Peranan Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Tekstil Dan Alas Kaki Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta

(1)

PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM

MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN

TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK

JAKARTA

(Periode Penelitian 2003 – 2006)

TESIS

Oleh

DAULAT SIHOMBING

037017037/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Daulat Sihombing : Peranan Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Tekstil…, 2008 USU e-Repository © 2008


(2)

PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM

MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN

TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK

JAKARTA

(Periode Penelitian 2003 – 2006)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ilmu Akuntansi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DAULAT SIHOMBING

037017037/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PERANAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KESEHATAN PERUSAHAAN TEKSTIL DAN ALAS KAKI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA

Nama Mahasiswa : Daulat Sihombing Nomor Pokok : 037017037

Program Studi : Ilmu Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) Ketua

(Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada :

Tanggal 24 Juni 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak

Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak 2. Dr. Agusni Pasaribu, MBA, Ak

3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

ABSTRACT

Fundamental analysis is used to appraise the investment on stocks due to its ability to produce the determinant variables of the future stocks price. Analysis fundamental concept is to appraise the information about the stocks, then decide which stocks are worth buying and unworth buying. This research focused on the analysis of fundamental factors affecting on the manufacture listed emitens in Jakarta Stock Exchange.

The research was conducted the manufacture listed emittens in Jakarta Stock Exchange by employed 51 samples data used is time series data from 2004 – 2006. The indepent variables are return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), divident payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) and expected profit (KSS), and the stck price as dependent variable, and then estimated with multiple linear regression to see the impact of the independent variables on the dependent variable partially and simultaneously.

The estimation result shows that Net Book Value (NBV) had dominantly impact on stock manufacture listed emitters partially; it meant that NBV was the most important factor in appraising the stocks price. Moreover, all the independent variables simultaneously affected on the stock price of the manufacture listed emitters in Jakarta Stock Exchange.

Keywords: Return on equity (ROE), Debt to equity ratio (DER), Net book value (NBV), Dividend payout ratio (DPR), Dividend growth (GTH), Expected rate of return (KSS) and Closing stock prices (CLP).


(6)

ABSTRAK

Analisis fundamental digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada saham karena dapat menghasilkan variabel-variabel yang menentukan harga saham di masa mendatang. Konsep penilaian saham dengan analisis fundamental akan menghasilkan informasi tentang apakah saham tertentu layak dibeli atau tidak layak, dalam penelitian ini difokuskan pada analisis pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Penelitian dilakukan terhadap 51 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan data time series dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006. Variabel yang digunakan adalah return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), dividend payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) dan tingkat keuntungan yang diharapkan (KSS) sebagai variabel independen dan harga saham perusahaan (CLP) sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda untuk melihat besarnya kontribusi masing-masing variabel secara individu dan secara simultan dalam mempengaruhi harga saham

Hasil pengujian menunjukkan bahwa net book value (NBV) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap harga saham perusahaan manufaktur. Hal ini berarti bahwa net book value (NBV) merupakan tolok ukur yang lebih baik dalam menilai harga saham perusahaan. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa keenam variabel independen yaitu return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), net book value (NBV), dividend payout ratio (DPR), dividend growth (GTH) dan tingkat keuntungan yang diharapkan (KSS) berpengaruh secara simultan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta.

Kata Kunci : Return on equity (ROE), Debt to equity ratio (DER), Net book value (NBV), Dividend payout ratio (DPR), Dividend growth (GTH), Tingkat keuntungan yang diharapkan (KSS) dan Harga saham (CLP).


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini, yang berjudul ”Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Rahim Matondang selaku direktur dan pembantu direktur 1 sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa program magister akuntansi pada sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak selaku ketua program studi Magister Ekonomi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara atas kesempatan kami untuk menyelesaikan pendidikan program magister akuntansi.

4. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Bapak Syahyunan, SE, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Drs.Rasdianto, MA, Ak, Bapak Drs.Idhar Yahya, MBA, Ak dan Ibu Dra.Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran dan masukannya atas kesempurnaan Tesis ini.


(8)

7. Sembah sujud penulis kepada Ibunda tercinta, yang selalu memberikan semangat kepada penulis, dan Ayahanda tercinta, yang terus mendukung untuk menyelesaikan studi. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk papi dan mami. 8. Abanganda Mangatas Manurung SE, M.Si dan Roy Rahmatsyah, SP, atas segala

bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

9. Adik – adikku yang tercinta Ade dan Arif, terima kasih atas bantuannya pada abangda.

10.Terima kasih juga kepada staf administrasi Sekolah Pascasarjana : Bang Ari, Kak Dori, Kak Yuli, Bang Dedi dan teman – teman seangkatan di Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

11.Khusus Rekan – rekan di Badan Pemeriksa Keuangan dan teman – teman lainnya yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis cantumkan namanya satu persatu. Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan penulis, maka hasil penelitian ini masih perlu disempurnakan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon segala kritik dan saran demi perbaikan hasil penelitian ini. Terima kasih.

Medan, Maret 2008

Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : AMIN MOZANA

2. TEMPAT / TGL LAHIR : AEK SONGSONGAN/03 MEI 1980 3. PEKERJAAN : AUDITOR BPK-RI

4. AGAMA : ISLAM

5. ORANG TUA :

a. AYAH : SUDARMAN

b. IBU : ELLYANA

6. ALAMAT : JL. EKAWARNI NO.19 MEDAN

7. PENDIDIKAN :

a. SD : SD NEGERI 016397 TANJUNG GADING b. SMP : SMP NEGERI 1 MEDAN

c. SMA : SMU NEGERI 5 MEDAN

d. S1 : UNIVERSITAS GADJAH MADA


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Tinjauan Teori ... 10

2.1.1. Laporan Keuangan ... 10

2.1.2. Analisa Ratio Laporan Keuangan ... 11

2.1.3. Pengelompokan Ratio Keuangan ... 17

2.1.4. Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha ... 23

2.2. Penelitian Terdahulu ... 29

2.3. Kerangka Konseptual... 39

2.4. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 44


(11)

3.2. Populasi dan Sampel ... 44

3.3. Variabel Penelitian ... 45

3.3.1. Klasifikasi Variabel ... 45

3.3.2. Defenisi Operasional Variabel ... 46

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.5. Prosedur dan Pengambilan Data ... 47

3.6. Metode dan Teknik Analisis Data ... 48

3.6.1. Analisis Faktor ... 48

3.6.2. Uji Asumsi Diskriminan ... 50

3.6.2.1. Uji Normalitas Data ... 50

3.6.2.2. Uji Linieritas ... 51

3.6.2.3. Uji Non Multikolinieritas... 51

3.6.3. Uji Diskriminan ... 51

3.6.4. Uji Hipotesis ... 53

3.6.4.1. Uji Hipotesis Ke-1 ... 53

3.6.4.2. Uji Hipotesis Ke-2 ... 53

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1. Statistik Deskriptis ... 54

4.2. Uji Normalitas Data ... 55

4.3. Uji Linieritas ... 56

4.4. Uji Multikolinearitas ... 56

4.5. Uji Diskriminan ... 57

4.6. Pengujian Hipotesis ... 58

4.6.1. Pengujian Hipotesis Ke-1 ... 58

4.6.2. Pengujian Hipotesis Ke-2 ... 64

4.7. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64


(12)

4.7.2. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ke-2 ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Implikasi ... 68

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 69

5.3. Saran ... 69


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Penelitian Terdahulu ... 19

3.1. Definisi Operasional Variabel ... 25

4.1. Statistik Deskriptif ... 35

4.2. Statistik Deskriptif Menurut Jenis Usaha ... 36

4.3. Uji Normalitas ... 40

4.4. Uji Multikolinearitas ... 41

4.5. Uji Autokorelasi ... 42

4.6. Uji Heteroskedastisitas ... 43


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik di


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan

Perkembangan Harga Saham, Tahun 2004-2006... 59

2. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan Perkembangan ROE, DER dan DPR, Tahun 2004-2006... 64

3. Sampel Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta dan Perkembangan GTH dan KSS, Tahun 2004-2006 ... 69

4. Uji Normalitas ... 74

5. Regresi Utama Penelitian ... 75

6. Regresi Antar Variabel Bebas ... 76


(16)

B A B I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pendirian perusahaan mempunyai tujuan umum untuk memperoleh laba, meningkatkan penjualan, memaksimumkan nilai saham, dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Persaingan bisnis yang ketat seiring dengan perkembangan perekonomian mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk terus mengembangkan inovasi, memperbaiki kinerjanya, dan melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing.

