0.05

Corynebacterium 0.025

Enterococcus facalis 0.05

Staphylococcus epidermidis 0.025

Candida albicans/candida parapsilosis 0.1

(Kong. et al, 2010).

Standar Mutu Kitosan

Standar mutu kitosan yang beredar dipasaran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Kitosan

Sifat-sifat Kitosan Mutu yang dikehendaki

Ukuran partikel Butiran Atau Bubuk

Kadar Protein (%) <20

Kadar air (%) <20

Kdar abu (%) <2

Derajat Deasitilasi (%) >70 Sumber: Unhas (2003)

Emulsi

Sistem Emulsi

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi


(27)

butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir-butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah

(Anief, 1999).

Selanjutnya menurut Bird, et al., (1983), emulsi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in water) dan emulsi dengan sistem w/o (water in oil). Kondisi tergantung dari bagian yang menjadi fase kontinu atau bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum untuk emulsi o/w adalah air susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o adalah margarin dan mentega.

Emulsifier

Emulsifier memiliki gugus polar dan gugus non-polar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga pada satu sisi dia akan mengikat minyak yang bersifat non-polar dan disisi lainnya akan mengikat air yang bersifat non-polar. Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi. Emulsifier ini membentuk lapisan tipis yang akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya (Suryani, dkk., 2002).

Menurut Winarno (1988), daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o).


(28)

1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.

2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik untuk penggabungan.

3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel-partikel.

(Lachman, et al., 1994).

Stabilitas Emulsi

Zat aktif permukaan diarahkan pada suatu cara khusus pada antar muka. Bagian hidrofilik berada dalam fase air sedangkan bagian lipofiliknya berada dalam fase minyak. Selanjutnya zat aktif permukaan berorientasi pada antarmuka adalah berkurangnya sedikit demi sedikit tegangan permukaan dengan berjalannya waktu seiring dengan penambahan zat aktif permukaan sampai dicapai suatu harga konstan. Sifat ini melukiskan bahwa molekul-molekul zat aktif permukaan berdifusi melalui air sampai mencapai antarmuka dimana molekul-molekul tersebut diadsorbsi membentuk sistem yang stabil (Lachman, et al., 1989).

Stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase intern, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna dan sifat-sifat fisis yang lainnya. Peneliti lain mendefenisikan bahwa ketidakstabilan fisis suatu emulsi adalah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk (Anief, 1999).

Cukupnya bahan yang membentuk lapisan antar muka penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan dalam fase. Pembentukan emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak tergantung pada derajad kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase tersebut (Ansel, 1989).


(29)

Creaming adalah proses yang bersifat reversible, berbeda dengan proses pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Flokul cream dapat mudah didispersi kembali, dan terjadi campuran homogen bila digocok perlahan-lahan, karena butir-butir tetesan tetap dilingkupi dengan film pelindung. Sedangkan koalesen, dengan pengojokan sederhana akan gagal untuk mensuspensi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yang meliputi partikel sudah rusak (Anief, 1999).

Perubahan emulsi o/w menjadi w/o dan sebaliknya disebut dengan istilah inversi. Terjadinya inversi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan jumlah pengemulsi, perubahan konsentrasi salah satu fase, dan ion-ion yang terdapat dalam emulsi (Anief, 1999).

Analisa Sifat Fisik Emulsi

Beberapa sifat fisik yang mempengaruhi emulsi diantaranya adalah ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan pH.

1. Ukuran Partikel

Ukuran dan distribusi partikel menentukan kesetabilan suatu emulsi, semakin baik distribusi ukuran dan semakin kecil diameter droplet, maka akan stabil suatu emulsi. Ukuran partikel yang besar akan mempercepat gerak partikel. Akibatnya semakin besar peluang terjadinya tabrakan antar sesama partikel sehingga partikel cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan akhirnya menggumpal, dengan kata lain laju pengendapan semakin cepat sehingga emulsi semakin tidak stabil (Suryani, dkk., 2008).


(30)

Selanjutnya Budianto dan Ariyanti, (2008) menyatakan bahwa ukuran dan distribusi partikel sangat menentukan sifat emulsi, seperti sifat aliran dan kestabilan emulsi.

2. Stabilitas Relatif Emulsi

Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi ini adalah keseimbangan antara gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam system emulsi. Apabila kedua gaya ini dapat dipertahankan tetap seimbang dan terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung ( Suryani, dkk., 2002).

Pemisahan fase emulsi dapat diamati dan dapat diukur volume dari fase yang terpisah. Penting dibedakan antara creaming dan koalesan karena keduanya berbeda (Anief, 1999).

Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi maka semakin rendah laju rata-rata pengendapan yang terjadi sehingga kestabilan emulsi juga semakin tinggi (Suryani, dkk., 2002).

3. Viskositas

Peningkatan rasio minyak/air berarti penurunan fase pendispersi dan meningkatnya fase terdispersi. Penurunan fase pendispersi ini mengakibatkan viskositas akan semakin meningkat. Jadi apabila konsentrasi fase terdispersi ditingkatkan maka akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan

(Jost, et al., 1986).

Emulsifier dan lapisan interfacial akan mempengaruhi viskositas melalui pengaruh terhadap sirkulasi internal droplet. Lapisan interfacial timbul karena adanya emulsifier (Suryani, dkk., 2002).


