Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Alvina Yarra Putri NIM: 1111101000086

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015


(2)

(3)

(4)

ii PEMNINATAN GIZI

Skripsi, Agustus 2015

Alvina Yarra Putri, NIM: 1111101000086

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015

xix + 169 halaman, 20 tabel, 2 bagan, 8 lampiran ABSTRAK

Pola konsumsi makan merupakan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi pada waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, dan sosial. Anak kelompok usia sekolah (6 – 12 tahun) termasuk salah satu kelompok yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan energi. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan sekitar 44,4 % anak usia sekolah memiliki tingkat konsumsi energi kurang dari 70 % AKG.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan, yang dilaksanakan pada November 2014-Juni 2015 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 133 siswa umur 9-12 tahun. Analisis data terdiri dari analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square dan korelasi spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki tingkat konsumsi energi kurang (65,4%). Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa variabel umur (pvalue= 0,002) dan peran orang tua (pvalue= 0,041) berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah 1) untuk sekolah: a) sekolah tetap meneruskan kurikulum pendidikan gizi terhadap kelas 5 dan 6; b) diharapkan bagi pihak sekolah agar dapat menyediakan jenis jajanan sehat dan dapat mengontrol jenis jajanan yang ada di kantin sekolah, 2) untuk orang tua, terutama ibu: a) diharapkan bagi ibu aga membawakan bekal yang bervariasi dan memenuhi gizi seimbang 3) untuk penelitian selanjutnya: a) mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan pola konsumsi.

Kata kunci: Pola Konsumsi Makan, Anak Sekolah, Peran Orang Tua Daftar bacaan: 92 (1986-2015)


(5)

iii SPECIALIZATION OF NUTRITION Undergraduate Thesis, Agustus 2015 Alvina Yarra Putri, NIM: 1111101000086

FACTORS THAT RELATED TO COMSUMPTION PATTERN FODOD AT UNWANUL HUDA IBTIDAIYAH ISLAMIC SCHOOL STUDENTS IN SOUTH JAKARTA, 2015

xix + 169 pages, 20 tables, 2 charts, 7 attachments

ABSTRACT

Consumption pattern is the kind and total of food that consumed on certain time to fulfill the needs of every person biologically, psychologically and socially. Children at school’s age (6-12 years) is one of a group that has a risk of nutrient’s problem, sich as lack of energy and protein. The result of 2010 Basic Health Research stated that 44,4% children at school’s age has energy consumptions level less than 70% AKG.

This study aims to determine factors which are related with the consumption pattern of student Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda in south Jakarta on 2015, which was held in November 2014-June 2015 by using cross sectional research design. The samples of this research were 133 student’s age 9-12 years. The data analysis which were use in this research consists of univariate analysis, bivariate analysis by using chi-square and korelasi-spearman.

The result showed the most student of energy consumption levels is less (65,4%). Based on bivariate analysis age (pvalue= 0,002) and family parent (pvalue= 0,041) have a significant impact to the consumption pattern of students Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda in South Jakarta.

Based on the result of research, advice can be given are 1) for scholl: a) scholl still continuing nutrition education for grade 5 and 6; c) expected for the scholl to be able to provide the kind of healthy snacks and can control snacks in the school cafeteria, 2) for parents 3) for future research are suggested: a) to include other variables which are allegedly wich are related with the consumption pattern of students.

References: 92 (1985-2015)


(6)

(7)

(8)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PERSONAL DATA

Nama : Alvina Yarra Putri

Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Mei 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : WNI

Agama : Islam

No. HP : 085691210048

E-mail : alvinayarra@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

 1999-2005 : SD BPI

 2005-2008 : SMP Waskito 4

 2008-2011 : SMA Muhammadiyah 25  2011- 2015 : UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat


(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta nikmat-Nya yang berlimpah kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015”. Sholawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, semoga kita semua termasuk golongan umat yang mendapatkan syafaatnya fi yaumil akhir. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan, kerja keras, serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung ataupun tidak penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak DR. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini yang telah dengan sabar meluangkan waktu, memberikan banyak masukan dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.


(10)

viii

4. Ibu Dr.Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini yang juga telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi dengan arahan, saran, dan bimbingannya hingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Kepada seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan dapat diaplikasikan dalam kehidupan penulis.

6. Segenap staff Akademik dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kepala Puskesmas dan Kepala bagian Gizi Puskesmas Kalibata 2 yang telah memberikan data sekunder dan izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas.

8. Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Fatahillah dan ibu guru bagian UKS yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian. 9. Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda yang telah

memberikan ijin pengambilan data primer yang digunakan dalam penelitian ini.

10.Ibu Uswatun, S.pd yang telah banyak membantu dalam pengambilan data primer di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda.

11.Para pegawai/staff di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda, yang telah memberikan ijin pengambilan data primer yang digunakan dalam penelitian ini.


(11)

ix

12.Kedua orang tua penulis tercinta dan tersayang, Bapak Eko Budhi Gayalaksana dan Ibu Betty Puspitasari terimakasih tak terhingga penulis persembahkan untu mereka. Tanpa kasih sayang, harapan, do’a, nasihat dan usaha yang tulus, penulis tak kan sanggup menjadi seperti ini. Serta kepada adik-adik ku tersayang (Firas, Nabil, Khansa) dan nenek ku

tercinta (uti Yetty Martoko) terimakasih atas do’a dan semangatnya.

Kalian semua adalah penyemangat penulis.

13.Teman- teman seperjuangan di Kesmas 2011 dan kelas gizi. Kalian adalah motivasi bagi penulis.

14.Para sahabat-sahabat tersayang (Renita, Dwi, Harum, Hasanah, Betty, Indah, Utami, Junika dan Tanza) yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan.

15.Keluarga besar di rumah Bapak Yayan yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan. Terimakasih atas bimbingannya selama ini. 16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Thanks to All.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun, penulis harapkan untuk perbaikan yang lebih baik di masa mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Ciputat, 14 Agustus 2015


(12)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN………i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 13

1. Bagi Peneliti ... 13

2. Bagi Sekolah ... 13

3. Bagi Peneliti Lain ... 13

4. Bagi Universitas………...14

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Anak Sekolah ... 15

B. Kebutuhan Gizi Anak ... 16

1. Karbohidrat ... 16

2. Protein ... 17

3. Lemak ... 18

4. Kebutuhan Energi ... 19

C. Kekurangan Makronutrien ... 20

D. Pola Konsumsi Makan ... 21

E. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Makan ... 26

1. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 26


(13)

xi

3. Jenis Kelamin ... 28

4. Pengetahuan Gizi ... 30

5. Keyakinan, Nilai, dan Norma ... 31

6. Kebutuhan Fisiologis Tubuh ... 32

7. Body Image/Citra Diri ... 33

8. Konsep Diri ... 34

9. Pemilihan dan Arti Makanan ... 35

10. Perkembangan Psikososial ... 35

11. Kesehatan (Riwayat Penyakit) ... 36

12. Tingkat Ekonomi Keluarga ... 37

13. Pekerjaan ... 39

14. Pendidikan Ibu ... 40

15. Pengalaman Individu ... 41

16. Sosial dan Budaya ... 41

17. Tempat Tinggal ... 42

18. Peran Orang Tua ... 43

19. Teman Sebaya ... 44

20. Dampak Media Massa ... 44

21. Ketersediaan Pangan ... 45

F. Kerangka Teori... 46

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS………..Er ror! Bookmark not defined. A. Kerangka Konsep ... 47

B. Definisi Operasional... 51

C. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN………...54

A. Desain Penelitian ... 54

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

C. Populasi dan Sampel ... 54

1. Populasi ... 54

2. Sampel ... 55

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 57


(14)

xii

2. Cara Pengumpulan Data ... 58

3. Instrumen Pengumpulan Data ... 62

4. Uji Coba Instrumen ... 63

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 65

1. Teknik pengolahan data ... 65

2. Analisis Data ... 68

a. Uji Normalitas ... 68

b. Analisis Univariat………..68

c. Analisis Bivariat………68

BAB V HASIL………..71

A. Analisis Univariat………...71

1. Gambaran Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 71

2. Gambaran Karateristik Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 72

3. Gambaran Besar Uang Jajan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 73

4. Gambaran Pendidikan Ibu Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 73

5. Gambaran Peran Orang Tua Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 74

6. Gambaran Pengetahuan Gizi Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 74

7. Gambaran Body Image Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 75

B. Analisis Bivariat ... 76

1. Hubungan Umur dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 76

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 77

3. Hubungan Pendidikan ibu dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 78

4. Hubungan Besar Uang Jajan dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 79


(15)

xiii

5. Hubungan Peran Orang Tua dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI

Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 80

6. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 81

7. Hubungan Body Image dengan Pola Konsumsi Makan Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015 ... 82

BAB VI PEMBAHASAN ... 83

A. Keterbatasan Penelitian ... 83

B. Analisis Univariat ... 84

1. Gambaran Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda Jakarta Selatan Tahun 2015...84

2. Gambaran Umur pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...89

3. Gambaran Jenis Kelamin pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...90

4. Gambaran Pendidikan Ibu pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...91

5. Gambaran Besar Uang Jajan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...91

6. Gambaran Peran Orang Tua pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...92

7. Gambaran Pengetahuan Gizi pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...93

8. Gambaran Body Image pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...94

C. Analisis Bivariat...96

1. Hubungan Umur dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015...96

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015...97

3. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015...99

4. Hubungan Besar Uang Jajan dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015... 101

5. Hubungan Peran Orang Tua dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015...103

6. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015...105

7. Hubungan Body Image dengan Pola Konsumsi Makan pada Siswa di MI Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015...107


(16)

xiv

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Simpulan ... 109

B. Saran ... 110


(17)

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Kualitas hidup anak dapat dilihat kesehatannya melalui keadaan status gizi yang baik dan merupakan salah satu indikator pembangunan yang dapat diukur dari tujuan MDGs (Todaro, 2005).

Millenium Development Goals (MDGs) merupakan kerangka kerja pembangunan yang telah disepakati seluruh anggota PBB, termasuk Indonesia. Terdapat 8 sasaran MDGs, yaitu: memberantas kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal, memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, megurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, menanggulangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan. Indikator yang paling menentukan pada MDGs yang pertama adalah prevalensi gizi kurang dan gizi buruk (Depkes, 2011).

Anak usia sekolah merupakan kelompok rawan yang pada masa perkembangannya sering mengalami masalah gizi (Anzarkusuma, 2014). Indikator pertumbuhan dapat dilihat dari berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi bandan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) sebagai alat untuk penilaian status gizi anak serta indeks massa tubuh (IMT/U).


(19)

Indikator status gizi dapat menyebabkan keadaan kekurangan gizi pada anak yaitu berat badan kurang (underweight), Pendek (stuning) dan kurus (Wasting) (WHO, 2005).

Gizi kurang merupakan gangguan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kurang gizi pada awal kehidupan karena kurangnya zat gizi yang diterima ibu saat mengandung yang dapat menyebabkan janin mengalami kurang gizi dan lahir dengan berat badan rendah. Anak yang lahir akan mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya. Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kurang gizi pada masa balita dan tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan sempurna pada masa berikutnya, maka tidak heran apabila pada usia sekolah banyak ditemukan anak yang kurang gizi (Hadi, 2005). Anak usia sekolah merupakan anak yang rentan terhadap masalah gizi, terutama masalah kurang gizi. Oleh sebab itu, anak usia sekolah dijadikan sasaran dalam perbaikan gizi masyarakat guna mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas (Depkes, 2005). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Joshi, dkk (2011) yang menyatakan bahwa kurang gizi masih menjadi masalah kesehatan dan kematian anak di negara-negara berkembang.

Menurut Tahir (2013) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah pola konsumsi makan. Oleh karena itu, diperlukan gizi yang berkualitas untuk tumbuh kembang anak di masa yang akan datang. Selain itu anak usia sekolah juga dapat dijadikan media pembawa


(20)

perubahan (agent of change) bagi pembentukan perilaku gizi bagi diri sendiri dan keluarganya (Depkes, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pahlevi (2012), dari tujuh faktor yang diteliti berhubungan dengan status gizi, ternyata didapatkan hasil dua faktor yang berhubungan secara statistik dengan satus gizi yaitu konsumsi energi dan dan konsumsi protein. Hal ini juga didukung oleh penelitian Yulni (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makro dengan status gizi pada anak sekolah. Berdasarkan Riskesdas 2010 menunjukkan sekitar 44,4 % anak usia sekolah memiliki tingkat konsumsi energi kurang dari 70 % dari AKG (Angka Kecukupan Gizi) dan sebanyak 59,7 % anak usia sekolah memiliki tingkat konsumsi protein kurang dari 80% berdasarkan AKG (Kemenkes, 2010). Hasil survei konsumsi makanan individu Indonesia (2014) menunjukkan bahwa proporsi tingkat konsumsi energi penduduk di DKI Jakarta sudah mencapai ≥70% dari AKG (Balitbangkes, 2014).

Menurut Hapsari (2009) pola konsumsi makan seimbang cenderung akan berdampak pada status gizi anak usia sekolah yang baik dan berlaku sebaliknya. Apabila pola konsumsi makan tidak baik, maka dapat berdampak pada gizi lebih atau bahkan gizi kurang (Anzarkusuma, 2014). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Tahir, dkk (2013) yang menyatakan bahwa pola konsumsi makan dapat mempengaruhi status gizi anak.


(21)

Anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun) termasuk salah satu kelompok yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan energi dan protein (Yulni, 2013). Menurut hasil penelitian Taras (2005) bahwa kekurangan atau kelebihan zat gizi akan terlihat` dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar yang telah ditetapkan. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan berjalan cepat pada umur 10-12 tahun, dimana akan ada kenaikan berat badan per tahun mencapai 2,5 kg. Aktivitas pada anak usia sekolah semakin tinggi dan akan memperkuat kemampuan motoriknya.

Menurut Worthington (2000), pola konsumsi makan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari IMT (Indeks Massa Tubuh), umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, kenyakinan, nilai dan norma, pemilihan dan arti makanan, kebutuhan fisiologis tubuh, body image/citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial, kesehatan (riwayat penyakit) dan faktor eksternal yang meliputi tingkat ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan orang tua, sosial dan budaya, peran orang tua, teman sebaya, pengalaman individu, pengaruh media. Pada penelitian Panjaitan (2008) terdapat hubungan antara pola konsumsi makan dengan pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Pada penelitian Luciana, dkk (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pola konsumsi makan anak.