Tingkat kemampuan suatu perusahaan untuk dapat bersaing sangat ditentukan oleh kinerja perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang tidak mampu bersaing untuk mempertahankan kinerjanya lambat laun akan tergusur dari lingkungan industrinya dan akan mengalami kebangkrutan, agar kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat tercapai, maka pihak manajemen harus dapat meningkatkan kinerjanya. Secara umum kinerja suatu perusahaan ditunjukkan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.

Kinerja perusahaan dapat diketahui dari hasil analisis laporan keuangan. Hasil analisis laporan keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dipakai sebagai dasar penentu kebijakan bagi pemilik. manajer dan investor. Analisis atas laporan keuangan dan interpretasinya pada hakekatnya adalah untuk mengadakan penilaian atas keadaan keuangan dan potensi atau kemajuan-kemajuan suatu


(17)

perusahaan melalui laporan keuangan tersebut, dan dari laporan keuangan tersebut dapat dilakukan analisis berdasarkan rasio keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan. Rasio keuangan penting untuk dianalisis karena rasio keuangan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang terbentuk dari unsur-unsur laporan keuangan yang bila di interpretasikan dapat diperoleh informasi tentang kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu sehingga dapat memberikan masukan dan saran bagi perusahaan. Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan.

Rasio menggambarkan suatu hubungan pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dan jumlah yang lain. Ukuran yang lazim dipakai dalam analisis laporan keuangan adalah dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang sering dipakai karena merupakan metode yang paling tepat untuk diterapkan dalam penilaian kinerja perusahaan. Penggunaan alat analisis berupa rasio dapat menunjukkan atau memberi gambaran tentang baik atau buruknya posisi keuangan perusahaan yang berakibat pada kegagalan, sehat atau tidaknya suatu perusahaan, apabila dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya atau dengan perusahaan sejenis yang lainnya.

Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan


(18)

posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan analisis laporan keuangan.

Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Foster (1986, dalam Almilia, 2003) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu:

1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu.

2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.

3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan dengan rasio keuangan. 4. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau

prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress ) Ada dua macam kegagalan, yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi suatu perusahaan dikaitkan dengan ketidak seimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Sementara itu, sebuah perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun aktiva total melebihi


(19)

kewajibannya (Aryati dan Manao, 2000). Salah satu dari kebanyakan penyebab kebangkrutan perusahaan dimulai dari kegagalan keuangan. Indikator keuangan inilah yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mengetahui tingkat kebangkrutan suatu perusahaan.

Studi mengenai rasio keuangan dalam menilai kinerja perusahaan dengan prediksi kebangkrutan dimulai oleh Beaver (1967, dalam Lisetyati, 2000) yang membuktikan bahwa secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kegagalan perusahaan. Dalam studinya, Beaver membuat lima kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai prediktor. Kelima kelompok rasio tersebut terdiri dari cash flows to total debt ratio, net income to total assets ratio, current assets to current liabilities ratio, total debt to total assets ratio, dan working capital to total assets ratio. Kelima rasio keuangan tersebut kemudian diuji tingkat kesalahannya yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suatu perusahaan. Penelitian ini terlihat bahwa rasio-rasio keuangan memiliki kemampuan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan. Penelitian lainnya yang ditemukan juga buktinya dilakukan oleh Altman (1968), Altman, et al. (1977), dan Gilbert, et al. (1990).

Penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968, dalam Aryati dan Manao 2000) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.


(20)

Altman menggunakan multiple discriminant analysis untuk menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Kelima rasio keuangan tersebut adalah working capital to total assets, retained earnings to total assets, earnings before interests taxes to total assets, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total assets. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan kekuatan prediksi rasio-rasio keuangan untuk periode waktu yang lama. Altman juga menemukan bahwa rasio-rasio tertentu terutama likuiditas dan leverage memberikan sumbangan terbesar dalam mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dan beliaulah yang memunculkan formula Z Score untuk menentukan tingkat kesehatan perusahaan. Menurut Almilia (2003). Model kebangkrutan Altman tidak dapat digunakan dewasa ini karena beberapa alas an yaitu:

1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur saja, sedangkan perusahaan yang memiliki tipe lain memiliki hubungan yang berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan dalam analisis rasio.

2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai dengan 1965, yang tentu saja berbeda dengan kondisi sekarang. Sehingga proporsi untuk setiap variabel sudah tidak tepat lagi untuk digunakan.

Penelitian lain yang mengembangkan rasio keuangan dalam industri perbankan sebagai prediktor tingkat kesehatan dan kegagalan bank dibuktikan oleh Thomson (1991), Whalen dan Thomson (1988), dan Aryati dan Manao (2000).


(21)

Penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi perkembangan laba perusahaan dilakukan oleh Machfoedz (1994), dan Zainuddin dan Hartono (1999).

Penelitian yang dilakukan oleh Aryati dan Manao (2000) bertujuan untuk mengetahui apakah laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank-bank di Indonesia dapat digunakan sebagai prediktor tingkat kesehatan dan kemungkinan kebangkrutannya melalui rasio CAMEL dan rasio keuangan lainnya, serta dapat di identifikasi rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kesehatan perbankan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan tujuh variabel independen dengan tingkat signifikansi g= 5%. Model analisis yang digunakan adalah univariat analisis dan multivariat diskriminan analisis

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lisetyati (2000) dengan menganilisis laporan keuangan sebagai alat prediksi kebangkrutan bank, variable penelitian dipilih 11 rasio keuangan dengan menggunakan metode CAMEL sebagai alat analisis terhadap kebangkrutan. Bank yang dipilih sebanyak 161 Bank dalam tahun 1993 – 1997. Pengujian multivariate dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh rasio keuangan yang dipilih melalui prosedur backward stepwise (conditional) bersama-sama mampu memprediksi dengan benar bank yang akan bangkrut.

Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia dilakukan oleh Wilopo (2001). Hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan kegagalan bank di Indonesia.


(22)

Penelitian lain juga dilakukan oleh Eva Rianti (2003) yang meneliti kinerja keuangan perusahaan sebelum dan selama masa krisis ekonomi Indonesia serta prediksi kebangkrutan perusahaan yang mengambil sample perusahaan automotive and component yang go public di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini digunakan model multiple discriminant analysis (MDA) untuk memprediksi kebangkrutan dengan menghitung rasio aktiva lancar terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap total asset, laba opersional terhadap total asset, total nilai saham dibursa terhadap total hutang, dan penjualan terhadap total asset

Berdasarkan uraian dan berbagai penelitian di atas, dari bukti empiris yang mendukung analisis rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan yang sudah ada sebelumnya memberikan hasil yang beragam. Penelitian ini menindak lanjuti penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode analisis yang sama yaitu Univariate dan Multivariate Discriminant Analysis, namun sampel, periode penelitian dan variabel independen yang digunakan berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel perusahaan perbankan, otmotive dan manufacture dan periode tahun sampel berkisar di masa krisis ekonomi Indonesia yaitu sebelum, semasa atau sesudahnya. Variabel independent lebih banyak menggunakan rasio CAMEL (Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin,

Return on Assets, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Kewajiban Bersih call money terhadap Aktiva Lancar, Kredit terhadap Dana yang Diterima). Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel perusahaan tekstil dan alas kaki,


(23)

tahun sampel setelah terjadinya krisis ekonomi (2003-2006), dan variabel independennya menggunakan rasio likuiditas (Current Ratio), solvabilitas (Debt To Asset Ratio, Debt To Equity Ratio, Equity Multiplier), profitabilitas (Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Investment, Return On Equity), dan aktivitas (Inventory Turn Over, Total Assets Turn Over).

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah analisis rasio keuangan mampu untuk mengukur tingkat kesehatan pada perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode 2003-2006?

2. Rasio manakah yang paling dominan dalam memprediksi tingkat kesehatan perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penggunaan analisis rasio keuangan dalam penilaian tingkat kesehatan perusahaan guna memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ.

2. Untuk mengetahui, di antara rasio-rasio keuangan dalam analisis laporan keuangan, manakah yang paling membedakan (dominan) dalam penilaian


(24)

tingkat kesehatan perusahaan guna memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan pada perusahaan tekstil dan alas kaki yang go public di BEJ.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam penggunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi tingkat kesehatan perusahaan.

2. Pihak perusahaan

Dapat digunakan sebagai acuan, bahan pertimbangan dan penilaian tingkat kesehatan atau kebangkrutan perusahaan, serta dapat dijadikan bahan evaluasi perusahaan untuk penentuan kebijakan perusahaan di masa yang akan datang.

3. Dunia penelitian dan akademis

Dapat menambah perbandingan atau literatur dan bahan referensi untuk karya ilmiah ataupun penelitian-penelitian selanjutnya.


(25)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Laporan Keuangan

Dalam Darsono dan Ashari (2005), laporan keuangan adalah informasi yang memuat tentang posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan. Laporan keuangan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.

Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam SFAC No. 1 bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi: (1) untuk keputusan investasi dan kredit, (2) mengenai jumlah dan timing arus kas, (3) mengenai aktiva dan kewajiban, (4) mengenai kinerja perusahaan, (5) mengenai sumber dan penggunaan kas, (6) penjelasan dan interpretif, serta (7) untuk menilai stewardship. Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan pengungkapan laporan keuangan.

Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara


(26)

misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2004).

Laporan keuangan juga dapat menurunkan asimetri informasi yaitu kondisi dimana informasi yang dimiliki oleh satu pihak lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya. Informasi dalam laporan keuangan dapat menurunkan perbedaan informasi dengan menurunkan: (a) adverse selection, dengan cara memindahkan informasi privat yang dimiliki oleh manajer menjadi informasi publik. Adverse selection adalah ketidakyakinan pada manajer atau pemilik karena salah satu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari lainnya, sehingga menguntungkan pihak tertentu; (b) moral hazard yang dilakukan oleh manajer, karena perilaku manajer dapat dilihat dari pengaruhnya pada laba perusahaan atau aset perusahaan. Moral hazard adalah sikap tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan, atau tidak melaksanakan kondisi ideal. Untuk melihat apakah perusahaan memenuhi perjanjian kredit atau tidak dapat dilihat dari laporan keuangan (Darsono dan Ashari, 2005).

2.1.2 Analisa Rasio Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan pada dasarnya mengkonversikan data yang berasal dari laporan keuangan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih


(27)

beragam, lebih mendalam dan lebih akurat bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk pengambilan keputusan. Analisis atas laporan keuangan dan interpretasinya pada hakekatnya adalah untuk mengadakan penilaian atas keadaan keuangan dan potensi suatu perusahaan melalui laporan keuangan tersebut.

Tujuan dari analisis laporan keuangan secara umum adalah sebagai berikut : 1. Investasi pada saham.

2. Pemberian kredit, dimana tujuan pokoknya adalah untuk menilai kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan beserta bunga yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

3. Kesehatan pemasok (supplier). Mengetahui kondisi keuangan pemasok sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam melakukan negosiasi dengan pemasok.

4. Kesehatan pelanggan (customer), yang tujuannya adalah untuk mengetahui informasi mengenai kemampuan pelanggan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

5. Kesehatan perusahaan ditinjau dari karyawan, bertujuan untuk memastikan apakah perusahaan yang akan dimasuki mempunyai prospek keuangan yang bagus.

6. Pemerintah, untuk menentukan besarnya pajak yang dibayarkan.

7. Analisis internal, tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan guna menentukan sejauh mana perkembangan perusahaan.


(28)

8. Analisis pesaing, untuk menentukan sejauh mana kekuatan keuangan pesaing yang dapat dipakai untuk penentuan strategi perusahaan.

9. Penilaian kerusakan.

Analisis laporan keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan tidak akan bermakna jika tidak dilakukan analisis lebih jauh terhadap angka-angka yang terkandung didalamnya. Angka-angka itulah yang kemudian dapat membentuk rasio-rasio keuangan.

Rasio Keuangan dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan . Rasio yang digunakan untuk membahas kinerja atau kegiatan operasi perusahaan hendaknya dapat memenuhi pertanyaan berikut ini : 1. Seberapa jauh likuiditas perusahaan; 2. Apakah manajemen menghasilkan laba operasi yang cukup atas aktiva perusahaan ; 3. Bagaimana perusahaan untuk mendanai aktivanya ; 4. Apakan para pemegang saham mendapatkan pengembalian yang cukup atas investasi mereka. ?

Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui atau menggambarkan posisi kinerja keuangan perusahaan, yang merupakan perbandingan dari dua unsur yang sistematis. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan dibandingkan analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio (Van Horne, 1995 dalam Sitanggang,2003). Analisis rasio adalah salah satu cara pemrosesan dan


(29)

penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lainnya dari suatu laporan keuangan.

Dalam analisis rasio, ada dua jenis perbandingan yang digunakan yaitu perbandingan internal dan perbandingan eksternal. Perbandingan internal yaitu membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan rasio yang akan datang untuk perusahaan yang sama. Sedangkan perbandingan eksternal adalah membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya yang sejenis atau dengan rata-rata industri pada satu titik yang sama. Perbandingan ini memberikan gambaran relatif dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi dan kinerja perusahaan, serta membantu mengidentifikasi penyimpangan dari rata-rata atau standar industri (Darsono dan Ashari, 2005).

Manfaat analisis rasio bagi manajer digunakan untuk menganalisis, mengendalikan dan memperbaiki operasional perusahaan, bagi analisis kredit digunakan untuk menentukan kemampuan perusahaan membayar hutangnya, bagi analisis sekuritas atau analisis saham yang berkepentingan atas efisiensi dan prospek pertumbuhan perusahaan dan analisis obligasi yang berkepentingan atas kemampuan perusahaan dalam membayar bunga dan pokok obligasi serta nilai likuidasi aktiva apabila terjadi kepailitan.

Kelebihan analisis rasio keuangan dibandingkan teknik analisis lainnya adalah (Harahap, 2002 ) :


(30)

1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang mudah dibaca dan ditafsirkan.

2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan oleh laporan keuangan yang rumit.

3. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.

4. Sangat bermanfaat untuk mengambil bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).

5. Menstandari ukuran perusahaan.

6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.

7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Teknik analisis rasio keuangan juga memiliki kelemahan sebagai berikut : a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat dapat digunakan untuk

kepentingan pemakainya.

b. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti:

1) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran yang dapat dinilai bias atau subyektif.

2) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan, bukan harga pasar.


(31)

3) Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio.

4) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.

c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.

d. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.

e. Jika dua perusahaan yang dibandingkan, bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama sehingga jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.

Selain itu, terdapat juga keterbatasan analisis rasio antara lain adalah (Sawir, 2005) :

a) Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha. b) Rasio disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara

penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. c) Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda,

misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan perkiraan.


(32)

Keterbatasan analisis rasio yakni apabila dibandingkan rasio satu perusahaan dengan perusahaan lain bisa berakibat interpretasi yang berbeda karena penggunaan metode yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi, tidak bisa dikatakan bahwa suatu rasio perusahaan lebih bagus dari perusahaan lainnya tanpa adanya analisis yang mendalam, sulit mengidentifikasi kategori perusahaan dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha. Namun, walaupun demikian analisis rasio tetap merupakan alat yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membantu mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan.

