BAB II PELAKSANAAN CUTI MENJELANG BEBAS CMB BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Perkembangan Sistem Permasyarakatan 1.
Sistem Kepenjaraan
Sistem kepenjaraan mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1917, bertepatan dengan diberlakukannya Getischen Reglement Peraturan Penjara Stb. 1917 Nomor
708. Dalam sistem kepenjaraan menjelaskan tujuan dari pemidanaan adalah sebagai suatu penjeraan, artinya seseorang dipidana dibuat jera atas perbuatan tindak pidana
yang mereka lakukan dengan maksud agar tidak mengulanginya lagi. Penjeraan disini dapat berarti memperlakukan mereka yang dipidana dengan cara yang tidak baik,
tidak etis, tidak manusiawi, dan perlakuan lainnya yang dinilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan dalam sistem kepenjaraan,
narapidana hanya ditempatkan potensi dan eksistensinya sebagai manusia, seolah- olah keberadaan narapidana di penjara semata-mata karena wujud dari pembalasan
dendam.
27
Diperlukannya integrasi narapidana, petugas serta masyarakat karena hal itu dianggap dapat mencegah kekejaman penjara. Perubahan orientasi pidana penjara
yang menitikberatkan kepada pemasyarakatan narapidana, hal itu dikarenakan masalah jera, rehabilitasi atau resosialisasi adalah masalah yang menghendaki pula
27
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2006, hlm. 50
pengalaman dari masyarakat, secara implisit dan eksplisit dan untuk keperluan itu harus ada pemanifestiannya secara langsung melalui suatu proses timbal balik yang
memerlukan waktu.
28
Pidana penjara yang diartikan sebagai pidana perampasan atau pembatasan kemerdekaan seseorang untuk menentukan kehendak psikis dalam berbuat sesuatu
yang diakibatkan oleh keputusan hakim. Adapun maksud dari kepenjaraan itu sendiri adalah :
29
28
Soedjono D, Sosio Kriminologi, Amalan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Studi Kejahatan, Bandung : Tribisana Karya, 1977, hlm. 153-154
29
Bambang Purnomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta : Liberty, 1985, hlm. 125
Sistem kepenjaraan yang berlaku di Indonesia pada beberapa tahun yang lalu tidaklah cocok untuk diterapkan di Indonesia yang berfalsafah Pancasila. Jika diamati
sistem kepenjaraan itu terkadang terlalu banyak merampas kebebasan seseorang, karena tiap harinya mereka harus ditempatkan di dalam sel yang dikelilingi tembok
yang tinggi dengan sistem pengawasan yang ketat. Sistem yang demikian jelas sangat menghambat proses rehabilitasi dan resosialisasi dari binaan, sehingga stigma-stigma
terhadap warga binaan tersebut sulit dihilangkan setelah kembali ke masyarakat. Dalam sistem kepenjaraan dimana narapidana ditempatkan sebagai objek,
mereka diklasifikasikan menjadi beberapa golongan menurut besar kecilnya pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan.
Adapun klasifikasi narapidana dapat dikelompokkan menjadi : a. Register B-I adalah narapidana yang dijatuhi pidana diatas 1 tahun.
b. Register B-IIa adalah narapidana yang dijatuhi pidana selama diatas 3 bulan sampai 12 bulan.
c. Register B-IIb adalah narapidana yang dijatuhi pidana selama 1 hari sampai 3 bulan.
d. Register B-III adalah narapidana yang menjalani pidana kurungan pengganti denda.
Sedangkan untuk tahanan dapat diklasifikasikan menjadi : a. Register A-I untuk tahanan Kepolisian.
b. Register A-II untuk tahanan Kejaksaan. c. Register A-III untuk tahanan Pengadilan Negeri.
d. Register A-IV untuk tahanan Pengadilan Tinggi. e. Register A-V untuk tahanan Mahkamah Agung.
2. Sistem Permasyarakatan