Hubungan konsep diri dan kecemasan narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.

(1)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KECEMASAN NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA

WIROGUNAN YOGYAKARTA Henricus Yudianto Agung Nugroho

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecemasan pada narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Variabel penelitian ini adalah konsep diri dan kecemasan. Subjek dalam penelitian ini adalah 42 narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta dipilih dengan teknik purposive sampling. Alat ukur penelitian ini adalah Skala Konsep Diri (α=0,928) dan Skala Kecemasan (α=0,955). Skala Konsep Diri disusun berdasarkan aspek konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1990). Skala Kecemasan disusun berdasarkan gejala kecemasan menurut Nolen (2007). Metode analisis data adalah statistik Product-Momen Pearson. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang negatif antara konsep diri dan kecemasan pada calon narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta (r = -0,754; p=0,000; p<0,05). Semakin positif konsep diri, maka semakin rendah kecemasan narapidana menjelang bebas. Kata kunci: Konsep Diri, Kecemasan, Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan


(2)

THE RELATION BETWEEN SELF CONCEPT AND ANXIETY CONVICT WHO WILL BE RELEASED IN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS

IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA Henricus Yudianto Agung Nugroho

ABSTRACT

The aim of this research was to comprehend the relation between self concept and anxiety convict who will be released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Variables of this research were self concept and anxiety. The subjects of this research were 42

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta convict who will be released. Sampling technique were purposive-sampling. Self Concept Scale (α=0,928) and Anxiety Scale (α=0,955) were used as the parameters. Self Concept Scale Aspects was arranged based on self concept aspects by Calhoun dan Acocella (1990). Anxiety Scale Aspects was arranged based on anxiety symptoms by Nolen (2007). The data analyzed was using Pearson-Product Moment. There was a negative and significant relation between self concept and anxiety convict who will be released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta (r= -0,754; p=0,000; p<0,05).

Key words : Self Concept, Anxiety, Convict Who Will be Released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta


(3)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KECEMASAN

NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Nama : Henricus Yudianto Agung Nugroho NIM : 099114118

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

Pain makes you stronger, tears makes

you braver, heartbreak makes you wiser.

So thank the past for a better future.

GOD

never complicate his servant. That’s as

amplifier or reminder. If your patient you

Strong. If you lost you have to Remember.

Don’t lose HOPE. When the sun goes

down, the stars come out.


(7)

Karya ini saya persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Perawan Maria dan

Santo Henricus

yang selalu memberkati dan menjaga setiap langkahku agar tidak goyah

Bapak dan Ibu

yang selalu mendoakan, membimbing, menjadi tempat berdiskusi dan memberikan restu setiap langkah yang akan aku ambil.

Kakak-Kakak, Kakak-Kakak Ipar dan

Keponakan-Keponakanku


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah dsebutkan dalam kutipan dan

dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Mei 2015

Penulis


(9)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KECEMASAN NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA

WIROGUNAN YOGYAKARTA Henricus Yudianto Agung Nugroho

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecemasan pada narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Variabel penelitian ini adalah konsep diri dan kecemasan. Subjek dalam penelitian ini adalah 42 narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta dipilih dengan teknik purposive sampling. Alat ukur penelitian ini adalah Skala Konsep Diri (α=0,928) dan Skala Kecemasan (α=0,955). Skala Konsep Diri disusun berdasarkan aspek konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1990). Skala Kecemasan disusun berdasarkan gejala kecemasan menurut Nolen (2007). Metode analisis data adalah statistik Product-Momen Pearson. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang negatif antara konsep diri dan kecemasan pada calon narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta (r = -0,754; p=0,000; p<0,05). Semakin positif konsep diri, maka semakin rendah kecemasan narapidana menjelang bebas. Kata kunci: Konsep Diri, Kecemasan, Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan


(10)

THE RELATION BETWEEN SELF CONCEPT AND ANXIETY CONVICT WHO WILL BE RELEASED IN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS

IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA Henricus Yudianto Agung Nugroho

ABSTRACT

The aim of this research was to comprehend the relation between self concept and anxiety convict who will be released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Variables of this research were self concept and anxiety. The subjects of this research were 42

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta convict who will be released. Sampling technique were purposive-sampling. Self Concept Scale (α=0,928) and Anxiety Scale (α=0,955) were used as the parameters. Self Concept Scale Aspects was arranged based on self concept aspects by Calhoun dan Acocella (1990). Anxiety Scale Aspects was arranged based on anxiety symptoms by Nolen (2007). The data analyzed was using Pearson-Product Moment. There was a negative and significant relation between self concept and anxiety convict who will be released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta (r= -0,754; p=0,000; p<0,05).

Key words : Self Concept, Anxiety, Convict Who Will be Released in Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta


(11)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Henricus Yudianto Agung Nugroho

Nomor Mahasiswa : 099114118

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KECEMASAN NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA

WIROGUNAN YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 26 Juli 2015

Yang menyatakan,


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih yang menyertai proses penulisan skripsi ini. Saya selaku penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak kesulitan dan kendala, namun semua mampu teratasi dengan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya yaitu :

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran dan disiplin membimbing saya menyelesaikan skripsi ini. 5. Romo Dr. A. Priyono Marwan, SJ dan Bapak Carolus Wijoyo

Adinugroho, M.Psi., selaku dosen penguji.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memberikan banyak ilmu psikologi selama saya mengikuti proses perkuliahan.

7. Segenap staff Fakultas Psikologi dan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi banyak sekali bantuan dan semangat pada saya selama proses perkuliahan.

8. Sekretariat Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan ijin. 9. Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah

Istimewa Yogyakarta yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.


(13)

10.Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan memberi kemudahan bagi peneliti dalam pengambilan data.

11.Ibu Kandi dan Ibu Kurniasih selaku staf Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. 12.Para Tamping (Tahanan Pendamping) yang membantu saya mencari dan

memanggil warga binaan sesuai daftar yang telah dibuat.

13.Orang tua saya Bapak Yohanes Susanto dan Ibu Veronica Murti Rahari. Terima kasih untuk selalu meyakinkan saya bahwa saya dapat melewati segala tantangan di saat motivasi dan keyakinan saya mulai turun.

14.Kakak – kakak dan kakak – kakak ipar saya (Mba Anik, Mba Ari, Mba Ipik, Mas Yudi, Mas Haryo dan Mas Ferdi) juga ketujuh keponakan saya (Vinka, Veny, Vera, Fidel, Fergie, Fael dan Felix).

15.Aning, Ulil dan Uki serta seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2010 dan Psikologi angkatan 2009.

16.Romo Kieser SJ, Suster Petra, biarawan biarawati serta aktivis Paguyuban Pastoral Narapidana Yogyakarta.

Saya menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saya menerima segala saran dan kritik yang diberikan dengan senang hati. Saya berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya.


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………....ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………...……….iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK……….vii

ABSTRACT………viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...5

1. Teoritis ...5

2. Praktis...5


(15)

A. Konsep Diri...13

1. Pengertian Konsep Diri...6

2. Aspek Konsep Diri...7

3. Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri...8

4. Jenis-Jenis Konsep Diri...9

B. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan...11

2. Gejala Kecemasan...12

3. Faktor Penyebab Kecemasan...14

C. Narapidana...15

D. Dinamika Hubungan Konsep Diri dan Kecemasan Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta...21

E. Hipotesis...26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...27

A. Jenis Penelitian...27

B. Variabel Penelitian...27

C. Definisi Operasional...27

1. Konsep Diri...27

2. Kecemasan...28

D. Subjek Penelitian…...39

E. Metode Penetapan Subjek Penelitian………...29

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data...41

1. Skala Konsep Diri...29

2. Skala Kecemasan...31

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...33

1. Validitas...33

2. Seleksi Item...33

3. Reliabilitas...33

H. Uji Coba Alat Ukur...34


(16)

1. Uji Asumsi Analisis Data...35

2. Pengujian Hipotesis Penelitian...36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...37

A. Pelaksanaan Penelitian...37

B. Deskripsi Data Subjek...37

C. Hasil Uji Coba...40

1. Hasil Uji Coba Skala Konsep Diri...40

2. Hasil Uji Coba Skala Kecemasan...42

D. Deskripsi Hasil Penelitian...43

1. Uji t Variabel Konsep Diri...44

2. Uji t Variabel Kecemasan...45

E. Analisis Data...47

1. Uji Asumsi...47

2. Uji Hipotesis...49

F. Pembahasan...51

BAB V PENUTUP...54

A. Kesimpulan...54

B. Saran...54

DAFTAR PUSTAKA...56


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blueprint Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba...32

Tabel 2 : Blueprint Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba...32

Tabel 3 : Blueprint Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba...35

Tabel 4 : Blueprint Skala Kecemasan Setelah Uji Coba...35

Tabel 5 : Deskripsi Data Subjek Berapa Lama Lagi Bebas dan Jenis Kelamin....38

Tabel 6 : Deskripsi Lama Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan...38

Tabel 7 : Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia...39

Tabel 8 : Distribusi Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba...40

Tabel 9 : Distribusi Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba (Final)...41

Tabel 10 : Distribusi Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba...42

Tabel 11 : Distribusi Skala Kecemasan Setelah Uji Coba (Final)...43

Tabel 12 : Deskripsi Data Penelitian...43

Tabel 13 : Uji t Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Konsep Diri...44

Tabel 14 : Uji t Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Kecemasan...45

Tabel 15 : Kategorisasi Konsep Diri...46

Tabel 16 : Kategorisasi Kecemasan...46

Tabel 17 : Hasil Uji Normalitas...47

Tabel 18 : Uji Linearitas...48


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Penelitian Sebelum Uji Coba...59

Lampiran 2 : Uji Validitas dan Reliabilitas...75

Lampiran 3 : Skala Penelitian...81

Lampiran 4 : Data Penelitian...92

Lampiran 5 : Deskripsi Data Penelitian...94

Lampiran 6 : Uji Asumsi...95


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Konsep diri yang positif adalah modal dalam berinteraksi di kehidupan

bermasyarakat. Konsep diri positif membuat individu mampu menerima

perbedaan antarpribadi dan mengatasi konflik secara konstruktif (Rogers

dalam Batista, 2012). Konsep diri yang negatif membawa individu pada

perasaan minder, harga diri yang rendah dan memunculkan perilaku yang

tidak mendukung interaksi hubungan interpersonal.

West dan Turner (2008) mengemukakan definisi konsep diri sebagai hal

yang ingin ditampilkan individu pada individu lain. Konsep diri yang dimulai

dari pengamatan pada diri sendiri. Penggambaran diri menghasilkan gambaran

dan penilaian diri. Individu yang memiliki konsep diri positif lebih

menghargai dirinya dan memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga

mengurangi rasa cemas. Konsep diri yang positif juga menjadikan individu

lebih percaya diri ketika melakukan adaptasi dengan lingkungan barunya.

Setiap manusia termasuk narapidana memiliki konsep diri. Narapidana

adalah orang yang melakukan tindak pidana dan sedang menjalani pidana atau

hukuman dalam penjara (Widagdo, 2012). Undang-Undang no.12 tahun 1995

tentang Pemasyarakatan pasal 1 ayat 7, menyatakan bahwa narapidana adalah

terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga


(20)

Saherodji (dalam Novianto, 2008) menyatakan bahwa hukuman penjara

saat ini menganut falsafah pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama

Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai wadah

pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan

pemasyarakatan. Kebijaksanaan perlakuan terhadap narapidana bersifat

mengayomi dan memberi bekal hidup setelah narapidana kembali ke

masyarakat. Narapidana memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan

kesehatan baik fisik maupun mental selama masa pembinaan.

Harapan setiap narapidana untuk hidup kembali di tengah masyarakat

penuh dengan tantangan. Kurniawan (dalam Fitriani, 2010) menuliskan bahwa

mantan narapidana sering kesulitan kembali ke tengah masyarakat karena

predikat negatif narapidana. Al-Jauhar (2014) menyimpulkan bahwa

pandangan masyarakat mengenai mantan narapidana dipengaruhi oleh

Lembaga Hukum dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang tergolong

lemah dan tidak tegas dalam menjalankan fungsi hukum. Pandangan

masyarakat mengenai mantan narapidana juga dipengaruhi oleh budaya

masyarakat yang memandang kriminalitas sebagai hal yang tabu. Pandangan

masyarakat tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman pribadi, pengetahuan

dan pengaruh media masa yang mengatakan bahwa mantan narapidana sebagai

sumber permasalahan, sampah masyarakat, orang jahat, individu yang harus

diwaspadai dan berpotensi melakukan kembali tindakan kriminal.

Utari (2013) menyatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh narapidana


(21)

Bandung disebabkan oleh keinginan narapidana untuk segera bebas dan

diterima oleh keluarga dan masyarakat. Namun, stigma-stigma negatif pada

narapidana mengancam untuk mencapai keinginan tersebut sehingga terjadi

konflik emosional yang menimbulkan kecemasan pada narapidana menjelang

bebas.

Kecemasan menjelang bebas juga dialami oleh narapidana pria.

Widiantoro (2006) menyebutkan bahwa terdapat reaksi kecemasan psikologis

dan fisiologis yang dialami oleh narapidana menjelang bebas. Reaksi

psikologis yang dialami adalah perasaan tidak aman, khawatir, bingung,

tertekan, dan kecewa. Sedangkan reaksi fisiologis yang di alami adalah sakit

kepala, hilangnya nafsu makan, sulit tidur dan mudah lemas.

Indiyah (2001) menekankan bahwa meskipun bebas setelah menjalani

masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan, tetapi mantan narapidana

dihadapkan pada keadaan yang belum pasti. Brickman (dalam Prakoso, 2008)

menyatakan bahwa kecemasan tentang masa depan merupakan kecenderungan

individu yang yakin bahwa dirinya lebih mengalami hal yang negatif

dibandingkan dengan hal yang positif. Pada umumnya individu merasa cemas

dan percaya bahwa masa yang akan datang lebih buruk daripada masa

sekarang.

Kecemasan pada narapidana menjelang bebas juga dialami oleh Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta diberi penghargaan sebagai Lembaga


(22)

Manusia. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Zaenal Arifin

mengatakan bahwa beberapa pelatihan sesuai bakat dan minat diselenggarakan

untuk narapidana. Pelatihan tersebut bertujuan agar narapidana mandiri dan

tidak mengulang perbuatannya. (Harianjogja. Selasa, 15 Juli 2014).

Walaupun diselenggarakan berbagai macam pelatihan keterampilan.

Pembinaan mental narapidana masih kurang diperhatikan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Astuti (2011) menyatakan

bahwa banyak hambatan dalam pelaksanaan pembinaan mental narapidana

dikarenakan terbatasnya tenaga pendidik dalam membina dan membimbing

narapidana dan kurangnya kesadaran dalam diri individu narapidana untuk

aktif dalam setiap kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Wirogunan Yogyakarta.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memiliki ketertarikan untuk

melakukan penelitian tentang hubungan konsep diri dengan kecemasan pada

narapidana menjelang masa bebas. Lembaga Pemasyarakatan yang dipilih

adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta karena

terkait masih kurangnya tenaga untuk pembinaan khususnya pembinaan mental

seperti yang telah diuraikan. Peneliti ingin mengetahui “Hubungan Konsep Diri dan Kecemasan Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan


(23)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara konsep diri dan kecemasan narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecemasan narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam usaha

mengembangkan ilmu-ilmu psikologi, terutama dalam hubungan konsep

diri dan kecemasan.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran bagi narapidana

tentang hubungan konsep diri dengan kecemasan, khususnya bagi

narapidana menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah cara pandang individu terhadap dirinya. Konsep

diri penting bagi kehidupan individu karena konsep diri menentukan

bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun dan

Acocella, 1990). Rosenberg (dalam Burns, 1993) mendefinisikan konsep

diri sebagai metode evaluasi diri yaitu cara individu memandang apakah

dirinya menyenangkan atau dirinya tidak menyenangkan. Konsep diri

meliputi apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh seseorang mengenai

dirinya.

Individu yang memiliki konsep diri positif mengerti dan memahami

siapa dirinya dan selalu optimis dalam memandang hidupnya. Sedangkan

individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung selalu merasa ada

yang kurang dan pesimis memandang masa yang akan datang (Calhoun

dan Acoccella, 1990).

Jadi konsep diri adalah cara pandang individu mengenai dirinya

melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Jika

individu berpikir bahwa dirinya mampu maka cenderung optimis dalam

memandang hidupnya. Sedangkan jika individu berpikir memiliki konsep


(25)

2. Aspek Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang

individu. Konsep diri terdiri dari tiga aspek (Calhoun dan Acocella, 1990),

sebagai berikut :

a. Pengetahuan.

Aspek pengetahuan merupakan gambaran seseorang tentang diri.

Gambaran diri tersebut membentuk citra diri. Gambaran diri

merupakan kesimpulan dari pandangan individu dalam berbagai peran

yang dipegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan,

pelajar. Pandangan individu tentang watak kepribadian yang

dirasakan seperti jujur, gembira, bersahabat dan aktif; pandangan

tentang sikap; kelebihan dan kelemahan yang dimiliki; kecakapan

yang kita kuasai dan berbagai karakteristik lain yang melekat pada

diri kita. Pengetahuan diperoleh dengan membandingkan diri dengan

orang lain.

b. Harapan

Aspek harapan merupakan pandangan individu tentang siapa dirinya

dan menjadi apa di masa mendatang. Pandangan tersebut

mengakibatkan individu mempunyai pengharapan bagi dirinya yang

membentuk ideal self. Pada aspek ini lebih menekankan tentang harapan dan tujuan hidup serta bagaimana tujuan itu menggerakkan


(26)

c. Penilaian

Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang

keadaannya saat ini. Penilaian tersebut dilakukan oleh individu setiap

saat. Pada aspek ini penilaian dapat dikatakan sebagai penengah

antara pengetahuan dan harapan. Ketika individu mengetahui siapa

dirinya dan mempunyai harapan atau tujuan dalam hidupnya, maka

seseorang melakukan penilain tentang dirinya. Penilaian seseorang

tentang dirinya yang dilakukan setiap saat dapat mempengaruhi

konsep dirinya. Misalnya individu mendapatkan nilai B dalam

ujiannya padahal mengetahui bahwa mampu dan punya harapan

memperoleh nilai A, jika konsep dirinya negatif maka dia merasa

dirinya tidak pintar.

