Studi Penyaluran dan Pengolahan Air Limbah di Komplek Pemukiman (studi kasus: Komplek Pesantren)

(1)

STUDI PENYALURAN DAN PENGOLAHAN

AIR LIMBAH DI KOMPLEK PEMUKIMAN

(Studi Kasus: Komplek Pesantren)

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

050404087

ASRIL ZEVRI

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini berjudul “Studi Penyaluran dan Pengolahan Air Limbah di Komplek Pemukiman (studi kasus: Komplek Pesantren) ”. Tugas Akhir ini telah disusun dan merupakan salah satu persyaratan untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil pada Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan materil maupun spiritual sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. –Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak DR. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis.


(3)

4. Bapak Ir. Sufrizal, M.Eng sebagai Dosen co Pembimbing yang telah bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Kepada kedua orang tua saya Ir. Azmi Hamidi (papa) dan Sri Rahayu (mama) yang telah memberikan bimbingan, dukungan, perhatian dan doanya selama ini serta kakak dan abangku Astri Pratiwi, Azis Silalahi serta adikku Azuhra Yulinda yang selalu memberikan semangat.

6. Bapak/Ibu staf pengajar serta pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Teman2 awak: Bibi, Edo, Nanda, Nasrul, Iqbal, Afrijal, Andrisyam, Bde, Rio, Faiz, Andri, Ibnu, Zime’,Fachri, Boni, Andreas, Mizan, Benny, Yudo, Mumu, Widi, Arie, Kurnia, Bangun, Donny, Sakinah, Ida,Tanti, Ica, Ina , Nisa, Wida, Henny, Rini, Enny,Vika, Pessy dan abang2 ’02, adik2 ’08. Terima Kasih atas dukungan, doa dan pertemanannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari harapan karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran – saran dan kritik demi perbaikan pada masa yang akan datang.

Medan, Juni 2010

05 0404 087 Asril Zevri


(4)

ABSTRAK

Komplek pesantren Raudhatul Hasanah merupakan salah satu komplek pesantren terbesar dan terluas di daerah Sumatera Utara, peningkatan jumlah santri dan santriwati yang terus bertambah harus disertai oleh peningkatan kualitas lingkungan hidup dan sanitasi yang memadai. Maka untuk mendukung hal tersebut diperlukan adanya evaluasi terhadap kualitas air limbah dan perencanaan penyaluran air limbah tersebut.

Proses pengolahan yang digunakan dalam komplek pesantren ini adalah proses pengendapan, proses biologis, proses kimiawi dan proses lanjutan. Sistem penyaluran yang digunakan adalah sistem penyaluran terpisah dimana debit air limbah dipisah dengan debit air hujan.

Berdasarkan kualitas air buangan, ditentukan unit-unit yang digunakan untuk mengolah air limbah sehingga mutu air buangan yang di salurkan ke saluran drainase sudah sesuai dengan MENKLH No.03/MENKLH/II/1991. Unit itu adalah pengendapan I, aerasi (penambahan oksigen), penyaringan, pembunuhan kuman, pengendapan II, pengeringan. Sedangkan unit yang digunakan dalam sistem penyaluran air limbah tersebut yaitu: proyeksi penduduk, debit air buangan, dimensi sumur pengumpul, dimensi pipa dan dimensi bak pengendapan.

Dari studi ini didapatkan data-data antara lain: Pertambahan jumlah penduduk 10 tahun kedepan adalah sebesar 1395 jiwa yang terhitung mulai 2010 (2587 jiwa) – 2020 (3982 jiwa). Instalasi pengolahan air limbah menghasilkan 50% - 80% dari pemakaian air bersih yaitu 200 ltr/org/hari. Sedangkan dimensi daripada sumur pengumpul yang direncanakan yaitu panjang= 3.8 m, lebar= 5 m dan kedalaman= 2.32 m, bak pengendapan yang direncanakan terdiri dari 2 bak dengan panjang= 16 m, lebar =6 m dan kedalaman = 1-3 m, saluran pembawa yang digunakan adalah saluran tertutup (pipa) dengan diameter = 300 mm. Debit akhir air buangan yang disalurkan ke saluran drainase adalah 0.6 m3/hari dengan kandungan BOD 10 mg/l.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR SI MBOL... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Umum... 1

I.2. Latar Belakang... 2

I.3. Tujuan Penulisan... 3

I.4. Ruang Lingkup Permasalahan... 4

I.5. Pembatasan Masalah... 5

I.6. Metodologi Penelitian... 5

I.7. Sistematika Penulisan... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Umum... 9

2.2. Sistem penyaluran air buangan... 10

2.2.1. Sistem sanitasi setempat... 10

2.2.2. Sistem sanitasi terpusat... 14

2.2.3. Sistem penyaluran terpisah... 15

2.2.4. Sistem penyaluran konvensional... 16

2.2.5. Sistem riol dangkal... 18

2.2.6. Sistem riol ukuran kecil... 19

2.2.7. Sistem penyaluran tercampur... 21

2.2.8. Sistem kombinasi... 22

2.3. Sistem Perpipaan... 23

2.4. Pola jaringan saluran... 24

2.5. Bentuk dan bahan saluran... 27


(6)

2.5.2. Bahan saluran... 29

2.6. Penempatan dan pemasangan saluran... 30

2.7. Kedalaman penanaman pipa... 32

2.8. Tinjauan hidrolika aliran dalam SPAB... 32

2.8.1. Jenis Aliran... 32

2.8.2. Persyaratan aliran air buangan... 33

2.8.3. Dasar-dasar perhitungan... 36

2.8.4. Fluktuasi pengaliran... 38

2.9. Beban diatas saluran... 42

2.10. Perlengkapan Saluran... 43

2.10.1 Manhole... 43

2.10.2. Drop Manhole... 47

2.10.3. Terminal clean out... 47

2.10.4. Siphon... 48

2.10.5. Bangunan Penggelontor... 51

2.10.6. Junction dan Transition... 53

2.10.7. Belokan... 54

2.10.8. Stasiun Pompa... 55

2.10.9. Ventilasi... 56

2.11. Proses Pengolahan Air Limbah... 56

2.11.1. Pengolahan Pertama... 56

2.11.2. Pengolahan Kedua... 57

2.11.3. Pengolahan Ketiga... 57

2.11.4. Pembunuhan Kuman... 58

2.11.5. Pengolahan Lanjutan... 58

BAB III . METODOLOGI PENELITIAN... 61

3.1. Umum... 61

3.2. Gambaran umum wilayah kecamatan Medan Tuntungan... 61

3.3. Karakteristik Lokasi Studi... 65

3.4. Cara Pengumpulan data... 67


(7)

3.6. Analisis data... 70

BAB IV. ANALISA PEMBAHASAN... 76

4.1. Pengolahan air limbah... 76

4.2. Prinsip Pengolahan... 78

4.3. Pengolahan Pertama... 78

4.3.1. Pengendapan... 78

4.3.2. Pengentalan dan pengapungan... 80

4.4. Pengolahan Kedua... 81

4.4.1. Proses penambahan oksigen... 82

4.4.2. Pertumbuhan bakteri dalam reaktor... 84

4.5. Pengolahan Ketiga... 87

4.5.1. Saringan pasir... 87

4.5.2. Penyerapan (adsorbtion)... 88

4.5.3. Pengurangan besi dan mangan... 89

4.5.4. Osmosis bolak balik... 91

4.6. Pembunuhan Kuman (disinfection)... 92

4.7. Pengolahan Lanjut... 94

4.7.1. Proses pemekatan... 96

4.7.2. Proses stabilisasi... 96

4.7.3. Proses pengaturan... 98

4.7.4. Proses pengeringan... 98

4.7.5. Proses pembuangan... 100

4.8. Penyaluran Air Limbah... 102

4.8.1. Metode Proyeksi Penduduk... 103

4.8.2. Analisa debit air buangan... 104

4.8.3. Perhitungan dimensi pipa... 105

4.8.4. Perhitungan kecepatan aliran... 107

4.8.5. Perhitungan sumur pengumpul... 109

4.8.6. Perhitungan Pompa... 111

4.8.7. Perhitungan Debit banjir... 113


(8)

4.8.9. Perhitungan Bak pengendapan I... 126

4.8.10. Perhitungan dimensi saluran pembawa... 130

4.8.11. Perhitungan Bak pengendapan II... 133

4.8.12. Bak pengendapan terakhir... 139

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 141

5.1. Kesimpulan... 141

5.2. Saran... 143


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cubluk... 12

Gambar 2.2 Septic Tank... 13

Gambar 2.3 Beerput... 14

Gambar 2.4 Sistem Sanitasi Terpusat... 15

Gambar 2.5 Sistem Saluran terpisah... 16

Gambar 2.6 Sistem Penyaluran Kombinasi... 18

Gambar 2.7 Layout Saluran... 19

Gambar 2.8 Skema Small Bore Sewer... 20

Gambar 2.9 Sistem Penyaluran Tercampur... 22

Gambar 2.10 Sistem Penyaluran Kombinasi... 23

Gambar 2.11 Pola Jaringan Riol... 26

Gambar 2.12 pipa bulat lingkaran... 27

Gambar 2.13 Pipa Bulat Telur... 28

Gambar 2.14 Penempatan pemasangan saluran... 32

Gambar 2.15 Sistem Pengolahan Limbah... 59

Gambar 3.1 Lokasi komplek pesantren... 61

Gambar 3.2 Tampak Atas Komplek Pesantren... 65

Gambar 3.3 Sket Penyaluran air limbah... 74

Gambar 3.4 Sket Pengolahan air limbah... 75

Gambar 4.1 Bak Pengendapan Ideal... 79


(10)