2.1.3. Pengelompokkan Rasio Keuangan

Pengelompokkan rasio keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Darsono dan Ashari, 2005) :

1. Rasio Likuiditas

Terdiri dari Rasio Lancar ( total aktiva lancar : total utang lancar) dan rasio cair ((total aktiva lancar – persediaan) ; utang lancar). Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah current ratio. Current ratio (rasio lancar), yaitu kemampuan aktiva lancar perusahaan dalammemenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini


(33)

menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang. Rasio lancar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas, namun sebaliknya apabila rasio lancarnya terlalu besar menunjukkan bahwa pengelolaan aktiva lancar kurang bagus karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan (Sawir, 2005).

2. Rasio Solvabilitas

Solvabilitas adalah kemampuan untuk membayar utang jangka panjang, baik utang pokok maupun bunganya (Kuswadi, 2006). Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah :

a. Debt to Asset Ratio (DAR = total utang : total aktiva), atau disebut juga

leverage atau debt ratio. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi


(34)

akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen.

b. Debt to Equity Ratio (DER = total utang : total ekuitas), menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan. c. Equity Multiplier (EM = total aktiva : total ekuitas), menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang saham. Rasio ini juga bisa diartikan sebagai besarnya porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Semakin kecil rasio ini, berarti porsi pemegang saham akan semakin besar sehingga kinerjanya semakin baik karena persentase untuk pembayaran bunga semakin kecil.

3. Rasio Profitabilitas

Profitabilitas (kemampulabaan) merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen perusahaan dan tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan (Sawir,2005). Rasio profitabilitas yang umum digunakan adalah :


(35)

a. Gross Profit Margin (GPM = laba kotor : penjualan bersih). Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Semakin tinggi angka rasio, semakin baik karena menunjukkan peningkatan presentase laba bersih operasi terhadap hasil penjualannya. Kegunaan rasio ini adalah mutu pengelolaan harga pokok produksi (yang berarti kinerja bagian produksi) dapat dimonitor dari waktu ke waktu dan untuk meramalkan besarnya laba kotor pada waktu yang akan datang atas dasar estimasi penjualan (Kuswadi, 2006).

b. Net Profit Margin (NPM = laba bersih : penjualan bersih).

Rasio ini digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke waktu dalam hal profitabilitas dan juga dapat dipakai untuk memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya (Kuswadi, 2006). c. Return On Investment (ROI = laba bersih : total aktiva).

Rasio ini juga sering disebut Return On Asset (ROA). Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan, dan juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan


(36)

aktiva untuk memperoleh pendapatan dan dapat menilai apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini memberikan indikasi kepada kita tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Kuswadi, 2006).

d. Return On Equity (ROE = laba bersih ; total ekuitas).

Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Rasio ini membuat manajemen dapat melihat secara fokus besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan dari jumlah modal yang ditanam oleh para pemegang saham. ROE menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut sebagai rentabilitas usaha (Sawir, 2005). Dari perspektif pemegang saham, rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham.


(37)

4. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan adalah :

a. Inventory Turn Over (ITO = harga pokok penjualan : persediaan) atau rasio perputaran persediaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan (dalam bentuk produk jadi). Rasio ini juga menggambarkan perputaran persediaan–semakin besar rasio ini akan semakin baik. Semakin tinggi perputaran persediaan ini, semakin singkat atau semakin baik waktu rata-rata antara penanaman modal dalam persediaan dan transaksi penjualan. Ini menunjukkan semakin tingginya tingkat permintaan atau penjualan produk perusahaan, semakin efisiennya kerja tim manajemen persediaan, dan (mungkin) semakin tingginya laba yang diperoleh. Walaupun demikian, tingkat perputaran persediaan yang tinggi juga dapat memberikan indikasi tentang kekurangan stok persediaan, yang dapat menyebabkan kehilangan order penjualan (Kuswadi, 2006:110). Rasio perputaran persediaan yang terlalu rendah menunjukkan lambatnya penjualan atau terlalu banyaknya persediaan yang ada di tangan.


(38)

b. Total Assets Turn Over (TATO = penjualan bersih : total aktiva). Kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan atau berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang di investasikan dalam bentuk harta perusahaan digambarkan dalam rasio ini sehingga kita dapat mengetahui efektifitas penggunaan seluruh aktiva perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Rule of thumb rasio ini bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1, kalau perputarannya lambat menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual.

2.1.4. Kebangkrutan atau Kegagalan Usaha

Kebangkrutan telah digunakan sebagai istilah umum untuk menerangkan keadaan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (Karel & Prakash, 1987 dalam Lisetiaty). Para peneliti telah menggunakan istilah failure (kegagalan) dan bankruptcy (kebangkrutan) secara bergantian.

Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Salah satu indikator yang dipakai untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan adalah indikator keuangan. Kebanyakan


(39)

penyebab kebangkrutan dimulai dari adanya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.

Untuk menilai kesulitan keuangan yang akan diderita oleh perusahaan terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan panduan. Indikator pertama adalah informasi arus kas sekarang dan arus kas untuk periode mendatang. Informasi arus kas memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunaan kas perusahaan. Sumber yang kedua adalah dari analisis posisi dan strategi perusahaan dibandingkan dengan pesaing. Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan dalam persaingan bisnis yang merujuk pada kemampuan perusahaan dalam menjual produk atau jasanya untuk menghasilkan kas (Darsono dan Ashari, 2005).

Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut : 1. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa

bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada. 2. Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu

perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda


(40)

kebangkrutan sedini mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

3. Pihak pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misalnya pada sektor perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang diperlukan bisa dilakukan lebih awal. 4. Akuntan, yang mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.

5. Manajemen. kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya tersebut cukup besar. Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan penghematan bisa dilakukan misalnya dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari. Dalam Darsono dan Ashari (2005), secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasional perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.


(41)

Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi :

a. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

b. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

c. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. Kasus bank yang melakukan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit adalah contoh kasus moral hazard dimana manajemen melakukan pelanggaran terhadap rambu-rambu pengelolaan perusahaan.


(42)

Kasus Enron adalah salah satu kasus dimana manajemen melakukan kecurangan dengan menyembunyikan kerugian yang besar.

Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah sebagai berikut :

1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu supplier sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.

3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu


(43)

memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor agar dapat melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.

4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam Undang-Undang No.4 tahun 1998 yang dirubah dengan Undang-Undang No 37 tahun 2004, kreditor bisa mempailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor.

5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan.

6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Kasus perkembangan pesat ekonomi Cina yang mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku ke Cina dan kemampuan Cina memproduksi barang dengan harga yang murah adalah contoh kasus perekonomian global yang harus diantisipasi oleh perusahaan. Tingginya kebutuhan baja di Cina yang mengakibatkan harga baja naik tajam, mengakibatkan banyak industri pengecoran logam di


(44)

daerah Klaten bangkrut karena biaya yang mengalami kenaikan sehingga produknya menjadi tidak kompetitif.

2.2. Peneliti Terdahulu

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Dengan analisis rasio keuangan dapat diprediksi tingkat kesehatan perusahaan guna memprediksi kebangkrutan perusahaan. Rasio keuangan ini bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan dari berbagai aspek kinerja, apakah kinerja perusahaan mengalami kemajuan atau bahkan mengalami kemunduran yang akan berakibat pada kebangkrutan. Ukuran kinerja pertama yang diukur adalah ukuran likuiditas, dimana ukuran ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Ukuran kinerja kedua adalah solvabilitas yang mengukur kinerja perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka panjang. Ukuran ketiga adalah profitabilitas yang mengukur kinerja perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan sumber daya yang dimiliki. Ukuran berikutnya adalah aktivitas yang mengukur efektifitas dan efisiensi dalam menggunakan aktiva.