3.Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1990).mengatakan bahwa konsep diri

disebabkan oleh 4 faktor yaitu :

a. Orang Tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan paling kuat bagi

individu. Bayi bergantung pada orang tuanya untuk makan, tempat

berlindung dan kelangsungan hidupnya. Orang tua menjadi sangat

penting, apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak lebih

masuk ke dalam diri anak daripada informasi lain yang diterima anak

sepanjang hidupnya. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan


(27)

cemoohan membuat individu memandang dirinya secara negatif.

b. Teman Sebaya

Setelah orang tua, kelompok teman sebaya juga mempengaruhi

konsep diri individu. Penerimaan dan penolakan dari teman sebaya

mempengaruhi cara pandang individu terhadap dirinya.

c. Masyarakat

Seperti orang tua dan teman sebaya, masyarakat memberitahu

individu bagaimana mendefinisikan diri. Penilaian dan pengharapan

masyarakat terhadap individu masuk ke dalam konsep diri individu dan

individu berperilaku sesuai pengharapan tersebut.

d. Belajar

Konsep diri merupakan hasil belajar. Belajar ini berlangsung terus

setiap hari dan biasanya tanpa disadari. Belajar didefinisikan sebagai

perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri

sebagai akibat dari pengalaman.

4.Jenis-jenis Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1990) mengemukakan bahwa konsep diri terbagi

dalam dua jenis, yaitu konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif.

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif memiliki kecenderungan untuk mengetahui

dirinya, peran dalam masyarakat, bakat, kelebihan dan kekurangannya.

Mengetahui kelebihan dan kekurangannya contohnya mahir dalam


(28)

Selain mengetahui tentang diri, konsep diri positif memberikan

penilaian yang positif tentang dirinya. Individu yang memiliki konsep diri

positif tidak hanya menerima hal-hal baik yang terjadi atau yang dimiliki

saja tapi juga menerima kekurangan. Individu yang memiliki konsep diri

positif merasakan kekecewaan namun menerimanya sebagai pelajaran

hidup.

Individu yang memiliki konsep diri positif tidak hanya mengetahui

dan menilai diri positif. Konsep diri positif membuat invididu memandang

masa depannya lebih optimis. Individu mempunyai harapan atau tujuan

hidup yang realistis dan mampu diwujudkan sesuai kemampuan yang

dimiliki dan berusaha agar tujuannya dapat terwujud.

b. Konsep Diri Negatif

Calhoun dan Acocella (1990) mengatakan bahwa individu yang

memiliki konsep diri negatif mempunyai pengetahuan yang tidak tepat

tentang diri, pengharapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah.

Konsep diri negatif membuat individu tidak mengetahui siapa diri

misalnya kelemahan dan kelebihan yang dimiliki juga apa yang menjadi

value dalam hidupnya.

Individu yang memiliki konsep diri negative, mengevalusi atau

menilai dirinya secara negatif. Konsep diri negatif membuat individu

merasa yang dilakukan tidak berharga dan kurang bersyukur dengan

keadaan. Individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung mudah


(29)

yang dimiliki.

Selain mengetahui dan menilai diri negatif. Konsep diri negatif

membuat individu memiliki harapan yang kurang atau malah harapannya

itu terlalu tinggi. Contohnya mahasiswa tingkat akhir, apabila memiliki

konsep diri negatif maka akan pesimis bahwa sulit untuk mendapatkan

pekerjaan setelah lulus.

B. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum yang membuat seseorang merasa ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri

yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2005). Hurlock

(1991) berpendapat bahwa kecemasan datang dari perasaan tidak mampu

menghadapi tantangan lingkungan, tidak adanya kepastian dan adanya rasa

kurang percaya diri.

Nevid, Rathus, dan Greene (2005) mengemukakan kecemasan adalah

keadaan khawatir pada seseorang yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang

buruk akan segera terjadi. Beberapa hal yang menjadi sumber kecemasan

yaitu kesehatan, relasi sosial, dan kondisi lingkungan. Kecemasan tersebut

merupakan hal yang normal bahkan adaptif. Kecemasan merupakan respon

yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan menjadi abnormal bila

tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau datang tanpa

sebab yaitu: bila bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan.


(30)

seperti , emosi, kognitif dan perilaku

Jadi, kecemasan adalah suatu proses emosi tidak menyenangkan

yang merupakan respon terhadap suatu ancaman, ketidakpastian yang

menimbulkan perasaan tertekan, tegang dan tidak mampu melakukan

coping atas perasaan tersebut.

2. Gejala Kecemasan

Nevid, Rathus dan Greene (2005) menyimpulkan gejala kecemasan

nampak dalam beberapa cara, sebagai berikut :

a. Secara fisik, muncul berupa kegelisahan, kegugupan; tangan atau

anggota tubuh yang bergetar atau gemetar; sensasi dari pita ketat

yang mengikat disekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut

atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan yang berkeringat,

pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit

bicara, sulit bernafas, bernafas pendek; jantung yang berdebar keras

atau berdetak kencang;suara yang bergetar, jari-jari atau anggota

tubuh menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit

menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher atau punggung terasa

kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin dan

lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas dingin,

sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan mudah

marah.

b. Secara perilaku, muncul berupa perilaku menghindar, perilaku


(31)

c. Secara kognitif, muncul berupa khawatir tentang sesuatu, perasaan

terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa

depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan sagera

terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi

ketubuhan; sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, merasa

terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit

atau tidak mendapat perhatian; ketakutan akan kehilangan kontrol,

ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah; berpikir

bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak

lagi bisa dikendalikan; berpikir bahwa semuanya terasa sangat

membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang

sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang

ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak

pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan,

berpikir akan segera mati meskipun dokter tidak menemukan sesuatu

yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit

berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.

Nolen (2007) menyebutkan 4 gejala kecemasan, sebagai berikut :

a. Gejala fisik muncul berupa banyak berkeringat, gugup, sakit perut,

tangan dan kaki terasa dingin, tidak selera makan, kepala pusing,

sulit benafas, jantung berdetak kencang, sering buang air kecil, sulit

tidur.


(32)

marah, mudah gelisah, takut, resah dan khawatir.

c. Gejala kognitif muncul berupa khawatir terhadap sesuatu, pelupa,

sulit berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit mengambil keputusan

d. Gejala perilaku muncul berupa perilaku menghindar, meningkatnya

respon permusuhan terhadap orang lain, perilaku agresi, acuh tak

acuh dan nafsu makan menurun

Peneliti menggunakan gejala kecemasan dari Nolen (2007) karena

membagi indikasi kecemasan lebih detail yaitu fisik, emosi, kognitif dan

perilaku.

3. Faktor penyebab kecemasan

Menurut Kresch dan Qrutch (dalam Widiantoro, 2006) munculnya

kecemasan disebabkan karena kurangnya pengalaman dalam menghadapi

berbagai kemungkinan yang membuat individu kurang siap menghadapi

situasi baru. Sumber-sumber kecemasan terdiri dari dua faktor, sebagai

berikut :

a. Faktor internal

Kecemasan berasal dari dalam individu, misalnya perasaan tidak

mampu, tidak percaya diri, perasaan bersalah, dan rendah diri.

Faktor internal ini umumnya sangat dipengaruhi oleh

pikiran-pikiran negatif dan tidak rasional. Faktor internal yang

mempengaruhi kecemasan narapidana menjelang bebas berupa

perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan,


(33)

mendatang ketika kembali menjalani kehidupan di tengah

masyarakat

b. Faktor eksternal

Kecemasan berasal dari luar individu dapat berupa: penolakan sosial,

kritikan dari orang lain, beban pekerjaan, dan situasi yang dianggap

mengancam. Faktor eksternal yang mempengaruhi kecemasan

narapidana menjelang bebas berupa penolakan lingkungan keluarga

dan masyarakat yang akan di hadapi karena dalam persepsi

masyarakat terhadap narapidana berkembang stigma negatif. Di

lingkungan kerja, mantan narapidana “dipaksa” harus berbohong mengenai statusnya sebagai mantan narapidana. Narapidana merasa

bahwa memperoleh pekerjaan pada saat ini sangat sulit karena

status sebagai mantan narapidana.

C. Narapidana

Prinst (dalam Murti, 2013) mengatakan bahwa narapidana adalah orang

yang menjalani pidana dan hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 pasal 1 ayat 7

tentang Pemasyarakatan mengemukakan bahwa terpidana adalah seseorang

yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dan narapidana adalah terpidana yang menjalani hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.


(34)

dan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dengan kekuatan

hukum tetap sehingga orang tersebut kehilangan kemerdakaannya dan harus

menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 membagi tahapan pembinaan

narapidana dalam tiga tahap, sebagai berikut:

1. Pembinaan Tahap Awal (Pasal 9 (1) PP 31/99)

Pembinaan tahap awal bagi narapidana dilaksanakan sejak

narapidana tersebut berstatus sebagai narapidana hingga 1/3 (satu per tiga)

masa pidananya. Tahap awal atau disebut tahap admisi dan orientasi

merupakan tahap pengenalan narapidana. Dalam tahap ini narapidana

belum mendapat pembinaan. Petugas hanya melakukan pengamatan,

pengenalan dan penelitian terhadap narapidana mengenai latar belakang

pendidikan, sebab ia melakukan tindak pidana, keadaan ekonomi dan

sebagainya.

Setiap narapidana mempunyai satu orang wali yang ditunjuk dari

petugas Pemasyarakatan. Setiap wali biasanya mengampu kurang lebih

sepuluh narapidana. Wali bertugas mengawasi sikap, perilaku, tingkah

laku dan mengamati perkembangan narapidana serta menilainya.

Penilaian dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam sidang TPP

(Tim Pengamat Pemasyarakatan). Wali juga berperan untuk menerima

keluhan-keluhan dan hal-hal yang berhubungan dengan narapidana yang

diampunya.


(35)

penelitian lingkungan, diadakan sidang TPP untuk menentukan mengenai

strategi pembinaan yang akan diterapkan pada tahap selanjutnya. Putusan

dalam sidang TPP harus sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan

oleh Pembina , Wali, Pengamat dan Pembimbing Pemasyarakatan.

Apabila hasil pengamatan berorientasi baik, narapidana dapat

ditempatkan di Blok yang telah ditetapkan dalam sidang sampai selesai

menjalani 1/3 masa pidananya. Tahap ini merupakan tahap “maximum

security”. Tahap ini dilakukan pengawasan yang ketat bagi narapidana dan belum diijinkan untuk berhubungan dengan masyarakat luar

(Handayani, 2010).

2. Pembinaan Tahap Lanjutan (Pasal 9 (2) a dan b PP 31/99)

1. Tahap lanjutan pertama, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap

awal sampai dengan 1/2 (satu per dua) masa pidananya. Setelah

narapidana menjalani 1/3 masa pidananya, segera dilaksanakan

sidang TPP kembali untuk membahas mengenai penerapan

Pelaksanaan Pembinaan selanjutnya terhadap narapidana. Dalam

tahap ini akan diterapkan mengenai peningkatan program.

Apabila keputusan sidang TPP, wali menyatakan bahwa ada

sikap, perilaku positif dari narapidana, narapidana dapat segera

dipindahkan di Blok yang telah ditetapkan dalam sidang dan harus

menempuh pembinaan sampai ½ masa pidana. Pada tahap ini

narapidana dipekerjakan di luar blok Lembaga Pemasyarakatan


(36)

membuat kerajinan tangan seperti layang-layang, blangkon, anyaman

plastik, konde, wig dan cinderamata, mengukir, membudidayakan

tanaman hias, membudidayakan lele dan sebagainya.

Tujuan pelatihan memberi bekal keterampilan terhadap

narapidana, agar pada waktu bebas narapidana dapat memanfaatkan

ketrampilannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tujuan tersebut

diharapkan narapidana tidak melakukan pengulangan tindak pidana.

Dalam hal pengawasan, diberlakukan “medium security” yaitu pengawasan yang tidak seketat pada tahap sebelumnya. Dalam hal

ini narapidana ditempatkan di luar blok LP agar petugas mudah

mengawasi dan narapidana belum diijinkan berhubungan dengan

masyarakat luar (Handayani, 2010).

2. Tahap lanjutan kedua, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap

lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidananya.

Hasil evaluasi sidang TPP menyatakan bahwa narapidana telah

menjalani tahap-tahap pembinaan sebelumnya dengan baik, maka

narapidana melanjutkan tahap pembinaan yang selanjutnya.

Pengusulan narapidana yang dinyatakan layak untuk menjalani

pembinaan tahap ketiga dilakukan oleh Kalapas kepada Kakanwil

Hukum dan HAM Propinsi Jawa Tengah. Bentuk Persetujuan hukum

diwujudkan dengan Surat Keputusan. Narapidana yang dijinkan

menjalani pembinaan tahap ini akan ditempatkan di Blok yang telah


(37)

Kakanwil Hukum dan HAM tidak menyetujui jika persyaratan yang

belum terpenuhi, maka narapidana tetap di bina dan di tempatkan

pada tahap lanjutan pertama.

Narapidana dapat dipekerjakan di luar tembok Lembaga

Pemasyarakatan pada Lembaga Latihan Kerja baik yang

diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan seperti parkir,

bercocok tanam, membuka kios potong rambut, membuka jasa

tambal ban, beternak dan sebagainya. Selain itu yang

diselenggarakan oleh swasta seperti misalnya dipekerjakan pada

industri rumah tangga, pembuatan mebel, gerabah, penjahit dan

sebagainya. Pada tahap ini diterapkan “minimum security” yaitu pengawasan yang tidak terlalu ketat. Dalam hal ini narapidana

diijinkan berada di luar tembok Lembaga Pemasyarakatan dan

diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luar, tetapi masih

dalam pengawasan petugas.

Pada tahap asimilasi narapidana kembali berinteraksi dengan

masyarakat setelah mereka menjalani kehidupan di dalam Lapas

yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang berada di luar

Lembaga Pemasyarakatan (Handayani, 2010).

3. Pembebasan tahap akhir (Pasal 9 (3) PP 31/99)

Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan

tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana narapidana yang


(38)

sebelumnya yaitu tahap pertama sampai dengan tahap ketiga, narapidana

dapat melanjutkan pembinaan di tahap yang keempat. Tahap pembinaan

ini adalah yang terakhir, sehingga narapidana akan menjalani tahap ini

sampai masa pidananya berakhir. Bimbingan narapidana yang telah

menjalani tahap integrasi tidak lagi diberikan oleh petugas Lapas tetapi

sudah menjadi wewenang Balai Pemasyarakatan (BAPAS). BAPAS

adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan

yang berada dibawah Departemen Hukum dan HAM.

Tugas dan fungsi BAPAS berperan mendampingi klien

pemasyarakatan dari proses penyidikan, pembinaan sampai ia kembali

dalam masyarakat. BAPAS juga berperan memberi bimbingan kepada

bekas narapidana, anak Negara dan klien Pemasyarakatan yang

memerlukan misalnya bagi Klien Pemasyarakatan yang menjalani cuti

menjelang bebas. Tetapi pada tahap ini Pengawasan utama tetap kepada

keluarga dan masyarakat sekeliling narapidana yang bersangkutan.

Setiap narapidana yang menempuh tahap ini diintregasikan dengan

masyarakat luar berupa cuti menjelang bebas (CMB) atau pembebasan

bersyarat (PB). Pemberian CMB dan PB merupakan salah satu hak

narapidana selama menjalani pembinaan dan bimbingan di Lembaga

Pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan. Peraturan Pelaksanaan mengenai CMB

dan PB diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor


(39)

dan Cuti menjelang bebas (Handayani, 2010)

D. Hubungan Konsep Diri dan Kecemasan Narapidana Menjelang Bebas

Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki

konsep diri positif dapat mengetahui siapa dirinya. Selain itu individu juga

mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya. Sebaliknya,

individu yang memiliki konsep diri negatif tidak mengetahui siapa dirinya.

Individu yang memliki konsep diri negatif tidak mengetahui kelebihan dan

kekurangan dimiliki. Jika individu dapat mengetahui siapa dirinya maka

kecemasannya akan rendah, namun jika individu tidak mengetahui siapa

dirinya maka kecemasannya akan tinggi.

Konsep diri positif juga membuat individu memiliki harapan atau tujuan

dalam hidupnya yang ingin ia wujudkan namun sesuai dengan kelebihan dan

kelemahan yang dimiliki. Individu yang memiliki konsep diri positif akan

berusaha dan optimis dalam mewujudkan keinginannya. Jika individu

memiliki konsep diri yang negatif maka individu tersebut tidak memiliki

tujuan akan hidupnya atau tujuannya tidak sesuai kapasitas yang dimiliki dan

tidak berusaha untuk mewujudkannya. Individu yang memiliki konsep diri

negatif memandang pesimis masa depan. Burns (1993) mengatakan bahwa

orang yang memiliki konsep diri positif tidak merasa khawatir dengan masa

lalu dan masa depan. Jika individu memiliki harapan yang positif, optimis dan

berusaha mewujudkan, maka kecemasannya rendah. Sebaliknya, individu

yang memiliki pandangan pesimis maka kecemasannya tinggi.


(40)

yang memiliki konsep diri positif menilai atau mengevaluasi dirinya secara

positif. Jika individu menilai diri secara positif maka memandang sesuatu

yang dimiliki dan terjadi pada dirinya secara positif. Individu yang memiliki

konsep diri positif memiliki kepercayaan diri yang baik. Individu memiliki

kepercayaan diri yang baik karena mampu menerima kelebihan dan

kekurangannya juga mungkin menerima kegagalan sebagai pelajaran. Burns

(1993) mengemukakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif,

percaya bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah hidup meskipun

dihadapkan pada kegagalan. Sedangkan individu yang memiliki konsep diri

negative cenderung mengevaluasi diri secara negatif. Burns (1993)

mengemukakan bahwa individu yang memiliki konsep diri negatif merasa

tidak berharga. Jika individu mampu mengevaluasi dirinya secara positif

maka kecemasannya rendah, namun, individu mengevalusi dirinya secara

negatif maka kecemasannya tinggi.

Konsep diri negatif memiliki salah satu ciri yaitu mudah merasa cemas

karena selalu mempunyai perasaan takut gagal (Calhoun dan Acocella, 1990).

Kecemasan pada narapidana sering dialami menjelang bebas. Widiantoro

(2006) menuliskan bahwa narapidana mengalami perasaan cemas ketika

menjelang bebas. Narapidana mengalami kecemasan menjelang bebas karena

muncul perasaan rendah diri, penyesalan dan perasaan bersalah. Sedangkan

faktor eksternal berkaitan dengan situasi yang dianggap narapidana membuat

cemas adalah penolakan sosial, kehilangan kepercayaan dari orang lain,


(41)

Kecemasan yang dialami narapidana menjelang bebas adalah kecemasan

akan masa depannya yang merupakan ancaman bagi kehidupannya setelah

keluar dari penjara. Salah satu ancamannya adalah kesulitan untuk

mendapatkan kepercayaan masyarakat dan pekerjaan. Al-Jauhar (2014)

menyimpulkan bahwa pandangan masyarakat mengenai mantan narapidana

dipengaruhi oleh Lembaga Hukum dan Lembaga Pemasyarakatan di

Indonesia yang tergolong lemah dan tidak tegas dalam menjalankan fungsi

hukum. Pandangan masyarakat mengenai mantan narapidana juga

dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang memandang kriminalitas sebagai

hal yang tabu. Pandangan masyarakat tersebut dilatarbelakangi oleh

pengalaman pribadi, pengetahuan dan pengaruh media masa yang

mengatakan bahwa mantan narapidana sebagai sumber permasalahan, sampah

masyarakat, orang jahat, individu yang harus diwaspadai dan bisa melakukan


(42)

Bagan Hubungan Konsep Diri dan Kecemasan Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.

Karakteristik Narapidana

 Menjalani hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan  Dipisahkan dari lingkungan sosial

 Di batasi kemerdakaannya  Mendapat stigma negatif dari masyarakat

Konsep Diri

Negatif Positif

Harapan

 Optimis memandang masa yang akan datang

 Memiliki harapan yang realistis sesuai

kemampuan yang dia miliki dan berusaha untuk mendapatkannya Pengetahuan

 Mengetahui kelebihan yang dimiliki

 Mengetahui kekurangan yang di miliki

 Mengetahui status yang saat ini dimiliki. Misalnya sebagai orang tua, suami / istri

 Mengetahui karakter yang dimiliki. Misalnya mudah marah Penilaian  Memandang setiap kejadian memiliki dampak positif  Menilai dirinya positif Pengetahuan

 Tidak mengetahui kelebihan yang dimiliki

 Tidak mengetahui kekurangan yang di miliki

 Tidak mengetahui status yang saat ini dimiliki. Misalnya sebagai orang tua, suami / istri  Tidak mengetahui karakter

yang dimiliki. Misalnya mudah marah Penilaian  Memandang setiap kejadian memiliki dampak negatif  Menilai dirinya negatif Harapan

 Pesimis memandang masa yang akan datang

 Kurang memiliki harapan untuk masa depannya sehingga merasa diri tidak berdaya

 Memiliki harapan yang terlalu tinggi namun usaha tidak sebanding dengan harapannya


(43)

Kecemasan Rendah

KecemasanTinggi

Tidak muncul gejala kecemasan

Gejala Fisik : banyak berkeringat, gugup, sakit perut, tangan dan kaki terasa dingin, tidak

selera makan, kepala pusing, sulit benafas,

jantung berdetak kencang, sering buang

air kecil, sulit tidur.

Gejala Emosi : mudah tersinggung, mudah marah, mudah gelisah,

takut, resah dan khawatir.

Gejala Kognitif : mudah lupa, sulit berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit mengambil keputusan

Gejala Perilaku : perilaku menghindar, meningkatnya respon permusuhan terhadap orang lain, perilaku agresi, acuh tak acuh

dan nafsu makan menurun


(44)

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara konsep

diri dan kecemasan narapidana menjelang bebas. Semakin positif konsep diri,

semakin rendah tingkat kecemasan narapidana menjelang bebas. Semakin

negatif konsep diri, semakin tinggi tingkat kecemasan narapidana menjelang


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk

menyelidiki kaitan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel lain

berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009). Menurut Kuncoro (2003)

penelitian korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat

hubungan antara dua variabel atau lebih, serta menunjukan seberapa kuat

hubungan antara dua variabel tersebut. Penelitian ini memiliki dua variabel

yaitu konsep diri dan kecemasan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan anatara kedua variabel tersebut.

B. Variabel Penelitian

1.Variabel pertama : Konsep Diri

2.Variabel kedua : Kecemasan

C. Definisi Operasional

1. Konsep Diri

Konsep diri adalah adalah cara pandang individu mengenai dirinya

melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Jika

individu memiliki konsep diri positif maka individu optimis dalam

memandang hidupnya. Sedangkan individu memiliki konsep diri negatif,


(46)

diukur berdasarkan tiga aspek konsep diri yaitu pengetahuan, penilaian

dan harapan (Calhoun dan Acoccella, 1990).

2. Kecemasan

Kecemasan adalah suatu proses emosi tidak menyenangkan yang

merupakan respon terhadap suatu ancaman dan ketidakpastian yang

menimbulkan perasaan tertekan, tegang dan tidak mampu melakukan

coping atas masalahnya. Kecemasan diukur dengan melihat gejala kecemasan yang muncul berupa gejala fisik, gejala emosi, gejala kognitif

dan gejala perilaku (Nolen, 2007)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah narapidana menjelang bebas di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Narapidana

menjelang bebas adalah narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana.

Pada tahap ini diterapkan “minimum security” yaitu pengawasan yang tidak terlalu ketat. Narapidana diijinkan berada di luar tembok Lembaga

Pemasyarakatan dan diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luar,

tetapi dalam pengawasan petugas (Handayani, 2010).

E. Metode Penetapan Subjek Penelitian

Metode sampling subjek penelitian adalah purposive sampling. Narbuko dan Achmadi (2007) mendefinisikan purposive sampling sebagai subjek berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang diperkirakan berkaitan erat dengan

ciri-ciri yang pada populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Kriteria


(47)

menjalani 2/3 masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Wirogunan Yogyakarta.

Peneliti menggunakan kurang lebih hampir setengah dari narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan untuk

try out dan sisanya untuk penelitian. Peneliti memperoleh data narapidana dari bagian Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan skala psikologi, yaitu instrumen yang

dipakai untuk mengukur atribut psikologi (Azwar. 2003). Skala yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala

yang mengukur kekuatan persetujuan dari pernyataan-pernyataan yang

digunakan untuk mengukur sikap dan perilaku (Azwar, 2003).

Masing-masing item diberikan 4 kategori skor jawaban. Setiap item

jawaban yang bersifat favorable diberi penilaian 4, 3, 2, 1 untuk jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Sebaliknya pada pernyataan unfavorable setiap jawaban diberi penilaian 1, 2, 3, 4 untuk jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak

Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

1. Skala Konsep Diri

Skala Konsep Diri disusun berdasarkan acuan teori Calhoun dan

Acocella (1990) Nolen (2007) yang menyebutkan 3 aspek sebagai berikut


(48)

a. Pengetahuan

Aspek pengetahuan merupakan gambaran seseorang tentang diri.

Gambaran diri tersebut membentuk citra diri. Gambaran diri

merupakan kesimpulan dari pandangan individu dalam berbagai peran

yang dipegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan,

pelajar. Pandangan individu tentang watak kepribadian yang dirasakan

seperti jujur, gembira, bersahabat dan aktif; pandangan tentang sikap;

kelebihan dan kelemahan yang dimiliki; kecakapan yang kita kuasai

dan berbagai karakteristik lain yang melekat pada diri kita.