Gambar 4.3 Aerasi dengan memasukkan udara... 83

Gambar 4.4 Aerasi dengan menggunakan baling-baling... 84

Gambar 4.5 Kurva Pertumbuhan Bakteri... 85

Gambar 4.6 Penggunaan activated sludge... 86

Gambar 4.7 Pengolahan Lumpur secara konvensional... 97

Gambar 4.8 Sket Sumur Pengumpul... 111

Gambar 4.9 Diagram estimasi waktu aliran... 116

Gambar 4.10 Penampang Saluran Drainase... 125

Gambar 4.11 Grafik hubungan fraksi tersisa terhadap Vs... 126

Gambar 4.12 Sket Bak Pengendapan I... 129

Gambar 4.13 Sket Bak Pengendapan II... 135


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan bahan saluran... 30

Tabel 2.2 Kemiringan saluran untuk tiap diameter... 34

Tabel 2.3 Jarak manhole menurut diameter... 44

Tabel 2.4 Jarak manhole menurut Kedalaman... 44

Tabel 3.1 Luas wilayah per kelurahan kecamatan Medan Tuntungan... 62

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk kecamatan Medan Tuntungan... 63

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk pria dan wanita kecamatan Medan Tuntungan... 63

Tabel 3.4 Jumlah Santri dan Santriwati Pesantren Raudhatul Hasanah... 67

Tabel 3.5 Jumlah Rata-rata aliran air limbah di daerah Pemukiman... 69

Tabel 4.1 Data karakteristik air buangan... 76

Tabel 4.2 Data hasil percobaan karakteristik air buangan... 77

Tabel 4.3 Standard kualitas air buangan... 77

Tabel 4.4 Banyaknya lumpur yang dihasilkan setiap Pengolahan... 95

Tabel 4.5 Luas areal yang diperlukan untuk bak pengering... 99

Tabel 4.6 Jumlah penduduk rata-rata dan kenaikan rata-rata Penduduk di komplek pesantren 2010-2020... 103


(12)

Tabel 4.8 Data Karakteristik Pompa... 112

Tabel 4.9 Analisa curah hujan metode log pearson... 114

Tabel 4.10 Curah hujan maksimum metode log pearson... 115

Tabel 4.11 Analisa curah hujan metode gumbel... 115

Tabel 4.12 Curah hujan maksimum metode gumbel... 115

Tabel 4.13 Rekapitulasi curah hujan maksimum... 115

Tabel 4.14 Waktu Konsentrasi... 117

Tabel 4.15 Koefisien Pengaliran... 119

Tabel 4.16 Intensitas Curah Hujan... 120

Tabel 4.17 Debit hujan rancangan... 123

Tabel 4.18 Karakteristik Partikel dikstrit dalam air buangan... 126

Tabel 4.19 Partisi fraksi partikel dikstrit... 127


(13)

DAFTAR SIMBOL

BOD = Biochemichal oxygen demand COD = Chemichal oxygen demand SS = Suspended Solid

TSS = Total suspendend solid VSS = Volatile suspended solid Q = Debit (m³/det)

Vs = Kecepatan Endapan (m/s) V = Kecepatan Aliran (m/s) L = Panjang Bak (m)

h = Kedalaman Bak (m)

P = Berat Jenis air buangan ( 1.027 kg/l)

P = Daya Pompa (KWH) w = Lebar Bak (m) η = Efisiensi pompa A = luas bak (m2)

Cs = Koefisien Pengaliran D = Diameter Pipa (mm)

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) R = Curah hujan (mm)

td = Waktu detensi (detik) Tc = Waktu Konsentrasi (menit)


(14)

ABSTRAK

Komplek pesantren Raudhatul Hasanah merupakan salah satu komplek pesantren terbesar dan terluas di daerah Sumatera Utara, peningkatan jumlah santri dan santriwati yang terus bertambah harus disertai oleh peningkatan kualitas lingkungan hidup dan sanitasi yang memadai. Maka untuk mendukung hal tersebut diperlukan adanya evaluasi terhadap kualitas air limbah dan perencanaan penyaluran air limbah tersebut.

Proses pengolahan yang digunakan dalam komplek pesantren ini adalah proses pengendapan, proses biologis, proses kimiawi dan proses lanjutan. Sistem penyaluran yang digunakan adalah sistem penyaluran terpisah dimana debit air limbah dipisah dengan debit air hujan.

Berdasarkan kualitas air buangan, ditentukan unit-unit yang digunakan untuk mengolah air limbah sehingga mutu air buangan yang di salurkan ke saluran drainase sudah sesuai dengan MENKLH No.03/MENKLH/II/1991. Unit itu adalah pengendapan I, aerasi (penambahan oksigen), penyaringan, pembunuhan kuman, pengendapan II, pengeringan. Sedangkan unit yang digunakan dalam sistem penyaluran air limbah tersebut yaitu: proyeksi penduduk, debit air buangan, dimensi sumur pengumpul, dimensi pipa dan dimensi bak pengendapan.

Dari studi ini didapatkan data-data antara lain: Pertambahan jumlah penduduk 10 tahun kedepan adalah sebesar 1395 jiwa yang terhitung mulai 2010 (2587 jiwa) – 2020 (3982 jiwa). Instalasi pengolahan air limbah menghasilkan 50% - 80% dari pemakaian air bersih yaitu 200 ltr/org/hari. Sedangkan dimensi daripada sumur pengumpul yang direncanakan yaitu panjang= 3.8 m, lebar= 5 m dan kedalaman= 2.32 m, bak pengendapan yang direncanakan terdiri dari 2 bak dengan panjang= 16 m, lebar =6 m dan kedalaman = 1-3 m, saluran pembawa yang digunakan adalah saluran tertutup (pipa) dengan diameter = 300 mm. Debit akhir air buangan yang disalurkan ke saluran drainase adalah 0.6 m3/hari dengan kandungan BOD 10 mg/l.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah adalah bekas air pemakaian, baik pemakaian rumah tangga maupun pemakaian dalam proses industri.

Cemaran atau timbulan air limbah domestik (rumah tangga) yang dominan umumnya bersifat organo-mikrobiologis dan umumnya berasal dari rumah tinggal, kantor-kantor institusi, fasilitas hotel, tempat hiburan, daerah komersil dan fasilitas umum lainnya yang digunakan masyarakat untuk menunjang kegiatan sehari-hari.

Di sisi lain, jika tingkat kontaminasi air limbah domestik ini tidak memenuhi persyaratan baku mutu badan air, maka diperlukan adanya penanganan yang berupa pengolahan yang optimal sebelum dialirkan ke badan air. Pada umumnya, pengolahan yang optimal sebelum dialirkan ke badan air. Pada umumnya, pengolahan dilakukan secara optimal di suatu tempat yang disebut sebagai Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB). Dan untuk mengalirkan timbulan air buangan menuju ke BPAB diperlukan suatu saluran air buangan. Dengan kata lain, sistem perencanaan penyaluran air buangan bertujuan untuk mengalir air buangan dari suatu pemukiman secara cepat ke suatu tempat atau BPAB yang tidak akan menimbulkan bahaya atau kerusakan bagi manusia dan lingkungan.

Prinsip penyaluran air buangan adalah membuat suatu sistem penyaluran yang mengalirkan air buangan dari sumber ke Bangunan Pengolah Air Buangan


(16)

(BPAB) melalui jarak yang sependek-pendeknya agar waktu penyaluran yang dibutuhkan singkat.

Masalah yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah pengaturan penyediaan energi potensial untuk mengalirkan air limbah secara gravitasi. Meskipun sebenarnya dapat diatasi dengan penggunaan pompa, namun hal itu akan menyebabkan biaya investasi yang mahal. Oleh karena itu teknologi yang akan diterapkan harus efisien dalam penggunaan energi potensial secara gravitasi. Namun pada beberapa kasus tertentu penggunaan pompa untuk menambah tekanan bagi aliran air buangan tidak dapat dihindarkan. Pada pemilihan pompa pun di harapkan pompa yang dipilih memiliki kualitas yang baik, biaya terjangkau, dan perawatannya mudah.

I.2 Latar Belakang

Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan gedung-gedung atau perumahan maka kebutuhan akan air semakin besar dan hasil dari penggunaan air tersebut pun akan semakin besar pula dengan kualitas air limbah yang sangat buruk dikarenakan adanya penggunaan zat-zat kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan disekitarnya, sehingga diperlukan pengaturan yang baik dalam pendistribusian air tersebut. Kebutuhan air yang semakin besar merupakan faktor utama meningkatnya debit.

Dalam perencanaan wilayah pemukiman banyak dijumpai kesalahan perencanaan saluran-saluran pembuangan yang mengakibatkan saluran yang direncanakan tidak dapat menampung debit puncak air buangan dari pemukiman tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak per rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor


(17)

koefisien perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau wilayah yang direncanakan. Kemudian dalam pengolahannya pun masih kurang direncanakan dengan baik dan hanya dilakukan dengan pengolahan sederhana yang dapat menghasilkan kualitas air limbah yang sangat buruk bagi lingkungan disekitarnya.

Sistem saluran pembuangan air limbah domestik ini adalah saluran tertutup yang mengarah ke sungai induk. Kondisi eksisting di komplek perumahan ini menggunakan sarana pembuangan limbah domestik yang ada berupa pemakaian septik tank (yang masih kurang optimal dalam peruntukkannya), komplek perumahan ini masih belum memiliki suatu instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik sebagai sarana sanitasi masyarakat secara terpusat, dengan direncanakannya suatu sistem penyaluran air buangan domestik diharapkan dapat: a. Mencegah penyebaran penyakit melalui media air buangan.

b. Mencegah pencemaran terhadap lingkungan. c. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan tercapainya hal-hal tersebut di atas maka dapat menunjang tercipta lingkungan masyarakat yang sehat dan produktif.