Beberapa peneliti terdahulu telah banyak melakukan penelitian mengenai kebangkrutan perusahaan. Studi kali pertama dilakukan oleh Beaver (1966) dalam Aryati dan Manao (2000) yang membandingkan masing-masing rasio-rasio perusahaan bangkrut dengan perusahaan tidak bangkrut yang dilakukannya pada lima


(45)

tahun sebelum terjadi kebangkrutan. Beaver melakukan pengamatan terhadap perkembangan rasio-rasio tersebut dengan menggunakan sampel 158 perusahaan yang terdiri dari 79 perusahaan yang mengalami kegagalan dan 79 perusahaan yang sukses selama lima tahun sebelum terjadi kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver membuat lima kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai prediktor. Kelima kelompok rasio tersebut terdiri dari cash flows to total debt ratio, net income to total assets ratio, current assets to current liabilities ratio, total debt to total assets ratio, dan working capital to total assets ratio. Beaver menemukan sampel perusahaan yang gagal dengan perusahaan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan menemukan bahwa terdapat rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda dengan yang gagal. Pada perusahaan yang gagal, cash flows to total debt lebih rendah, cadangan aktiva lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan hutangnya lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak gagal. Kelima rasio keuangan yang digunakan sebagai prediktor tersebut kemudian diuji tingkat kesalahannya yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suatu perusahaan.

Selanjutnya hasil pengujian rasio tersebut diranking dimana tingkat persentase kesalahan terkecil dipertimbangkan sebagai “Best Predictor”, berikutnya “Second Best Predictor” dan seterusnya hingga “The Worst Predictor”. Kesimpulannya,


(46)

Beaver menemukan bahwa analis rasio keuangan terbukti sangat berguna untuk memprediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan secara akurat perusahaan yang akan jatuh bangkrut dan yang tidak.

Altman (1968) dengan judul “Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy” yang dalam penelitiannya mencoba satu penilaian atas kualitas analisis rasio sebagai satu teknik analisis dan prediksi kebangkrutan perusahaan digunakan sebagai kasus ilustrasi. Altman menggunakan analisis multiple diskriminan dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, yang mana terbukti sangat akurat dalam memprediksi kebangkrutan secara benar. Data yang digunakan adalah perusahaan manufaktur. Analisis diskriminan menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat a priori. Untuk menyelidiki kinerja perusahaan menggunakan rasio profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas sebagai indikasi yang paling efektif dari masalah yang akan datang. Altman menemukan lima rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut (Sawir, 2006:23). Lima jenis rasio yang digunakan Altman

adalah working capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total assets, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total assets.

Dalam penelitiannya, rasio working capital to total assets digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya. Rasio


(47)

retained earnings to total assets digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio EBIT to total assets digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio market value of equity to book value of total debts

digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi insolvable. Rasio sales to total assets digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Dari rasio-rasio tersebut (Darsono dan Ashari, 2005), Altman memformulasikan dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula Z-score yang merupakan kombinasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Fungsi diskriminan Z (Zeta) yang ditemukannya adalah:

Z = 1,2 WCTA + 1,4 RETA + 3,3 EBITTA + 0,6 MVEBVL + 1 STA

dimana,

WCTA : Working Capital to Total Assets (modal kerja dibagi total aset) RETA : Retained Eearnings to Total Assets (laba ditahan dibagi total aset) EBITTA : Earnings Before Interests and Taxes to Total Assets (laba sebelum

pajak dan bunga dibagi total aset)

MVEBVL : market value of equity to book value of total debt (nilai pasar ekuitas dibagi dengan nilai buku hutang)


(48)

Hasil perhitungan Z-score dapat di interpretasikan sebagai berikut :

Z>2,99 : perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan.

2,7<Z<2,99 : perusahaan mempunyai sedikit masalah keuangan (meskipun tidak serius).

1,8<Z<2,69 : perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan.

Z<1,88 : perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius. Versi ini dapat dipergunakan untuk perusahaan publik maupun perusahaan pribadi, dan untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Z-score yang pertama kali dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan.

Menurut Almilia (2003) Model kebangkrutan Altman tidak dapat digunakan dewasa ini karena beberapa alasan yaitu:

1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur saja, sedangkan perusahaan yang memiliki tipe lain memiliki hubungan yang berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan dalam analisis rasio.

2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai dengan 1965, yang tentu saja berbeda dengan kondisi sekarang. Sehingga proporsi untuk setiap


(49)

variabel sudah tidak tepat lagi untuk digunakan. Tahun 1984, Altman melakukan penelitian kembali di berbagai negara. Penelitian ini memasukkan dimensi internasional, sehingga Z scorenya diubah menjadi formula:

Indeks kebangkrutan = 0.717 WC/TA + 0.847 RE/TA + 3.107 EBIT/TA + 0.420 MVE/BVD + 0.998 S/TA.

Deakin (1972) mencoba untuk mengembangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pendahulunya Beaver (1966) dan Altman (1968). Sampel yang digunakan sebanyak 32 perusahaan yang gagal, dan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak gagal selama periode antara tahun 1964 sampai dengan 1970 atas dasar klasifikasi industri, ukuran aset dan tahun data. Dalam penelitiannya, Deakin menggunakan analisis multiple discriminant dan 14 rasio keuangan yang diuji Beaver guna menemukan kombinasi variabel-variabel yang mempunyai keakuratan prediksi yang baik. Deakin menemukan bahwa rasio cash flow to total debts adalah variabel yang paling baik dalam memprediksi kebangkrutan.

Penelitian Zmijewski (1983) menambah validitas rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan perusahaan. Zmijewski menelaah ulang studi di bidang kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Rasio keuangan dipilih dari rasio-rasio keuangan penelitian terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut serta 3573 perusahaan sehat periode 1972 sampai dengan 1978. Indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok: rate of return, liquidity,

leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return volality; menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang sehat dan yang bangkrut.


(50)

Peneliti lainnya di Indonesia dilakukan oleh Machfoedz (1999) yang melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan go public di ASEAN (Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia), yang meliputi seluruh perusahaan maufaktur yang listing di pasar modal tiap negara yang dipilih tersebut. Rasio-rasio keuangan yang digunakan adalah liquidity, solvency, profitability total, dan profitability internal. Machfoedz menggunakan prosedur dan metode statistik parametrik dan non-parametrik berupa t-test uji beda dua sampel, Wilcoxon Sign Rank Test, Wilks’ Lambda MANOVA, dan Friedman K-Independent Samples.

Untuk memprediksi tingkat kesulitan keuangan perusahaan digunakan analisis Z- score dalam menilai kesehatan perusahaan. Dari hasil penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa informasi keuangan dalam bentuk rasio dapat digunakan untuk mendeteksi kesehatan perusahaan.

Aryati dan Manao (2000) melakukan penelitian untuk menguji apakah terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan tingkat kesehatan bank yang diukur menurut rasio CAMEL antara bank yang sehat dengan bank yang gagal di Indonesia dan untuk melihat rasio keuangan mana saja yang mendiskriminankan antara bank yang sehat dengan bank yang gagal. Dengan penelitian ini dapat diidentifikasi rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kesehatan perbankan di Indonesia. Data penelitian meliputi laporan keuangan bank-bank dari tahun 1993 sampai tahun 1997. Ada tujuh variabel independen yang digunakan yaitu capital adequacy ratio (CAR), return on risked assets (RORA), net profit margin (NPM),


(51)

return on assets (ROA), rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima.