Pengetahuan diperoleh dengan membandingkan diri dengan orang lain.

b. Harapan

Aspek harapan merupakan pandangan individu tentang siapa

dirinya dan menjadi apa di masa mendatang. Pandangan tersebut

mengakibatkan individu mempunyai pengharapan bagi dirinya yang

membentuk ideal self. Pada aspek ini lebih menekankan tentang harapan dan tujuan hidup serta bagaimana tujuan itu menggerakkan

individu menggapai cita-citanya di masa mendatang.

c. Penilaian

Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang

keadaannya saat ini. Penilaian tersebut dilakukan oleh individu setiap


(49)

pengetahuan dan harapan. Ketika individu mengetahui siapa dirinya

dan mempunyai harapan atau tujuan dalam hidupnya, maka seseorang

melakukan penilain tentang dirinya. Penilaian seseorang tentang

dirinya yang dilakukan setiap saat dapat mempengaruhi konsep dirinya

Semakin tinggi skor skala konsep diri yang diperoleh menunjukkan semakin

positif konsep diri individu, sebaliknya semakin rendah skor skala konsep diri

menunjukkan semakin negatif konsep diri subjek.

2. Skala Kecemasan

Skala Kecemasan disusun berdasarkan acuan teori Nolen (2007)

yang menyebutkan 4 gejala sebagai berikut :

a. Gejala fisik muncul berupa banyak berkeringat, gugup, sakit perut,

tangan dan kaki terasa dingin, tidak selera makan, kepala pusing,

sulit benafas, jantung berdetak kencang, sering buang air kecil, sulit

tidur.

b. Gejala emosi muncul berupa sangat mudah tersinggung, mudah

marah, mudah gelisah dan perasaan seperti diteror.

c. Gejala kognitif muncul berupa khawatir terhadap sesuatu, sulit

berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, merasa takut kehilangan

kontrol, sangat waspada (hypervigilance), takut akan bahaya yang akan terjadi secara berlenihan (exaggeration of danger)


(50)

d. Gejala perilaku muncul berupa perilaku menghindar, minder,

meningkatnya respon permusuhan terhadap orang lain, perilaku

agresi, acuh tak acuh dan nafsu makan menurun atau perilaku

makan menurun.

Tingkat kecemasan subjek diperoleh berdasarkan skor skala kecemasan.

Semakin tinggi skor skala kecemasan seseorang, maka tingkat kecemasannya

semakin tinggi, sedangkan semakin rendah skor skala kecemasan seseorang,

maka tingkat kecemasannya semakin rendah.

Tabel 1

Blueprint Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba)

No Aspek Konsep Diri Favorable Unfavorable Jumlah

1 Pengetahuan 10 10 20

2 Harapan 10 10 20

3 Penilaian 10 10 20

Total 30 30 60

Tabel 2

Blueprint Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba

No Gejala Kecemasan Favorable Unfavorable Jumlah

1 Fisik 10 10 20

2 Emosi 14 14 28

3 Kognitif 8 8 16

4 Perilaku 9 9 18


(51)

G. Validitas dan Reliabilitas Alat ukur

1. Validitas

Validitas adalah ukuran untuk melihat sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsinya.

Tujuan pengujian validitas adalah untuk mengetahui skala psikologi

menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan pengukurannya (Azwar,

2003).

Dalam penelitian ini, pengujian validitas menggunakan validitas isi.

Validitas isi ditentukan oleh professional judgment dalam proses telaah soal (Suryabrata, 2005). Peneliti terlebih dahulu membuat instrumenskala

penelitian yang kemudian dikoreksi dan disetujui oleh dosen pembimbing

peneliti.

2. Seleksi Item

Seleksi item dalam penelitian ini menggunakan korelasi item total

melalui SPSS for Windows versi 16.0. Azwar (2011) menyatakan bahwa jika diperoleh koefisien validitas di bawah 0,3 dianggap tidak

memuaskan, maka item yang memiliki daya indeks diskriminasi dibawah 0,3 dinyatakan gugur.

3. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan

memberikan hasil yang konsisten sehingga alat ukur tersebut terpercaya


(52)

menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Chronbach. Pendekatan ini bertujuan untuk melihat konsistensi skala. Reliabilitas dinyatakan dalam

bentuk koefisien reliabilitas , dengan koefisien korelasi yang berkisar

antara 0 hingga 1. Semakin tinggi koefisien korelasi (mendekati 1), maka

alat ukur menjadi semakin reliable (Azwar, 2009).

H. Uji Coba Alat Ukur

Proses uji coba skala penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 - 18

Februari 2015 setiap pukul 08.00 - 12.00 WIB di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Peneliti melakukan uji coba penelitian

dengan ijin dari Sekretariat Daerah Istimewa Yogyakarta, Kantor Wilayah

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta

dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.

Penelitian hanya diijinkan dilakukan di ruang tamu Bimbingan

Pemasyarakatan dan Perawatan dan peneliti menunggu narapidana yang

dipanggil oleh Tamping (Tahanan pendamping). Pemanggilan narapidana

pun bertahap yaitu lima orang setiap pemanggilan dan dilanjutkan dengan

pemanggilan narapidana selanjutnya.

Peneliti terjun sendiri meminta ijin kepada narapidana yang menjadi

subjek dengan didampingi oleh staf Bimaswat dengan alasan keamanan

peneliti. Penelitian mendata pada hari pertama 4 subjek, hari kedua 23 subjek

dan hari ketiga 13 subjek. Skala dibagikan pada masing-masing subjek, yaitu

skala konsep diri dan skala kecemasan.


(53)

Tabel 3

Blueprint Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba (Final)

No Aspek Konsep Diri Favorable Unfavorable Jumlah

1 Pengetahuan 2 8 10

2 Harapan 2 8 10

3 Penilaian 2 8 10

Total 6 24 30

Tabel 4

Blueprint Skala Kecemasan Setelah Uji Coba (Final)

No Gejala Kecemasan Favorable Unfavorable Jumlah

1 Fisik 9 1 10

2 Emosi 11 5 16

3 Kognitif 7 2 9

4 Perilaku 9 0 9

Total 36 8 44

I. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Analisis Data

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi sebaran

variabel bersifat normal atau tidak melalui SPSS for Windows versi 16.0. Uji normalitas bertujuan memastikan bahwa data penelitian ini

berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Dalam


(54)

Distribusi data penelitian dikatakan normal jika nilai signifikansinya

lebih besar dari 0.05 (p > 0, 05). Sebaliknya distribusi data penelitian

dikatakan tidak normal jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05

(p < 0,05).

b. Uji Linearitas

Santoso (2010) mengatakan bahwa uji linearitas adalah uji yang

dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel mengikuti garis

lurus atau tidak. Jadi, peningkatan atau penurunan kuantitas di satu

variable diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan

kuantitas di variabel lainnya. Uji linearitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Test for Linearity program SPSS for windows versi 16.0. Dua variabel dikatakan bersifat linear jika nilai signifikansi

kurang dari 0,05 (p < 0,05). Sebaliknya, dua variabel dikatakan

bersifat tidak linear jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05)

(Santoso, 2010)

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik

Pearson Product Moment Correlation. Metode Pearson Product Moment Correlation dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 dengan taraf signifikansi 0,05. Metode korelasi Pearson Product Moment merupakan salah satu analisis parametic yang digunakan ketika distribusi data normal (Santoso, 2010).


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan tanggal 3 dan 4 Maret 2015 pukul 08.00 -

12.00 WIB dengan cara membagikan Skala Konsep Diri dan Skala Kecemasan

kepada 42 subjek penelitian. Penelitian hanya diijinkan di ruang tamu

Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan dan peneliti menunggu narapidana

yang dipanggil oleh Tahanan Pendamping. Pemanggilan narapidana pun

bertahap yaitu lima orang setiap pemanggilan dan dilanjutkan dengan

pemanggilan narapidana selanjutnya. Peneliti terjun sendiri meminta ijin kepada

subjek dengan didampingi oleh staf Bimaswat dengan alasan keamanan peneliti.

Pada hari pertama didata 15 orang dan hari kedua 27 orang.

B. Deskripsi Data Subjek

Subjek penelitian ini adalah narapidana menjelang bebas di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta. Data subjek dirangkum


(56)

Tabel 5 : Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Berapa Lama Lagi Bebas dan Jenis Kelamin

Berapa Lama Lagi Bebas Laki - Laki Perempuan Jumlah Persentase

0 – 6 bulan 15 15 30 71,42% 6 – 12 bulan 9 3 12 28,57%

Total 24 18 42 100%

Dari 42 subjek, 30 subjek mempunyai sisa hukuman kurang dari 6 bulan

dan 12 subjek antara 6 sampai dengan 12 bulan.

Tabel 6 : Deskripsi Lama Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Lama Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Frekuensi Persentase

0 – 3 tahun 25 59,52% 3 - 6 tahun 12 28,57%

6 – 9 tahun 5 11,90%

Total 42 100%

Dari 42 subjek, 25 subjek menjalani pembinaan kurang dari 3

tahun, 12 subjek antara 3 – 6 tahun dan 5 subjek lebih dari 6 tahun dan kurang dari 9 tahun.


(57)

Tabel 7 : Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase

20 1 2,4%

21 1 2,4%

22 1 2,4%

24 1 2,4%

26 2 4,8%

27 1 2,4%

28 1 2,4%

29 3 7,1%

30 2 4,8%

32 7 16,7%

34 3 7,1%

35 1 2,4%

38 1 2,4%

39 2 4,8%

43 2 4,8%

44 2 4,8%

47 1 2,4%

48 1 2,4%

50 1 2,4%

51 1 2,4%

53 1 2,4%

57 1 2,4%

58 1 2,4%

62 1 2,4%

63 3 7,1%

Total 42 100%

Rentang usia subjek penelitian berkisar antara usia 20 tahun hingga 63

tahun. Dari 42 subjek, 7 orang berusia 32 tahun. Selain itu yang berusia 29

tahun, 34 tahun dan 63 tahun masing - masing 3 orang. Sedangkan sisanya


(58)

C. Hasil Uji Coba

Skala penelitian uji coba dilakukan pada 40 narapadina menjelang bebas di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.

1. Hasil Uji Coba Skala Konsep Diri

Distribusi skala konsep diri sebelum uji coba dapat dilihat pada

tabel 8 berikut ini :

Tabel8 : Distribusi Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba

No Aspek Nomer Item Jumlah Favorable Unfavorable

1 Pengetahuan 49*, 57*, 55*, 58*, 54*, 28*, 11*, 46, 42*, 9

43*, 18, 19, 24, 47, 12, 26, 41, 4*, 17

20

2 Harapan 33*, 27*, 31*, 50*, 35, 29*, 20*, 34*, 32*, 37

44, 48, 40, 38, 39, 1*, 25, 56, 2*, 52

20

3 Penilaian 6, 7*, 5*, 15*, 16*, 22*, 30*, 45, 14*, 36*

21, 53, 3*, 13, 8, 51, 60, 10, 23*, 59

20

Total 30 30 60

Keterangan:

Item dengan tanda bintang (*) = item yang gugur

Uji coba skala konsep diri menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar

0,909 dengan skor item total antara -0,291 sampai dengan 0,683. Dari 60 item, 30

item gugur karena korelasinya di bawah 0,30 : 10 aspek dari pengetahuan, 10

aspek dari harapan dan 10 aspek dari penilaian. Distribusi skala setelah uji coba


(59)

Tabel 9 : Distribusi Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba (Final)

No Aspek Nomer Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Pengetahuan 46, 9 18, 19, 24, 47, 12, 26, 41, 17

10

2 Harapan 35, 37 44, 48, 40, 38, 39, 25, 56, 52

10

3 Penilaian 6, 45 21, 53, 13, 8, 51, 60, 10, 59

10

Total 6 24 30

Uji reliabilitas item menghasilkan koefisien sebesar 0,928 dari 30 item

yang telah teruji. Dengan demikian penelitian mempunyai 30 item yang layak


(60)

2. Hasil Uji Coba Skala Kecemasan

Distribusi skala kecemasan sebelum uji coba disajikan pada tabel 10

berikut ini :

Tabel 10 Distribusi Skala Kecemasan Sebelum Uji Coba

No Gejala Nomer Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Fisik 5, 40, 56, 39, 35, 45, 31, 27, 14, 63*

44*, 69*, 71, 41*, 8*, 82*, 81*, 47*, 19*, 77*

20

2 Kognitif 29, 62, 53, 6, 13, 54, 7, 1* 12*, 66*, 34*, 28*, 72, 32*, 37*, 67

16

3 Perilaku 60, 21, 46, 57, 38, 42, 4, 51, 53

50*, 10*, 68*, 20*, 61*, 11*, 9*, 75*, 58*

18

4 Emosi 43, 3, 36, 23, 16*, 26, 24, 76, 55, 70*, 2*, 30, 78, 74

49*, 65, 52, 17, 73, 80*, 25*, 22*, 48, 79*, 64*, 15*, 18*, 59*

28

Total 41 41 82

Keterangan:

Item dengan tanda bintang (*) = item yang gugur

Uji coba skala kecemasan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar

0,903 dengan skor item total antara -0,561 sampai dengan 0,763. Dari 82 butir

pernyataan, 38 item gugur karena korelasinya di bawah 0,30. Item-item tersebut

adalah 10 gejala fisik, 12 gejala emosi, 7 gejala kognitif dan 9 gejala perilaku.


(61)

Tabel 11 : Distribusi Skala Kecemasan Setelah Uji Coba (Final)

No Gejala Nomer Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Fisik 5, 40, 56, 39, 35, 45, 31, 27, 14

71 10

2 Kognitif 29, 62, 53, 6, 13, 54, 7 72, 67 9 3 Perilaku 60, 21, 46, 57, 38, 42,

4, 51, 53

- 9

4 Emosi 43, 3, 36, 23, 26, 24, 76, 55, 30, 78, 74

65, 52, 17, 73, 48

16

Total 36 8 44

Uji reliabilitas item menghasilkan koefisien sebesar 0,955 dari 44 item

yang telah teruji. Dengan demikian mempunyai 44 item yang digunakan.

D. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian menghasilkan data empiris yang disajikan pada tabel 12 sebagai

berikut :

Tabel 12 :Deskripsi Data Penelitian

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD

Hip Emp Hip Emp Hip Emp

Konsep Diri 42 30 70 120 120 75 88,78 12,682

Kecemasan 42 44 46 176 133 110 91,93 19,634

Data tabel tampak bahwa skala konsep diri menghasilkan mean empirik


(62)

12,682. Sedangkan. skala kecemasan menghasilkan mean empirik sebesar

91,93 dan mean hipotetik sebesar 110 dengan standar deviasi sebesar 19,634

Selanjutnya peneliti melakukan uji t untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan signifikan pada mean empirik dan hipotetik dari variabel konsep

diri dan variabel kecemasan.

1. Uji t Variabel Konsep Diri

Pada tabel 13 disajikan hasil uji t pada mean empirik dan hipotetik

dari variabel konsep diri

Tabel 13 : Uji t Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Konsep Diri

One-Sample Test

Test Value = 75

T df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

konsep_diri 7.044 41 .000 13.78571 9.8335 17.7380

Tabel di atas, terlihat bahwa nilai t sebesar 7,044 dan nilai signifikansi

0,000 (p<0,05). Jadi, perbedaan mean empirik dan hipotetik pada variabel konsep

diri signifikan. Mean empirik dari konsep diri lebih besar daripada mean

hipotetiknya sehingga disimpulkan bahwa subjek memiliki konsep diri yang


(63)

2. Uji t Variabel Kecemasan

Pada tabel 14 disajikan hasil uji t pada mean empirik dan hipotetik

dari variabel kecemasan.

Tabel 14 :Uji t Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Kecemasan

One-Sample Test

Test Value = 110

T Df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

skor_total -5.965 41 .000 -18.071 -24.19 -11.95

Tabel di atas terlihat bahwa nilai t sebesar -5,965 dan nilai signifikansi

0,000 (p<0,05). Jadi, perbedaan mean empirik dan hipotetik pada variabel

kecemasan signifikan. Mean empirik dari kecemasan lebih kecil daripada mean

hipotetiknya sehingga disimpulkan bahwa kecemasan yang dimiliki oleh subjek

penelitian tergolong rendah.

Selain itu, tingkat konsep diri dan kecemasan dapat diperoleh dari

ketegorisasi jenjang berdasarkan norma kategorisasi Azwar (2009).

(µ+1,5α)< X kategori sangat tinggi

(µ+0,5α) < X ≤ (µ+1,5α) kategori tinggi (µ-0,5α) < X ≤ (µ+0,5α) kategori sedang


(64)

(µ-1,5α) < X ≤ (µ-0,5α) kategori rendah

X ≤ (µ-1,5α) kategori sangat rendah

Tabel 15 :Kategorisasi Konsep Diri

Kategori Jumlah Subjek Persentase

97,5 < X (sangat tinggi) 10 23,80%

82,5 < X ≤ 97,5 (tinggi) 20 47,62%

67,5 < X ≤ 82,5 (sedang) 12 28,57%

52,5 < X ≤ 67,5 (rendah) - -

X ≤ 52,5 (sangat rendah) - -

Total 42 100%

Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh

23,80% subjek menempati kategori sangat tinggi sedangkan 47,62% subjek

menempati kategori tinggi. Selain itu, 28,57% subjek memiliki konsep diri

kategori sedang.