I.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis penyaluran air buangan dengan memuat perhitungan dan

pendimensian tiap unit sesuai dengan kebutuhan di lokasi studi, yaitu di lokasi pemukiman.

2. Membuat rencana pengolahan air limbah sehingga airnya dapat digunakan kembali.


(18)

3. Menganalisis dimensi saluran drainase yang tersedia di lokasi studi apakah masih memadai atau perlu pengembangan.

I.4 Ruang Lingkup Permasalahan

Permasalahan limbah atau air buangan domestik rumah tangga pada saat ini sudah menjadi masalah yang sangat serius, karena kualitas air limbah yang tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan, oleh karena itu kita harus dapat mengevaluasi pengolahannya dan sistem penyalurannya yang nantinya dapat mengurangi kualitas air limbah yang sudah sangat buruk bagi lingkungan di sekitarnya. Untuk ruang lingkup permasalahan ini penelitian hanya dilakukan pada komplek pemukiman yang merupakan komplek pesantren dengan luas area kurang lebih 10 ha. Sistem penyaluran air limbah di komplek pemukiman ini merupakan sistem penyaluran tercampur di mana sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan.

Hal-hal yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah: 1. Tinjauan terhadap kondisi lingkungan air limbah dan air limpasan hujan di

komplek pemukiman.

2. Penentuan jaringan penyaluran air buangan berdasarkan aspek ekonomis dan teknis.

3. Perhitungan kuantitas air buangan di komplek pemukiman.

4. Perhitungan dimensi pipa saluran berdasarkan kapasitas pembebanan serta bangunan pelengkap yang dibutuhkan.

5. Jenis Pengolahan yang digunakan sesuai dengan lokasi. 6. Perencanaan saluran drainase untuk air hujan.


(19)

Dari uraian di atas, pada penelitian ini akan di bahas analisa penyaluran air limbah dan pengolahannya di komplek pesantren.

I.5 Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Sesuai dengan tujuan dari penulisan tugas akhir ini maka batasan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pembahasan masalah sistem saluran air limbah dikhususkan pada komplek pemukiman khususnya komplek pesantren.

2. Pembahasan sistem saluran difokuskan pada perencanaan dimensi pipa saluran berdasarkan kapasitas pembebanan serta bangunan pelengkap yang dibutuhkan. 3. Pembahasan masalah air limbah ini ditinjau dari data curah hujan dan debit air limbah dari areal tersebut, serta karakteristik lahan di lokasi studi.

I.6 Metodologi Penelitian

Dalam menganalisa hasil penelitian ini maka penulis mencari bahan-bahan dan data – data yang diperlukan melalui:

1. Sumber Data

Data yang digunakan untuk penyusunan tugas akhir ini bersumber dari data lapangan hasil observasi pada instalasi pengolahan air limbah di Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah di jalan Letjen Jamin Ginting Km 11 Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara dan data kepustakaan yang bersesuaian dengan pokok bahasan, yaitu:

a. Gambaran umum kondisi wilayah studi. b. Jumlah Penduduk di komplek Pesantren.


(20)

c. Sistem penyaluran air limbah dan proses pengolahan air limbah. d. Sistem saluran drainase.

2. Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan tugas akhir ini meliputi data primer dan data sekunder. Data-data primer diperoleh dengan mengadakan kunjungan langsung di daerah perencanaan sehingga diperoleh kondisi eksisting pengolahan air limbah serta sistem penyaluran air buangan yang ada. Sedangkan data –data sekunder adalah meliputi data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dalam permasalahan dan penyelesaian sistem penyaluran dan pengolahan air limbah.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang berupa gambar desain, pengamatan terhadap proses pengolahan, perawatan dan mekanisme kerja serta data – data kualitas yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sistematis dan logis sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

4. Analisa Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah agar didapat kualitas air yang dihasilkan serta desain yang tepat untuk 10 tahun kedepan dan akan menjadi pembahasan terhadap proses – proses dalam pengolahan air limbah serta penyalurannya sehingga diperoleh kesimpulan yang berarti.


(21)

5. Evaluasi

Setelah dilakukan analisa data untuk selanjutnya dilakukan evaluasi atas hasil studi berkaitan dengan metode pengolahan air, dimensi dan desain bangunan, kualitas air, proses pengolahan dan perawatan dengan data – data kepustakaan dan standar yang berlaku.

I.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi tinjauan umum, latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi pembahasan, pembatasan masalah dan sistematika penulisan yang dipakai dalam tulisan ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini meliputi teori dan kriteria desain perencanaan penyaluran air buangan, sistem perpipaan, pola jaringan saluran, bentuk dan bahan saluran, penempatan saluran, kedalaman penanaman pipa, tinjauan hidrolik aliran dalam saluran penyaluran air buangan dan perlengkapan saluran dan karakteristik air limbah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK LOKASI STUDI

Bab ini meliputi data – data lingkungan menggambarkan kondisi fisik lokasi kajian, yaitu terdiri dari keadaan sanitasi lingkungan komplek pemukiman.


(22)

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN Bab ini membahas:

1. Perencanaan sistem penyaluran air buangan: berisi tentang perencanaan sistem penyaluran air buangan yang akan diterapkan di komplek pesantren, serta alternatif sistem penyaluran air buangan dan kriteria pemilihannya.

2. Pemilihan alternatif jalur perpipaan buangan: berisi penjelasan pemilihan alternatif jalur perpipaan dari sistem penyaluran air buangan yang efektif dan efisien serta yang memiliki tingkat feasibility yang tinggi sehingga memungkinkan untuk diterapkan di lapangan. Pemilihan alternatif ini bertujuan untuk menemukan sistem penyaluran yang paling baik diterapkan bila ditinjau dari segi ekonomi, teknik, pada saat pemeliharaan dan pengoperasiannya.

3. Penentuan dimensi jaringan pipa dan bangunan pelengkap yang berisi perhitungan debit air buangan, dimensi pipa, perletakannya dan bangunan pelengkap lainnya.

4. Perencanaan pengolahan air limbah berisi penjelasan karakteristik air limbah dan sistem pengolahan yang digunakan.

5. Penyaluran air limbah dan limpasan air hujan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyampaikan kesimpulan dari hasil peninjauan evaluasi

sistem penyaluran air buangan dan pengolahannya pada suatu pemukiman dilakukan di bab sebelumnya yang dilanjutkan dengan penyusunan


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga.

Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran maupun pengolahannya.

Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau saluran drainase.

Sistem penyaluran air limbah ini pada prinsipnya terdiri dari dua macam yaitu: sistem penyaluran terpisah dan sistem penyaluran campuran, dimana sistem penyaluran terpisah adalah sistem yang memisahkan aliran air buangan dengan limpasan air hujan, sedangkan sistem penyaluran tercampur menggabungkan


(24)

aliran air buangan dengan limpasan air hujan. Dalam hal ini pembahasan hanya mencakup sistem penyaluran air limbah terpisah. Kemudian sistem pengolahan limbah pun terdiri dari 2 macam yaitu sistem pengolahan on-site position dan sistem site position, yang akan ditinjau nantinya adalah sistem pengolahan off-site posistion dimana air limbah disalurkan melalui sewer (saluran pengumpul air limbah) lalu kemudian masuk ke instalasi pengolahan terpusat.

2.2 Sistem Penyaluran Air Buangan 2.2.1 Sistem Sanitasi Setempat

Sistem sanitasi setempat (On-site sanitation) adalah sistem pembuangan air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000) . Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.

Kelebihan sistem ini adalah:

a) Biaya pembuatan relatif murah.

b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi.

c) Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana. d) Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi. Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:


(25)

b) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan tidak dilakukan sesuai aturannya.

Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU 1989) antara lain:

• Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha.

• Kepadatan penduduk 200-5— jiwa/ha masih memungkinkan dengan syarat penduduk tidak menggunakan air tanah.

• Tersedia truk penyedotan tinja. 1. Cubluk (pit privy)

Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana. Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes air yang dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain lain (Sugiharto 1987). Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak, dengan potongan melintang sekitar 0.5-1.0 m2, dengan kedalaman 1-3 m. Hanya sedikit air yang digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di desain untuk waktu 5-10 tahun Beberapa jenis cubluk antara lain:

• Cubluk tunggal

Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi muka air tanah > 1 m dari dasar cubluk. Cocok untuk daerah dengan kepadatan < 200 jiwa/ha. Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah terisi 75%.

• Cubluk Kembar

Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan penduduk < 50 jiwa/ha dan memiliki tinggi muka air tanah > 2 m dari


(26)

dasar cubluk . Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75% dan selanjutnya lubang cubluk kedua dapat disatukan. Jika lubang cubluk kedua terisi 75%, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama dapat dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk tanaman .Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan kembali.

(Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Cubluk Kembar

2.Tangki Septik

Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa kompartemen yang berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung kotoran padat agar mengalami pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam jangka waktu tertentu. Untuk mendapat proses yang baik, sebuah tangki septik haruslah hampir terisi penuh dengan cairan, oleh karena itu tangki septik haruslah kedap air (Sugiharto 1987). Prinsip operasional tangki septik adalah pemisahan partikel dan cairan partikel yang mengendap (lumpur) dan juga partikel yang mengapung (scum) disisihkan dan diolah dengan proses


(27)

dekomposisi anaerobik. Pada umumnya bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan effluent berupa bidang resapan (sumur resapan). Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke atas,perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan tangki septik (Gambar 2.2):

• Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit.

• Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500 jiwa/ha.

• Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja.

• Tersedia lahan untuk bidang resapan.


(28)

3. Beerput

Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh karena itu bentuknya hampir seperti sumur resapan (Sugiharto 1987). Untuk penerapan sistem beerput, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu tinggi air dalam saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3 m dari dasar, jarak dengan sumur minimal 8 m, volume diameternya tidak boleh < 1m dan apabila dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0.9 m (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Beerput

2.2.2 Sistem Sanitasi Terpusat

Sistem Sanitasi Terpusat (Off site sanitation) merupakan sistem pembuangan air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000).