Model penelitian ini adalah univariate analysis dan multivariate discriminant analysis. Hasil dari uji univariat menunjukkan bahwa dua variabel, yaitu NPM dan BOPO, tidak signifikan dengan sehat atau bangkrutnya bank-bank dalam sampel. Tidak adanya perbedaan rata-rata NPM yang signifikan antara bank yang sehat dengan bank yang gagal mungkin disebabkan adanya proporsionalitas antara net

income dengan operating income. Begitu juga dengan BOPO, adanya

proporsionalitas mungkin merupakan penyebab tidak adanya perbedaan rata-rata BOPO antara bank yang sehat dengan bank yang gagal. Sedangkan, hasil uji multivariat menunjukkan dua variabel lain yaitu NPM dan CAR ternyata tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kesehatan bank. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Altman, 1968; Deakin, 1972; Ohlson, 1980) tentang kegagalan bisnis. Pengujian diskriminan menunjukkan variable ROA dan rasio kredit terhadap dana yang diterima yang merupakan ukuran profitabilitas mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan bank.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lisetyati Eni (2000) dengan menganilisis laporan keuangan sebagai alat prediksi kebangkrutan bank, variable penelitian dipilih 11 rasio keuangan dengan menggunakan metode CAMEL sebagai alat analisis terhadap kebangkrutan. Bank yang dipilih sebanyak 161 Bank dalam


(52)

tahun 1993 – 1997. Pengujian multivariate dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh rasio keuangan yang dipilih melalui prosedur backward stepwise (conditional) bersam-sama mampu memprediksi dengan benar bank yang akan bangkrut.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Eva Rianti (2003) yang meneliti kinerja keuangan perusahaan sebelum dan selama masa krisis ekonomi Indonesia serta prediksi kebangkrutan perusahaan yang mengambil sample perusahaan automotive and component yang go public di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini digunakan model multiple discriminant analysis (DMA) untuk memprediksi kebangkrutan dengan menghitung rasio aktiva lancer terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap total asset, laba opersional terhadap total asset, total nilai saham dibursa terhadap total hutang, dan penjualan terhadap total asset. Disimpulkan bahwa model MDA hanya dapat digunakan memprediksi kebangkrutan dalam jangka pendek yaitu 1 dan 2 tahun ke depan.

Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia dilakukan oleh Wilopo (2001). Penyampelan dalam penelitian ini dilakukan secara cluster yaitu 235 bank pada akhir tahun 1996 dibagi menjadi 16 bank terlikuidasi dan 219 bank yang tidak

dilikuidasi, selanjutnya diambil 40% sebagai sampel estimasi, terdiri atas 7 bank terlikuidasi dan 87 bank yang tidak dilikuidasi. Kemudian dari 215 bank pada akhir tahun


(53)

1997 yang terdiri atas 38 bank terlikuidasi dan 177 bank pada tahun 1999 yang tidak dilikuidasi, diambil 40% sebagai sampel validasi yang terdiri atas 16 bank terlikuidasi dan 70 bank yang tidak dilikuidasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13 rasio), besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan manajemen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi, semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan kegagalan bank di Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel independen lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan kegagalan bank.

Simpulan teori dan bukti empiris yang telah dipaparkan sebelumnya dapat menjadi acuan bahwa analisis rasio keuangan dapat digunakan dalam mengukur


(54)

kebangkrutan perusahaan dan secara signifikan dapat membedakan status pengelompokan perusahaan. Hasil dari analisis juga membuktikan bahwa ukuran profitabilitas perusahaan menjadi ukuran yang dominan dalam memprediksi kebangkrutan. Rasio-rasio keuangan dianalisis untuk dapat mengelompokkan apakah perusahaan bangkrut atau sehat (tidak bangkrut). Dari rasio-rasio keuangan tersebut, kemudian, dianalisis untuk menentukan rasio yang paling dominan mengukur tingkat kebangkrutan masing-masing kelompok dan membedakan rasio tersebut antara kategori pengelompokan perusahaan.

2.3. Kerangka Konseptual

Sudah banyak dilakukan penelitian khususnya di Indonesia untuk menunjukkan manfaat rasio keuanagan yang dianalisis dari laporan keuangan. Penelitian Machfoedz (1999) menunjukkan ada tiga dari sembilan rasio yang signifikan digunakan untuk memprediksi perobahan laba perusahaan pada periode yang akan datang di Indonesia. Rasio tersebut yaitu; laba kotor terhadap penjualan, laba bersih terhadap penjualan, dan laba bersih terhadap modal sendiri, dimana ketoga rasio ini dikatagorikan sebagai rasio probabilitas.

Rerangka pemikiran teoritis untuk menganalisa kinerja perusahaan dapat dilihat pada gambar 2.1. Berdasarkan rerangka pemikiran teoritis tersebut bahwa rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan diwakili oleh ; CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO dan TATO, pada laporan keuangan 2003 s/d


(55)

2004 dan sesudahnya yaitu laporan keuangan 2005 dan 2006. Selanjutnya dilakukan analisa kinerja keuangan perusahaan untuk memprediksi tingkat kesehatan perusahaan dengan menggunakan studi yang dilakukan Altman dengan Z score.

Rasio Keungan Perusahaan Tahun 2003 dan 2004 :

CR,DAR,DER,EM,GPM, NPM,ROI,ROE,ITO,TATO

Informasi Keuangan untuk Pengambilan Keputusan Investasi

NPM,ROI,ROE,ITO,TATO Rasio Keungan Perusahaan Tahun

2005 dan 2006 : CR,DAR,DER,EM,GPM,

Sumber : Machfoedz (1999) yang dimodifikasi

Gambar 2.1. Analisa Rasio Keuangan Perusahaan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan

Pengujian prediksi tingkat kesehatan perusahaan digunakan rerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat dalam gambar 2.2.


(56)

X1

X3

X5

X8 X6 X4

Model Prediksi P = Status Emiten akan

bangkrut atau tidak

X7

X10 X9

X2

Gambar 2.2. Model Multiple Discriminsnt Analyisis Untuk memprediksi Tingkat KesehatanPerusahaan


(57)

RASIO KEUANGAN PERUSAHAAN TAHUN :2003 DAN

2004 : CR,DAR,DER,EM,G PM, NPM,ROI,ROE,ITO, TATO RASIO KEUANGAN PERUSAHAAN TAHUN :2005 DAN

2006 : CR,DAR,DER,EM,G PM, NPM,ROI,ROE,ITO, TATO PERUSAHAAN YANG SEHAT : X1,X2…….X10 PERUSAHAAN YANG TIDAK SEHAT : X1,X2…….X10 MODEL PREDIKSI TINGKAT KESEHATAN PERUSAHAAN PERUSAHAAN YANG DIPREDIKSI SEHAT DAN

TIDAK SEHAT INFORMASI KEUANGAN UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI KINERJA PERUSAHAAN BURUK


(58)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian kuantitatif dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris. Rasio-rasio keuangan dianalisis untuk dapat mengelompokkan apakah perusahaan SEHAT atau TIDAK SEHAT. Dari rasio-rasio keuangan tersebut, kemudian dianalisis untuk menentukan rasio yang paling dominan mengukur tingkat kesehatan masing-masing kelompok dan membedakan rasio tersebut antara kategori pengelompokan perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

H1 :rasio keuangan yang terdiri dari CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM,

ROI, ROE, ITO, dan TATO secara signifikan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan

H2 : rasio keuangan ROE yang merupakan ukuran profitabilitas

perusahaan merupakan faktor dominan dalam membedakan status tingkat kesehatan perusahaan


(59)

B A B III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini tergolong sebagai hypotesis testing. Menurut Sekaran (2003:124)

hypotesis testing merupakan suatu penelitian yang sudah memiliki kejelasan dan gambaran, pengujian hipotesis dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian. Penelitian ini mengidentifikasi fakta atau peristiwa sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi (variabel independen).

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tekstil dan alas kaki

yang go public yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode tahun 2003 sampai dengan 2006. Periode tahun tersebut dipilih untuk mengurangi pengaruh krisis. Pemilihan perusahaan di BEJ dikarenakan pertimbangan kemudahan akses data dan informasi, serta biaya dan waktu penelitian. Pemilihan sampel perusahaan tekstil dan alas kaki karena jenis industri ini tergolong industri yang stabil dan tahan terhadap krisis dibandingkan dengan jenis industri lainnya. Selain itu juga dimaksudkan untuk menspesialisasi jenis industri sehingga dapat difokuskan untuk satu jenis industri dan dapat menghindari bias data yang disebabkan oleh perbedaan


(60)

jenis industri. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan secara

purposive sampling dimana populasi yang akan dijadikan sampel penelitian yang representatif adalah populasi yang memenuhi kriteria tertentu.

Adapun sampleyang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan termasuk ke dalam industri tekstil dan alas kaki yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta (BEJ) berturut-turut mulai tahun 2003 sampai dengan 2006. Hal ini untuk menghindari adanya bias data yang disebabkan oleh perbedaan umur perusahaan selama menjadi perusahaan go publik.