Tabel 16 :Kategorisasi Kecemasan

Kategori Jumlah Subjek Persentase

143 < X (sangat tinggi) - -

121 < X ≤ 143 (tinggi) 2 4,76%

99 < X ≤ 121 (sedang) 16 38,09%

77 < X ≤ 99 (rendah) 18 42,85%

X ≤ 77 (sangat rendah) 6 14,28%


(65)

Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa 4,76% subjek memiliki kecemasan

yang tergolong tinggi, 38,09% subjek tergolong sedang dan 42,85% subjek

tergolong rendah. Selain itu, 14,28% subjek memiliki kecemasan yang

tergolong sangat rendah.

E. Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk membuktikan sebaran data yang dimiliki

telah mengikuti kurva normal atau tidak (Santoso, 2010).

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pengujian One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dalam program SPSS for Windows 16.0. Distribusi data penelitian dikatakan normal jika nilai signifikansinya

lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sebaliknya, distribusi data penelitian

dikatakan tidak normal jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05

(p < 0,05)

Tabel 17 :Hasil Uji Normalitas

Variabel One–Sample

Kolmogorov-Smirnov Test

Asymp. Sig. (2-tailed)

Keterangan

Konsep Diri 0,833 0,492 Normal Kecemasan 0,715 0,686 Normal


(66)

probabilitas (p) yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang menunjukkan

bahwa sebaran data variabel konsep diri dan kecemasan mengikuti

distribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk menguji apakah hubungan antara

konsep diri dan kecemasan mengikuti garis lurus atau tidak (Santoso,

2010). Uji ini dilakukan dengan menggunakan pengujian Test for Linearity

dalam program SPSS for Windows 16.0. Jika nilai signifikansi atau

probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05), maka

menunjukkan bahwa hubungan antar variabel dalam penelitian ini

mengikuti garis lurus.

Tabel 18 : Uji Linearitas

F Signifikansi Keterangan Konsep Diri *

Kecemasan

Linearity 75,348 0,000 Linear

Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari konsep diri

dan kecemasan adalah 0,000 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara

variabel konsep diri dan kecemasan mengikuti garis lurus. Jadi, peningkatan

atau penurunan kuantitas di satu variabel diikuti secara linear oleh


(67)

2. Uji Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji menggunakan Pearson Product Moment dalam program SPSS for Windows 16.0.

Tabel 19 : Uji Hipotesis

Correlations

konsep_diri kecemasan konsep_diri Pearson Correlation 1 -.754**

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

kecemasan Pearson Correlation -.754** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis yang diuji dalam

penelitian diterima. Koefisien korelasi uji hipotesis yang diperoleh sebesar

-0,754 dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (p <

0,05). Kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan dan negatif antara

konsep diri dan kecemasan narapidana menjelang bebas di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.

Peneliti juga melakukan uji korelasi masing-masing aspek dalam konsep

diri dan kecemasan. Tabel uji korelasi disajikan dalam table 20, 21. Dan 22


(68)

Tabel 20 : Uji Korelasi Aspek Pengetahuan dan Kecemasan

Correlations

pengetahuan Kecemasan pengetahuan Pearson Correlation 1 -.736**

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

kecemasan Pearson Correlation -.736** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 yang berarti

lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Kesimpulannya bahwa ada hubungan yang

signifikan dan negatif antara aspek pengetahuan dan kecemasan narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan

Yogyakarta.

Tabel 21 : Uji Korelasi Aspek Harapan dan Kecemasan

Correlations

Harapan Kecemasan

harapan Pearson Correlation 1 -.728**

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

kecemasa n

Pearson Correlation -.728** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42


(69)

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 yang berarti

lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Kesimpulannya bahwa ada hubungan yang

signifikan dan negatif antara aspek harapan dan kecemasan narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan

Yogyakarta.

Tabel 22 : Uji Korelasi Aspek Penilaian dengan Kecemasan

Correlations

penilaian Kecemasan penilaian Pearson Correlation 1 -.588**

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

kecemasan Pearson Correlation -.588** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 yang berarti

lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Kesimpulannya bahwa ada hubungan yang

signifikan dan negatif antara aspek penilaian dan kecemasan narapidana

menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan

Yogyakarta.

F. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan negatif antara konsep diri


(70)

korelasi (r) sebesar -0,754 dengan p sebesar 0,000 (p<0,05). Hipotesis

hubungan negatif antara konsep diri dan kecemasan narapidana menjelang

bebas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta

diterima. Semakin positif konsep diri narapidana, semakin tinggi rendah

kecemasan narapidana menjelang bebas. Sebaliknya, semakin negatif konsep

diri narapidana, semakin tinggi kecemasan narapidana menjelang bebas.

Calhoun dan Acocella (1990) mengatakan bahwa individu dengan konsep

diri positif berarti mampu mengetahui dirinya, menghargai diri dan optimis

memandang masa depannya. Individu yang mampu mengetahui dirinya

termasuk mengenali kelebihan, kekurangan dan potensinya. Sedangkan

individu dengan konsep diri negatif tidak mengenali keterbatasan, potensi, dan

peluang yang dimiliki. Jika individu mengetahui kondisi dirinya maka tingkat

kecemasannya rendah. Namun jika individu tidak mengetahui kondisi dirinya

maka tingkat kecemasannya tinggi.

Selain mengetahui tentang diri, individu yang memiliki konsep diri positif

menilai atau mengevaluasi dirinya secara positif (Calhoun dan Acocella,

1990). Burns (1993) mengatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri

positif, percaya bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah hidup

meskipun dihadapkan pada kegagalan. Sedangkan individu yang memiliki

konsep diri negatif mengevaluasi dirinya secara negatif. Jika individu mampu

menilai dirinya positif maka tingkat kecemasannya rendah. Namun jika

individu tidak mampu menilai dirinya secara positif maka tingkat


(71)

Individu dengan konsep diri positif tidak hanya mengetahui dan menilai

diri positif. Konsep diri positif membuat invididu optimis memandang masa

depannya. Individu mempunyai harapan atau tujuan hidup yang realistis dan

mampu mewujudkan sesuai kemampuan yang dimiliki dan berusaha agar

tujuannya terwujud (Calhoun dan Acocella. 1990). Burns (1993) menyatakan

bahwa orang yang memiliki konsep diri positif tidak merasa khawatir terhadap

masa lalu dan masa depan. Jika individu bersikap optimis dan berusaha

mewujudkan harapannya maka tingkat kecemasannya rendah. Namun, jika

individu memiliki pandangan pesimis terhadap masa depannya maka tingkat

kecemasannya tinggi.

Hasil uji hipotesis aspek konsep diri dan kecemasan menunjukkan bahwa

aspek pengetahuan memiliki korelasi yang paling tinggi, yaitu sebesar -0,736

dengan nilai signifikansi 0,000. Aspek pengetahuan merupakan dasar bagi

individu untuk mampu benar-benar mengenali dirinya sehingga mampu

menilai dirinya secara positif dan optimis memandang masa depannya.

Pemahaman terhadap diri menjadi modal bagi individu untuk menjalin relasi

dengan orang lain. Jika individu mampu mengenali dirinya tingkat maka


(1)

Lampiran 5 : Deskripsi Data Penelitian

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

konsep_diri 42 88.78 12.682 70.00 120.00


(2)

95

Lampiran 6 : Uji Asumsi

A.

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

konsep_diri kecemasan

N 42 42

Normal Parametersa Mean 88.7857 91.93

Std. Deviation 12.68288 19.634

Most Extreme Differences Absolute .129 .110

Positive .129 .082

Negative -.072 -.110

Kolmogorov-Smirnov Z .833 .715

Asymp. Sig. (2-tailed) .492 .686

a. Test distribution is Normal.

B.

Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

kecemasan *

konsep_diri

Between Groups

(Combined) 14372.786 29 495.613 4.153 .006 Linearity 8991.548 1 8991.548 75.348 .000 Deviation

from Linearity

5381.238 28 192.187 1.611 .193

Within Groups 1432.000 12 119.333

Total 15804.786 41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

97

Lampiran 7 : Uji Hipotesis

Correlations

konsep_diri kecemasan

konsep_diri Pearson Correlation 1 -.754**

Sig. (2-tailed) .000

N 42 42

kecemasan Pearson Correlation -.754** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

99

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

IS PELAYANAN KESEHATAN DAN MAKANAN YANG LAYAK BAGI NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 4 11

II PELAYANAN KESEHATAN DAN MAKANAN YANG LAYAK BAGI NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 3 5

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PROFESIONALISME PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 4 13

PENDAHULUAN PROFESIONALISME PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 4 13

PENUTUP PROFESIONALISME PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA.

1 7 4

PENULISAN HUKUM/ SKRIPSI KERUSUHAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta).

0 3 14

PENDAHULUAN KERUSUHAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta).

0 2 17

PENUTUP KERUSUHAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta).

0 6 12

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN.

0 0 11

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA YOGYAKARTA - DIGILIB UNISAY

0 0 12