(29)

Gambar 2.4 Sistem Sanitasi Terpusat

2.2.3 Sistem Penyaluran Terpisah

Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/full sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000). Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain: 1. Periode musim hujan dan kemarau lama.

2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik. 3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.

4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar.


(30)

5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Sistem Saluran Terpisah

2.2.4 Sistem Penyaluran Konvensional

Sistem penyaluran konvensional (conventional Sewer) merupakan suatu jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa bangunan pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima. Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa lateral, dan pipa induk yang melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas (Maryam Dewiandratika, Sistem penyaluran air limbah 2002). Setiap jaringan pipa dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 meter, maka air buangan


(31)

harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan diri

(Gambar 2.6).

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran konvensional:

• Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor.

• Diameter pipa minimal 100 mm, karena membawa padatan.

• Aliran dalam pipa harus aliran seragam.

• Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0.6 m/det). Aliran dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan.

• Kecepatan maksimum pada penyaluran konvnsional 3m/detik.

Kelebihan sistem penyaluran konvensional adalah tidak diperlukannya suatu tempat pengendapan padatan atau tangki septik. Sedangkan kekurangan dari sistem penyaluran konvensional antara lain:

• Biaya konstruksi relatif mahal.

• Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran small bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan karakteristik berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem

konvensional bersambung ke saluran small bore sewer.

Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran konvensional:

•Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau dekat dengan daerah yang punya sistem ini.

•Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah perumahan mewah, pariwisata.


(32)

cukup tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan.

•Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan pengolahan sendiri.

•Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha dan umumnya Penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan sistem setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

Gambar 2.6 Sistem Penyaluran Konvensional

2.2.5 Sistem Riol Dangkal (shallow Sewer)

Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial Sewerage. Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah sistem ini mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih landai (Maryam Dewiandratika, Sistem Penyaluran air limbah 2002 ). Perletakan saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah. Shallow sewer sangat


(33)

tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan self clensing.

Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan dengan kepadatan tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki kemiringan tanah sebesar 1% Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan pengolahan mini.

(A) (B)

Gambar 2.7 Layout saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak teratur (A) dan teratur (B).

2.2.6 Sistem Riol Ukuran Kecil/Small Bore Sewer

Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang, hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat. Saluran tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini


(34)

lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional (Maryam Dewiandratika, sistem Penyaluran air limbah 2002).

Daerah pelayanan relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa persil dan servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa induk tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar. Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan sederhana (Gambar 2.8).

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini:

 Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan , tangki ini biasanya tangki septik.

 Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan.

 Aliran yang terjadi dapat bervariasi.

 Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing karena tidak harus membawa padatan.

 Kecepatan maksimum 3m/det.

Gambar 2.8 Skema Small Bore Sewer

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil:

 Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah tidak mampu lagi menyerap effluen tangki septik.


(35)

 Biaya pemeliharaan relatif murah.

 Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan.

 Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening.

 Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permebilitasnya jelek. Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil antara lain:

 Memerlukan lahan untuk tangki.

 Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.

2.2.7 Sistem Penyaluran Tercampur

Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 2.9).

Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan. buangan.


(36)

Gambar 2.9 Sistem Penyaluran Tercampur

Gambar 2.9 Sistem Penyaluran Tercampur

2.2.8 Sistem Kombinasi

Pada sistem penyalurannya secara kombinasi dikenal juga dengan istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan bangunan regulator ( Hardjosuprapto 2000).

Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air penerima.

Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak dimanfaatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di darah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara


(37)

konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Sistem Penyaluran Kombinasi

2.3.Sistem Perpipaan

Pada umumnya sistem perpipaan penyaluran air buangan terdiri dari: 1. Pipa Persil

Pipa persil adalah pipa saluran yang umunya terletak di dalam rumah dan langsung menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan. Memiliki diameter 3”- 4”, kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya antara debit dari persil dengan debit dari saluran pengumpul kecil sekali maka penyambungannya tegak lurus.

2. Pipa Servis

Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil yang kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter pipa servis sekitar 6”- 8”, kemiringan pipa 0.5 - 1%. Lebar galian pemasangan


(38)

pipa servis minimal 0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0.6 m. Sebaiknya pipa ini disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.

3. Pipa Lateral

Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk dialirkan ke pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diameter awal pipa lateral minimal 8”, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5 - 1%. 4. Pipa Cabang

Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa lateral. Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-masing pipa. Kemiringan pipa asekitar 0,2 - 1%

5. Pipa Induk

Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa cabang dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan. Kemiringan pipanya sekitar 0,2 - 1 %.

2.4 Pola Jaringan Saluran

Pola –pola jaringan yang umunya diterapkan pada sistem penyaluran air buangan (Ayi Fajarwati, penyaluran air buangan domestik 2000).

• Pola Perpendicular (Tegak Lurus)

Pola ini dapat diterapkan untuk sistem jaringan penyaluran air buangan pada sistem terpisah maupun tercampur, namun pada pola ini banyak diperlukan Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB).

• Pola Interceptor

Pola interceptor adalah pola sistem campuran terkendali yaitu ke dalam pipa riol hulu dimasukkan sejumlah tertentu air hujan dengan


(39)

pemasukkan terkendali. Ujung akhir riol hulu didesain melintas di atas riol interceptor, sedangkan outfall bypassnya menuju badan air penerima terdekat. Pola ini cocok untuk diterapkan di daerah pantai.

• Pola Zona

Pola Zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terbagi dua oleh adanya sungai di daerah pelayanan, dimana pipa penyebrangan atau siphon tidak mungkin atau sangat mahal untuk dibangun.

• Pola Kipas

Pola kipas adalah pola yang dapat diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak di suatu lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari dua cabang saluran, yang kemudian bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall atau BPAB.

• Pola Radial

Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah ke arah luar dimulai dari daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga diperlukan banyak BPAB.

Pola jaringa n riol ini dapat dilihat pada Gambar 2.12


(40)

b. Pola Zona/wilayah

c. Pola Kipas

d.Pola Radial


(41)

2.5 Bentuk dan Bahan Saluran 2.5.1 Bentuk Saluran

Dalam pemilihan bentuk saluran terdapat beberapa pertimbangan diantaranya:

 Segi konstruksi.

 Segi hidrolis pengaliran untuk menjamin pengaliran air buangan, kedalaman berenang minimum untuk sistem konvensional dan kecepatan aliran minimum harus terpenuhi.

 Ketersediaan tempat bagi penanaman saluran.

 Segi ekonomis dan teknis termasuk kemudahan memperoleh materialnya. Bentuk saluran yang banyak digunakan dalam jaringan pengumpul air buangan adalah lingkaran bulat dan telur.

1. Bentuk Lingkaran

Saluran bentuk lingkaran lebih banyak digunakan pada kondisi debit aliran konstan dan aliran tertutup. Biasanya pipa persil dan servis berbentuk bulat lingkaran.

Kondisi umum pengaliran saluran bulat lingkaran adalah: V max tercapai pada saat d = 0.815 D

Q max tercapai pada saat d = 0.925 D

d d D


(42)

2. Bentuk Bulat Telur

Saluran bentuk bulat telur, digunakan pada kondisi debit aliran tidak konstan dengan aliran tertutup dimana kondisi:

V max tercapai pada saat d = 0.89 D Q max tercapai pada saat d = 0.94 D

d D

Gambar 2.13 Pipa Bulat Telur Dari segi hidrolis, bentuk bulat telur ini mempunyai kelebihan:

• Kedalaman aliran lebih terjamin.

• Dapat mengatasi fluktuasi aliran dengan baik. Kekurangan bentuk saluran ini:

• Pemasangan pipa bulat telur lebih rumit dan lebih lama.

• Mempunyai resiko tidak kedap yang lebih tinggi setelah penyambungan

• Sukar diperoleh.

• Harga pipa bulat telur lebih mahal.

• Satuan panjang pipa bulat telur lebih pendek daripada pipa bulat Lingkaran sehingga pemasangannya tidak efisien.


(43)

2.5.2 Bahan Saluran

Pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat, mengingat di negara - negara berkembang termasuk Indonesia, memiliki sumber daya bahan bahan perlengkapan dan dana yang terbatas.

Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan bahan pipa adalah:

•Kondisi lapangan, drainase, topografi tanah.

•Sifat aliran dalam pipa, koefisien gesekan.

•Lifetime yang di harapkan.

•Tahan gesekan, asam,alkali,gas dan pelarut.

•Mudah penanganan dan pemasangannya.

•Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah.

•Jenis sambungan saluran kemudahan pemasangannya serta kedap air dan Mudah diperoleh di pasaran.

•Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya.

•Tersedianya pekerja terampil dan tenaga ahli dalam riolering sehingga dapat memilih pipa yang tepat dan ekonomis.

Dalam penyaluran air buangan ada beberapa bahan pipa yang biasa digunakan, yaitu:

 Pipa tanah liat (clay pipe).

 Pipa beton (concrete pipe).

 Pipa asbes (asbestos cement pipe).

 Pipa besi (cast iron).

 Pipa HDPE (High Density Polythilen).