(31)

4. pH

pH adalah suatu zat/senyawa yang dipengaruhi oleh sifat dari zat/senyawa tersebut. Menurut lewis (1924) basa adalah semua senyawa yang dapat menyumbangkan pasangan elektron (OH-) dan sebaliknya asam adalah semua

senyawa yang dapat menerima pasangan elektron (OH-) ( Pikir, S., 1989).

Penelitian Sebelumnya

Menurut Ginting (1995) pada pembuatan emulsi lilin 12 % sebanyak 1 liter kemudian emulsi lilin ini dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 120 ml dipanaskan sampai mencair di dalam beaker glass. Kemudian ke dalam 25 ml air panas ditambahkan 40 ml trietanolamin. Sebelumnya ke dalam gelas ukur dimasukkan air panas supaya gelas ukur ini menjadi panas. Setelah gelas ukur panas airnya dibuang. Kemudian ke dalam gelas ukur tersebut dimasukkan lilin dengan asam oleat (20 ml) yang sudah dicampur secara perlahan-lahan dan ditambahkan campuran air dengan trietanolalamin, diaduk sampai terjadi emulsi lilin. Kemudian ditambahkan sisa air panas sampai sebanyak 1 liter.

Selanjutnya menurut Batubara, (2001) pembuatan emulsi lilin dibuat dengan melebur 120 g lilin lebah dalam wadah (sampai bersuhu 90-95oC); lalu

ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan; menambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu 90-95oC) sampai volume 1000 ml lalu dihomogenisasi dengan mixer selama ± 15 menit dan akhirnya mendinginkannya untuk digunakan lebih lanjut. Hasil akhir dari formulsi ini menghasilkan emulsi lilin dengan konsentrasi 12 %.


(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan bulan April – Juni 2011 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Kulit udang yang diperoleh dari industri pengolahan udang beku PT. Centra Windu Sejahtera di kawasan Industri Medan dan sarang lebah yang diperoleh dari yayasan bina saudara Titikuning Medan

Reagensia

Trietanolamin (TEA), Asam Oleat, Aquadest, NaOH, Asam Asetat, dan Asam Klorida (HCl).

Alat penelitian

Beaker glass, Timbangan digital, inkubator, jarum hose, Saringan, Hot plate, Termometer, Stirrer, pH meter, kertas saring, Oven, Labu ukur, Spatula, Mikroskop optic, Object glass, Deck glass, cawan petrisish, kompor gas, stopwatch, viskosimeter Ostwald dan Colony counter.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu:


(33)

Faktor I : Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis K1 = 0 %

K2 = 15 %

K3 = 30 %

K4 = 45 %

Faktor II : Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis L1 = 0 %

L2 = 15 %

L3 = 30 %

L4 = 45 %

Banyaknya kombinasi perlakuan (tc) adalah 4 x 4 = 16, Maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15

16n ≥ 31

n ≥ 1,9 dibulatkan menjadi n = 2

Model Rancangan (Sastrosupadi, 2000).

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua factorial dengan model sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + (αβ)ij+ εijk Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-I dan faktor P pada taraf


(34)

µ : Efek Nilai Tengah

αi : Efek dari faktor K pada taraf ke-i βj : Efek dari factor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-I dan faktor P pada taraf ke-j Εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

Jika diperoleh hasil yang nyata atau sangat nyata kemudian dilanjutkan dengan uji perbandingan sepasang nilai tengah dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Kitosan

• Perlakuan Pendahuluan, kulit udang dicuci, dikeringkan dan digiling.

• Deproteinisasi, ditimbang 100 gr kulit udang kemudian dibuat larutan NaOH 5 % dalam aquadest, kulit udang dimasukkan dalam NaOH dengan Perbandingan kulit udang dan NaOH adalah 1:6 (berat/volume) kemudian dipanaskan selama 1 jam dengan suhu 60-700C.

• Penyaringan, Kulit udang yang sudah dipanaskan dicuci dengan air kemudian disaring.

• Demineralisasi, kulit udang dimasukkan dalam larutan HCl 5% dengan perbandingan kulit udang dan larutan 1:6 (berat/volume) kemudian dipanaskan selama 1 jam dengan suhu pemanasan 60-700C.

• Pencucian, bahan dicuci dengan air sampai pH netral


(35)

• Deasetilasi, setelah dikeringkan dipanaskan dalam larutan NaOH 60% dengan perbandingan bahan dan larutan 1:10 (volume/volume) pada suhu 1000C selama 60 menit.

• Pencucian, bahan yang telah selesai dideasetilasi diangkat dan dicuci dengan air sampai pH netral kemudian ditiriskan.

• Pengeringan, kitosan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-550C selama 24 jam.

Pembuatan Larutan kitosan 2 % dalam Asam Asetat 2%

• Ditimbang kitosan 2 gr.

• Ditambahkan asam asetat 2 % sampai 100 ml, diaduk dan disaring.

Pengambilan Lilin dari Sarang lebah

Sarang lebah dipanaskan dalam panci perebusan sehingga semua sarang lebah mencair. Kemudian sarang lebah yang telah mencair tersebut dipindahkan sambil disaring kedalam wadah. Setelah itu diamkan sampai dingin dan pada bagian permukaan akan terdapat gumpalan lilin dimana pada lilin itu masih terdapat kotoran-kotoran sehingga harus dipanaskan kembali dan kemudian disaring untuk mendapatkan lillin yang baik dan bersih dari kotoran-kotoran.

Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 %

Untuk membuat emulsi lilin 30 %, lilin lebah ditimbang 30 gram, kemudian dipanaskan di dalam gelas ukur hingga mencair (85oC), setelah

mencair ditambahkan 5 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan-lahan, kemudian ditambahkan campuran 10 ml aquadest panas dan 5 ml trietanolamin sambil diaduk, kemudian dimasukkan aquadest panas 10 ml, lalu


(36)

diaduk selama 1 menit. Kemudian dimasukkan kembali campuran aquadest panas 10 ml dan 5 ml trietanolamin. Seterusnya ditambahkan sebanyak 10 ml aquadest setiap 1 menit sampai volume 100 ml, sehingga komposisi total 30 gr lilin, asam oleat 5 ml, Trietanolalamin 10 ml dan air 55 ml.

Pencampuran Emulsi Lilin Lebah dengan Larutan Kitosan

• Diambil larutan kitosan (0 %, 15 %, 30 % dan 45 % ).

• Ditambahkan emulsi lilin lebah (0 %, 15 %, 30 % dan 45 % ) sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanaskan dengan suhu 550C.

• Ditambhakan aquadest sambil diaduk sampai volume 100 ml.

• Diaduk selama 30 menit.

• Campuran emulsi lilin lebah dan larutan kitosan dianalisa.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan Pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap parameter:

1. Ukuran Partikel (μm)

2. Stabilitas Relatif Emulsi (%) 3. Viskositas (Poise)

4. Uji Organoleptik Warna (Numerik) 5. Uji Total Mikroba (Koloni/ml) 6. pH

Penentuan Ukuran Partikel (Friberg, et al., 1976).

Diambil sampel dengan menggunakan jarum hose dan diteteskan ke permukaan object glass kemudian object glass ditutup dengan deck glass. Object


(37)

glass telah dipanggang di atas api bunsen sebelumnya. Disiapkan mikroskop optik (mikroskop cahaya) merk Olympus BH-2 dengan kamera vidio yang telah disambungkan ke komputer dengan kabel kamera vidio. Diletakkan objeck glass yang telah berisi sampel di atas meja preparat mikroskop, dilihat dengan perbesaran 10, 40 atau 100 kali (dilihat dengan perbesaran mana tampilan yang paling jelas). Setelah didapat ukuran partikel emulsi, lalu emulsi tersebut difoto. Ditentukan ukuran partikel dengan menjumlahkan ukuran partikel terkecil hingga terbesar dan merata-ratakannya.

Penentuan Stabilitas Relatif Emulsi (Anief, 1999 dimodifikasi).

Penentuan stabilitas relatif emulsi dilakukan dengan membiarkan sampel di dalam gelas ukur/tabung reaksi dan dibiarkan selama 3 hari kemudian diamati berdasarkan kriteria pada Tabel 4.

Tabel 4. Penentuan Stabilitas relatif Emulsi

Skor

Keterangan

0% Terjadi koalesen (kerusakan emulsi yang bersifat irreversible) dan terdapat pemisahan antara air dan zat pelapis.

25% Terjadi koalesen tetapi tidak terdapat pemisahan antara air dan zat pelapis.

50% Terjadi creaming (kerusakan emulsi yang bersifat reversible), tetapi terdapat pemisahan antara air dan zat pelapis.

75% Terjadi creaming, tetapi tidak terjadi pemisahan antara air dan zat pelapis.

100% Tidak terjadi koalesen dan creaming.

Penentuan Viskositas (Yazid, 2005).

a. Penentuan waktu alir zat pada viskosimeter Oswald (t2)


(38)

• Sampel diisap dengan pompa kedalam bola sampai batas tanda yang terdapat pada alat.

• Sampel dibiarkan mengalir kebawah sampai batas tanda yang terdapat pada alat.

Dicatat waktu yang diperlukan dengan menggunakan stopwatch. b. Penentuan masa jenis zat (d2)

• Diambil 10 ml sampel kemudian diukur beratnya.

• Masa jenis adalah hasil pembagian antara berat zat dengan volume zat. c. Penghitungan viskositas

Viskositas dihitung dengan menggunakan rumus: naq/n2 = d1 t1/d2 t2

Dimana :

naq = viskositas aquadest (1.0050 Poise)

n2 = Viskositas zat yang dianalisa

d1 = Masa jenis Aquadest (0.9982)

d2 = Masa jenis zat yang dianalisa

t1 = Waktu alir aquadest pada viskosimeter oswald (120 detik)

t2 = Waktu alir zat yang dianalisa pada viskosimeter Oswald

Uji Organoleptik Warna (Sukarto, 1982 dimodifikasi).

Penentuan warna emulsi ini dapat dilakukan dengan menggunakan nilai numerik sebagai petunjuk warna, yaitu:


(39)

Tabel 5. Nilai Uji Organoleptik Warna

Skor Warna

1 Jernih

2 Putih pucat

3 Putih kekuningan

4 putih seperti susu

Uji Total Mikroba (koloni/ml) (Tim Mikrobiologi, 2011 dimodifikasi)

Diambil sampel 1 ml dan ditambahkan aquadest sampai 10 ml (pengenceran 10 kali)

• Diambil sampel dari pengenceran 10 kali sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan aquadest sampai 10 ml (pengenceran 100 kali)

• Diambil sampel dari pengenceran 100 kali sebanyak 1ml kemudian ditambahkan aquadest sampai 10 ml (Pengenceran 1000 kali)

• Dimasukkan satu tetes suspense 1000 kali pengenceran kedalam cawan petridish yang telah diisi media agar.

• Dibalik cawan petridish dan diinkubasi selama 24 jam.

• Dihitung jumlah koloni dengan koloni counter.

• Dihitung jumlah mikroorganisme dengan rumus.

Jumlah mikroba (Koloni/ml) = Banyak pengenceran X banyaknya koloni

pH (Derajat Keasaman)

Setelah pH meter dikalibrasi maka pH meter tersebut sudah siap digunakan. Biasanya kalibrasi disarankan dilakukan setiap 1 kali sehari sebelum digunakan. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut:


(40)

Buka penutup plastik elektroda, bilas dengan aquadest dan keringkan dengan menggunakan kertas tisu.

• Nyalakan pH meter dan masukkan elektroda kedalam sampel.

• Tekan tombol MEAS untuk memulai pengukuran, pada layar akan muncul tulisan HOLD yang kelap-kelip, biarkan sampai kelap-kelip berhenti.

• Nilai pH yang ditunjukan pada layar adalah nilai pH sampel yang di check.

Skema Penelitian

Skema proses pembuatan Kitosan ditampilkan pada Gambar 3, skema

pembuatan larutan kitosan 2 % ditampilkan pada Gambar 4, skema proses pembuatan lilin lebah ditampilkan pada Gambar 5, skema pembuatan emulsi lilin lebah 30 % ditampilkan pada Gambar 6 dan skema penelitian pembuatan pelapis campuran larutan kitosan dengan emulsi lilin lebah ditampilkan pada Gambar 7.


(41)

Gambar 3. Proses Pembuatan Kitosan

Dibersihkan,Dicuci dan dikeringkan

Deproteinisasi dengan NaOH 5 %, pada suhu 60 - 700 C selama satu jam dengan perbandingan 1 : 6

Disaring dan dicuci dengan air

Disaring, Dicuci sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 50 - 550 C, 24 jam

Kitin Digiling

Demineralisasi dengan HCl 5 %, pada suhu 60 - 700 C selama satu jam dengan perbandingan 1 : 6

Deasetilasi dengan NaOH 60 % dengan perbandingan 1 : 10 pada suhu 1000 C selama 60 menit

Disaring, Dicuci Sampai pH netral

Dikeringkan pada suhu 50- 550 C, selama 24 jam

Kitosan Kulit Udang


(42)

Gambar 4. Proses Pembuatan Larutan Kitosan 2 %

Ditimbang Kitosan 20 gram

Ditambahkan Asam Asetat 2 % sampai 1000 ml

Diaduk dan disaring


(43)

Gambar 5. Skema Pembuatan Lilin Lebah

Direbus dengan air hingga semua sel sarang mencair (T = 850 C)

Disaring

Lilin dikeluarkan dari dalam air, dan dikeringkan dibawawah sinar matahari

Diperoleh lilin pada bagian permukaan

Lilin Lebah Sarang Lebah

Lilin direbus kembali hingga mencair (T = 850 C)


(44)

Gambar 6. Skema Pembuatan Emulsi Lilin Lebah 30 %

Lilin ditimbang 30 gram

Dipanaskan (T= 850 C)

Ditambahkan 5 ml Asam Oleat (Sedikit demi sedikit, sambil diaduk)

Dtambahkan Aquadest (T = 850 C) 10 ml setiap 1 menit sampai 100 ml

Emulsi Lilin Lebah 30 %

Dimasukkan aquadest panas 10 ml dan diaduk 1 menit (T= 850 C)

Ditambahkan campuran 10 aquadest panas dan 5 ml trietanolamin (Sambil diaduk, T = 850 C)

Ditambahkan campuran 10 aquadest panas dan 5 ml trietanolamin (Sambil diaduk, T = 850 C)


(45)

Gambar 7. Skema Penelitian Pembuatan Pelapis Campuran Larutan Kitosan dengan Emulsi Lilin Lebah

Larutan Kitosan

(K1 = 0%, K2= 15 %, K3 = 30 % dan K4= 45 %)

Ditambahkan Emulsi Lilin Sedikit demi sedikit (T = 550C, sambil diaduk)

(K1 = 0%, K2= 15 %, K3 = 30 % dan K4= 45 %)

Pelapis Campuran Emulsi Lilin dengan Kitosan

- Ukuran Partikel (µm)

- Stabilitas Relatif Emulsi (%) - Viskositas

(Poise)

- Uji Organoleptik Warna

(Numerik) - Uji Total

Mikroba (Koloni/ml) - pH

Ditambahkan Aquadest sampai 100 ml


(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis memberikan pengaruh terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji total mikroba dan pH dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini.

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Konsentrasi Larutan Kitosan (%) Ukuran Partikel (μm) Stabilitas Relatif Emulsi (%) Viskositas (Centi Poise) Uji Organoleptik warna (Numerik) Uji Total Mikroba (koloni/ml)

(103)

pH

K1 = 0 2.53 ±0.301

62.50 ± 0.000

1.485 ±0.159 2.44 ±0.09 52.1 ±1.59 8.32 ±0.02 K2 = 15 2.76

±0.170 62.50 ±8.839 1.663 ±0.027 2.83 ±0.07 39.7 ±1.41 8.26 ±0.07 K3 = 30 2.50

±0.163 71.88 ±13.258 1.839 ±0.048 2.69 ±0.16 29.0 ±1.41 8.31 ±0.04 K4 = 45 2.72

±0.046 81.25 ±17.678 2.030 ±0.057 2.83 ±0.14 21.8 ±1.94 8.32 ±0.05

Keterangan: Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 6. menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis memberi pengaruh terhadap parameter yang diuji. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan K2 yaitu sebesar 2,76 µm dan terkecil pada perlakuan K3


(47)

K4 yaitu sebesar 81.25 % dan terendah terdapat pada perlakuan K1 dan K2 yaitu

sebesar 62.50 %. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar

2.030 Centi Poise dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 1.485 Centi

Poise. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K2 dan K4 yaitu

sebesar 2.83 dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 2.44. Uji total

mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu 52.1 x 103 koloni/ml dan

terendah terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 21.8 x 103 koloni/ml. pH

tertinggi terdapat pada perlakuan K4 dan K1 yaitu sebesar 8.32 dan pH terkecil

pada perlakuan K2 yaitu sebesar 8.26.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberikan pengaruh terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, uji organoleptik warna, uji Total mikroba dan pH dapat dilihat pada Tabel 7. Berikut ini.

Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Parameter yang diamati

Konsentrasi Emulsi Lilin lebah (%) Ukuran Partikel (μm) Stabilitas Relatif Emulsi (%) Viskositas (Centi Poise) Uji Organoleptik warna (Numerik) Uji Total mikroba (Koloni/ml)

(103)

pH

L1 = 0 0.43 ±0.000 100.00 ±0.000 1.437 ±0.027 1.04 ±0.05 35.8 ±1.59 7.19 ±0.01 L2 = 15 3.74

±0.170 56.25 ±8.839 1.705 ±2.424 2.98 ±0.11 35.5 ±1.41 8.59 ±0.05 L3 = 30 3.31

±0.157 59.38 ±13.258 1.848 ±0.036 3.34 ±0.19 35.7 ±1.41 8.67 ±0.08 L4 = 45 3.04

±0.194 62.50 ±8.839 2.026 ±0.056 3.43 ±0.11 35.6 ±1.94 8.75 ±0.03


(48)

Tabel 7. menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh terhadap parameter yang diuji. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan L2 yaitu sebesar 3.74 µm dan terendah terdapat

pada perlakuan L1 yaitu sebesar 0.43 µ m. Stabilitas relatif emulsi tertinggi terdapat

pada perlakuan L1 yaitu sebesar 100 % dan terendah terdapat pada perlakuan L2

yaitu sebesar 56.25. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu sebesar

2.026 Centi Poise dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.437

Centi Poise. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan L4 yaitu 3.43 dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1.04. Uji total mikroba

tertinggi pada perlakuan L1 yaitu 35.8 x 103 Koloni/ml dan yang terendah pada

perlakuan L2 yaitu 35.5 x 103 koloni/ml. pH yang tertinggi terdapat pada L4 yaitu

8.75 dan terendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu 7.19. Hasil analisis statistik

untuk masing-masing parameter yang diamati dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ukuran Partikel

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap ukuran partikel. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap ukuran partikel.


(49)

Hasil pengujian dengan Least Significant Range LSR menunjukkan pengaruh Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Jarak

LSR Konsentrasi Emulsi Lilin

(%)

Rataan (µm)

Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - L1 = 0 0.43 ±0.301 d D 2 0.220 0.302 L2 = 15 3.74 ±0.012 a A 3 0.231 0.318 L3 = 30 3.31 ±0.163 b B 4 0.236 0.326 L4 = 45 3.04 ±0.046 c C

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan L1 memberi pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata terhadap

L3 dan L4. Perlakuan L3 berbeda sangat nyata terhadap L4.

Hubungan antara Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel.


(50)

Gambar 8. menunjukkan bahwa ukuran partikel yang paling rendah terdapat pada perlakuan L1 yaitu 0,43 µ m. Hal ini disebabkan karena pada

perlakuan ini tidak terdapat penambahan emulsi lilin (hannya larutan kitosan) dimana ukuran partikel larutan lebih kecil daripada emulsi. Ukuran partikel selanjutnya meningkat sampai pada perlakuan L2, yang merupakan ukuran

partikel tertinggi yaitu 3.74 µm disebabkan karena perubahan dari bentuk larutan menjadi campuran larutan dengan emulsi lilin dimana jumlah emulsi lilin yang ditambahakan merupakan jumlah terendah (berarti Jumlah Emulsifier pada pelapis juga merupakan jumlah terendah) dan selanjutnya ukuran partikel semakin menurun sampai titik tertentu disebabkan jumlah emulsi lilin yang ditambahkan semakin meningkat (berarti jumlah emulsifier pada pelapis juga meningkat). Suryani, dkk. (2002) menyatakan Emulsifier dapat membentuk lapisan tipis yang akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya.

Laju pemisahan antara minyak dan air semakin meningkat dengan bertambahnya ukuran partikel. Sehingga untuk meningkatkan kestabilan emulsi ukuran partikel harus sekecil mungkin. Budianto dan Ariyanti (2008) menyatakan bahwa ukuran dan distribusi partikel sangat menentukan sifat polimer emulsi, seperti sifat aliran dan kestabilan emulsi.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Ukuran Partikel

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara Konsentrasi larutan kitosan dalam pelapis dan Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap


(51)

ukuran partikel (µ m). Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Stabilitas Relatif Emulsi

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa Konsentrasi larutan kitosan dalam pelapis memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0.05) terhadap stabilitas relatif emulsi.

Uji Least Significant Range (LSR) menunjukkan adanya perbedaan pengaruh Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis terhadap stabilitas relatif emulsi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Jarak LSR

Konsentrasi

Larutan Rataan (%)

Notasi

0.05 0.01 Kitosan (%) 0.05 0.01

- - - K1 = 0 62.50 ± 0.000 b A

2 14.063 19.359 K2 = 15 62.50 ±8.839 b A 3 14.766 20.344 K3 = 30 71.88 ±13.258 ab A 4 15.141 20.859 K4 = 45 81.25 ±8.839 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 9. menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberi pengaruh berbeda

tidak nyata terhadap perlakuan K2, berbeda nyata terhadap perlakuan K3 dan K4.

Perlakuan K2 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap K3, dan K4. Perlakuan K3

berbeda nyata terhadap perlakuanK4.

Hubungan Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dengan stabilitas relatif emulsi dapat dilihat pada Gambar 9.


(52)

Gambar 9. Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Gambar 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan yang ditambahkan maka semakin tinggi stabilitas relatif emulsi yang dihasilkan. Peningkatan stabilitas relatif emulsi mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada gambar 9. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu 81.25 %

dan terendah pada K1 dan K2 yaitu 62.50 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Calero, et al (2010) menyatakan bahwa kitosan merupakan salah satu polisakarida yang dapat digunakan sebagai stabilitas emulsi. Kitosan memberikan kontribusi nilai-tambah yang bermanfaat bagi emulsi akhir dan memiliki sifat aktivitas permukaan yang dapat meningkatkan baik pembentukan dan stabilitas emulsi yang dihasilkan.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah dalam pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap stabilitas relatif emulsi.


(53)

Uji Least Significant Range (LSR) menunjukkan ada perbedaan pengaruh Konsentrasi emulsi lilin lebah dalam zat pelapis terhadap stabilitas relatif emulsi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Jarak LSR

Konsentrasi

Emulsi Rataan

(%)

Notasi

0.05 0.01 Lilin lebah (%) 0.05 0.01

- - - L1 = 0 100.00 ±0.000 a A

2 14.063 19.359 L2 = 15 56.25±0.000 b B 3 14.766 20.344 L3 = 30 59.38±85.84 b B 4 15.141 20.859 L4 = 45 62.50±89.13 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 10. menunjukkan bahwa perlakuan L1 memberi pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 tidak berbeda nyata

terhadap perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L3 tidak berbeda nyata terhadap

perlakuanL4.

Hubungan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap stabilitas relatif emulsi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi


(54)

Gambar 10. menunjukkan bahwa stabilitas relatif emulsi tertinggi diperoleh pada L1 yaitu 100 % dan terendah pada L2 yaitu 56.25 %. Perlakuan L1

menghasilkan nilai stabilitas relatif yang paling tinggi yaitu 100 % disebabkan karena pada perlakuan ini tidak terdapat penambahan emulsi lilin (hannya larutan kitosan). Selanjutnya terjadi penurunan karena adanya perubahan dari larutan menjadi campuran larutan dengan emulsi lilin, pada perlakuan L2 merupakan nilai

stabilitas relatif yang paling rendah yaitu 56.25 % hal ini disebabkan karena adanya penambahan emulsi lilin dengan konsentrasi terendah (berarti jumlah emulsifier yang terdapat pada pelapis campuran juga merupakan jumlah terendah) dan selanjutnya stabilitas relatif emulsi semakin meningkat dengan penambahan konsentrasi emulsi lilin yang semakin banyak sampai titik tertentu (dimana jumlah emulsifier dalam pelapis merupakan jumlah tertinggi). Suryani, dkk. (2002) menyatakan emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Stabilitas Relatif Emulsi

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dan Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap stabilitas relatif emulsi. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.


(55)

Viskositas

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap viskositas.

Hasil pengujian dengan Least Significant Range LSR yang menunjukkan pengaruh Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis terhadap viskositas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Jarak LSR

Konsentrasi

Larutan Rataan

(Centi Poise)

Notasi

0.05 0.01 Kitosan (%) 0.05 0.01

- - - K1 = 0 1.485 ±0.159 d C

2 0.14315 0.19707 K2 = 15 1.663 ±0.027 c BC 3 0.15031 0.20710 K3 = 30 1.839 ±0.048 b AB 4 0.15413 0.21234 K4 = 45 2.030 ±0.057 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 11. menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberi pengaruh berbeda

nyata terhadap perlakuan K2, berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K3 dan K4.

Perlakuan K2 berbeda nyata terhadap perlakuan K3 dan berbeda sangat nyata

terhadap perlakuanK4. Perlakuan K3 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap

perlakuan K4.

Hubungan Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dengan viskositas dapat dilihat pada Gambar 11.


(56)

Gambar 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Gambar 11. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan yang ditambahkan maka semakin tinggi nilai viskositas yang diperoleh. Peningkatan nilai viskositas mengikuti garis regresi linier seperti pada gambar 10. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis maka semakin tinggi fase terdispersi dan semakin rendahnya fase pendispersi pada zat pelapis tersebut. Jost, et al., (1986) menyatakan bahwa penurunan fase pendispersi dan meningkatnya fase terdispersi mengakibatkan viskositas semakin meningkat dan sebaliknya meningkatnya fase pendispersi dan penurunan fase terdispersi akan menurunkan viskositas.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap viskositas.


(57)

Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) yang menunjukkan pengaruh Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis dengan viskositas dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Jarak LSR

Konsentrasi

Emulsi Rataan

(Centi Poise)

Notasi

0.05 0.01 Lilin Lebah (%) 0.05 0.01

- - - L1 = 0 1.437 ±0.027 c C

2 0.14315 0.19707 L2 = 15 1.705 ±2.424 b B 3 0.15031 0.20710 L3 = 30 1.848 ±0.036 b AB 4 0.15413 0.21234 L4 = 45 2.026 ±0.056 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 12. menunjukkan bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata

terhadap L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap

L3 dan berbeda sangat nyata terhadap L4. Perlakuan L3 berbeda nyata terhadap L4.

Hubungan antara Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis dengan viskositas dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik Hubungan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Viskositas


(58)

Gambar 12. menunjukkan bahwa semakin tinggi Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis maka viskositas semakin meningkat. Peningkatan nilai viskositas mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 11. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis maka semakin tinggi fase terdispersi dan semakin rendahnya fase pendispersi pada zat pelapis tersebut.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Viskositas

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap viskositas. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Warna

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa Konsentrasi larutan kitosan dalam zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap uji organoleptik warna. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi emulsi lilin lebah pada pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap uji organoleptik warna.


(59)

Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi emulsi lilin lebah pada dalam pelapis terhadap uji organoleptik warna dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis Terhadap Uji Organoleptik Warna

Jarak LSR

Konsentrasi

Emulsi Rataan

(Numerik)

Notasi

0.05 0.01 Lilin (%) 0.05 0.01

- - - L1 = 0 1.04 ±0.05 b B

2 0.868 1.195 L2 = 15 2.98 ±0.11 a A 3 0.911 1.255 L3 = 30 3.34 ±0.19 a A 4 0.934 1.287 L4 = 45 3.43 ±0.11 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda antar baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Tabel 13. menunjukkan bahwa perlakuan L1 memberi pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap L1, L2 dan L3. Perlakuan L2 memberi pengaruh berbeda

tidak nyata terhadap L3 dan L4 .Perlakuan L3 memberi pengaruh berbeda tidak

nyata terhadap L4.

Hubungan antara Konsentrasi emulsi lilin pada zat pelapis terhadap uji organoleptik warna dapat dillihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna


(60)

Gambar 13. menunjukkan bahwa semakin tinggi Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis maka nilai uji organoleptik warna semakin meningkat (semakin putih). Peningkatan nilai organoleptik warna mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 5. Semakin tinggi nilai organoleptik yang dihasilkan berarti semakin baik karena menunjukkan bahwa emulsi lilin lebah semakin baik terdispersi di dalam zat pelapis. Pada L4 warna pelapis lebih putih

menunjukkan bahwa emulsi lilin lebah terdispersi di dalam zat pelapis lebih baik.

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Larutan Kitosan dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap Uji Organoleptik Warna

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara Konsentrasi larutan kitosan pada zat pelapis dan Konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap uji organoleptik warna. Sehingga pengujian dengan Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

Uji Total Mikroba

Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan pada Zat Pelapis terhadap Uji Total Mikroba

Daftar analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pada pelapis memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap uji total mikroba.

Hasil pengujian dengan Least Significant Range LSR menunjukkan pengaruh konsentrasi larutan kitosan pada pelapis terhadap uji organoleptik warna dapat dilihat pada Tabel 14.


(1)

Hasil pengujian dengan Least Significant Range LSR menunjukkan pengaruh interaksi konsentrasi larutan kitosan dengan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap pH dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR Efek Utama Interaksi Konsentrasi Larutan Kitosan dan Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - K1L1 7.00 ± 0.0 f F 2 0.132 0.182 K1L2 8.70 ± 0.04 abcd ABCD 3 0.139 0.191 K1L3 8.78 ±0.04 ab ABC 4 0.142 0.196 K1L4 8.82 ±0.01 a A 5 0.145 0.200 K2L1 7.14 ± 0.02 ef EF 6 0.147 0.202 K2L2 8.61 ± 0.04 cd ABCD 7 0.148 0.205 K2L3 8.56 ± 0.08 d CD 8 0.149 0.208 K2L4 8.72 ± 0.04 abc ABC 9 0.150 0.209 K3L1 7.28 ± 0.01 e E 10 0.151 0.211 K3L2 8.49 ± 0.01 d D 11 0.151 0.212 K3L3 8.73 ± 0.08 cba ABC 12 0.151 0.213 K3L4 8.73 ± 0.04 cba ABC 13 0.151 0.214 K4L1 7.35 ± 0.01 e E 14 0.152 0.215 K4L2 8.58 ± 0.01 cd E 15 0.152 0.216 K4L3 8.63 ± 0.04 bcd ABCD 16 0.152 0.216 K4L4 8.72 ± 0.03 abc ABC Data terdiri dari dua ulangan ± Standar deviasi

Gambar 16. menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi larutan kitosan dengan emulsi lilin lebah pada zat pelapis mempengaruhi pH. Semakin tinggi konsentrasi emulsi lilin dan konsentrasi larutan kitosan maka semakin tinggi juga pH yang dihasilkan. Adanya peningkatan pH disebabkan karena adanya peningkatan jumlah elektron (OH-) di dalam zat pelapis.

Hubungan konsentrasi emulsi lilin lebah pada zat pelapis terhadap pH dapat dilihat pada Gambar 16.


(2)

Gambar 16. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Larutan Kitosan dengan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah pada Zat Pelapis terhadap pH 0.0


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Konsentrasi larutan kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap viskositas dan uji total mikroba, memberi pengaruh berbeda nyata terhadap stabilitas relatif emulsi (p<0.05 dan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap ukuran partikel, uji organoleptik warna dan pH.

2. Konsentrasi emulsi lilin memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna dan pH dan memberi pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap uji total mikroba.

3. Interaksi antara konsentrasi larutan kitosan dan konsentrasi emulsi lilin berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap pH dan berpengaruh tidak nyata (p>0.05) terhadap ukuran partikel, stabilitas relatif emulsi, viskositas, organoleptik warna, dan uji total mikroba.

Saran

1. Disarankan untuk membuat pelapis dengan konsentrasi larutan kitosan 45 % dan konsentrasi emulsi lilin lebah 45 %.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengaplikasikan zat pelapis campuran ini pada buah-buahan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abreu. F. R., and Sergio. P. C., 2008. Characteristic and Properties of Carboxymethylchitosan.http://www.elsevier.com.

Anief, M., 1999. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. UGM-Press, Yogyakarta.

Ansel, H.C.,1989. Pengantar Bentuk Sedian Farmasi. Penerjemah F. Ibrahim. UI-Press, Jakarta.

Batubara, M., 2001. Pengaruh Pelilinan Dengan Beewax Terhadap Mutu Pepaya (Carica pepaya) Selama Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Brid, T., M.A. Nur dan M.Syahri, 1983. Kimia Fisik Bagian Kimia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Budianto E. dan Ariyanti S., (2008). Pengaruh Variasi Inisiator dan Teknik Polimerisasi terhadap Ukuran Partikel pada Kopolimerisasi Emulsi stirena-Butil Akrilat-metil Metakrilat. Makara Sains. Volume 12.

Calero. N., Jose, M., Pablo .R., and Antonio.G., 2010. Flow behaviour, Linier Viscoelasticity and Surface properties of Chitosan Aqueous Solutions.http://www.elsevier.com.

Casio, G. Ignatio, Fischer, Robert, Carrod and A. Paul., 1982. Bioconversion of Shellfish chitin Wate. 47 (1);901.

Ginting, B., 1995. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin dan Benlate Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan. Fakultas Pertanian Universitas Katolik Santa Thomas, Medan.

Iranian Polymer Journal, 2003. Preparation of Chitosan Derived from Shrimp's Shell of Persian Gulf as a Blood Hemostasis Agent. Polymer Journal.com. (26 Maret 2011).

Jost, R., R. Beachler and G. Masson, 1986. Heat Gelation of Oil in Water Emulsion Stability by Whey Protein. J. Food Sci, New York.

Juhairi, 1986. Pembuatan Tepung dan Protein Konsentrat dari Limbah Udang Beku. IPB-Press, Bogor.


(5)

Kong. M., Xi. G.C., Ke. X., Hyun. J.P., 2010. Antimicrobial Properties of Chitosan and Mode of Action: A State of the Art Review.http://www.elsevier.com.

Lachman, L., H.A. Lieberman, and Kanig, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerjemah S. Suyatmi. UI-Press, Jakarta.

Moelyanto, R. 1979. Udang Sebagai Bahan Makanan. LPTP, Departemen Pertanian, Jakarta.

Mudjiman, A., 1982. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya, Jakarta. Pikir, S., 1995. Kimia Dasar. Airlangga University-press, Surabaya.

Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2005. Lebah Madu, Cara Beternak dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ree, S., 1989. Introduction to Bee-Keeping. Vikas Publishing house PVT LTD, Papua New Guenea.

Rismania, 2006. Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. http:wwww.terranet.or.id.

Sarwono, B., 2001. Lebah Madu. Argomedia Pustaka, Jakarta

Sihombing, D.T.H., 1992. Ilmu Ternak Lebah Madu. UGM-Press, Yogyakarta. Sumoprastowo, R.M. dan R.A. Suprapto, 1993. Beternak Lebah Madu Modern.

Bhratara, Jakarta

Suparno dan Nurcahaya, 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Balai Penelitian Limbah Perikanan, Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Sukarto, S.T., 1982. Penelitian Organoleptik untuk industry pangan dan Hasil pertanian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB-press, Bogor. Suryani, A., Illah, S., dan Erliza, S., 2002. Teknologi Emulsi. IPB-press, Bogor.

Tim Mikrobiologi, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum. Laboratorium Mikrobiologi Umum ITP-USU, Medan.

Unhas, 2003. Pemanfaatan Limbah Udang Menjadi Kitosan.


(6)

Warisno, 1996. Budidaya Lebah Madu. Kanisius, Yogyakarta.