2. Perusahaan harus menerbitkan laporan keuangan tahun 2003 sampai dengan 2006 dan laporan tahunan berakhir pada tanggal 31 Desember. Hal ini untuk menghindari bias angka laporan keuangan karena perbedaan tanggal laporan keuangan.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Klasifikasi Variabel

Dalam penelitian ini, variabel ada dua yaitu variable dependen dan variabel indevenden. Variabel dependen adalah status kinerja perusahaan yang dikelompokkan menjadi kelompok rekap dan non-rekap,. yang merupakan data nominal, dengan angka 1 mewakili kelompok rekap dan angka 0 mewakili kelompok non-rekap.


(61)

3.3.2. Defenisi Operasional Variabel

Variable independen ditentukan dengan mengambil sepuluh rasio keuangan yaitu :

Aktiva Lancar 1. Current Ratio (CR) =

Kewajiban Lancar

Total Kewajiban

2. Debt to Asset Ratio (DAR) =

Total Aktiva

Total Kewajiban 3. Debt to Equity Ratio (DER) =

Total Ekuitas

Total Aktiva

4. Equity Multiplier (EM) =

Total Ekuitas

Laba Kotor *

5. Gross Profit Margin (GPM) =

Penjualan Bersih

(*) Laba kotor = penjualan bersih – Harga pokok penjualan

Laba Bersih 6. Net Profit Margin (NPM) =

Penjualan Bersih

Laba Bersih 7. Return On Investmentt (ROI) =


(62)

Laba Bersih 8. Return On Equity (ROE) =

Total Ekuitas

Harga Pokok Penjualan

9. Inventory Turn Over (ITO) =

Persediaan

Penjualan Bersih

10. Total Assets Turn Over (TATO) =

Total Aktiva

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi pada Bursa Efek Jakarta (BEJ). Ditetapkannya Bursa Efek Jakarta sebagai tempat penelitian dengan mempertimbangkan bahwa Bursa Efek Jakarta merupakan salah satu sentral penjualan saham perusahaan yang go public di Indonesia. Disamping itu Bursa Efek Jakarta merupakan bursa efek terbesar di Indonesia.

3.5. Prosedur dan Pengambilan Data

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh peneliti melalui media perantara atau merupakan data yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data akuntansi berupa laporan keuangan perusahaan sampel yaitu Laporan Laba Rugi dan


(63)

Neraca serta rasio keuangan periode tahun 2003-2006 yang bersumber dari ICMD, www.jsx.co.id, dan www.bes.co.id.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan jurnal-jurnal, buku-buku, serta melihat dan mengambil laporan keuangan perusahaan di Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang ada di BEJ dan juga melalui

browsing internet di http://www.jsx.co.id/d dan www.bes.co.id. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang neraca dan laporan laba rugi serta rasio keuangan perusahaan sampel selama periode 2003 sampai dengan tahun 2006

3.6. Metode dan Teknik Analisis Data 3.6.1. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu dari analisis ketergantungan (interdependensi) antar variabel. Prinsip dasar analisis faktor adalah mengekstraksi sejumlah faktor bersama (common factors) dari gugusan variabel asal X1, X2,....,Xp, sehingga :

1. banyaknya faktor lebih sedikit dibandingkan dengan banyaknya variable asal X;

2. sebagian besar informasi (ragam) variabel asal X tersimpan dalam sejumlah faktor.


(64)

Agar terjadi kesamaan persepsi, untuk selanjutnya faktor digunakan untuk menyebut faktor bersama. Faktor ini merupakan variabel baru yang bersifat

unobservable atau variabel laten atau variabel konstruks, sedangkan variabel X merupakan variabel yang dapat diukur atau dapat diamati sehingga sering disebut sebagai observable variable atau variabel manifest atau indikator.

Salah satu tujuan dari analisis faktor adalah mereduksi jumlah variabel dengan cara mirip seperti pengelompokan variabel. Di dalam analisis faktor, variabel-variabel dikelompokkan berdasarkan korelasinya. Variabel yang berkolerasi tinggi akan berada dalam kelompok tertentu membentuk suatu faktor, sedangkan dengan variabel dalam kelompok (faktor) lain mempunyai korelasi yang relatif kecil. Kegunaan dari analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Mengekstraks unobservable variable (variabel laten) dari manifest variabel atau indikator atau mereduksi variabel menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit.

2. Mempermudah interpretasi hasil analisis sehingga didapatkan informasi yang realistik dan sangat berguna.

3. Pengelompokan dan pemetaan objek (mapping dan clustering) berdasarkan karakteristik yang terkandung di dalam faktor.

4. Pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

5. Dengan diperolehnya skor faktor, maka analisis faktor merupakan langkah awal (sebagai data input) dari berbagai metode analisis data yang lain,


(65)

misalnya analisis diskriminan, analisis regresi, cluster analisis, ANOVA, MANOVA, analisis path, model struktural, dan MDS.

Analisis faktor memiliki banyak kemiripan dengan analisis komponen pokok (principle component analysis) terutama bilamana proses komputasi dalam analisis factor didekati dengan solusi analisis komponen pokok (PCA solution), sehingga indikator dan kriteria pemilihan faktor yang bermakna (signifikan) dan interpretasi faktor dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan analisis komponen pokok.

Analisa pengelompokan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori Altman yang mengelompokkan perusahaan dalam dua kelompok, yaitu kelompok perusahaan berkatagorikan sehat dan kelompok perusahaan dengan berkatagorikan tidak sehat.

3.6.2 Uji Asumsi Diskriminan 3.6.2.1 Uji Normalitas Data

Hasil analisis diskriminan sangat sensitif jika terjadi penyimpangan atas asumsi yang digunakan. Jika asumsi kenormalan data tidak terpenuhi akan berakibat pada kesalahan dalam melakukan estimasi fungsi diskriminan.

Gujarati (1997;67) menuliskan bahwa asumsi kenormalan data harus dipenuhi oleh sebuah model dengan beberapa alasan :

1. Data normal menghasilkan model prediksi yang tidak bias, serta memiliki varians yang minimum.


(66)

2. Data normal menghasilkan model yang konsisten , yaitu dengan meningkatnya jumlah sampel ke jumlah yang tidak terbatas, penaksir akan mengarah ke nilai populasi yang sebenarnya.

Pengujian terhadap normalitas data dilakukan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan g=5%. Kaidah pengambilan keputusan adalah:

a. Jika Probabilitas (p) > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Jika Probabilitas (p) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

3.6.2.2 Uji Linieritas

Equality of Covariance Matrices adalah asumsi bahwa keragaman sample keseluruhan variabel bebas dari kedua kelompok yang diteliti adalah sama. Pelanggaran terhadap asumsi ini akan menimbulkan penyimpangan terhadap keakuratan fungsi diskriminan dalam mengelompokkan sampel kedalam salah satu kategori tertentu. Pengujian dilakukan menggunakan Box’s M Test dengan g=5%. Asumsi linieritas terpenuhi apabila hasil pengujian menunjukkan nilai signifikansi < 0,05.

3.6.2.3 Uji Non Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah suatu kondisi antara satu variabel bebas dengan yang lain terdapat hubungan atau korelasi. Hal ini harus dihindari untuk meminimalkan kesalahan dalam menentukan goodness of fit. Deteksi ada tidaknya multikolinieritas antar variabel independen dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson. Nilai


(67)

koefisen korelasi yang lebih kecil dari 0,5 menunjukkan tidak terdapat korelasi yang serius antar variabel.

3.6.3 Uji Diskriminan

Untuk melakukan uji terhadap hipotesis dalam penelitian ini, digunakan model analisis diskriminan yaitu Two-Group Discriminant Analysis. Penggunaan analisis diskriminan ini dimaksudkan untuk membuat pengelompokkan terhadap suatu observasi, baik secara kuantitatif dan secara statistik sehingga dapat dibedakan dengan jelas.

Model fungsi diskriminan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

D = W1X1 + W2X2 + W3X3 + W4X4+ W5X5+ W6X6+ W7X7+ W8X8+ W9X9+ W10X10

Notasi:

D = nilai diskriminan

W1- W10 = koefisien fungsi diskriminan

X1 = CR

X2 = DAR

X3 = DER

X4 = EM

X5 = GPM

X6 = NPM


(1)

4.7.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ke-2

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan nilai standardized canonical discriminant function coefficients, diperoleh nilai koefisien diskriminan terhadap GPM adalah fungsi yang paling besar yaitu berjumlah 1,334 yang diikuti rasio yang lain, dan GPM adalah salah satu rasio profitabilitas.

Ukuran profitabilitas merupakan ukuran kinerja yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasinya. Semakin tinggi tingkat profitabilitas, akan diikuti oleh ketercukupan aliran kas internal yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk kegiatan ekspansi ataupun pembayaran dividen.

Hasil pengujian yang menemukan adanya pengaruh dominan dari GPM, yang menolak hipotesis ke-2 tetapi tetap menunjukkan bahwa ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi pendapatan bagi pemegang saham masih menjadi faktor penentu terhadap kinerja saham perusahaan. Rasio profitabilitas yang tinggi masih menjadi ukuran utama bagi investor untuk menentukan investasinya pada suatu saham. Dengan adanya fenomena tersebut menunjukkan implikasi bahwa keberhasilan operasional perusahaan di masa depan juga sangat ditentukan oleh keberhasilan perusahaan tersebut dalam mendapatkan dana dari investor. Hal tersebut merupakan suatu hubungan logis, dimana ketersediaan dana yang cukup merupakan syarat mutlak bagi tercapainya efisiensi operasi perusahaan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

a. Rasio-rasio keuangan dari tahun 2003, s/d 2006 yang terdiri dari CR, DAR, DER, EM, GPM, NPM, ROI, ROE, ITO, dan TATO secara signifikan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari Test of Equality of Group Means dari tahun 2003, s/d 2006 semua P-value (Sig) < 0,05. Berarti hipotesis H1 yang dipilih.

b. Rasio keuangan GPM dari tahun 2003 s/d 2006 merupakan ukuran profitabilitas perusahaan yang merupakan faktor yang paling dominan dapat membedakan status tingkat kesehatan perusahaan. Keadaan ini dapat dilihat dari Cannonical Discriminant Function Coefficients dan Standardized Cannonical Discriminat Function Coefficients yang menunjukkan nilai GPM dan bukan ROI menduduki nilai yang paling tinggi untuk tahun 2003, s/d 2006. Keadaan ini menunjukkan hipotesis alternative yang dipilih.

5.2. Implikasi

Bagi investor dan broker, penelitian ini bisa menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan perlu melakukan analisis terlebih dahulu terhadap laporan


(3)

keuangan terutama pada rasio keuangan. Karena setelah diteliti pengaruh rasio keuangan cukup besar dalam menentukan tingkat kesehatan perusahaan.

Bagi dunia akademisi diharapkan dapat mengembangkan metode pendeteksian rasio keuangan yang lebih powerful dari yang telah dikenal selama ini.

Bagi mahasiswa sebagai tambahan literatur untuk mengembangkan riset-riset yang dilakukan dimasa mendatang atau selanjutnya.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terbatas pada sampel karena perusahaan tekstil dan alas kaki masih sedikit yang terdaftar di bursa efek jakarta. Sehingga dari semua perusahaan tekstil dan alas kaki rata-rata semuanya dimasukkan dalam penelitian ini.

Kedua, penelitian ini tidak mencoba memperluas dengan mengambil sampel dari jenis perusahaan manufaktur dan industri.

Ketiga, pengaruh kondisi ekonomi yang mengalami reformasi dari tahun 2003-2006 dapat mempengaruhi hasil penelitian.

5.4. Saran

Saran untuk penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan dengan pengambilan sampel yang lebih besar tidak hanya perusahaan tekstil dan alas kaki tetapi diperluas pada perusahaan manufaktur dan perdagangan, serta telekomunikasi. Sehingga


(4)

sampel penelitian tidak hanya pada perusahaan yang banyak mengalami kebangkrutan saja yang diteliti tetapi pada perusahaan yang maju.

Dalam melihat tingkat kesehatan perusahaan, hendaknya peneliti selanjutnya memasukkan variabel lain untuk rasionya seperti rasio Economic Value Added (EVA).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Almilia Luciana Spica, 2006, Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia. Vol.XII. No.1.

Aryati, Titik, SE. Msi. Ak. dan Dr. Hekinus Manao, Ak. Macc. CGFM. 2000. Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Bank Bermasalah Di Indonesia. Makalah Simposium Nasional Akuntansi III Buku I. Jakarta. Indonesia: Universitas Indonesia.

Asyik, Nur Fadjrih dan Soelistyo. 2000. Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba (Penetapan Rasio Keuangan Sebagai Discriminator). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia. Vol.15. No.3.

Atmaja, Lukas Setia. Drs. M.Sc. 2003. Manajemen Keuangan (Edisi Revisi). Edisi Ketiga. ANDI. Yogyakarta.

Darsono. Drs. MBA. Akt. dan Ashari, SE, Akt. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Edisi Pertama. ANDI. Yogyakarta.

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. IAI. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Lisetyati Eni, Analisa Laporan Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Bank. 2000. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yoyakarta

Kuswadi. Ir. MBA. 2006. Memahami Rasio-Rasio Keuangan Bagi Orang Awam. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Machfoedz, Mas’ud. 1999. Profil Kinerja Finansial Perusahaan-Perusahaan Yang Go Public Di Pasar Modal ASEAN. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia. Vol.14. No.3.

Meriewaty, Dian dan Astuti Yuli Setyani. 2005. Analisis Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Kinerja Pada Perusahaan Di Industri Food And Beverages Yang Terdaftar Di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.


(6)

Prihantono, Eko Yuni. 2001. Penyelesaian Bank Bermasalah: Upaya Mencari Model Solusi Perbankan. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Th.V. No.1.

Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan Dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Sitanggang, Eva Rianty Angelina. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta Sebelum dan Selama Masa Krisis Ekonomi Serta Prediksi Kebangkrutan Perusahaan. 2003. Tesis. Universitas Sumatera Utara Subekti, Imam dan MAF Suprapti. 2002. Asosiasi Antara Potensi Pertumbuhan

Perusahaan Dengan Volume Perdagangan Saham Dan Asimetri Informasi. Simposium Nasional Akuntansi 5. Semarang.

Suhartanto, Budi Setyo dan Nur Indriantoro. 1998. Distribusi Rasio Keuangan Industri Studi Empiris Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia. Vol.2. no.2.

.

Surifah. 2000. Manfaat Dan Keterbatasan Laporan Keuangan Suatu Tinjauan Teoritis Dan Empiris. Kompak. April. No.23.

Surifah. 2002. Kinerja Keuangan Perbankan Swasta Nasional Indonesia Sebelum Dan Setelah Krisis Ekonomi. Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia. Vol.6. No.2.

Susyanti, Jeni. 2004. Tinjauan Atas Kinerja Sektor Perbankan yang Listing di Bursa Efek Jakarta dengan Model Economic Value Added Sebelum dan Selama Krisis Moneter. Jurnal Ekonomi Unmer. Vol.8. No.2.

Wahyudi, Setyo Tri dan Ghozali Maskie. 2004. Analisis Diskriminan Tentang Kinerja Keuangan Dan Prediksi Pengelompokan Bank (Studi Kasus Bank Rekap di Indonesia Periode 1998-2003). TEMA. Vol. 5 No. 2.


Dokumen yang terkait

Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 58 103

Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 39 105

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2011-2013).

0 2 20

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 14

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 16

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA.

0 1 14

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2007-2009).

0 0 13

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN (Kasus Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 0 6

KEMAMPUAN RASIO KEUANGAN DAN UKURAN PERUSAHAAN DALAM MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 12 93

KEMAMPUAN RASIO KEUANGAN DAN UKURAN PERUSAHAAN DALAM MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

0 0 21