4. Tidak boleh menjilati sumpit neburibashi.
5. Tidak boleh menusuk makanan seperti kentang dan sebagainya
dengan sumpit tsukibashi. 6.
Tidak boleh memutar-mutar di atas piring untuk memilih makanan dengan sumpit mayoibashi.
7. Tidak boleh memasukkan makanan sampai penuh ke mulut dengan
sumpit koibashi. 8.
Tidak boleh mencicipi sesuatu di piring dengan sumpit. 9.
Tidak boleh menghisap sup dari sumpit. 10.
Tidak boleh menggerakkan piring ke dekat anda dengan sumpit.
3.2 Pola Makan Orang Jepang
Masakan Jepang atau Nihon Ryori adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara khas di Jepang dan
tentunya menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam Bahasa Jepang makanan Jepang disebut dengan
Nihonshoku atau Washoku. Masakan atau makanan Jepang mempunyai sejarah yang cukup
panjang. Orang Jepang mulai makan nasi sejak Zaman Jomon. Lauknya berupa makanan yang direbus nimono, dipanggang, atau dikukus. Cara
mengolah makanan dengan menggoreng mulai dikenal sejak Zaman Asuka, dan berasal dari semenanjung Korea dan Cina. Teh dan masakan biksu
diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan masuknya agama Buddha,
Universitas Sumatera Utara
namun hanya berkembang dikalangan kuil. Makanan biksu yang vegetarian dikenal dengan sebutan shojin ryori.
Pada Zaman Nara pengaruh kuat kebudayaan Cina memengaruhi masakan atau makanan Jepang sehingga teknik memasak dari Cina mulai
dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara memasak ini dengan kondisi alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan yang khas
Jepang. Masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari daratan
Cina pada Zaman Heian. Masyarakat Jepang pada saat itu mulai mengenal makanan seperti karage dan kue-kue asal Dinasti Tang Togashi, dan
natto. Aliran memasak dan etiket makan berkembang dikalangan bangsawan. Atas perintah Kaisar Ko
ko, Fujiwara no Yamakage menyunting buku memasak aliran shijoryu hochoshiki.
Di Zaman Kamakura, makanan olahan tahu yang disebut dengan ganmodoki mulai dikenal bersamaan dengan makin populernya tradisi
minum teh dan ajaran Zen. Pada Zaman Kamakura, makanan dalam porsi kecil untuk biksu yang menjalani latihan disebut kaiseki. Pendeta Buddha
bernama Eisai memperkenalkan teh yang dibawanya dari Cina untuk dinikmati dengan hidangan kaiseki. Masakan dan makanan ini berkembang
menjadi makanan resepsi yang disebut juga dengan kaiseki, tapi ditulis dengan kanji yang berbeda.
Memasuki Zaman Muromachi, kalangan samurai ikut dalam urusan masak-memasak di istana kaisar. Tata krama sewaktu makan juga semakin
berkembang. Aliran etiket ogasawara yang masih dikenal sekarang bermula
Universitas Sumatera Utara
dari etiket kalangan samurai dan bangsawan Zaman Muromachi. Kedatangan kapal-kapal dari luar negeri pada Zaman Muromachi membawa serta
berbagai jenis masakan yang disebut dengan Namban ryori Masakan luar negeri atau Nambangashi kue luar negeri. Namban adalah istilah orang
jepang Zaman dulu untuk “Luar Negeri”, khususnya Portugal dan Asia Tenggara. Dari kata namban dikenal istilah Nambansen kapal dari luar
negeri. Dan di Zaman Edo kebudayaan orang kota berkembang sangat
pesat. Makanan penduduk kota seperti Tenpura dan teh gandum mugicha banyak dijual di toko-toko. Pada waktu itu, di Edo yang sekarang Tokyo
banyak dijumpai rumah makan khusus Soba dan Nigirizushi. Orusuichaya adalah sebutan untuk rumah makan tradisional ryotei yang digunakan
samurai sewaktu menjamu tamu dengan pesta makan. Pada Zaman Edo makanan dinikmati secara santai sambil meminum
sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan Kaiseki atau masakan Honzen. Masakan O
rusuichaya disebut dengan mas akan Kaiseki kaiseki ryori, masakan jamuan makan dan ditulis dengan kanji
berbeda dengan Kaiseki untuk upacara minum teh. Teknik pembuatan kue-kue tradisional wagashi pada zaman Edo
juga berkembang pesat berkat tersedianya gula pada zaman ini. Alat makan dari keramik atau porselen mulai banyak digunakan dan diberi hiasan
berupa gambar-gambar artistik yang dikerjakan secara serius. Daging ternak mulai dikonsumsi orang Jepang pada saat itu dan daging sapi dimakan
sebagai obat.
Universitas Sumatera Utara
Sejak pertengahan zaman Edo mulai dikenal teknik ukir sayur, dan makanan mulai dihias dengan hiasan dari lobak wachigai daikon. Pada
waktu itu juga mulai dikenal telur rebus aneh dengan kuning telur berada diluar dan putih telur berada didalam kimigaeshi tamago.
Masakan Jepang modern adalah penyempurnaan dari masakan Zaman Edo. Daimyo dari seluruh Jepang mengenal kewajiban Sankin Kotai.
Mereka wajib datang ke Edo untuk menjalani tugas pemerintahan bersama Shogun. Kedatangan daimyo dari seluruh pelosok negeri membawa serta
cara memasak dan bahan makanan khas dari daerah masing-masing. Bahan makanan laut segar dan enak dari teluk Edo yang disebut Edomae.
Makanan yang lahir dari berbagi keanekaragaman di daerah Kanto disebut dengan masakan Edo atau masakan Kanto. Sebutan masakan Kanto
digunakan untuk membedakannya dari masakan Kansai yang dikenal orang lebih dahulu. Ciri masakan Kanto adalah penggunaan kecap asin shoyu
sebagai penentu rasa, termasuk untuk makanan berkuah shirumono dan nimono. Tradisi membawa pulang makanan pesta merupakan alasan
penggunaan kecap asin dalam jumlah banyak dalam masakan Kanto. Maksudnya agar rasa tetap enak walaupun sudah dingin. Berbeda dengan
masakan Kanto, masakan Kansai tidak terlalu asin walaupun mengandalkan sebagai penyedap rasa.
Masakan Kansai adalah sebutan untuk masakan Osaka atau masakan Kyoto. Berbeda dari budaya Edo yang mewah, masakan Kyoto
mencerminkan budaya Kyoto yang elegan. Masakan Kyoto dipengaruhi masakan kuil Buddha. Ciri khasnya adalah penggunaan banyak sayur-
Universitas Sumatera Utara
sayuran, tahu, kembang tahu, namun sedikit makanan laut karena letak geografis Kyoto yang jauh dari laut.
Osaka adalah kota tepi laut dengan hasil laut yang melimpah berbeda dengan Kyoto. Oleh karena itu, masakan Osaka mengenal berbagai
cara pengolahan hasil laut. Makanan laut diolah agar enak untuk langsung dimakan ditempat dan tidak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Masakan Osaka tidak mementingkan rasa makanan kalau sudah dingin karena pada prinsipnya makanan yang habis dimakan.
Pada awal zaman Meiji, masakan Eropa mulai dikenal orang Jepang yang melakukan kontak sehari-hari dengan orang asing. Dikalangan rakyat
tercipta makanan gaya barat yoshoku yang merupakan adaptasi masakan Eropa. Berbagai aliran memasak mengalami kemunduran, dan aliran
hochoshiki merupakan satu-satunya aliran yang terus bertahan. Pelarangan makan daging dihapus sesuai dengan kebijakan
pemerintah Meiji tentang Haibutsu kishaku dan shinbutsu bunri sehingga tercipta Sukiyaki. Sementara itu, Honzen ryori yang merupakan aliran
utama masakan Jepang mulai ditinggalkan. Hidangan kaiseki telah menjadi makanan standar dirumah makan tradisional ryotei dan penginapan
tradisional ryokan. Masakan vegetarian shojinryori berlanjut sebagai tradisi kuil
agama Buddha. Hidangan porsi kecil yang disebut kaiseki ryori bertahan hingga kini sebagai hidangan upacara minum teh. Di kota-kota mulai
banyak dijumpai rumah yang memiliki meja pendek yang disebut Chabudai sebagai pengganti nampan berkaki yang disebut Ozen. Keberadaan
Universitas Sumatera Utara
Chabudai yang bisa dipakai sebagai meja makan untuk empat orang mengubah acara makan yang dulunya sendiri-sendiri dengan Ozen pribadi
menjadi acara berkumpul keluarga. Akibat dari gempa bumi Kanto yang memakan korban jiwa besar-
besaran, juru masak pewaris tradisi masakan Edo ikut menjadi berkurang, dan tradisi masakan Honzen mulai memudar. Etiket makan mulai longgar,
dan orang-orang Jepang semakin menyukai suasana makan dengan santai sewaktu makan.
Sejak tahun 1960, karena mendapat pengaruh dari pola makan orang Amerika, makanan-makanan utama orang Jepang yang pada mulanya nasi
berubah sehingga selain nasi orang Jepang juga banyak yang mengonsumsi roti atau pun daging.
Untuk sarapan pagi orang Jepang yang pada umumnya berbeda-beda, ada yang makan roti, tetapi untuk washoku biasanya menunya terdiri dari
nasi, sup miso, ikan, asinan tsukemono, atau sayur yang direbus ditaburi wijen goma, dan natto.
Pengaruh Amerika tidak hanya pada pola makannya saja, tetapi suasana makan pun dipengaruhi oleh cara pikir Amerika. Pada masa
sebelum perang, orang tua terutama ayah sangat keras terhadap anak- anaknya sehingga kadang-kadang terdengar suara kemarahan orang tua di
tengah-tengah kesunyian ketika makan. Tetapi setelah perang dunia, pola pikir orang Amerika bahwa makan itu sesuatu yang menyenangkan meluas
dan mulai disukai.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, meja makan pun berubah dari chabudai meja makan yang pendek ke meja makan dan dari duduk di bawah sampai duduk
dikursi meja makan. Sumpit pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi kadang-kadang diganti dengan sendok dan garpu.
Kemudian pada tahun 1970, perusahaan kuliner di Jepang seperti fast food dan family restaurant banyak bermunculan dan terus bertambah.
Hal ini juga yang membuat pola makan orang Jepang terpengaruh dari luar.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan