Keterbatasan analisis rasio yakni apabila dibandingkan rasio satu perusahaan dengan perusahaan lain bisa berakibat interpretasi yang berbeda karena penggunaan
metode yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi, tidak bisa dikatakan bahwa suatu rasio perusahaan lebih bagus dari perusahaan lainnya tanpa
adanya analisis yang mendalam, sulit mengidentifikasi kategori perusahaan dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang
usaha. Namun, walaupun demikian analisis rasio tetap merupakan alat yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membantu mengevaluasi kondisi keuangan
perusahaan.
2.1.3. Pengelompokkan Rasio Keuangan
Pengelompokkan rasio keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut Darsono dan Ashari, 2005 :
1. Rasio Likuiditas Terdiri dari Rasio Lancar total aktiva lancar : total utang lancar dan
rasio cair total aktiva lancar – persediaan ; utang lancar. Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah current ratio. Current ratio rasio
lancar, yaitu kemampuan aktiva lancar perusahaan dalammemenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio lancar
merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini
menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang
sama dengan jatuh tempo utang. Rasio lancar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas, namun
sebaliknya apabila rasio lancarnya terlalu besar menunjukkan bahwa pengelolaan aktiva lancar kurang bagus karena menunjukkan banyaknya
dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan Sawir, 2005.
2. Rasio Solvabilitas Solvabilitas adalah kemampuan untuk membayar utang jangka panjang,
baik utang pokok maupun bunganya Kuswadi, 2006. Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah :
a. Debt to Asset Ratio DAR = total utang : total aktiva, atau disebut juga leverage atau debt ratio. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan
hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang
kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada
kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar
semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi
akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen.
b. Debt to Equity Ratio DER = total utang : total ekuitas, menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi
pinjaman. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal
sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan.
c. Equity Multiplier EM = total aktiva : total ekuitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang
saham. Rasio ini juga bisa diartikan sebagai besarnya porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Semakin kecil rasio
ini, berarti porsi pemegang saham akan semakin besar sehingga kinerjanya semakin baik karena persentase untuk pembayaran bunga
semakin kecil. 3. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas kemampulabaan merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan
memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen perusahaan dan tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan Sawir,2005. Rasio
profitabilitas yang umum digunakan adalah :
a. Gross Profit Margin GPM = laba kotor : penjualan bersih. Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya,
mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Semakin tinggi angka rasio, semakin baik karena
menunjukkan peningkatan presentase laba bersih operasi terhadap hasil penjualannya. Kegunaan rasio ini adalah mutu pengelolaan harga
pokok produksi yang berarti kinerja bagian produksi dapat dimonitor dari waktu ke waktu dan untuk meramalkan besarnya laba kotor pada
waktu yang akan datang atas dasar estimasi penjualan Kuswadi, 2006.
b. Net Profit Margin NPM = laba bersih : penjualan bersih. Rasio ini digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke
waktu dalam hal profitabilitas dan juga dapat dipakai untuk memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa
yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya Kuswadi, 2006. c. Return On Investment ROI = laba bersih : total aktiva.
Rasio ini juga sering disebut Return On Asset ROA. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan, dan juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan
karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan
aktiva untuk memperoleh pendapatan dan dapat menilai apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan
operasional perusahaan. Rasio ini memberikan indikasi kepada kita tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya
ataupun pengelolaan hartanya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba Kuswadi, 2006. d. Return On Equity ROE = laba bersih ; total ekuitas.
Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari
investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Rasio ini membuat manajemen dapat melihat
secara fokus besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan dari jumlah modal yang ditanam oleh para pemegang saham. ROE menunjukkan
rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut sebagai rentabilitas usaha Sawir, 2005. Dari perspektif pemegang saham, rasio ini
menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan
semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham.
4. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan
semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan adalah :
a. Inventory Turn Over ITO = harga pokok penjualan : persediaan atau rasio perputaran persediaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan
dalam bentuk produk jadi. Rasio ini juga menggambarkan perputaran persediaan–semakin besar rasio ini akan semakin baik. Semakin tinggi
perputaran persediaan ini, semakin singkat atau semakin baik waktu rata-rata antara penanaman modal dalam persediaan dan transaksi
penjualan. Ini menunjukkan semakin tingginya tingkat permintaan atau penjualan produk perusahaan, semakin efisiennya kerja tim
manajemen persediaan, dan mungkin semakin tingginya laba yang diperoleh. Walaupun demikian, tingkat perputaran persediaan yang
tinggi juga dapat memberikan indikasi tentang kekurangan stok persediaan, yang dapat menyebabkan kehilangan order penjualan
Kuswadi, 2006:110. Rasio perputaran persediaan yang terlalu rendah menunjukkan lambatnya penjualan atau terlalu banyaknya persediaan
yang ada di tangan.
b. Total Assets Turn Over TATO = penjualan bersih : total aktiva. Kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang di
investasikan dalam bentuk harta perusahaan digambarkan dalam rasio ini sehingga kita dapat mengetahui efektifitas penggunaan
seluruh aktiva perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Rule of thumb rasio ini bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1,
kalau perputarannya lambat menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk
menjual.
2.1.4. Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha