Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah.

(1)

TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID

PADA

DUA LAPIS TANAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

Menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

060402093

SUPENSON SIMATUPANG

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA

DUA LAPIS TANAH

Oleh :

060402093

SUPENSON SIMATUPANG

Disetujui oleh: Pembimbing,

NIP : 1957 0720 1883 1001 IR. ZULKARNAEN PANE

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si

NIP : 195405311986011002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

ABSTRAK

Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin untuk dilalui arus gangguan.

Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah (resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli. Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan Ruinfang.

Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk menghitung tahanan tanah pembumian grid pada tanah berlapis horizontal.


(5)

Dengan metode ini dapat dihitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah dengan mudah dan cepat.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ibunda dan ayahanda, serta abang, kakak, adik, dan ponakan tercinta yang senantiasa memberikan do’a,semangat dan dukungan selama ini.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas akhir ini adalah:

”PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH”

Selama masa kuliah sampai penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada :

a. Ayahanda S Simatupang, dan Ibunda R br Silitonga, yang tidak terhitung cinta dan kasih sayangnya, yang tidak pernah bosan-bosanya mengasuh, mendidik dan membimbing penulis semenjak kecil hingga sekarang ini. Abangda Marbangun Simatupang, Kakanda Fitri Huzaimah br Lubis, Abangda Preddi Simatupang, kakanda Irma br Cibro, Kakanda Tetti Simatupang, Kakanda Sartana Simatupang, Adinda Rusmini Simatupang, Adinda Hairul Saleh Simatupang, Adinda


(7)

Junedi simatupang, dan Adinda Erniwati simatupang serta keponakanku tercinta Mutiara Syifa Alfatia br Simatupang ,Akila Alfi Husna br Simatupang yang selalu menjadi tempat berbagi, bercanda dan bermain dalam suka maupun duka.

b. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan ide-ide brilian dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

c. Bapak Ir. Zulfin MT, selaku Dosen Wali penulis, yang senantiasa memberikan bimbingannya selama perkuliahan.

d. Teman-teman satu stambuk 2006, Martua, Iqbal, Taufik, randy, Faisal, Nasir, Fauzi, Fahmi, Alfi, Rahmuddin, Hendra, Sukesih, Helmy, Agung, Teguh, Rozi, Salman, Bale, Bonar, Liza, Ina, dan teman-teman yang belum disebut namanya, yang selama ini menjadi teman diskusi, belajar dan bekerja sama dalam kegiatan kampus.

e. Keluarga Besar Laboratorium Pengukuran Listrik, Bapak Ir. Masykur Sj, selaku Kepala Laboratorium, mas Dian selaku pegawai Laboratorium, rekan-rekan asisten dan semua teman-teman stambuk 2006.

f. Seluruh Stap Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro, Kak Ani, Bang Ridho, Bang Ponijan, Bang Marthin, yang telah mendidik dan membantu penulis selama perkuliahan sampai dengan selesai. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini belum sempurna, karena masih terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran


(8)

dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesalahan semata-mata dari penulis. Semoga Tugas Akhir ini berguna dan memberikan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Juli 2011

Penulis,

Nim : 060402093 Supenson Simatupang


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2

I.3 Batasan Masalah ... 2

I.4 Metodologi Penulisan ... 3

I.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum ... 5

2.2 Faktor yang mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid ... 7


(10)

2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah ... 10

2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah ... 11

2.4.2 Metode Elektroda Tunggal... 12

2.4.2.1 Prosedur Pengukuran ... 13

2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Tanah Lapisan atas ... 14

2.4.2.3 penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah ... 15

2.4.2.4 Contoh Penggunaan Metoda Elektroda Tunggal ... 16

2.4.3 Gabungan Metoda 4 Titik dengan Grafik Sunde ... 19

2.4.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde ... 22

2.5 Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 24

2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986 ... 25

2.5.2 Rumus M.M.A.Salama, M.M.Elsherbiny dan Y.L.Chow .... 27

2.5.3 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Vertikal ... 29

BAB III ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL 3.1 Umum ... 39

3.2 Parameter dari Simulasi ... 40

3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah ... 41


(11)

3.4 Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal ... 50

BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK

4.1 Umum ... 52

4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai (Grid Persegi Panjang) ... 52

4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid Persegi) ...

55

4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk (Grid T) 56

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Variasi Tahanan jenis tanah, (a) Kandungan aram

; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur ... 10

Gambar 2.2 Metode Wenner ... 19

Gambar 2.3 Grafik Sunde ... 20

Gambar 2.4 Grafik jarak probe vs tahanan jenis tanah hasil pengukuran... 23

Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru ... 24

Gambar 2.3 Bentuk Grid dan Model Lapisan Tanah ... 24

Gambar 2.6 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah, (a) ρ2 Dianggap Tak Hingga ; (b) ρ1 Dianggap sebagai tahahanan ρ1 dan ρ2 Gambar 2.7 Grafik X vs Y ... 34

... 31

Gambar 2.8 Grafik A1/A2 Gambar 3.1 Bentuk Grid ... 40

vs 1-c ... 34

Gambar 3.2 Betuk Lapisan Tanah... 40

Gambar 3.3 Grafik Z vs Y ... 45


(13)

Gambar 3.5 Grafik X vs B ... 49

Gambar 3.6 Grafik Z vs B ... 49

Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang ... 53

Gamnar 4.2 Grid pembumian persegi ... 55


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai

instalasi ... 7

Tabel 2.2 Tahanan jenis tanah ... 9

Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metoda elektroda tunggal pada dua lapis tanah ... 18

Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metoda empat titil ... 22

Tabel 2.5 Nilai K1 dan K2 ... Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ... 32

26 Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 Tabel 3.1 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan yang berbeda ... 33

Hasil Simulasi untuk ρ1,<ρ2 Tabel 3.2 Tahanan Pembumian Grid R Berdasarkan ... 42

Hasil Simulasi untuk ρ1,>ρ2 Tabel 3.3 Tahanan Pembumian Grid R ... 43

1 Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I ... 54

... 44

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II ... 55


(15)

ABSTRAK

Sistem pembumian grid digunakan untuk mengalihkan arus gangguan ke tanah dan menjaga keselamatan manusia dan peralatan listrik dari arus gangguan. Sehingga tahanan sistem pembumian grid harus sekecil mungkin untuk dilalui arus gangguan.

Sistem pembumian grid biasanya ditempatkan pada tanah berlapis vertikal atau tanah berlapis horizontal. Ketebalan dan tahanan jenis tanah (resistivitas) setiap lapisan tanah dapat diukur secara langsung. Untuk menghitung tahanan tanah pada dua lapis tanah atau berlapis banyak dengan hanya mengetahui ketebalan dan resistivitas setiap lapis sebenarnya sudah bisa dilakukan dengan metode mirror atau metode elemen hingga (finite element method). Tetapi perhitungan dengan metode mirror atau metode elemen hingga membutuhkan waktu yang lama dan perangkat lunak (software). Beberapa rumus sederhana untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah telah ditemukan, namun pengembangan selalu dilakukan oleh para ahli. Salah satu metode terbaru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah diperkenalkan oleh Xiobin, Guangning, Weiming dan Ruinfang.

Pada tugas ahir ini, penulis menggunakan metode baru yang dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang untuk menghitung tahanan tanah pembumian grid pada tanah berlapis horizontal.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahanan pembumian grid merupakan parameter yang sangat penting dalam sistem pembumian grid. Nilai tahanan pembumian grid sangat berhubungan dengan keselamatan manusia maupun peralatan listrik. Maka untuk mengetahui nilai tahanan pembumian grid perlu dilakukan perhitungan, sehingga diketahui nilai tahanan pembumian grid tersebut.

Nilai tahanan pembumian grid dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti keadaan lapisan tanah, apakah tanah tempat elektroda pembumian grid ditanam sejenis (homogen) atau tidak sejenis (non-uniform). Pembumian grid sering dianggap diletakkan pada tanah yang homogen, padahal dilapangan membuktikan bahwa elektroda pembumian grid diletakakan pada tanah berlapis. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat, penelitian telah dilakukan oleh M.M.A. Salama dan Y.L. Chow. Mereka menyimpulkan penelitian mereka dalam sebuah rumus. Kemudian M.M.A. Salama, Y.L Chow dan M.M. Sherbiny melanjutkan penelitian mereka dan memperoleh rumus yang baru untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah berlapis. ketiganya merupakan anggota IEEE.

Rumus yang dikembangkan oleh M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, Y.L Chow maupun rumus yang dikembangkan oleh M.M.A. Salama dan Y.L Chow


(17)

tidak akurat dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah. Untuk mendapatkan hasil yang akurat penelitian dilakukan oleh Xiaobin Caw, Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li. Dengan memanfaatkan penelitian M.M.A. Salama dan Y.L Chow mereka berhasil mendapatkan rumus yang lebih akurat jika dibandingkan dengan rumus yang dikembangkan oleh M.M.A. Salama, M.M. Sherbiny, dan Y.L. Chow maupun dari rumus M.M.A. Salama dan Y.L Chow.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan.

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal. Manfaat penulisan ini adalah sebagai metode alternatif dalam menghitung tahanan pembumian grid yang ditempatkan pada tanah berlapis ( dua lapis) horizontal.

I.3.Batasan Masalah

Agar pembahasan materi lebih terarah, maka ditetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Tanah yang digunakan dalam pembahasan dianggap dua lapis. 2. Susunan elektroda pembumian yang digunakan adalah bentuk grid. 3. Tidak membahas source code program yang digunakan.


(18)

I.4. Metode Penelitian

1. Studi Literatur yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang tersedia dari media cetak maupun internet dan juga buku ataupun catatan kuliah untuk mendapatkan teori-teori pendukung yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Metode diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir ini berlangsung.

3. Analisi dengan komputer serta membuat kesimpulan.

I.5. Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan urutan pembahasan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, sertai sistematika penulisan tugas akhir ini.

BAB II : Dasar Teori Tahanan Pembumian

Dalam bab ini dijelaskan tahanan pembumian, pengukluran tahanan pembumian, tahanan jenis tanah, pengukuran tahanan jenis tanah, elektroda pembumian dan jenis - jenis elektrode pembumian.


(19)

BAB III : Tahanan Pembumian Grid pada Dua Lapis Tanah

Dalam bab ini dijelaskan metode untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah.

BAB IV : Analisa dan Perhitungan Tahanan pembumian Grid pada Dua Lapis Tanah.

Dalam bab ini dijelaskan metode yang dikembangkan oleh Xiaobin Caw, Guangning Wu, Weiming Zhow, dan Ruifang Li dan melakukan perhitungan berdasarkan data yang diperoleh.

BAB V : Kesimpulan

Bab ini berisi kesimpulan penulis mengenai pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


(20)

BAB II

TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum

Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan konduktor yang ditanam secara horisontal, dengan bentuk kisi-kisi (grid). Konduktor pengetanahan biasanya terbuat dari batang tembaga keras dan memiliki konduktivitar tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang dipilin (bare stranded copper) dengan luas penampang 150 mm2

Sistem pembumian grid selama ini dianggap diletakkan pada tanah yang sejenis (uniform) padahal di lapangan menunjukkan bahwa tanah di sekitar pembumian grid adalah terdiri dua lapisan tanah yang berbeda tahanan jenisnya ( non-uniform). Struktur dua lapisan tanah pembumian grid kadang-kadang berlapis horizontal dan kadang-kadang-kadang-kadang berlapis vertical.

dan mempunyai kemampuan arus hubung tanah sebesar 250 kA selama 1 detik. Konduktor itu ditanam sedalam kira-kira 30 cm – 80 cm atau bila dibawah kepala pondasi sedalam kira-kira 25 cm.

Pembumian grid merupakan bagian penting dalam sistim kelistrikan dari sudut pandang keselamatan manusia dan peralatan. Keselamatan, kehandalan, dan kontiniutas pelayanan listrik sangat tergantung pada desain pembumian grid.


(21)

1. Melindungi manusia terhadap bahaya listrik dengan membatasi tegangan lebih jika gangguan tanah terjadi pada pembangkit atau pada gardu induk.

2. Menjamin keselamatan dan kontiniutas peralatan listrik dengan membatasi tegangan lebih yang mungkin timbul akibat kecelakaan operasi.

3. Menjamin operasi yang tepat dari perangkat peralatan proteksi dengan dipastikanya gangguan tanah terdeteksi serta melakukan pemutusan terhadap area yang mengalami gangguan tanah.

Untuk menjalankan fungsinya, pembumian grid harus memiliki tahanan yang kecil. Tabel 2.1 menunjukkan nilai maksimum tahanan pembumian pada pembangkit sesuai instalasi dari pembangkit tersebut yang dibuat oleh NEC (national electrical code).


(22)

Table 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai instalasi [17]

Instalasi Tipe Nilai maksimum tahanan pembumian

Komersial Gedung, rumah,dll ≤25 Ω

Industri

-Fasilitas umum -Kimia

-Komputer -Fasilitas khusus

5 Ω 3 Ω < 1-3 Ω

<1 Ω

Utilitas

-Stasiun pembangkit -Gardu besar

-Gardu pembantu -Gardu kecil

1 Ω 1 Ω 1.5-5 Ω

5 Ω

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid

Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah mungkin. Elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah diharapkan langsung memperoleh memiliki tahanan yang rendah, namun hal itu sangat jarang diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tahanan pembumian.

1. Tahanan dari material elektroda yang digunakan 2. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah 3. Tahanan jenis tanah (resistivitas tanah) itu sendiri


(23)

2.3 Tahanan Jenis Tanah

Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari bumi yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan didefinisikan sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang berlawanan dari suatu kubus satu meter kubik.

Pentingnya tahanan jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis tanah mempunyai beberapa manfaat yaitu :

1. Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi pertambangan, kedalaman batu-batuan dan phenomena-phenomena geologi lainnya.

2. Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula. 3. Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam

sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian, sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis. Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu tergantung pada beberapa faktor yaitu :


(24)

2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau uniform

3. Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air 4. Kelembaban tanah

5. Temperatur 6. Kepadatan tanah

Secara grafis pengaruh kandungan garam, kelembaban tanah dan temperatur terhadap tahanan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.Jenis tanah, seperti berpasir, berbatu, tanah liat dan lain-lain mempengaruhi besar tahanan jenis. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Tahanan Jenis Tanah

Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m)

Tanah Rawa 30

Tanah Liat dan Tanah Ladang 100

Pasir Basah 200

Kerikil Basah 500

Pasir dan Kerikil kering 1000


(25)

T aha na n Je ni s ( Ω -m ) Kandungan Garam dalam % (a) T aha na n Je ni s ( Ω -m ) Kelembaban tanah dalam % (b) T aha na n Je ni s ( Ω -m ) Temperatur dalam % (c)

Gambar 2.1 Variasi Tahanan Jenis Tanah

(a) Kandungan Garam ; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur

2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah

Untuk melakukan pengukuran tahanan jenis tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah 2. Metode Elektroda Tunggal


(26)

2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah

Biasanya pada tempat dimana sistem pembumian dipasang, perlu dilibatkan seorang ahli sipil. Tugasnya biasanya meliputi pencarian informasi geologi yang berisi tentang sejumlah informasi mengenai sifat dan bentuk dari lapisan tanah tersebut. Data ini sangat bermanfaat untuk membantu para ahli listrik yang membutuhkan informasi ini.

Penentuan tahanan jenis tanah berdasarkan nilai terukur antara sisi yang berlawanan dari sampel tanah dengan ukuran yang diketahui tidak direkomendasikan, karena tahanan antar muka antara tanah dan elektroda yang nilainya tidak diketahui dimasukkan dalam hasil ukur.

Penentuan yang lebih akurat didapat bila dilakukan pengukuran tahanan jenis 4 terminal dari tanah tersebut. Terminal-terminal tegangan harus berukuran lebih kecil daripada penampang sampel dan diletakkan jauh dari terminal arus untuk memastikan distribusi arus bersifat hampir uniform. Jarak sebesar penampang terbesar sampel biasanya cukup untuk pengukuran.

Terkadang sulit, bahkan hampir mustahil untuk mendapatkan nilai tahanan jenis tanah yang cukup akurat berdasarkan pengukuran tahanan jenis pada sampel. Kesulitan ini disebabkan sulitnya memperoleh sampel tanah yang representatif, yaitu sampel tanah yang homogen, dan mempunyai kepadatan dan kandungan air yang sesuai dengan tanah aslinya.


(27)

2.4.2. Metoda Elektroda Tunggal

Metoda ini merupakan pengujian tahanan jenis tanah dengan melakukan beberapa kali pengujian dimana pada setiap tingkat pengujian kedalaman ditingkatkan secara bertahap. Tujuannya adalah untuk memaksakan lebih banyak arus uji mengalir melalui tanah yang lebih dalam. Nilai tahanan jenis yang terukur akan menghasilkan tahanan jenis yang bervariasi pada setiap tingkat kedalaman.

Elektroda yang digunakan untuk pengujian adalah elektroda batang (ground rod). Elektroda batang ini lebih baik dari tipe elektroda lain karena mempunyai keunggulan-keunggulan yaitu :

1. Nilai teoritis dari tahanan pembumian elektroda batang dapat dihitung dengan cara sederhana dan akurasi yang cukup, sehingga hasilnya dapat ditafsirkan dengan mudah.

2. Menanamkan elektroda batang ke dalam tanah relatif lebih mudah dibandingkan elektroda yang lain.

Pada saat pengukuran, ada tiga kemungkinan posisi elektroda yang menyebabkan tahanan pembumian elektroda batang berbeda cara menghitungnya.

a. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah bagian atas, dan ρ1 > ρ2.

�= ��

�����

��

� 2.1

:

b. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah bagian atas, dan ρ1 < ρ2. :


(28)

�= �� ����� �� � + �� ����� ��

�� 2.2

c. Elektroda ditancapakan hingga kelapisan kedua. �= ��

������

���

� 2.3

Dimana

�� = ��+��� 2.4

dimana:

R :Tahanan pembumian elektoda batang ( Ω ) ρ1dan ρ2

l :Panjang elektroda batang dalam tanah ( m)

:Tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah ( Ω-m )

d :Diameter elektroda batang ( m)

l2 :Panjang elektroda batang yang berada pada lapisan tanah

bagian bawah

2.4.2.1 Prosedur Pengukuran

1. Elektroda batang ditancapkan ke dalam tanah secara bertahap. Penambahan panjang elektroda disetiap tahap disimbolkan ∆l, sehingga panjang elektroda pada pengukuran ke n adalah:

�� = ��−�+∆� 2.5

2. Tahanan pembumian Rn

��� = ��� �

�������� 2.6

di ukur setiap penambahan panjang elektroda

∆�, dan tahanan jenis tanah dari setiap pengukuran dihitung dengan rumus:


(29)

3. Untuk menghitung ketebalan tanah lapisan atas, indeks tahanan jenis tanah gn

�� = �� �

���−� 2.7

dihitung untuk setiap pengukuran

2.4.2.2 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Lapisan Tanah Lapisan Atas

Jika ρ1 > ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� diperkirakan akan

memiliki nilai yang sama ketika elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah bagian atas. Nilai �� diperkirakan akan sebanding dengan ρ1. Indek tahanan jenis gn

�=�(�−�) 2.8

akan memiliki nilai yang mendekati satu ketika elektroda batang ditancapakan dilapisan tanah bagian atas. Setelah elektroda mencapai lapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis tanah akan naik drastis. Asumsikan hal ini terjadai pada pengukuran ke n, maka kedalaman lapisan atas diperoleh:

Jika ρ1 < ρ2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ��� akan naik sesuai

kedalam elektroda. Beberapa pengukuran pertama dimana l<<h, �� akan memiliki nilai yang mendekati nilai tahanan jenis tanah lapisan atas. Indek tahanan jenis gn akan menurun secara kontiniu sesuai dengan elektroda yang makin dalam ditancapakan. Meskipun elektroda batang telah ditancapkan dilapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis akan tetap menurun. Jika hal ini terjadi pada pengukuran ke m, kedalaman lapisan tanah bagian atas diperoleh sesuai Persamaan 4.8.


(30)

2.4.2.3 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah. Dari Persamaan 2.4, jika l1

��= ��−���� 2.9

= h:, maka

Dengan mensubsitusikan ρ2

�= �� −��

���

��

����� �

���� 2.10

sesuai Persamaan 2.9 kedalam Persamaan 2.3, maka diperoleh :

Misalkan:

�= �� −�� ��� �� �

���� 2.11

Maka

�= ����

� 2.12

Persamaan 2.11 menjadi dasar untuk menghitung tahanan jenis tanah lapisan bawah jika tahanan jenis lapisan atas dan ketebalan lapisan tanah bagian atas diketahui. Prosedur untuk mencari tahanan jenis tanah lapisan bawah adalah:

a. Tahanan pembumian elektroda batang R di ukur setelah elektroda batang ditancapakan sampai kelapisan tanah bagian bawah, hal ini dilakukan untuk setiap pengukuran.

b. Hitung r dengan Persamaan 2.12 untuk setiap pengukuran c. Hitung le

l

dengan Persamaan 2.11 untuk setiap pengukuran

2 = ln

d. Hitung ρ

– h 2.13


(31)

2.4.2.4 Contoh penggunaan Metoda Elektroda Tunggal

Pengujian dilakukan oleh J.Nahman dan J.Salomon pada pusat Pembangkit Leroy Utara. Diameter elektroda yang mereka gunakan : 0.016 m. Panjang elektroda pembumian : 1.52 m. Sesuai prosedur di atas maka pengukuran dilakukan. Pengukuran dilakukan sebanyak enam belas kali, elektroda pada pengukuran pertama mencapai kedalaman 1.5 m, kemudian pada setiap pengukuran kedua hingga pengukuran yang ke enam belas kedalaman elektroda dinaikkan secara bertahap masing-masing sebesar 0.305 m. Hasil pengukuran yang mereka peroleh ditunjukkan Tabel 2.3.

1. Tahanan jenis tanah lapisan atas ( ρ1

Tahanan jenis tanah lapisan atas diperoleh dari hasil pengukuran pertama, R

)

1

�� = ����

��������

= 110.80

��= ����� (.����� .�� �.����.��)

���.�� ρ1

2. Ketebalan tanah lapisan atas. = 178.3 Ω.m

Pada pengukuran yang ke-lima, nilai indek tahanan jenis tanah naik drastis sehingga disimpulkan bahwa ketebalan tanah lapisan lapisan atas adalah : 2.74 m

��= �� �


(32)

��= ������.. ��= �.���

3. Tahanan jenis tanah lapisan bawah ( ρ2

Pengukuran yang ke-enam, elektroda pembumian telah sampai pada lapisan tanah bagian bawah, sehingga tahanan jenis tanah sudah dianggap sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah.

)

a. Catat hasil pengukuran yang ke-enam (R6) R6

b. hitung r = 50.30

6

`�� =����

�� = ���.�������.�����. .��

c. Hitung �

�� =�.���

Sesuai Persamaan 2.11, �� = 1.600 m d. Hitung �

Sesuai persamaan 2.9, �� = 84.2 Ω-m

Prosedur yang sama dilakukan untuk hasil pengukuran yang lain. Setelah diperoleh nilai tahanan jenis tanah untuk pengukuran yang lain, maka diambil tahanan jenis tanah rata-rata sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah. Sehingga ρ2

Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan mengunakan metode perkiraan statistik computerisasi (computerized statistical estimate ). Hasil pengukuran dengan metode


(33)

ini untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah: 178.3 Ω -m., 2.74 m dan 118.2 Ω -m. Hasil dengan metoda perkiraan statistic computerisasi untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah 174.8 Ω-m, 2.235 m dan 139.7 Ω-m.

Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metode elektroda tunggal pada dua lapis tanah

Step (k) 1 2 3 4 5 6

ln 1.52 1.83 2.13 2.44 2.74 3.05

Rn 110.8 92.82 82.5 74.75 68.5 50.3

ρan 178.3 173.9 175.9 178.4 182.6 145

gn 1.025 0.989 0.986 0.988 1.245 1.027

Step (k) 6 7 8 9 10 11

ln 3.05 3.36 3.66 3.96 4.27 4.57

Rn 50.3 45.15 40 40 40 39.75

rn 4.863 4.365 3.867 3.867 3.867 3.843

len 1.6 2.028 2.323 2.943 3.54 4.01

ρ2n 84.2 92.2 91.6 112 131 147.6

Step (k) 12 13 14 15 16

ln 4.83 5.49 5.79 6.1 6.4

Rn 39.5 28 27.45 26.9 25.9

rn 3.819 2.707 2.645 2.6 2.504

len 4.645 4.462 4.862 5.253 5.589


(34)

2.4.3 Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde

Metoda yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran tahanan jenis tanah adalah dengan menggunakan metoda 4 titik. Elektroda kecil sebanyak 4 batang ditanam dalam 4 lobang pada kedalaman b dan diberi jarak (pada suatu garis lurus) sebesar a. Arus uji I dialirkan diantara dua elektroda terluar dan potensial V diantara 2 elektroda terdalam diukur dengan voltmeter dengan impedansi yang tinggi. Kemudian V/I memberi nilai tahanan R dalam Ω.

Metode empat titik yang digunakan dalam pengukuran ini adalah untuk jarak elektroda yang sama atau metoda wenner.Dengan metoda ini elektroda diatur dengan jarak yang sama (Gbr 2.2) bila a sebagai jarak antara dua elektroda berdekatan, maka tahanan jenis tanah �� adalah:

��� = 2 2 2 2 b a a b 4 a a 2 1 aR 4 + − + + π (2.14)

Harus dicatat bahwa persamaan ini tidak berlaku untuk elektroda batang yang ditanam sedalam b; persamaan ini hanya berlaku untuk elektroda kecil yang ditanam pada kedalaman b, dengan kawat penghubung berisolasi. Bagaimanapun pada prakteknya, empat elektroda yang digunakan biasanya ditempatkan segaris sejauh a dengan kedalaman kurang dari 0,1 a. Dengan demikian kita dapat mengasumsikan b = 0 dan Persamaan (2.13) menjadi :


(35)

A V

a a a

b

Gambar 2.2 Metoda Wenner

dan memberikan nilai perkiraan tahanan jenis rata-rata dari tanah pada kedalaman a. Beberapa pengukuran dengan berbagai variasi probe memberikan beberapa nilai yang bila diplot terhadap jarak interval, mengindikasikan apakah terdapat lapisan yang berbeda dari tanah atau batu dan menunjukkan nilai tahanan jenis dan kedalaman masing-masing.

Untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah bagian atas, diperoleh dengan bantuan grafik Sunde. Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah diperoleh melalui pengamatan terhadap hasil pengukuran tahanan jenis tanah.

Prosedur pengunaan grafik Sunde adalah:

1. Buat grafik antara tahanan jenis tanah hasil pengukuran �� (sumbu Y) terhadap jarak probe ( sumbu X).

2. Perkirakan nilai ρ1 dan ρ2 dari grafik pada ( langkah pertama), ρa

dengan jarak probe paling kecil adalah ρ1 dan ρa dengan jarak probe

paling besar adalah ρ2

3. Cari nilai ρ

. Perbesar nilai tahanan jenis tanah hasil pengukuran pada ujung kedua grafik untuk memperoleh nilai tahanan jenis tanah yang extrim jika data dilapangan tidak memenuhi.

2/ρ1, Pilih sebuah kurva pada grafik Sunde yang memiliki

nilai paling dekat dengan ρ2/ρ1, kemudian gambarkan sebuah kurva


(36)

4. Pilih nilai pada sumbu Y (ρa/ρ1

5. Tentukan nilai a/h pada sumbu X.

) yang memiliki kemiringan slope Paling dekat dengan kurva yang baru di buat.

6. Hitung nilai ρa dengan mengalikan nilai ρa/ρ1 (langkah 3) dengan

ρ1

7. Cari nilai jarak probe (a) pada grafik yang dibuat (langkah 1) untuk nilai ρa yang diperoleh pada langkah (5).

.

8. Hitung h dengan rumus: �=

� 2.16


(37)

2.4.2.4 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde

Pengukuran dilakukan oleh anggota IEEE, hasil pengukuran yang mereka peroleh dimuat dalam IEEE std 80-2000. Mereka melakukan pengukuran dengan menggunakan metoda empat titik. Hasil pengukuran yang mereka peroleh pada Tabel 2.4. Dari hasil pengukuran diasumsikan bahwa ρ1 =

100 Ω-m, dan ρ2

Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metode empat titik.

= 300 Ω -m. untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah lapisan atas maka prosedur di atas dilakukan.

Jarak Probe Tanah

feet meter

Tahanan tanah

(Ω) Tahanan jenis tanah ρa (Ω-m)

1 0.305 29.73 56.94

3 0.915 15.33 88.07

5 1.524 9.97 95.48

15 4.573 3.85 110.71

20 6.098 3.15 120.76

30 9.146 2.49 143.10

50 15.244 1.9 181.70

70 21.341 1.56 208.78

90 27.439 1.32 227.73

110 33.537 1.15 2411.48

130 39.634 1.01 251.77

150 45.731 0.90 259.76


(38)

1. Tabel 2.4 diplot kedalam grafik (Gambar 2.4). 2. ρ2/ρ1

3. ρa/ρ

= 3. Gambar sebuah kurva pada grafik Sunde ( Gambar 2.5).

1

4. Dari Gambar 2.5 diperoleh a/h = 2.7 untuk ρa/ρ = 2.

1

5. ρ

= 2.

a= 2ρ1

6. Dari Gambar 2.4 diperoleh bahwa a=19 untuk nilai ρ = 200.

a

7. h=7.0 m atau 23 feet.

= 200. 0 50 100 150 200 250 300

0 10 20 30 40 50

T a h a n a n J e n is T a n a h H a si l P e n g u k u ra n ( -m )

Jarak Probe (m)

Gambar 2.4 Jarak probe vs tahanan jenis tanah hasil pengukuran 19


(39)

Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru 2.5 TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPISAN TANAH

Dengan semakin bertambahnya jumlah ukuran dan kompleksitas suatu gardu induk tuntutan untuk mengembangkan prosedur perencanaan yang akurat untuk system pembumian yang ekonomis dan memberikan tingkat keamanan yang diharapkan menjadi penting. Untuk keperluan perencanaan tersebut telah dikembangkan berbagai teknik analitis mulai dari rumus-rumus sederhana yang dapat dikerjakan dengan tangan sampai dengan yang menggunakan komputer.


(40)

Setelah penelitian dilakukan, beberapa rumus yang dapat digunakan secara praktis untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah dipublikasikan oleh IEEE. Berikut adalah rumus yang telah dipublikasikan oleh IEEE.

1. Rumus IEEE std 80-1986

2. Rumus M. M. Salama, M. M. Elsherbiny, dan Y. L. Chow

3. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal 4. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal.

2.5.1 Rumus IEEE std 80-1986

Sampai tahun 1982, IEEE masih menggunakan analisis pada tanah homogen untuk menghitung tahanan pembumian pada tanah berlapis (non- homogen). Dengan menggunakan tahanan jenis tanah rata-rata( apparent resistivity) sebagai pengganti untuk tahanan jenis tanah lapisan atas maupun untuk lapisan bawah. Melihat keterbatasan penggunaan konsep tahanan jenis tanah rata-rata untuk diaplikasikan pada dua lapis tanah atau lebih, penelitian dilakukan anggota IEEE J. Nahman dan D. Salomon. Dengan melakukan revisi terhadap persamaan Schwarz’s ( persamaan Schwarz’s digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah yang homogen ), rumus yang mereka peroleh adalah:

�1 = ���1��� �2��+�1�√�� − �2�� 2.17 Dimana :


(41)

ρ1

L : panjang total konduktor (m)

: resistivitas lapisan tanah paling atas (Ω.m)

A : luas wilayah grid

h’

h’ = 0.5�0 untuk h = 0

=��0ℎ untuk konduktor yang ditanam pada kedalaman h atau

d0

x = perbandingan panjang grid dengan lebar grid = diameter konduktor

k1 dan k2 = konstanta sesuai dengan kedalaman grid, luas grid, dan

perbandingan panjang grid dengan lebar grid. Nilai k1 dan k2

Tabel 2.5 Nilai K

dapat dicari dengan Table 2.3 berikut.

1 dan K

h

2

K1 K2

0 0.04X+1.41 0.15X+5.50

1

10√� 0.05X+1.20 0.10X+4.6

1


(42)

2.5.2 Rumus M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow

M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow merupakan anggota IEEE. Mereka bertiga melakukan penelitian untuk memperoleh rumus yang dapat digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah. Rumus yang mereka peroleh didasarkan pada teori manipulasi arus bayangan dan teknik asymtote ( theoritical manipulation current images and asymtotes tehcnic ). Rumus yang mereka kembangkan juga merupakan fungsi dari tahanan jenis ke dua lapisan tanah, ketebalan lapisan tanah bagian atas, ukuran konduktor, ukuran mesh, jumlah mesh kearah sumbu X dan sumbu Y serta kedalaman grid.

Untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah, M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow terlebih dahulu menghitung tahanan dari grid yang digunakan. Grid dianggap diletakkan pada permukaan tanah yang homogen.

�1 2 =� �1

4�

4+

1

��

1

2���

0.061∆�

�0 �� 2.18

dimana:

Rm1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω)

ρ = Tahanan jenis tanah lapisan pertama (ρ) L = Total panjang elektroda ( meter)


(43)

N = jumlah mesh ∆l = (∆lx.∆ly)

∆lx = lebar mesh ( meter) 1/2

∆ly = panjang mesh (meter)

do = diameter konduktor ( meter)

Setelah memperoleh nilai tahanan elektroda grid, nilai pengaruh penanaman elektroda grid ke tanah dan factor koreksi akibat adanya lapisan tanah bagian bawah dihitung dengan Persamaan (2.17) dan (2.18):

=�1−2ℎ

√�1.128� 2.20

�� =2��1��((11−�+ℎ)) 2.21 dimana:

h = kedalaman grid (meter)

A = luas grid ( meter2

h1 = ketebalan tanah lapisan atas ( meter)

)

k = koefisien refleksi

k= �2−�1

�2+�1 2.22


(44)

ρ2 = tahanan jenis tanah lapisan bawah ( Ω-m)

hc= cf�2�� ���(1− �)�Cp 2.23

cf = factor bentuk ( cf≈0.9−0.94)

Cp = �−12� 2.24

Setelah mendapatkan ketiga parameter di atas ( nilai tahanan elektroda grid Rm1/2, koefisien penanaman elektroda Cb, dan factor koreksi Rp) nilai

tahanan pembuimmian grid dihitung dengan persamaan:

R=Rm1/2 Cb- Rp 2.25

dimana:

R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah ( Ω )

Rm1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω)

Cb = koefisien penanaman elektroda

Rp = factor koreksi

2.5.3 Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal

Perhitungan tahanan pembumian grid pada tanah berlapis vertikal pertama kali dilakukan oleh anggota IEEE Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li. Mereka melakukan penelitian


(45)

grid lebih dari 100000 m2. Mereka menemukan bahwa grid pembumian dengan ukuran lebih dari 100000 m2

Untuk memeproleh persamaan yang dapat dengan mudah digunkan menghitung tahanan pembummian grid pada dua lapis tanah vertical, Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li terlebih dulu melakukan simulasi pembumian dimana grid dimisalkan berada pada dua lapis tanah vertical. Simulasi dilakukan dengan software CDEGS dengan model grid yang disimulasikan sesuai Gambar 2.6

biasanya berada pada lokasi dengan kondisi struktur tanah yang komplek. Untuk mempermudah analisis perhitungan tahanan pembumian grid pada kondisi seperti ini, mereka mengelompokkan struktur tanah kedalam dua jenis yaitu: tanah berlapis vertical dan tanah berlapis horizontal.

L2

L2

ρ1 ρ2

ρ1 ρ2

L1

(a) A2

A1

A2


(46)

h

ρ1 ρ2

(b)

Gambar 2.6 Bentuk grid dan Model tanah, (a) bentuk grid; (b) Model tanah Parameter simulasi yang digunakan: nilai ρ2 ≥ ρ1 dan nilai ρ1 diubah

mulai dari 100 Ω.m sampai 400Ω.m serta nilai ρ2 diubah mulai dari 100 Ω.m

sampai 1000 Ω.m, h = 0.7 m, L1=L2= 100m, A1=1000m2, A2=900m2

prosedur untuk memperoleh rumus yang dilakukan oleh: Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li setelah melakuan simulasi adalah sebagai berikut.

.

1. Hasil simulasi yaitu nilai tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical diperoleh ( R ). Hasil simulasi yang mereka lakukan dapat dilihat pada Tabel 2.4 .

2. Tahanan referensi R1 dihitung dengan menggunkan Ieee std 80-1986,

ukuran grid yang digunakan pada perhitungan ini sama seperti pada data simulasi.

1 =�1

4 �

� 2.26

3. Untuk mempermudah analisis mereka menggunakan dua parameter baru X dan Y, dimana:

�=�2


(47)

�= �

�1 2.28

Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ρ2 ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400

100 0.45991

200 0.61348 0.91983

300 0.69017 1.1043 1.3797

400 0.73618 1.227 1.5775 1.8397

500 0.76685 1.3146 1.7254 2.04

600 0.78876 1.3803 1.8405 2.2085

700 0.80519 1.4315 1.9325 2.3424

800 0.81797 1.4724 2.0078 2.4539

900 0.8282 1.5058 2.0705 2.5483

1000 0.83656 1.5337 2.1236 2.6292

Setelah nilai X dan Y diperoleh, hubungan X,Y dibuat dalam table 2.5

4. Hubungan antara X dan Y pada Table 2.5 di buat kedalam grafik. 5. Dari grafik yang diperoleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li,

Weiming Zhou dan RuiFang Li mencari persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara parameter Y dengan parameter X.

�= ���1−�

1+��1−� 2.29

6. Menentukan koefisien a,b,dan c pada persamaan 2.27 6.1 Menentukan koefisisen c


(48)

Berdasarkan data dari grafik antara 1-c Vs A1/A2 yang mereka

buat, ternyata bahwa nilai 1-c tidak mengalami perubahan yang significan ketika nilai A1/A2 dinaikkan dari 0.1 sampai 0.9 sehingga

c dapat diabaikan. Persamaan 2.27 dapat ditulis menjadi:

�= ���

1+�� 2.30

Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ1 yang berbeda.

ρ1 = 100 ρ1 = 200 ρ1 = 300 ρ1 = 400

X Y X Y X Y X Y

1 1 1 1 1 1 1 1

2 1.33 1.5 1.2 1.33 1.1429 1.25 1.111

3 1.5 2. 1.333 1.67 1.25 1.5 1.2

4 1.6 2.5 1.4286 2 1.333 1.75 1.2727

5 1.6667 3 1.5 2.33 1.4 2 1.3333

6 1.7143 3.5 1.5556 2.67 1.4546 2.25 1.3846

7 1.75 4 1.6 3 1.5 2.5 1.4286

8 1.7778 4.5 1.6364 3.33 1.5385

9 1.8 5 1.667


(49)

Gambar 2.7 Grafik X VS Y


(50)

6.2 Menentukan Koefisien a

Jika X cenderung menuju tak hingga pada Persamaan 2.30 diperoleh bahwa:

�= lim�→∞� 2.31

Untuk X = ρ2/ ρ1, jika ρ1 tahanan jenis tanah referensi dan

nilainya dijaga konstan, dapat ditulis bahwa:

� → ∞ ⇒ ρ2 → ∞ 2.32

Dan untuk � = �

�1, jika ρ1 tidak dirubah maka R1 tidak berubah, sehingga:

�= lim�2→∞

1 2.33

Jika ρ2 tak hingga, maka tanah dengan tahanan jenis ρ2 dapat

dianggap sebagai isolasi, sehingga grid yang digunakan adalah seluas A1 dan R adalah tahanan dari grid pembumian yang hanya

mencakup luas A1. jika dibuat suatu cermin pada garis putus-putus

Gambar 2.9.a maka tahanan pembumian grid menjadi R2.

berdasarkan prinsip elektrostatis bahwa:

lim2→∞� =�2 2.34

R2 adalah tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan

tahanan jenis tanah ρ1 dengan luas grid 2A1. sehingga koefisien a

adalah:


(51)

Gambar 2.9 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah (a) Grid pembumian dengan ρ2


(52)

6.3 Menentukan Koefisien b

Ketika X = 1 maka ρ1=ρ2 dengan kata lain tanah adalah

homogen sehingga R sebanding dengan R1 dan Y = 1. Dari Persamaan

2.28 diperoleh bahwa:

1 = ��

1+� sehingga:

�=�−11 2.36

Persamaan 2.35 disubsitusikan ke Persamaan 2.36, sehingga:

�= �1

2�2−�1 2.37

7. Masing-masing koefisien disubsitusikan ke Persamaan 2.30.

�1 =

2�2

�12�2−�1�1 � 1+2�2−�1�1 � � =2�2�2�1�

2−�1+�1� 2.38

nilai X= ρ2/ ρ1 disubsitusikan ke Persamaan 2.38, sehingga diperoleh tahanan

pembumian grid pada dua laspi tanah vertical.

� = 2�2�1�2

(2�2−�1)�1+�12 2.39

Dimana:

R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical (ohm)


(53)

R2 = tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan tahanan jenis

tanah ρ1 dengan luas grid 2A1 ( ohm )

ρ1 = tahanan jenis tanah pertama ( ohm-meter )


(54)

BAB III

ANALISIS DAN PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH HORIZONTAL

3.1. Umum.

Penggunaan tegangan tinggi AC pada sistem kelistrikan menyebabkan arus gangguan pada pusat pembangkit dan gardu induk semakin besar. Sistem pembumian grid dibutuhkan agar standar keselamatan pada pusat pembangkit maupun pada gardu induk tercapai. Tahanan pembumian grid merupakan parameter penting yang harus diketahui. Dalam menentukan tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah, berbagai metode telah dikembangkan para ahli. Metode baru dalam menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal yang dikembangkan oleh Xiaobin, Guangning,Weiming dan Ruinfang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

Metode ini terdiri dari dua bagian utama. Pada bagian pertama simulasi dilakukan terhadap suatu sistem pembumian grid yang mana elektroda grid pembumian ditanam pada tanah homogen dan tanah non-homogen ( tanah yang memiliki dua lapisan). Bagian kedua adalah analisis terhadap hasil simulasi yang menggambarkan hubungan antar variable pembumian. Hubungan antara variable inilah yang di nyatakan dalam bentuk persamaan sehingga diperoleh persamaan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal.