(44)

Berikut adalah tabel perbandingan bahan saluran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan bahan saluran:

Tabel 2.1 Perbandingan Bahan Saluran Bahan Diameter

(inch)

Panjang (m)

Standar Korosif Dan erosi

Kekuatan Jenis sambungan 1.Reinforced

Concrete

12 -144 1.2-7.4 ASTMC 76

Tidak Tahan

Kuat Bell spigot

2. Tanah Liat 4 – 48 1 - 2 ASTMC 700

Tahan Mudah pecah

Mortar, rubber gasket 3. Pipa

Asbes

4 – 42 2.5 AWWA

C 400

Tidak tahan

Kuat Colar, rubber ring 4. Cast Iron 2 – 48 6.1 AWWA

C 100 Tidak tahan Sangat kuat Bellspigot, Flanged Mechanical 5. Pipa Baja 8 – 252 1.2 -4.6 AWWA

C 200

Tidak tahan

Kuat Bell

spigot,socket

6. PVC 4 – 15 3.2 ASTMD

302

Tahan Cukup Flexible, rubber,gasket

7. HDPE 6 – 36 6.3 ASTM

D3212

Tahan Kuat Rubbergasket ,tightbell, coupler. Sumber Metcalf & Eddy ,1991.

2.6 Penempatan dan Pemasangan Saluran

Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan/kondisi daerah pelayanan.

• Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila bagian kiri dan kanan jalan terdapat jumlah rumah yang hampir sama banyak.

• Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang satu bagian sisi mempunyai jumlah rumah yang lebih banyak daripada sisi lainnya, saluran


(45)

• Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika kedua sisi jalan tersebut terdapat banyak sekali rumah atau bangunan.

• Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya, perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai elevasi lebih tinggi.

• Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya dan mempunyai elevasi lebih inggi dari jalan, maka penempatan saluran dilakukan di tengah jalan.

a.

b.

c.


(46)

e.

Gambar 2.14 Penempatan dan Pemasangan Saluran

2.7 Kedalaman Penanaman Pipa

Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya adalah pipa persil, servis, lateral, dan induk. Kedalaman awal pemasangan pipa:

• Pipa Persil → (0.45-1.00) meter dari permukaan tanah.

• Pipa Servis → (0.88-1.20) meter dari permukaan tanah.

• Pipa awal lateral → (0.88-1.20) meter dari permukaan tanah. Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan tidak lebih dari 7 meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan pompa.

2.8 Tinjauan Hidrolika Aliran Dalam SPAB 2.8.1 Jenis Aliran

Jenis aliran yang berlangsung dalam sistem penyaluran air buangan: a. Aliran Terbuka

Terjadi pada seluruh perpipaan air buangan. Karakteristik dari aliran terbuka ini adalah :


(47)

• Unsteady (debit berubah terhadap waktu) dan kadang – kadang non-uniform (tidak seragam).

• Alirannya harus dapat menangkut material-material yang terkandung dalam air buangan.

b. Aliran air buangan bertekanan hidrolis.

Terjadi pada pipa siphon dan pipa perpompaan. Karakteristik dari aliran ini adalah:

• Alirannya berlangsung karena tekanan hidrolis.

• Steady dan uniform.

• Waktu berlangsungnya harus singkat (<10 menit) untuk mencegah septik. Bila melebihi 10 menit harus diinjeksikan udara dengan debit 1liter/menit/mm diameter pipa.

2.8.2 Persyaratan Aliran Air Buangan.

Aliran dalam perpipaan air buangan terutama untuk sistem konvensional (untuk sistem small bore sewer tidak diharuskan) harus memenuhi persyaratan:

• Self cleansing.

• Bebas dari terbentuknya H2S dan endapan. • Tidak menggerus.

1. Aliran yang self cleansing

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk aliran self cleansing (terutama untuk sistem konvensional, untuk sistem small bore sewer tidak diharuskan) yaitu:


(48)

• Aliran yang self cleansing harus memenuhi kriteria aliran dengan tegangan geser(Tc) sebesar = 0.33 – 0.38 kg/m.Kecepatan aliran terendah pada saat debit puncak berlangsung harus berkisar antara 0.6 – 3.0 m/detik.

• Kecepatan alirannya tidak mengakibatkan timbulnya gas hydrogen sulfide dan endapan.

Tabel 2.2 Kemiringan Saluran untuk Tiap Diameter. No Diameter (Φ) Kemiringan (%) Tipikal

Inch mm

1 4 100 0.45 – 7.4 1.2

2 6 150 0.40 – 4.93 0.6

3 8 200 0.39 – 3.70 0.4

4 10 250 0.29 – 2.96 0.38

5 12 300 0.22 – 2.47 0.37

6 14 350 0.17 – 2.11 0.37

7 15 400 0.15 – 1.85 0.36

8 16 410 0.14 – 1.64 0.36

9 18 460 0.12 – 1.64 0.36

10 21 530 0.10 – 1.34 0.36

11 24 610 0.08 – 1.23 0.36

12 27 690 0.07 – 1.06 0.35

13 30 760 0.06 – 2.99 0.35

14 36 910 0.05 – 0.82 0.35

15 42 1050 0.04 – 0.74 0.35

16 48 1200 0.03 – 0.74 0.35

17 54 1370 0.03 – 0.74 0.35


(49)

2. Aliran yang tidak menggerus

Penggerusan pada dinding perpipaan terjadi bila:

• Aliran melebihi batas kecepatan maksimal (V > 3 m/det)

• Terjadi aliran krirtis apabila aliran memiliki nilai bilangan Froude, Fr=1. Bila Fr > 1 maka aliran bersifat super kritis, kondisi seperti ini dapat merusak saluran dikarenakan kecepatan alirannya tinggi serta menimbulka turbulensi yang memungkinkan terjadinya penggerusan serta terjadi olakan yang cukup efektif untuk mempermudah lepasnya H2S dari air. • Aliran kritis dalam SPAB terjadi pada:

a. Perubahan kemiringan saluran

Pada perubahan kemiringan (di manhole) akan terjadi perubahan garis energi yang mempengaruhi karakteristik aliran. Persamaan kedalaman kritis.

Dc/D = 0.9/(q/A(gd)0.54)...(2.1) Keterangan:

Dc :Kedalaman kritis D :Diameter

Q :Debit (m3/detik) b. Loncatan Hidrolis

Loncatan hidrolis perlu diperhatikan karena pada kondisi ini terjadi turbulensi sehingga gas yang terlarut dalam air buangan akan terlepas ke udara dan akan mengakibatkan kerusakan dinding pipa baik akibat korosifitas maupun gaya gesek aliran turbulensi. Dalam perencanaan penyaluran air buangan, loncatan kuat yang turbulen harus dihindari


(50)

karena memiliki bilangan froude > 2.5 yang mencerminkan aliran yang turbulen.

c. Terjunan

Terjunan sangat berpotensial menimbulkan kerusakan pipa, untuk mengatasinya diusahakan pendesainan kemiringan saluran di hilir sekecil mungkin, yang akan mengakibatkan panjang loncatan diperkecil dan kedalaman meningkat sehingga efek loncatan dapat diperkecil (Fr kecil). Dalam SPAB terjunan biasanya terjadi pada drop manhole. d. Belokan

Yang perlu diperhatikan dari belokan adalah kehilangan tekan akibat perubahan arah oleh karena itu dalam perancangan, kehilangan tekan yang besar harus dihindari.

e.Pertemuan dua ruas saluran

Yang perlu diperhatikan pada pertemuan dua saluran ini adalah kondisi aliran sebelum dan sesudah pertemuan, tetap berlangsung seragam dan tidak mengalami perubahan karakteristik aliran.

2.8.3 Dasar – Dasar Perhitungan 1. Persamaan Kontinutas

Untuk suatu aliran tunak (steady), persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut: Q = A x v = konstan...(2.2)

Keterangan: Q : Debit aliran (m3/detik)

A : Luas penampang melintang saluran (m2) V : Kecepatan aliran (m/detik)


(51)

2. Dimensi Saluran

Setelah didapatkan debit aliran puncak dalam setiap sektor pelayanan kemudian dikalikan suatu faktor sehingga didapatkan debit pada saat penuh, baru dilakukan pendimensian pipa, yang pertama kali yang dilakukan dalam pendimensian adalah menghitung kemiringan tanah, yang dihitung dengan persamaan.

St = (E1-E2)/L...(2.3) Keterangan: St : slope tanah

E1 : elevasi tanah hulu (m) E2 : elevasi tanah hilir (m) L : jarak (m)

Setelah kemiringan tanah diketahui, akan didapatkan kemiringan saluran. Kemiringan saluran awal bisa diperkirakan dengan menganggap pipa induk sebagai satu pipa yang panjang. Kedalaman penanaman pipa di awal dan di akhir ditentukan. Setelah itu dihitung kemiringannya dengan persamaan diatas. Untuk menentukan kecepatan aliran digunakan Nomogram Manning, dengan menggunakan nilai kemiringan yang telah didapat. Jika kecepatan aliran tidak memenuhi syarat maka perhitungan dimulai lagi dengan cara menetapkan kecepatan yang memenuhi syarat pengaliran terlebih dahulu. Di dalam metode ini digunakan istilah kecepatan penuh sebagai media perhitungan.

Perhitungan dimensi pipa secara detail dilakukan setelah didapat kecepatan aliran yang memenuhi syarat. Persamaan yang di gunakan untuk mendapatkan dimensi pipa adalah sebagai berikut:


(52)

V = 1/n x R2/3 x S1/2 ...(2.4) Keterangan:

V : Kecepatan aliran (m/det) Q : Debit aliran (m3/det) n : Koefisien kekasaran

A : Luas penampang basah aliran R : Jari-jari hidrolis aliran (m2) S : Kemiringan saluran D : Diameter pipa (m)

Jika kecepatan aliran air buangan diinginkan untuk memenuhi persyaratan kecepatan swa bersih, maka persamaan lain yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

D = 1.23 (Qpb)0.4...(2.5) Keterangan:

D : Diameter Pipa (m)

Qpb : Debit puncak musim basah (m3/detik)

2.8.4 Fluktuasi Pengaliran

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kuantitas air buangan dan menjadi pertimbangan dalam perhitungan yaitu:

• Sumber air buangan

• Besarnya pemakaian air minum


(53)

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka dalam perencanaan saluran air buangan ada beberapa jenis debit air buangan yang menjadi dasar penentuan yaitu:

• Debit rata-rata air buangan (Qr)

• Debit inflow (Qinf)

• Debit harian maksimum harian (Qmd)

• Debit puncak air buangan (Qpeak)

• Debit minimum air buangan (Qmin)

1. Debit Rata-Rata (Qr)

Debit rata-rata air buangan yang berasal dari rumah tangga, fasilitas umum, fasilitas komersil dalam sebuah kota. Dari semua fasilitas tersebut, tidak semua terbuang menjadi air buangan dan terkumpul di saluran. Hal ini disebabkan karena beragamnya aktivitas yang dilakukan manusia. Menurut literatur, faktor timbulan air buangan berkisar antara 50%-80%. Untuk menghitung debit rata-rata digunakan persamaan berikut:

Qr = Fab x Qam...(2.6) Keterangan:

Qr : Debit rata – rata air buangan (L/detik) Fab : Faktor timbulan air buangan


(54)

2.Debit Rata-Rata Non Domestik

Debit rata-rata non domestik adalah debit air buangan yang berasal dari fasilitas umum, institusional, industri dan pemerintahan. Besarnya debit air buangan non domestik tergantung dari pemakaian air dan jumlah penghuni fasilitas-fasilitas tersebut.

Qnd = Fab x Qam(nd)... .(2.7)

Keterangan:

Qnd : Debit rata-rata air buangan non domestik (L/detik). Fab : Faktor timbulan air buangan.

Qam(nd) : Besarnya kebutuhan rata-rata air minum non domestik.

3. Debit Infiltrasi

Dalam suatu sistem penyaluran air buangan, terdapat kemungkinan terjadinya pertambahan jumlah air yang masuk ke saluran yang berasal dari infiltrasi air tanah dan resapan air hujan. Dalam kondisi ideal, air yang masuk maupun keluar dari sistem penyaluran tidak dibenarkan, tetapi infiltrasi tidak dapat dihindarkan sepenuhnya karena hal berikut:

• Jenis-jenis bahan saluran dan bahan sambungan yang digunakan.

• Pengerjaaan sambungan pipa yang kurang sempurna.

• Kondisi tanah dan air tanah.

Persamaan yang dipakai untuk menghitung debit infiltrasi yaitu: Qinf = Cr.P.Qr + L.qinf...(2.8) Keterangan:

Qinf : Debit infiltrasi (L/detik)


(55)

qinf : Debit inflow (L/detik)

Cr : Koef.infiltrasi rata-rata daerah persil = 0.2-0.3 P : Populasi

L : Panjang lajur pipa lateral (km). 4. Debit Puncak (Qpeak)

Debit puncak didapat dari hasil perkalian antara faktor puncak dengan debit rata-rata. Untuk menghitung faktor puncak dari beberapa literatur diketahui sebagai berikut:

1. Persamaan Babbit Fp = 5/P0.2...(2.9) 2. Persamaan Harmon Fp = 14/(4+p0.5)...(2.10) 3. Persamaan Fair & Geyer Fp = (18+(P)0.5)/(4+P)0.5)... (2.11) 4. Persamaan Melbourne & Metropolitan Board Of Works (MMBW) Fp = (2.25+(15x106)/P1.414)1/6...(2.12) Keterangan:

Fp : Faktor puncak. P : Jumlah Penduduk.

Untuk mencapai debit puncak, persamaan yang digunakan adalah: Qpeak = Fp x Qmd + Cr.P.Qr + L/.qinf...(2.13) Keterangan:

P : Jumlah Populasi yang dilayani ( jiwa). Qmd : Debit maksimal = 1.15 Qr (L/detik) Qr : Debit rata-rata (L/detik)

L : Panjang pipa (m).

Cr : Koefisien infiltrasi daerah persil = 0.2 qinf : Debit Infiltrasi


(56)

5. Debit Minimum Air Buangan (Qmin)

Debit minimum adalah debit air buangan pada saat pemakaian air minimum. Debit minimum ini digunakan dalam menentukan kedalaman minimum, untuk menentukan perlu tidaknya penggelontoran.

2.9 Beban di Atas Saluran

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembebanan pada saluran: 1. Kedalaman pemasangan saluran.

2. Lebar Galian.

3. Berat dan kerapatan tanah penimbun. 4. Volume beban bergerak di atas saluran. a. Pembebanan Saluran Akibat Beban Diam

Besarnya beban vertikal pada saluran akibat timbunan dihitung dengan persamaan Marston.

W = c x w x B2 ...(2.14) Keterangan:

W : Beban diatas pipa ( Newton/m).

C : koefisien pembebanan tergantung jenis tanah dan perbandingan kedalaman dan lebar pasir galian.

W : berat jenis tanah penimbunan (Kg/m3). B : 1.5d + c → d: diameter pipa (m).


(57)

b. Pembebanan saluran akibat beban bergerak (Roda Kendaraan)

Pembebanan saluran akibat beban bergerak diperhitungkan sebagai persentase dari beban diam. Sedangkan total pembebanan yang diterima saluran adalah penjumlahan dari pembebanan akibat beban diam dan akibat beban bergerak.

2.10 Perlengkapan Saluran 2.10.1 Manhole

Manhole adalah salah satu bangunan perlengkap sistem penyaluran air buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda.

Manhole dapat ditempatkan pada:

 Permulaan saluran lateral.

 Setiap perubahan arah: vertikal, yaitu pada ketinggian terjunan lebih besar dari dua kali diameter digunakan jenis drop manhole. Horizontal, pada belokan lebih besar 22.50.

 Setiap perubahan diameter.

 Setiap perubahan bangunan.

 Setiap pertemuan atau percabangan beberapa pipa.

 Setiap terjadi perubahan kemiringan lebih besar dari 450.

 Sepanjang jalan lurus, dengan jarak tertentu dan sangat tergantung pada diameter saluran.


(58)

a. Penempatan dan jarak antar Manhole

Berikut adalah tabel jarak perletakan manhole menurut diameter saluran. Tabel 2.3 Jarak Manhole Menurut Diameter

Diameter (mm) Jarak Antar Manhole (m) < 200

200 – 500

500 – 1000 >1000

50 – 100 100 – 125 125 – 150 150 – 200

Sumber: Hardjosuprapto, 2000.

Salah satu syarat utama manhole adalah besarnya diameter manhole harus cukup untuk pekerja dan peralatannya masuk kedalam serta dapat mudah melakukan pekerjaannya, diameter manhole bervariasi sesuai dengan kedalaman manhole.

Berikut adalah tabel ukuran diameter manhole menurut kedalaman: Tabel 2.4 Diameter manhole menurut kedalaman Kedalaman (m) Diameter (m) < 0.8

0.8 – 2.5 > 2.5

0.75 1.00 – 1.20 1.20 – 1.80 Sumber: Hardjosuprapto, 2000.

b. Bentuk dan Dimensi Manhole

Terdapat beberapa bentuk manhole yang dapat digunakan untuk daerah pelayanan dengan kondisi tertentu:

1. Bentuk persegi panjang atau bujur sangkar, digunakan apabila - Beban yang diterima kecil.


(59)

- Kedalaman kecil (75-90 cm).

- Pada bangunan siphon, dimensi 60 cm x 75 cm, 75 cm x 75 cm tidak memerlukan tangga karena pengoperasiannya cukup dari permukaan tanah.

2. Bentuk bulat, digunakan apabila

- Beban yang diterima besar, baik vertikal maupun horizontal. - Kedalaman besar.

- Dimensinya berdasarkan kedalaman.

c. Kriteria Manhole

Berikut adalah kriteria/persyaratan manhole:

 Manhole harus ditutup dengan tutup yang dilengkapi kunci, agar tidak dibuka/dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

 Bersifat padat dan kokoh.

 Kuat menahan gaya-gaya dari luar.

 Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi.

 Dinding dan pondasinya kedap air.

 Terbuat dari beton atau pasangan batu kali. Jika diameternya > 2.50 m, konstruksinya beton bertulang.

 Bagian atas dinding manhole, sebagai perletakan tutup manhole, merupakan konstruksi yang flexibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan level

permukaan jalan yang mungkin berubah, sehingga tutup manhole tidak menonjol atau tenggelam terhadap permukaan jalan.


(60)

d. Konstruksi Manhole

Ketebalan dinding manhole serta lantai kerja tergantung pada:

 Kedalaman.

 Kondisi Tanah.

 Beban yang diterima.

 Material yang digunakan.

Umumnya ketebalan manhole adalah 5” – 9” (125–225 mm ) Perumusan ketebalan dinding

T = 2 + d/2 (inchi)

D = diameter manhole (ft)

Bahan yang digunakan adalah konstruksi beton, pasangan batu kali, pasangan batu bata. Pada bagian atasnya digunakan ‘precast concrete’.

e. Lantai Kerja

Persyaratan lantai kerja adalah luasnya cukup untuk orang berdiri dan menyimpan peralatan pembersih. Kemiringan lantai dasar 8%. Persyaratan ketebalan lantai dasar sama dengan ketebalan dinding manhole. Untuk saluran berdiameter besar, lantai dasarnya berupa papan injakan yang ditempatkan melintang saluran atau pada salah satu dinding manhole.

f. Saluran pada manhole

Saluran pada manhole dapat berbentuk U (U-shaped) atau setengah lingkaran. Kedalaman saluran sama dengan diameter pipa air buangan agar tidak terjadi luapan pada lantai dasar. Kemiringan salurannya 2.5%. Permukaan saluran


(61)

dilapisi dengan semen sehingga halus. Untuk kondisi tanah yang buruk, digunakan sambungan flexible point.

2.10.2 Drop Manhole

Drop Manhole adalah bangunan yang dipasang jika elevasi permukaan air pada riol penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar dari 0.6 meter (2 ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu manhole pertemuan. Sebelum sampai di riol pertemuan itu, riol pemasukkannya harus dibelokkan terlebih dahulu miring atau vertikal ke bawah di luar manhole dengan sambungan Y atau T.

Drop Manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya spalshing air buangan yang dapat merusak dasar manhole serta mengganggu operator. Selain itu drop manhole pun berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk

dalam saluran.

Dua jenis drop manhole yang sering digunakan: a. Tipe Z (pipa drop 900)

b. Tipe Y (pipa drop 450)

2.10.3 Terminal Clean Out

Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan pada ujung awal saluran, pada jarak 150-200 ft dari manhole. Jarak antar cleanout berkisar 250-300 ft. Cleanout berfungsi sebagai:

• Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral.


(62)

• Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan.

• Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor.

• Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.

• Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan namun untuk menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”.

2.10.4 Siphon

Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal / miring. Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah, saluran irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih rendah dari elevasi dasar saluran riol.

a. Kriteria perencanaan

• Diameter minimum 15 cm namun untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm) namun untuk menghindari penyumbatan siphon harus dilengkapi pipa penguras (drain).

• Pipa harus terisi penuh.

• Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran atau buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0.6-0.9) m/detik.

• Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan.

• Perencanaan harus mempertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan maksimum.

• Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk memudahkan pembersihan.


(63)

b. Pendimensian

Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas Q = A.V=1/4 π D2

...(2.15) Keterangan:

Q : Debit air buangan (m3/detik)

V : Kecepatan aliran dalam siphon (m/detik) D : Diameter pipa siphon (m)

c. Kehilangan Tekanan

Kehilangan tekanan dalam siphon berperan dalam perencanaan siphon, dengan mengetahui kehilangan tekanan maka perbedaan ketinggian awal dan akhir saluran siphon dapat ditentukan dengan tepat. Berikut persamaan untuk menentukan kehilangan tekanan:

h = v2/2g (1+a+b.L/D)...(2.16) a = 1/v-1

b = 1,5 (0.019819+0.0005078) Keterangan:

h : Kehilangan tekanan sepanjang siphon

a : Koefisien kontraksi pada mulut dan belokan pipa b : Koefisien gaya gesek antar air dengan pipa L : Panjang pipa

D : Diameter pipa

Agar pengaliran berjalan lancar, elevasi awal siphon harus lebih tinggi dari elevasi akhir siphon. Tinggi yang dibutuhkan adalah headloss selama pengaliran yang berasal dari entrance loss, headloss sepanjang pipa dan headloss dibelokan.


(64)

d. Inlet Chamber

Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan yang sifat alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan, selain itu inlet chamber pun berfungsi untuk mendistribusikan air buangan ke dalam masing-masing pipa siphon sesuai dengan kondisi alirannya. Inlet chamber berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dilengkapi dengan unit pembagi aliran.

Dimensi:

 Lebar = diameter pipa air buangan + diameter pipa siphon aliran rata-rata + diameter pipa siphon aliran max + 2”.

 Panjangnya disesuaikan dengan panjang manhole.

 Ketinggiannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi overflow ke dalam manhole di sampingnya.

e. Outlet chamber

Fungsi outlet chamber adalah kebalikan dari inlet chamber. Bentuk dimensinya sama dengan inlet chamber hanya dilengkapi dengan sekat dan terjunan agar alirannya tidak kembali masuk ke pipa siphon lainnya. Dimensi sekat memiliki ketinggian yang disesuaikan dengan kedalaman alirannya sedangkan ketinggian terjunan dipertimbangkan terhadap kedalaman penanaman pipa air buangan.


(65)

f. Drain

Untuk pembersihan pipa bagian dasar, diperlukan pipa drain yang menyalurkan kotorannya ke bak penampung yang terdapat dalam manhole, selanjutnya dipompa. Bentuknya berupa pipa horizontal yang dihubungkan dengan pipa siphon dan menggunakan ‘Y connection’ serta dilengkapi dengan valve. Diameternya sama dengan diameter pipa siphon. Tempat penyambungannya pada bagian sisi pipa siphon yang menurun.

2.10.5 Bangunan Penggelontor

Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah pengendapan kotoran dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran dalam saluran, dan menjaga kedalaman air pada saluran. Penggelontoran diperlukan untuk penyaluran air buangan dengan sistem konvensional, sementara penyaluran air buangan dengan menggunakan sistem Small Bore Sewer (SBS), tidak memerlukan penggelontoran, karena pipa saluran hanya mengalirkan effluent cair dari air buangan tidak berikut padatannya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan penggelontor ini adalah, air penggelontor harus bersih tidak mengandung lumpur, pasir, dan tidak asam. Basa atau asin, selain itu air penggelontor tidak boleh mengotori saluran.

a. Jenis Penggelontoran

Berdasarkan kontinuitasnya, penggelontoran dibagi menjadi dua: 1. Sistem Kontinu

Penggelontoran dengan sistem kontinu, adalah sistem dimana penggelontoran dilakukan secara terus menerus dengan debit konstan. Dalam perencanaan


(66)

dimensi saluran tambahan debit air buangan dari penggelontoran harus diperhitungkan.

Dengan menggunakan sistem kontinu maka, kedalaman renang selalu tercapai, kecepatan aliran dapat diatur, syarat pengaliran dapat terpenuhi, tidak memerlukan bangunan penggelontor di sepanjang jalur pipa, tetapi cukup berupa bangunan pada awal saluran atau dapat berupa terminal cleanout yang dihubungkan dengan pipa transmisi air penggelontor. Selain itu, kelebihan dari penggunaan sistem kontinu ini adalah kemungkinan saluran tersumbat kecil, dapat terjadi pengenceran air buangan, serta pengoperasiannya mudah.

Sedangkan kekurangannya yaitu, debit penggelontoran yang konstan memerlukan dimensi saluran lebih besar, terjadi penambahan beban hidrolis pada BPAB.

2. Sistem Periodik

Dalam sistem periodik, penggelontoran dilakukan secara berkala pada kondisi aliran minimum. Penggelontoran dilakukan minimal sekali dalam sehari. Dengan sistem periodik, penggelontoran dapat diatur sewaktu diperlukan, debit gelontor akan sesuai dengan kebutuhan.

Dimensi saluran relatif tidak besar karena debit gelontor tidak diperhitungkan. Penggunaan sistem penggelontoran secara periodik, akan menyebabkan lebih banyaknya unit bangunan penggelontor di sepanjang saluran, selain itu ada kemungkinan pula saluran tersumbat oleh kotoran yang tertinggal.

b. Volume Air Penggelontor

Volume air gelontor tergantung pada:


(67)

 Panjang pipa yang digelontor

 Kedalaman minimum aliran pada pipa yang digelontor.

Untuk perencanaan penggelontoran sistem kontinu perhitungannya dilakukan bersama dengan perhitungan dimensi penyaluran air buangan, sedangkan untuk sistem periodik perhitungan perencanaannya sebagai berikut:

V gelontor = tg x Qg...(2.17)

Keterangan:

V gelontor : Volume air gelontor (m3) Tg : Waktu gelontor (detik) Qg : Debit air gelontor (m3/detik)

c. Alternatif Sumber Air Penggelontor

Air penggelontor dapat berasal dari berbagai sumber. Air penggelontor dapat berasal dari air buangan dalam pipa riol itu sendiri atau air dari luar seperti air tanah, air hujan, air PDAM, air sungai, danau dan sebagainya. Air penggelontor yang dari luar harus tawar (bukan air asin), untuk menghindari terjadinya penambahan kadar endapan/suspensi atau kadar kekerasan dan kontaminan yang lebih besar.

2.10.6 Junction dan Transition

Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambungkan satu atau lebih saluran pada satu titik temu dengan saluran induk. Junction ini dilengkapi dengan manhole agar memudahkan pemeliharaan, karena penyumbatan akibat akumulasi lumpur sering terjadi.


(68)

Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambung saluran bila terjadi perubahan diameter dan kemiringan. Transition juga dilengkapi dengan manhole.

Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya energi aliran, untuk memperkecil kehilangan energi, maka perlu dipenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu harus seragam

 Dinding saluran dibuat selicin mungkin

 Perubahan sudut aliran pada junction tiadak boleh terlalu tajam. Sudut pertemuan antara saluran yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang keluar (saluran utama) maksimum 450.

2.10.7 Belokan

Dalam pembuatan belokan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu:

 Dinding saluran harus selicin mungkin.

 Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun kemiringan saluran.

 Untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging, perlu dibuat manhole.

 Untuk meminimalisir kehilangan energi akibat belokan, maka perlu dihindari radius lengkung belokan yang sangat pendek. Batas bentuk radius lengkungan dari pusat adalah lebih besar dari 3 kali diameter saluran.


(69)

2.10.8 Stasiun pompa

Stasiun pompa terdiri sumuran pengumpul (wet well / sump well) yang berfungsi sebagai suatu reservoir penyeimbang untuk menahan perbedaan volume air buangan yang masuk dan volume air buangan yang dapat dikeluarkan pompa, juga sebagai bak ekualisasi untuk memperkecil beban fluktuasi pompa. Jumlah dan lokasi stasiun pompa biasanya ditentukan dari perbandingan biaya konstruksi dan operasi serta perawatan, dengan biaya konstruksi dan perawatan saluran berdiameter besar dan dangkal. Jenis pompa untuk air buangan diantaranya:

1) Pompa sentrifugal 2) Pneumatic ejector 3) Screw pump

Untuk penyaluran air buangan, umumnya digunakan pompa sentrifugal bertipe non clogging, yang dapat membawa air buangan yang mengandung partikel padat. Klasifikasi pompa sentrifugal:

1) Axial flow/propeller pumps 2) Mixed flow/angle flow 3) Radial flow pump

Penggolongan klasifikasi pompa ini biasanya ditentukan oleh spesifik speed (Ns) pada titik efisiensi maksimum dan dapat dilihat sebagai berikut :

Ns = N.Q1/2 (H3/4)...(2.18) Keterangan:

N : Rotasi impeller (rpm)

Q : Debit pada efisiensi optimum H : Total head (feet)


(70)

2.10.9 Ventilasi

Ventilasi adalah bangunan pelengkap sistem penyaluran air buangan yang berfungsi:

 Untuk mencegah terakumulasinya gas-gas yang eksplosif dan juga gas-gas yang korosif.

 Untuk mencegah terlepasnya gas-gas berbau yang terkumpul pada saluran.

 Untuk mencegah timbulnya H2S sebagai dekomposisi zat-zat organik

dalam saluran.

 Untuk mencegah terjadinya tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer yang dapat menyebabkan aliran balik pada water seal alat-alat palmbing.

2.11 Proses Pengolahan Air Buangan

Pengolahan air limbah domestik pada suatu Instalasi Pengolahan air limbah (IPAL) dapat dilakukan dalam 5 tahap yaitu:

1. Pengolahan Pertama 2. Pengolahan Kedua 3. Pengolahan Ketiga 4. Pengolahan Kuman 5. Pengolahan Lanjutan

2.11.1 Pengolahan Pertama

Pengolahan Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur baik itu untuk mensortir kerikil, lumpur, dan memisahkan lemak yang dilakukan dengan cara pengendapan atau pengapungan.


(71)

2.11.2 Pengolahan Kedua

Pada pengolahan kedua ini umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada didalamnya. Dalam pengolahan ini terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis antara lain:

1. Proses penambahan oksigen. 2. Proses pertumbuhan bakteri

Kemudian pada proses ini juga akan dibahas tentang kurva pertumbuhan bakteri yang nantinya terjadi beberapa tahap dan juga akan terjadi penggunaan aktivated sludge konventional dan juga akan terjadi proses aerasi yaitu memasukkan udara kedalam tangki aerasi.

2.11.3 Pengolahan Ketiga

Pada pengolahan ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, pada pengolahan ini akan terjadi pengolahan secara kimiawi yang akan terjadi reaksi reaksi secara kimia akibat adanya penambahan zat kimia baik itu seperti karbon aktif maupun aluminium aktif. Pengolahan ini dilakukan dengan cara penyaringan baik itu penyaringan secara lambat, cepat dan juga akan terjadi penyerapan dan pengurangan besi dan mangan.


(72)

2.11.4 Pembunuhan Kuman (Desinfection)

Pada pengolahan ini bertujuan untuk pembunuhan bakteri yang nantinya bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air. Pada pengolahan ini akan terjadi reaksi kimiawi dengan adanya reaksi klorin yang bertujuan untuk membunuh bakteri.

2.11.5 Pengolahan Lanjutan

Pengolahan ini merupakan pengolahan terakhir ataupun dapat dikatakan pengolahan daur ulang maksudnya di sini adalah hasil dari pengolahan limbah tersebut di proses untuk nantinya dapat digunakan untuk kehidupan baik itu sebagai pupuk maupun air baku yang di salurkan ke sungai. Pada pengolahan ini hasil terakhir dari pengolahan limbah tersebut yaitu lumpur akan diproses lagi adapun proses yang dilakukan adalah:

1. Proses pemekatan 2. Proses Stabilisasi 3. Proses Pengeringan 4. Proses pembuangan


(73)

Dengan melihat proses tersebut di atas maka pengolahan air limbah tersebut dapat dikelompokkan dalam:

a. Proses pengolahan secara fisik yang terjadi pada Saringan kasar, penangkap pasir, pengendapan I dan pengendapan II.

b. Proses pengolahan secara biologi yang terjadi pada Aerasi dan pengaktifan lumpur karena pada proses tersebut terjadi pengaktifan mikroorganisme secara aerobic.

c. Proses pengolahan secara kimia yang terjadi pada aerasi karena pada bangunan ini terjadi pengikatan oleh oksigen terhadap unsur maupun senyawa yang terdapat pada air limbah.

Gambar 2.15 Sistem Pengolahan Limbah


(1)

4.8.12 Bak Pengeringan

Pada bak pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan lumpur hasil dari bak pengendapan II. Dengar menggunakan bantuan media saringan pasir, dan penyinaran matahari yang langsung menyinari bak tersebut.

• Periode pengeringan = 10 – 15 hari. Kriteria Desain:

• Lapisan pasir = 230 – 300 mm.

• Tebal lumpur = 100 – 300 mm.

• Koefisien keseragaman = 4

• Effective Size = 0.3 – 0.75 mm.

• Kecepatan aliran air di underdrain = 0.75 m/dt

• Periode pengeringan = 10 hari. Data Perencanaan:

• Tebal lapisan lumpur = 100 mm.

• Tebal pasir halus = 100 mm.

• Tebal pasir kasar = 55 mm.

• Tebal kerikil halus = 55 mm.

• Tebal kerikil sedang = 55 mm.


(2)

• Berat lumpur dari bak Pengendapan II, W. Perhitungan:

hari kg

W 230.562 /

10 100 125 . 27 85 .

0 ⋅ ⋅ =

=

• Volume lumpur/hari, V.

hari m lt kg hari kg BJ W

V 0.22 /

/ 027 . 1 / 562 .

230 = 3

= =

• Volume Sludge Drying Bed, V.

. 2 . 2 10 / 0.22m td Q

V= ⋅ = 3 harihari= m3

• Kandungan solid dalam lumpur = 10 %.

• Kandungan air = 90% = 90%⋅2.2m3 /hari=1.98m3 /hari.

• Kandungan air yang teruapkan = 30 %.

• Kandungan air yang menyerap = 70 %

hari m hari

m

Qfiltrasi=70%⋅1.98 3 / =1.38 3

• Debit effluen air buangan, Q.

hari m hari m hari m Qfiltrasi Qtotal


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan studi dan pengamatan terhadap pengolahan air limbah (IPAL) dan penyalurannya di komplek Pesantren Raudhatul Hasanah maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

• Proyeksi jumlah penduduk ataupun santri yang digunakan adalah Metode Bunga Berganda dikarenakan agar arah perkembangan komplek pesantren terus meningkat baik itu fasilitasnya maupun utilitasnya, sehingga didapat pertambahan penduduk atau santri selama 10 tahun kedepan adalah sebesar

1395 jiwa yang terhitung mulai 2010( 2587 jiwa) – 2020(3982 jiwa).

• Instalasi pengolahan air limbah di Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah menghasilkan air buangan 50% - 80% dari hasil pemakaian air bersih yaitu sebesar 200 liter /orang/hari.

• Debit yang disalurkan ke drainase Q = 0.6 m3/hari dengan kandungan BOD = 10 mg/l < 20 mg/l (Standard kualitas air buangan).

• Inventaris dari penyaluran air limbah adalah: 1. Diameter pipa yang digunakan adalah: - Pipa Persil dengan diameter: 500 mm - Pipa Lateral dengan diameter: 300 mm


(4)

2. Dimensi dari sumur pengumpul dan bak pengendapan - Sumur Pengumpul berbentuk balok

Panjang: 3.8 meter Lebar: 5 meter Tinggi: 2.32 meter

- Bak Pengendapan I berbentuk Balok dibagi menjadi 3 bak Panjang: 16 meter

Lebar: 6 meter Tinggi: 1 meter

- Bak Pengendapan II berbentuk balok dibagi menjadi 3 bak Panjang: 16 meter

Lebar: 6 meter Tinggi: 3 meter

3. Saluran pembawa digunakan saluran tertutup yang berfungsi mengalirkan Dari 1 bak ke bak yang lain.

Dmax = 500 mm Drata-rata = 300 mm Dmin = 250 mm


(5)

5.2 Saran

Terdapat beberapa saran yang perlu dipertimbangkan setelah tersusunnya studi dan pengamatan pengolahan air limbah dan penyalurannya, yakni:

1. Diharapkan kepada pihak Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah dapat mengaplikasikan hasil studi ini di lapangan agar kedepannya tidak merusak lingkungan yang berada di sekitarnya.

2. Perlu dilaksanakannya pemeliharaan rutin pada saluran air limbah baik itu bak pengendapan maupun sumur pengumpul dan saluran drainase di komplek pesantren ini.

3. Partisipasi dan kesadaran penduduk (santri dan santriwati ) diharapkan dapat menjaga saluran yang telah ada untuk tidak membuang sampah dan merusak saluran tersebut, baik itu saluran air limbah maupun saluran drainase.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chow Ven Te, 1991, Hidrolika Saluran Terbuka, Jakarta: Erlangga.

Giles Ranald V, 1996, Mekanika Fluida dan Hidraulika, Jakarta: Erlangga.

Gordon M.Fair,1966 ,Water and Wastewater Enggineering Volume I, New York:Mc Graw Hill.

Gordon M.Fair,1966, Water and Wastewater Enggineering Volume II, New York:Mc Graw Hill.

I Made Wirartha,2006,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian,Skripsi dan Tesis, Yogyakarta:ANDI

Insani Soraya Dian, 2007, Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik Kota Pontianak, Bandung: ITB.

Metcalf & Eddy, 1991, Wastewater Enggineering, New York: McGraw Hill.

Perdana Ginting ,2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan limbah Industri, Jakarta:UI.

Ricki E Mulia,2004, Kesehatan Lingkungan, Jakarta:UIEU.

Seyhan Ersin ,1977, Dasar-dasar hidrologi , Editor Soenardi Prawirohatmodjo, Yogyakarta: UGM Press.