(55)

3.2. Parameter dari Simulasi.

Gambar 3.2 adalah bentuk pembumian grid dan model tanah yang digunakan dalam simulasi. Garis putus-putus adalah batas antara dua lapis tanah horizontal. Parameter yang dibutuhkan untuk simulasi pembumian grid pada dua lapis tanah adalah:

1. Tahanan jenis tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah ( ρ1 dan ρ2)

2. Luas grid ( A) 3. Jumlah mesh grid 4. kedalaman grid ( h)

5. ketebalan lapisan tanah bagian atas ( h1)

6. jumlah mesh kearah sumbu X ( ∆Nx) dan arah sumbu Y ( ∆Ny)

L2= 100m

L1= 100 m


(56)

h udara h1

ρ1

ρ2

Gambar 3.2 Bentuk lapisan tanah 3.3 Simulasi Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah

Pada bagian ini, simulasi dilakukan beberapa kali secara bertahap. simulasi pertama dilakukan untuk memperoleh tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah. Program untuk melakukan simulasi tahanan pembumian grid pada dua lapis yang saya gunakan adalah program Matlab. Data simulasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

• L1 = L2 = 100 m

• h = 0.7 m

• h1 = [ 5 10 20 40 80 100 ] m

• ρ1/ρ2 = [150/500, 300/1000, 600/2000 ]Ω.m

• N = 160 • ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Dengan data diatas, simulasi dilakukan untuk memperoleh tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah untuk berbagai kedalaman lapisan tanah bagian atas dengan tiga komposi tahanan jenis tanah yang berbeda. Pada simulasi ini tahanan jenis tanah bagain atas digunakan lebih kecil dari tahanan jenis tanah bagaian bawah. Prosedur simulasi yang digunakan adalah : progam


(57)

secara otomatis program akan meminta data-data pembumian grid yang tidak tersimpan di database matlab. Setelah semua data di input, maka program akan memproses data dan menampilkan hasilnya. Hasil simulasi ditunjukkan dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1<ρ2.

h1(m)

ρ1/ ρ2

150/500 300/1000 600/2000

5 1.7885 3.5769 7.1539

10 1.5390 3.0781 6.1562

20 1.2748 2.5496 5.0991

40 1.0518 2.1035 4.2071

80 0.8970 1.7939 3.5878

100 0.8611 1.7221 3.4442

Simulasi kedua dilakukan kembali untuk memperoleh tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah. Model tanah yang digunakan serta data grid pembumian sama seperti pada simulasi pertama kecuali nilai tahanan jenis tanah. Pada simulasi yang kedua ini, Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas di buat lebih besar dari tahanan jenis tanah lapisan bawah. Prosedur simulasi sama seperti simulasi pertama. Hasil simulasi akan ditunjukkan oleh Tabel 3.2.

Sebelum melakukan analisis terhadap hasil simulasi, Xiaobin, Guangning, Weiming dan Ruinfang memunculkan sebuah parameter baru R1


(58)

pada tanah homogen dimana ukuran grid dan kedalaman grid sama seperti data pada simulasi tahanan pembumian grid serta tahanan jenis tanah yang digunakan adalah tahanan jenis tanah ρ1.

Tabel 3.2 Tahanan pembumian grid R berdasarkan hasil simulasi untuk ρ1>ρ2.

h1(m)

ρ1/ ρ2

500/150 1000/300 2000/600

5 1.0552 2.1103 4.2207

10 1.2523 2.5045 5.0091

20 1.5060 3.0120 6.0239

40 1.7683 3.5365 7.9382

80 1.9846 3.9691 7.9382

100 2.0396 4.0791 8.1583

Untuk memperoleh nilai tahanan referensi R1, Xiaobin, Guangning,

Weiming dan Ruinfang menggunakan persamaan IEEE untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah homogen. Sesuai IEEE std 80-1986, rumus untuk mencari tahanan pembumian untuk tanah uniform adalah:

�1 =�41�� (3.1)

Nilai tahanan referensi R1 dapat dilihat pada Tabel 3.3

Dimana :

R1 = tahanan pembumian grid referensi ( Ω )


(59)

A = luas grid ( m )

Tabel 3.3 Tahanan pembumian grid R1.

ρ1

150 300 500 600 1000 2000

R1 0.6647 1.3293 2.2156 2.6587 4.4311 8.8623

Untuk mempermudah analisis tehadap hasil simulasi, Xiaobin, Guangning, Weiming dan Ruinfang menggunakan variable baru, sebagai pengganti variable pembumian dan hasil simulasi. Variable yang digunakan adalah:

�=�2

�1 (3.2)

�= �

�1 (3.3)

�=ℎ1 (3.4)

Dimana :

r = jari jari pembumian grid.

�=�� �� ( 3.5)

Dari hasil simulasi di atas, dilihat bagaimana hubungan anatara variabel X, Y dan Z. Untuk mempermudah melihat hubungan antara variabel X, Y, Z, Tabel (3.1,3.2, 3.3) di gambarkan dalam Gambar 3.3 grafik Z vs Y.


(60)

Gambar 3.3 Grafik Z vs Y

Gambar 3.3 grafik Z vs Y memperlihatkan bahwa grafik Y vs Z akan selalu sama dan berimpit jika X yang digunakan dijaga konstan, baik pada saat nilai tahanan jenis tanah lapisan atas lebih besar dari lapisan bawah ataupun ketika tahanan jenis tanah lapisan tanah bagian atas lebih kecil dari lapisan bawah.

Selanjutnya, simulasi yang ketiga dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel Z dan Y jika nilai X berbeda. Data yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut:

• L1 = L2 = 100 m

• h = 0.7 m

• h = [ 0 75 150 300 600 1200 ] m

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3

Z

Y

X = 500/150 X = 1000/300 X=2000/600 X = 150/500 X = 300/1000 X = 600/200


(61)

• ρ1/ρ2 ( X ) = [0.167 0.833 1.111 2.33 6.67 16.67 33.33 ]Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Prosedur simulasi yang digunakan tetap sama seperti simulasi pertama, namun pada program yang dibuat diatur supaya simulasi dilakukan untuk setiap nilai X dengan berbagai kedalaman. Pada simulasi ini, nilai tahanan jenis tanah ρ1 di buat konstan, sementara nilai tahanan jenis tanah ρ2 diubah –

ubah untuk memperoleh nilai X yg berbeda. Hasil simulasi kemudian di tampilkan dalam Gambar 3.4 grafik Z vs Y.

Dari Gambar 3.4 terlihat bahwa untuk setiap nilai X yang berbeda , maka grafik Z terhadap Y berubah. Dari grafik diatas, Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat sebuah persamaan yang menggambarkan hubungan antara Z dan Y.

�= �+��


(62)

Gambar 3.4 Grafik, Z vs Y 3.3.1 Koefisien A dan B

Untuk mencari nilai koefisien A dan B, Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li melakukan pemisalan. Pertama mereka memisalkan Z bernilai nol (ketebalan lapisan tanah bagian atas dianggap diabaikan), dalam kata lain grid di tanam dalam tanah uniform dengan tahanan jenis tanah ρ2. Pada kondisi ini nilai tahanan pembumian grid dimisalkan

adalah tahanan pembantu R2, sehingga Persamaan 3.3 menjadi:

�=�2

�1 3.7

Nilai Z dan Y disubsitusikan kepersamaan (3.6), sehingga diperoleh persamaan:


(63)

Persamaan (3.7) disubsitusikan ke persamaan (3.6) sehingga diperoleh persamaan:

�= �−�

(�−1) 3.9

Dari Persamaan 3.9 dapat dilihat bahwa B adalah fungsi dari X dan Z, Untuk melihat hubungan hubungan antara B, X, Z simulasi dilakukan lagi. Simulasi dilakukan dua tahap, pertama untuk menggambarkan grafik antara X vs B, kedua untuk menggambarkan grafik antara Z vs B. Data simulasi yang digunakan untuk memperoleh grafik antara X vs B dan Z vs B adalah sebagai berikut:

a. Data simulasi Grafik X vs B • L1 = L2= 100 m

• h = 0.7 m

• h1 = [ 0.8 1.0 2.0 5.0 8.0 10.0 500 700 1000 ] m

• ρ1 = 150 Ω.m

• ρ2 = [ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

b. Data simulasi Grafik Z vs B • L1 = L2= 100 m


(64)

• h1 = [ 0.8 1.5 20 100 500 700 1000 ] m

• ρ1 = 150 Ω.m

• ρ2 = [ 25 125 200 1000 2500 5250] Ω.m

• N = 160

• ∆Nx = 16

• ∆Ny = 10

Prosedur yang sama seperti simulasi untuk menentukan tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah dilakukan terhadap simulasi ini, baik untuk memperoleh grafik X vs B maupun untuk memperoleh grafik Z vs B. untuk memperoleh hubungan antara X vs B dalam bentuk grafik, nilai ketebalan tanah lapisan atas di masukkan satu persatu, sedangkan untuk memperoleh grafik Z vs B nilai X yang dimasukkan secara berurutan. Gambar 3.5 grafik X vs B adalah hasil simulasi yang diperoleh.


(65)

Gambar 3.5 Grafik X vs B


(66)

Dari kedua grafik diatas (3.5) dan (3.6), Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li membuat hubungan antara B, X, dan Z.

�= 0 (ρ2<ρ1, a<h) (3.9a)

�=�(23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.95�−20�−0.3�−0.5��

(ρ2<ρ1, a≥h) (3.9b)

�= (23.16 ln(�+ 31.9)−78)(1 + 1.55�−15�−0.1�−0.25�+ 0.2�−�)

(ρ2<ρ1) (3.9c)

3.4. Rumus Tahanan Pembumian Grid Pada Dua Lapis Tanah Horizontal Subsitusi persamaan (3.2), (3.3), (3.4), (4.7) dan (3.9) ke persamaan (3.6), sehingga diperoleh persamaan baru:

� =�2 (ρ2<ρ1,

a<h) (3.10a)

� =�2+�23.16 ln�

�2

�1+31.9�−78��1+1.95�−20��−0.3�−0

.5��

��1�

�+�23.16����2

�1+31.9�−78��1+1.95�−20��−0.3�−0

.5���� (ρ2<ρ1,

a≥h) (3.10b)

� =�2+�23.16 ln�

�2

�1+31.9�−78��1+1.55�−15��−0.1�−0.25��+0.2�

� ���1

�+�23.16����2

�1+31.9�−78��1+1.55�−15��−0.1�−0

.25��+0 .2�����

(ρ2>ρ1)


(67)

R2 adalah tahanan pembantu ( assistance resistance), R1 adalah tahanan

referensi. R2 dan R1 dapat dihitung dengan rumus IEEE ( IEEE std 80-1986):

�1 = �41��

�2 =�41��

Dengan nilai R1 dan R2 disubsitusi ke persamaan (3.10), maka

rumus untuk memghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah gorizontal diperoleh:

� =�42�� (ρ2<ρ1,a<h)

(3.11a)

� =

�2√��+��1��23.16 ln��2

�1+31.9�−78��1+1.95�

−20�√�

√�−0.3�−0.5�√�√��

4�+4�√���23.16����2

�1+31.9�−78��1+1.95�

−20�√�

√�−0.3�−0.5�√�√��

(ρ2<ρ1,a≥h) (3.11b)

� =

�2√��+��1��23.16 ln��2

�1+31.9�−78��1+1.55�

−15�√�

√�−0.1�−0.25�√�√�+0.2��√�

√��

4�+4�√���23.16����2

�1+31.9�−78��1+1.55�

−15�√�

√�−0.1�−0.25�√�√�+0.2�

�√� √���


(68)

BAB IV

APLIKASI PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA GARDU INDUK

4.1 Umum

Ada beberapa bentuk grid, baik yang simetris maupun asimetris, dengan jarak sama antar konduktor grid yang paralel atau tidak. Bentuk-bentuk grid yang umum diketahui dan dipakai adalah bentuk bujur sangkar dan persegi panjang sedangkan yang masih jarang adalah bentuk L,T,∆.

4.2 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk Binjai ( Grid Persegi Panjang )

Grid pembumian gardu induk Binjai berbentuk persegi panjang dengan jarak antar konduktor grid yang tidak sama. Grid ditanam pada dua lapis tanah dengan resistivitas setiap lapis tanah telah diukur.

Berikut data-data grid pembumian pada gardu induk Binjai. • Ketebalan lapisan atas ( a) : 6.82 m

• Resistivitas lapisan atas (ρ1) : 42.68 ohm-meter

• Resistivitas lapisan bawah (ρ2) : 92.85 ohm-meter

• Panjang grid ( Ly ) : 170 meter

• Lebar grid (Lx ) : 82.5 meter


(69)

Grid Pembumian

170 m

82.5 m

Gambar 4.1 Grid pembumian persegi panjang

Dari data-data di atas, perhitungan tahanan pembumian grid di atas menggunakan beberapa metode adalah sebagai berikut.


(70)

Tabel 4.1 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus I

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Rumus salama , Chow, Elsherbiny

Software CYMGRD

Rumus IEEE

0.2555 0.2905 0.2205 0.29 0.1581

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi CYMGRD sebagai acuan.

1. rumus (4.11)

% ������ℎ�� =�0.255−0.29

0.29 � �100%

= 14.43% 2. Rumus Salama dan Chow

% ������ℎ��= �0.2905−0.29

0.29 � �100%

= 5.3286% 3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

% ������ℎ��= �0.2205−0.29

0.29 � �100%

= 0.172% 4. Rumus IEEE

% ������ℎ��= �0.1581−0.29

0.29 � �100%


(71)

4.3 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid Persegi )

Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:

Lx= 500 m Ly= 300

a = 50 m h = 0.7 m

ρ1 = 150 Ω.m ρ2=750 Ω.m

300m

500 m

Gambar 4.2 Grid pembumian persegi Hasil perhitungan ditunjukkan oleh Tabel dibawah:

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus II

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Rumus salama , Chow, Elsherbiny

software CDEGS

Rumus IEEE


(72)

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi CDEGS sebagai acuan.

5. rumus (4.11)

% ������ℎ��= �0.44215−0.4579

0.4579 � �100%

= 2.9788% 6. Rumus Salama dan Chow

% ������ℎ��= �0.48230−0.4579

0.4579 � �100%

= 5.3286% 7. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

% ������ℎ��= �0.48005−0.4579

0.4579 � �100%

= 4.8373% 8. Rumus IEEE

% ������ℎ��= �0.1741−0.4579

0.4579 � �100%

= 61.97%

4.4 Perhitungan Tahanan Pembumian Grid Pada Gardu Induk ( Grid T ) Sebuah grounding grid dengan spesifikasi seperti berikut:

Lx= 160 m Ly= 170 m

a = 30 m h = 0.7 m ρ1 = 3000Ω.m ρ2=200 Ω.m


(73)

160m 60m

100m 50m

170m

Gambar 4.5 Grid pembumian bentuk T

Tabel 4.3 Hasil perhitungan berbagai rumus pada kasus III

Rumus 4.11 Rumus Salama dan Chow

Rumus salama , Chow, Elsherbiny

software CDEGS

Rumus IEEE

4.5282 5.80130 5.67389 4.3611 10.0211

Persen kesalahan dari ke empat rumus diatas jika digunakan hasil simulasi CDEGS sebagai acuan.


(74)

1. Rumus (4.11)

% ������ℎ��= �4.5282−4.3611

4.3611 � �100%

= 3.8316% 2. Rumus Salama dan Chow

% ������ℎ��= �5.80130−4.3611

4.3611 � �100%

= 33.0237% 3. Rumus salama , Chow, Elsherbiny

% ������ℎ��= �5.67389−4.3611

4.3611 � �100%

= 30.1022% 4. Rumus IEEE

% ������ℎ��= �5.67389−4.3611

4.3611 � �100%


(75)

BAB V KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN

1. Untuk menggunakan Rumus yang di kembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li hanya membutuhkan parameter : ketebalan lapisan tanah bagian atas, tahanan jenis tanah bagian atas dan bagian bawah serta Luas area grid.

2. Rumus yang dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li dapat digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal dengan berbagai bentuk grid pembumian.

3. Tahanan pembumian grid yang diperoleh dengan metode yang yang dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li serta beberapa rumus lain dibandingkan dengan hasil perhitungan software propesional, dan hasilnya menunjukkan bahwa perhitungan dengan metode yang yang dikembangkan oleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Weiming Zhou, dan Ruinfang Li lebih akurat dibandingkan dengan rumus lain.


(76)

DAFTAR PUSTAKA

1. A.G.J, E. H. F, R. B. F and M. R. J, “ A practical approach for determinating the ground resistance of grounding grids using FEM”, IEEE Transactions on power Delivery, Vol 31, pp 1261-1266,2006 2. Angelo Camponicia, Eleonora Riva Sanseverino, Gaetano Zizzo, “

Earthing System’s Design in Presence of Non-Uniform Soil”, Departemen of Electrical, Electrical and Telecommunications Engginering University of Palermo, Italy.

3. ANSI /IEEE std 80-1983, IEEE Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

4. ANSI /IEEE std 80-1986, IEEE Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

5. C.J.Blattner,” Analysis of a Soil Resistivity test methods in two layer Earth”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol. PAS-104, pp.3603-3608, December 1985

6. C.J.Blattner,” Study of Driven Ground Rods and Four Point Soils Resistivity Test”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol. PAS-101, pp.2837-2850, Augusts 1982

7. C.Xiabin W, G. Guangning, L. Shengkin, Z. Weiming, and L. Ruifang,” A simple formula for grounding grid in Vertical two layer soil”, in proc .2008 Transmission and distribution, conference dan exposition, 2008.T&D. IEEE/PES, pp1-5


(77)

8. G.Vijayaraghan, Mark Brown, Malcom Barnes, “Practical Grounding, Bomding, Shielding and Surge Protection”.

9. Hutauruk,T.S,”Pengetanahan netral sistem tenaga & pengetanahan peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1999.

10. IEEE Std.80-2000,”Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

11. J. A. Guemes and F. E. Hernando, “ Method for cakculating the ground resistance of grounding grids using FEM”, IEEE Transaction on Power Delivery, vol. 19, no. 1, pp.595-600, 2004.

12. J.Nahman and D.Salomon, “A practical method for The Interpretation of Earth Resistivity Data Obtained from driven Rod Tests”, IEEE Transaction on Power Delivery, vol. 3, no. 4, October 1988

13. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ A formula for Resistance of Sunstation Grid in Two Layer Soil”, IEEE Transaction on Power Delivery, vol. 10. no. 3, July 1995.

14. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Calculation and Interpretation of Grounding Grid in Two-Layer Earth with the Synthtic Asymtote Aproach”, Electric power system Research 35 (1995) 157-165,

15. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Resistance Formulas of Grounding Systems in Two Layer Earh”, IEEE Transaction on Power Delivery, vol. 11. no. 3, July 1996.


(78)

16. M. M. A. Salama, Y. L. Chow, “ A Simplified Method for Calculating the Sunstation Grounding Grid Resistance”, IEEE Transaction on Power Delivery, vol. 9. no. 2, April 1992.

17. National Electrical Safety Code Handbook

18. S.J.Schwarz, “ Analytical Expression for the Resistance of Grounding Systems”, AIEE Transaction, Vol 73, Part III-B, 1954, PP.1011-1016


(79)

LAMPIRAN 1. Simulasi untuk Tabel pertama, ρ1< ρ2

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1/r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) R1=rho/4*sqrt(pi/4) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K) hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A))))

2. Simulasi untuk Tabel kedua, ρ1>ρ2

%Tahanan pembumian Grid R

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1/r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) R1=rho/4*sqrt(pi/4) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K)


(80)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp

R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A))))

3.Simulasi untuk grafik ke-dua

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan

Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0 75 150 300 600 1200 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K) hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A)))) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp Y=R./R1

plot ( Z,Y,'m.-') hold on;

4. Simulasi untuk grafik ke-tiga

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho1):');

rho2=[ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] A= input (' Input Luas Grid (A):');

N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= input (' Input Nilai ketebalan lapisan tanah atas:'); cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:');

r= sqrt(A/pi) Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N))


(81)

Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)./(rho+rho2) Cp= (K-1)./(2*K) hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K)).*Cp) R1= (rho/4)*sqrt(pi/A) R2= (rho2./4)*sqrt(pi/A) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp Y=R./R1 A1=R2./R1 B=((A1-Y)./((Y-1)*Z)) plot ( X,B,'g.-') hold on;

5. Simulasi untuk grafik ke-empat

rho=150

rho2=input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas

(rho2):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0.8 1.5 20 100 500 750 1000 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)./(rho+rho2) Cp= (K-1)./(2*K) hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K)).*Cp) R1= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) %R2= rho2.*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) %R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A)))) %R1= (rho/4)*sqrt(pi/A) R2= (rho2/4)*sqrt(pi/A) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp Y=R./R1 A1=R2./R1 B=((A1-Y)./((Y-1).*Z)) plot ( Z,B,'y.-')


(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. A.G.J, E. H. F, R. B. F and M. R. J, “ A practical approach for determinating the ground resistance of grounding grids using FEM”,

IEEE Transactions on power Delivery, Vol 31, pp 1261-1266,2006

2. Angelo Camponicia, Eleonora Riva Sanseverino, Gaetano Zizzo, “ Earthing System’s Design in Presence of Non-Uniform Soil”, Departemen of Electrical, Electrical and Telecommunications Engginering University of Palermo, Italy.

3. ANSI /IEEE std 80-1983, IEEE Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

4. ANSI /IEEE std 80-1986, IEEE Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

5. C.J.Blattner,” Analysis of a Soil Resistivity test methods in two layer Earth”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol. PAS-104, pp.3603-3608, December 1985

6. C.J.Blattner,” Study of Driven Ground Rods and Four Point Soils Resistivity Test”, IEEE Transactions on Power Apparatus and System vol. PAS-101, pp.2837-2850, Augusts 1982

7. C.Xiabin W, G. Guangning, L. Shengkin, Z. Weiming, and L. Ruifang,” A simple formula for grounding grid in Vertical two layer soil”, in proc .2008 Transmission and distribution, conference dan


(2)

8. G.Vijayaraghan, Mark Brown, Malcom Barnes, “Practical Grounding, Bomding, Shielding and Surge Protection”.

9. Hutauruk,T.S,”Pengetanahan netral sistem tenaga & pengetanahan peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1999.

10. IEEE Std.80-2000,”Guide for safety in AC substation grounding”, IEEE, New York, 2000.

11. J. A. Guemes and F. E. Hernando, “ Method for cakculating the ground resistance of grounding grids using FEM”, IEEE Transaction on Power

Delivery, vol. 19, no. 1, pp.595-600, 2004.

12. J.Nahman and D.Salomon, “A practical method for The Interpretation of Earth Resistivity Data Obtained from driven Rod Tests”, IEEE

Transaction on Power Delivery, vol. 3, no. 4, October 1988

13. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ A formula for Resistance of Sunstation Grid in Two Layer Soil”, IEEE Transaction

on Power Delivery, vol. 10. no. 3, July 1995.

14. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Calculation and Interpretation of Grounding Grid in Two-Layer Earth with the Synthtic Asymtote Aproach”, Electric power system Research 35 (1995)

157-165,

15. M. M. A. Salama, M. M. El Sherbiny, Y. L. Chow, “ Resistance Formulas of Grounding Systems in Two Layer Earh”, IEEE


(3)

16. M. M. A. Salama, Y. L. Chow, “ A Simplified Method for Calculating the Sunstation Grounding Grid Resistance”, IEEE Transaction on

Power Delivery, vol. 9. no. 2, April 1992.

17. National Electrical Safety Code Handbook

18. S.J.Schwarz, “ Analytical Expression for the Resistance of Grounding Systems”, AIEE Transaction, Vol 73, Part III-B, 1954, PP.1011-1016


(4)

LAMPIRAN 1. Simulasi untuk Tabel pertama, ρ1< ρ2

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas (rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1/r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) R1=rho/4*sqrt(pi/4) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K) hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A)))) 2. Simulasi untuk Tabel kedua, ρ1>ρ2

%Tahanan pembumian Grid R

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas (rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 5 10 20 40 80 100 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi) Z= h1/r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) R1=rho/4*sqrt(pi/4) L= 2*dl*(N+sqrt(N)) Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128) K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K)


(5)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp

R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A))))

3.Simulasi untuk grafik ke-dua

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas (rho1a):');

rho2= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah (rho1b):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0 75 150 300 600 1200 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)

Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N))

Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128)

K=(rho2-rho)/(rho+rho2) Cp= (K-1)/(2*K)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K))*Cp)

R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A)))) Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc))

R=(Rm*Cb)-Rp Y=R./R1

plot ( Z,Y,'m.-') hold on;

4. Simulasi untuk grafik ke-tiga

rho= input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas (rho1):');

rho2=[ 400 750 1200 1800 2600 3800 5250] A= input (' Input Luas Grid (A):');

N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= input (' Input Nilai ketebalan lapisan tanah atas:'); cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:');

r= sqrt(A/pi) Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N))


(6)

Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128)

K=(rho2-rho)./(rho+rho2) Cp= (K-1)./(2*K)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K)).*Cp) R1= (rho/4)*sqrt(pi/A)

R2= (rho2./4)*sqrt(pi/A)

Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp

Y=R./R1 A1=R2./R1

B=((A1-Y)./((Y-1)*Z)) plot ( X,B,'g.-') hold on;

5. Simulasi untuk grafik ke-empat

rho=150

rho2=input ( ' Input Nilai Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas (rho2):');

A= input (' Input Luas Grid (A):'); N= input (' Input Jumlah Mesh (N):');

dx= input (' Input Nilai Delta X ( delta_X ):'); dy= input (' Input Nilai Delta y ( delta_y ):'); dc=input (' Input Nilai Diameter Konduktor ( Dc ):'); h= input (' Input Nilai Kedalaman Grid :');

h1= [ 0.8 1.5 20 100 500 750 1000 ]

cf= input (' Input Faktor Bentuk Grid:'); r= sqrt(A/pi)

Z= h1./r X=rho2/rho dl=sqrt(dx*dy) L= 2*dl*(N+sqrt(N))

Rm= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) Cb= (1-((2*h)/sqrt(A))*1.128)

K=(rho2-rho)./(rho+rho2) Cp= (K-1)./(2*K)

hc= cf*sqrt(A/(2*pi))*(log((1-K)).*Cp)

R1= rho*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) %R2=

rho2.*(1/4*sqrt(pi/A)+1/L*(1/(2*pi)*log((0.165*dl)/dc))) %R1= rho*((1/L)+1/sqrt(20*A)*(1+1./(1+h1*sqrt(20/A)))) %R1= (rho/4)*sqrt(pi/A)

R2= (rho2/4)*sqrt(pi/A)

Rp= rho*log(1-K)./(2*pi*(h1+hc)) R=(Rm*Cb)-Rp

Y=R./R1 A1=R2./R1

B=((A1-Y)./((Y-1).*Z)) plot ( Z,B,'y.-')