(22)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita (2002) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi pangan (Farida, 2010). Hal ini juga didukung oleh Almatsier (2010) bahwa semakin tinggi umur maka asupan akan gizi akan semakan meningkat. Selain umur, peran orang tua juga salah satu faktor yang cukup memiliki pengaruh terhadap pola konsumsi makan. Bryant (2004) dalam penelitiannya membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan pola konsumsi makan anak. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Karina, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa peran orang tua, terutama ibu dapat mempengaruhi pola makan anak.

Penelitian lain yang berhubungan dengan pola konsumsi makan, yaitu pada penelitian Sands (2003) menunjukkan bahwa sekitar 50 % anak perempuan berusia 9-12 tahun ingin memiliki tubuh lebih kurus dan lebih puas dengan citra tubuh mereka yang kurus, sehingga menyebabkan para anak perempuan memiliki gangguan dalam pola konsumsi makannya dan melakukan diet (Christina, 2014).

Word Food Program/WFP dan UNESCO (2007) menemukan anak usia sekolah dasar di seluruh dunia sebanyak 60% mengalami gizi kurang (WFP, 2008). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gizi kurang di Indonesia sebesar 13,9%. Prevalensi anak yang mengalami stunting di daerah perkotaan sebesar 7,1% lebih rendah daripada anak pedesaan yaitu sebesar 7,3% (Kemenkes, 2013).


(23)

Prevalensi pada anak usia 6-12 tahun atau anak usia sekolah di DKI Jakarta yang mengalami stunting mencapai (15,4%) dan kekurusan (5,8%) (Kemenkes, 2013). Berdasarkan penelitian Yudesti (2013) di Jakarta Selatan prevalensi status gizi umur 6-12 tahun berdasarkan IMT ditemukan 3,7% anak usia sekolah mengalami status gizi kurang. Dengan proporsi anak usia sekolah sebesar 20,2% (BPS, 2011). Sedangkan masalah gizi kurang pada anak usia sekolah di Jakarta Selatan khususnya Puskesmas Kalibata 2 diperoleh data sebesar 10% (Profil Puskesmas Kalibata 2, 2014).

Hasil penelitian awal yang dilakukan di dua Madrasah ibtidaiyah (MI), terdapat 3% anak usia 9-12 tahun dengan status gizi kurang di MI Fatahillah dan terdapat 8% di MI Unwanul Huda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuryanto (2009) bahwa terdapat perbedaan status gizi antara siswa sekolah dasar dengan siswa Madarasah Ibtidaiyah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Hermina, dkk (1998) yang menjelaskan beberapa perbedaan antara SD dengan MI adalah jumlah siswa dan guru di SD lebih banyak daripada di MI, fasilitas seperti air bersih lebih memadai di SD daripada di MI, tingkat pendidikan guru di SD lebih tinggi daripada di mi, kurikulum belajar mengajar antara SD dan MI tidak ada perbedaan. Namun, pendidikan agama Islam lebih besar MI.

Dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan banyak sekali faktor yang mempengaruhi pola konsumsi makan. Untuk mengetahui seberapa besar permasalahan tentang pola konsumsi makan yang terjadi pada anak sekolah, maka dilakukanlah studi pendahuluan pada dua


(24)

sekolah yaitu di MI Unwanul Huda dan MI Fatahillah, Jakarta Selatan. Dari hasil studi pendahuluan, didapatkan hasil dari MI Unwanul Huda menunjukkan pada anak usia 9-12 tahun memiliki pola konsumsi makan energi sebanyak (75%) siswa memiliki konsumsi energi <70% dan protein <80% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan sebanyak (80%) siswa memiliki konsumsi karbohidrat dan lemak <70% angka yang dianjurkan.

Kemudian hasil dari Madrasah Ibtidaiyah Fatahillah menunjukkan pada anak usia 9-12 tahun memiliki pola konsumsi makan energi sebanyak (65%) siswa memiliki konsumsi energi dan lemak sesuai dari angka yang dianjurkan AKG dan konsumsi protein 80% sesuai angka yang dianjurkan oleh AKG, sedangkan untuk konsumsi karbohidrat sebanyak (10%) siswa <70% dari angka yang danjurkan oleh AKG. Hal ini sejalan dengan penelitian Pahlevi (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein dengan status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya masalah kesehatan di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda. Hasil pengukuran terhadap pola konsumsi makan di Madrasah Ibtidaiyah Fatahilah lebih rendah dibandingkan dengan Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda, selain itu Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda belum pernah dijadikan lokasi penelitian mengenai pola konsumsi makan.

Berdasarkan data-data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Pola


(25)

Konsumsi Makan pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rawan terkena masalah gizi yaitu kurang gizi. Anak sekolah dasar di seluruh dunia sebanyak 60% mengalami gizi kurang. Sedangkan prevalensi pada anak usia 6-12 tahun atau anak usia sekolah di DKI Jakarta yang mengalami stunting mencapai (15,4%) dan kekurusan (5,8%). Di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda yang dijadikan tempat penelitian ditemukan masalah kurang gizi sebesar 8% pada anak usia 9-12 tahun.

Salah sau faktor yang dapat menyebabkan stunting dan kekurusan adalah pola konsumsi makan. Secara nasional di Indonesia menunjukkan sekitar 44,4% anak usia sekolah memiliki tingkat konsumsi energi kurang dari 70 % dari AKG dan sebanyak 59,7% anak usia sekolah memiliki tingkat konsumsi protein kurang dari 80% berdasarkan AKG. Proporsi tingkat konsumsi energi penduduk di DKI Jakarta sudah mencapai ≥70% dari AKG.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda. Terdapat anak sekolah berumur 9-12 tahun sebanyak (75%) memiliki konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak kurang dari 70% angka kecukupan yang dianjurkan oleh AKG. Apabila hal ini berlangsung secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak kesehatan yang akan timbul adalah kondisi gizi kurang pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda. Hal ini telah dibuktikan


(26)

dengan ditemukannya masalah gizi kurang pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan tahun 2015”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

2. Bagaimana gambaran umur pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

4. Bagaimana gambaran pendidikan ibu pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

5. Bagaimana gambaran besar uang jajan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

6. Bagaimana gambaran peran orang tua pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

7. Bagaimana gambaran pengetahuan gizi pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?


(27)

8. Bagaimana gambaran body image/citra diri pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

9. Apakah ada hubungan antara umur dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

10.Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

11.Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015? 12.Apakah ada hubungan antara besar uang jajan dengan pola konsumsi

makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

13.Apakah ada hubungn antara peran orang tua dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

14.Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?

15.Apakah ada hubungan antara body image/citra diri dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015?


(28)

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor–faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda siswa di Jakarta Selatan Tahun 2015.

b. Diketahuinya gambaran umur pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda siswa di Jakarta Selatan Tahun 2015.

c. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

d. Diketahuinya gambaran pendidikan ibu pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

e. Diketahuinya gambaran besar uang jajan pada siswa siswa di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

f. Diketahuinya gambaran peran orang tua pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

g. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.


(29)

h. Diketahuinya gambaran body image/citra diri pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

i. Diketahuinya hubungan antara umur dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

j. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

k. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda Tahun 2015.

l. Diketahuinya hubungan antara besar uang jajan dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

m. Diketahuinya hubungan antara peran orang tua dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

n. Diketahuinya hubungan pengetahuan gizi dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa


(30)

Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

o. Diketahuinya hubungan antara body image/citra diri dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman yang tak ternilai dalam melakukan penelitian dan sebagai aplikasi ilmu yang telah didapat selama kuliah serta dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang sama yaitu terkait pola konsumsi pada siswa sekolah dasar. 2. Bagi Sekolah

Memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang data antropometri siswa dan keterkaitan antara faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pola konsumsi makan pada siswanya.

3. Bagi Peneliti Lain

Memberikan informasi pada peneliti lainnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah


(31)

Ibtidiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan dan sebagai pembelajaran untuk peneliti lainnya dalam melakukan penelitian lanjutan.

4. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat memberikan masukan ilmu yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil penelitian.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan Tahun 2015. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan November 2014- Juni 2015. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini penting dilakukan karena masih terdapat siswa Madrasah Ibtidaiyah Unwanul Huda di Jakarta Selatan yang mempunyai angka kecukupan energi yang kurang dari 70% AKG.


(32)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Sekolah

Anak sekolah adalah anak usia sekolah berusia 6-12 tahun. Anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik yang lambat tetapi konsisten. Mereka secara terus-menerus memperoleh pendewasaan dalam keterampilan motorik seperti kognitif, sosial, dan emosional. Pada masa ini anak memperoleh keterampilan yang memungkinkan untuk makan secara bebas dan mengembangkan kesukaan makannya sendiri dan membentuk kebiasaan makan, serta jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, merupakan dasar bagi pola konsumsi makan dan asupan gizi anak selanjutnya (Almatsier, 2011). Namun pada anak sekolah usia 9-12 tahun sudah mulai memasuki masa tahap remaja awal yang mulai menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa (Arisman, 2009).

Karateristik anak usia sekolah (6-12 tahun) akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Karateristik fisik/ jasmani: anak memiliki pertumbuhan lambat dan teratur, BB dan TB anak wanita lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki pada usia yang sama, pertumbuhan tulang, pertumbuhan gigi permanen, nafsu makan meningkat, dan timbul haid pada akhir masa ini.


(33)

2. Karateristik emosi: pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu, suka berteman, dan tidak peduli terhadap lawan jenis.

3. Karateristik sosial: anak mulai suka bermain dan memiliki hubungan erat dengan teman sebayanya.

4. Karateristik intelektual: anak mulai suka berbicara dan mengeluarkan pendapat, memiliki minat yang besar dalam belajar dan keterampilan, ingin coba-coba, dan memiliki perhatian terhadap sesuatu yang singkat (Andriyani, 2012).

B. Kebutuhan Gizi Anak 1. Karbohidrat

Almatsier (2001) menyebutkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia. Fungsi karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses. Karbohidrat diperlukan oleh anak yang sedang tumbuh terutama sebagai sumber energi.

Karbohidrat disebut juga zat pati atau zat tepung atau zat gula yang tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Di dalam tubuh karbohidrat akan dibakar untuk menghasilkan tenaga atau panas. Satu gram karbohidrat akan menghasilkan empat kalori. Menurut besarnya molekul karbohidrat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Karbohidrat


(34)

menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh. Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serelia, umbi-umbian, kacang-kacangan dan gula. Hasil olahan bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, beras, jagung. Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. (Almatsier, 2001).

2. Protein

Protein merupakan zat gizi yang paling penting. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, setengahnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001).

Kebutuhan protein anak termasuk untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh, dan pembentukan jaringan baru. Selama pertumbuhan, kadar protein tubuh meningkat dari 14,6% pada umur satu tahun menjadi 18-19% pada umur empat tahun, yang sama dengan kadar protein orang dewasa. Kebutuhan protein untuk pertumbuhan diperkirakan berkisar antara 1-4 g/kg penambahan jaringan tubuh. Penilaian terhadap asupan protein anak harus didasarkan pada kecukupan untuk pertumbuhan, mutu protein yang dimakan,


(35)

kombinasi makanan dengan kandungan asam amino esensial yang saling melengkapi bila dimakan bersama, dan kecukupan asupan vitamin, mineral, dan energi (Soetardjo, 2011).

Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.

Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasil olahannya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi (Almatsier, 2001).

3. Lemak

Lemak meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut nonpolat, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzene. Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang pada satu ujungnya mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain gugus metil (CH3). Asam lemak alami biasanya mempunyai rantai dengan jumlah atom karbon genap, yang berkisar antara empat hingga dua puluh dua karbon (Almatsier, 2001).


(36)

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging, dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpukat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2010).

4. Kebutuhan Energi

Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Menurut Almatsier (2001) energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Dimana, karbohidrat menyumbang sebesar 4,1 kkal/g, sedangkan lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87 kkal/g dan 5,65 kkal/g.

Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang pada ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusi menggunakan kebutuhan energi untuk pembentukan jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI yang sesuai dengan kesehatan. Karbohidrat sendiri menyumbang sebesar 4,1 kkal/g,


(37)

sedangkan lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87 kkal/g dan 5,65 kkal/g (Almatsier, 2001).

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Zat Gizi Anak di Indonesia Umur (Thn) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Energi (Kkal) Karbohidrat (Kkal) Protein (g) Lemak (g)

Anak 4-6 19 112 1600 220 35 62

Anak 7-9 27 130 1850 254 49 72

Laki-laki 10-12

34 142 2200 289 56 70

Perempuan 10-12

36 145 2000 275 60 67

Sumber : AKG, 2013 C. Kekurangan Makronutrien

Depkes RI (2002) menjelaskan masalah gizi makro merupakan masalah gizi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro. Terdapat dua manifestasi dari kekurangan zat gizi makro (kekurangan energi/KEK dan protein/KEP), yaitu marasmus dan kwashiorkor.

Marasmus adalah gangguan pertumbuhan dan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan energi kronis. Marasmus banyak terjadi dan biasanya menimpa anak yang berumur dibawah 1 tahun. Anak yang mengalami marasmus ditandai dengan turunnya berat badan yang sangat drastis, berkurangnya otot dan lemak, wajah terlihat tua, sering kelihatan


(38)

waspada dan lapar. Marasmus sering disertai defisiensi vitamin terutama vitamin D dan vitamin A. Marasmus berpengaruh dalam jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki. Sedangkan kwashiorkor adalah gangguan kekurangan protein, yang dapat terjadi juga pada konsumsi energi yang cukup atau lebih. Kwashiorkor ditandai dengan pertumbuhan terhambat, tidak ada nafsu makan, tidak gembira, kulit pecah-pecah, rambut mengalami depigmentasi. Kwashiorkor memiliki ciri khas yaitu terdapat edema pada perut, kaki, dan tangan serta kehadirannya berkaitan erat dengan albumin dalam serum (Almatsier, 2001). Keadaan kwashiorkor banyak dijumpai pada anak-anak yang terlambat disapi yaitu usia antara 2-3 tahun.

D. Pola Konsumsi Makan

Pola konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan yang dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikomsumsi atau dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu (PERSAGI, 2009).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pola konsumsi makan menggambarkan berbagai macam makanan yang dikonsumsi seseorang setiap hari akibat pengaruh dari psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial. Pada kelompok usia anak sekolah, pertumbuhan fisik secara kognitif, sosial dan emosional, terus mengalami pertambahan yang signifikan serta aktivitas fisik yang meningkat. Sehingga dibutuhkan makanan yang proporsional, seperti jumlah yang cukup dan mutu yang baik.


(39)

Anak usia sekolah pada umumnya mempunyai pola konsumsi makan dan asupan gizi yang tidak terlalu berbeda dengan teman sebayanya. Pada anak usia sekolah jumlah dan variasi makanan yang dimakan akan bertambah, tetapi banyak diantara mereka yang tetap menolak sayuran dan makanan yang dicampur seperti gado-gado, pecel, dan sayur asam. Anak usia sekolah lebih menyukai makanan jajanan seperti mi bakso, siomay, gorengan, dan makanan manis seperti kue-kue (Almatsier, 2011).

Kecukupan gizi anak sekolah harus memenuhi menu gizi seimbang yang sesuai dengan banyaknya aktivitas anak, makanan harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (Andriyani, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Yelni (2013) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara asupan zat gizi makro dengan status gizi, penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwan asupan zat gizi makro seperti energi, karbohidrat, protein, dan lemak dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Pola konsumsi makan dapat berhubungan erat dengan berbagai jenis penyakit. Tubuh membutuhkan asupan zat gizi yang cukup untuk melakukan aktivitas dan mencegah berbagai jenis penyakit.

Apabila tubuh mengalami kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu serta akan mengalami penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan produktivitas kerja. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein dapat menyebabkan tubuh mudah terserang


(40)

penyakit infeksi yang selanjutnya akan berdampak pada kematian (Hardiansyah & D. Briawan, 2005) dalam (Puji, 2011).

Pola Konsumsi makan dapat diukur melalui dua survei yaitu suvei memberikan informasi kualitatif dan survei memberikan informasi kuantitatif. Kedua survei tersebut terdiri dari metode food recall 3x24 jam, metode pencatatan makan (food records), dan kuesioner frekuensi makanan. Hal tersebut digunakan untuk mengukur konsumsi makan individu.

Metode pengukuran pola konsumsi makan dibagi menjadi 3 yang akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Metode food recall 3x24 jam

Metode food recall adalah wawancara asupan makanan dalam 3x24 jam yang lalu. Untuk membantu mengingat banyaknya makanan, maka digunakannya food model atau ukuran porsi. Asupan nutrisi dapat dihitung dengan data komposisi bahan makanan. Recall 3x24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 3x24 jam yang lalu, pencatatan di deskripsikan secara mendetail oleh pewawancara yang sebaiknya dilakukan berulang pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari. Metode food recall ini mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan sebagai berikut (Gibson, 2005):


(41)

1) Berguna untuk rata-rata asupan sehari-hari dalam populasi 2) Penggunaannya sangat mudah

3) Hasilnya representatif

4) Dapat digunakan secara internasional, untuk melihat hubungan asupan makanan dan penyakit kronis.

b. Kelemahan metode recall 24 jam diantaranya: 1) Tidak bisa menunjukkan kebiasaan makan 2) Membutuhkan daya ingat yang kuat

3) Tidak dianjurkan untuk lansia dan anak kecil. 2. Metode estimati pencatatan makan (estimated food records)

Metode ini adalah metode mencatat semua makanan dan minuman termasuk snack yang telah dimakan dari periode 1 sampai 7 hari, digunakan untuk mengukur asupan di rumah tangga dan asupan makan individu sehari-hari. Asupan nutrisi dapat dikur dengan menggunakan data komposisi makanan. Pengukuran bergantung pada hari saat dilakukannya pencatatan. Adapun kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh food records diantaranya:

a. Kelebihan food records antara lain: 1) Dapat digunakan untuk individu 2) Dapat digunakan untuk konsultasi diet

3) Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar 4) Dapat mengetahui konsumsi zat gizi dalam sehari 5) Sampel makanan dapay disimpan individu. b. Kelemahan food records diantaranya:


(42)

1) Responden harus bersedia 2) Mahal

3) Metodenya cepat

4) Tidak cocok untuk responden yang buta huruf

5) Sangat bergantung pada motivasi responden (Gibson, 2005). 3. Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionnaire)

Kuesioner frekuensi makan menggunakan daftar makanan yang spesifik untuk mencatat asupan makanan selama periode waktu tertentu (hari, minggu, bulan, tahun). Pencatatan ini menggunakan interview atau kuesioner yang diisi sendiri. Kuesioner bisa semi kuantitatif, ketika subjek menanyakan ukuran porsi yang digunakan setiap makanan, dengan atau tanpa menggunakan food model.

Di samping itu, metode ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya:

a. Kelebihan metode kuesioner frekuensi makan

1) Dapat menggambarkan data asupan sehari-hari pada periode yang lama

2) Digunakan pada studi epidemologi untuk tingkatan subjek yang dikategorikan rendah, sedang, atau tinggi asupan makanan, komponen makanan atau nutrisi

3) Untuk mengukur prevalensi atau statistik kesakitan dari penyakit.

4) Bisa juga menggambarkan model hubungan kekurangan asupan terhadap nutrisi yang spesifik.


(43)

b. Kelemahan metode kuesioner frekuensi makan : 1) Metodenya cepat.

2) Dibutuhkannya tingkat repons yang tinggi

3) Akurasinya rendah dibandingkan metode yang lainnya (Gibson, 2005).

E. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Makan

Worthington (2000), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan diantaranya adalah meningkatnya partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas anak sekolah merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang terus meningkat, hal ini akan berdampak pada pola konsumsi makan anak tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi makan menurut Worthington (2000) membaginya menjadi dua yaitu faktor internal yang terdiri dari IMT, umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, kenyakinan, nilai, dan norma, pemilihan dan arti makanan, kebutuhan fisiologis tubuh, body image/citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial, kesehatan (riwayat penyakit) dan faktor eksternal yang meliputi tingkat ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan orang tua, sosial dan budaya, peran orang tua, teman sebaya, pengalaman individu, pengaruh media.

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan perbandingan (rasio) dari pembagian antara berat badan dengan tinggi badan yang sering digunakan untuk mengetahui kategori berat badan seperti kurang, normal, lebih atau obes (Supariasa, 2001). Metode ini membutuhkan


(44)

dua pengukuran sekaligus yaitu pengukuran berat badan yang diukur menggunakan timbangan seca (ketelitian 0,1 kg) dan pengukuran tinggi badan yang diukur menggunakan microtoise (ketelitian 0.1 cm). Berdasarkan hasil penelitian Togo (2001) Menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara body massa index dengan pola konsumsi makan. Hal in juga didukung oleh hasil penelitian Hendrik (2011) dalam Tienne (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan anatara asupan energi dengan Indeks Mass Tubuh (IMT) yaitu. Hasil pengukuran berat dan tinggi badan akan dimasukan ke dalam rumus IMT, sebagai berikut:

Tabel 2.2

Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 2. 3

Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT Kategori

< 17 kg/m2 Sangat Kurus

17 – 18,4 kg/m2 Kurus

18,5 – 25 kg/m2 Normal

25,1- 27 kg/m2 Gemuk

> 27 kg/m2 Sangat gemuk/ obese

Sumber: Depkes, 2004

IMT

=

Berat badan (kg)


(45)

2. Umur

Menurut Depkes (2008) dalam Farida (2011) umur merupakan waktu hidup yang dinilai dalam tahun dengan melakukan pembulatan ke bawah atau pada ulang tahun terakhir. Kelompok anak menurut usia dibagi menjadi tiga golongan yaitu anak usia prasekolah (1-6 tahun), dan anak usia sekolah (6-12 tahun) (Kemenkes, 2013). Komposisi tubuh setelah umur 5 tahun mulai berubah. Sebagian besar waktu anak usia sekolah banyak dimanfaatkan dengan aktivitas di luar rumah, yakni sekitar 3-6 jam di sekolah, beberapa jam untuk bermain, berolahraga, dan sebagainya. Sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Semakin tinggi umur, semakin tinggi juga kebutuhan gizinya (Kurniasih, dkk, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Lucy, dkk (2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan pola konsumsi makan, dimana semakin tinggi umur makan akan semakin tinggi pula asupan makannya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rita (2002) dalam Farida (2010) yang menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan.

3. Jenis Kelamin

Menurut Depkes (2008), jenis kelamin adalah perbedaan seks yang didapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin merupakan faktor internal kebutuhan gizi seseorang. Kebutuhan gizi antara laki-laki dan perempuan sangat berbeda, hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan


(46)

laki-laki dan perempuan juga berbeda. Dimana laki-laki selalu menjadi prioritas dalam keluarga (Apriadji, 1986).

Sejak awal usia kanak-kanak dapat diakui bahwa variasi asupan makanan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Survei pola makan di Eropa memperhatikan perbedaan konsumsi makan antara pria dan wanita. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kaum pria di Eropa memiliki asupan seperti produk daging, alkohol, dan gula yang lebih tinggi dari asupan wanita di Eropa. Sedangkan asupan seperti buah, sayuran dan produk rendah lemak pria di Eropa mengkonsumsi asupan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan penelitian di Eropa bahwa pria lebih menyukai makanan yang tinggi lemak, karbohidrat, protein, gula dan alkohol. Sedangkan wanita lebih menyukai makanan seperti buah, sayur, dan produk rendah lemak, sehingga tidak heran jika terjadi defisiensi makronutrien pada wanita (Gibney dkk, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Worthtington, dkk, (2006) mengatakan bahwa anak laki-laki usia sekolah mengkonsumsi asupan energi dan zat gizi lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan, karena nafsu makan pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal itu, sejalan dengan penelitian Suci (2009) bahwa anak laki-laki lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan tinggi energi dan karbohat dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Lucy, dkk (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan


(47)

pola konsumsi makan. Namun, hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Puji (2011) yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pola makan.

4. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang yang didapat dengan menggunakan penginderaan terhadap objek sampai menghasilkan pengetahuan yang sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoadmojo, 2010). Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya. Pengetahuan gizi sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya (Notoatmojo, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Sofianta, dkk (2015) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi anak dengan kebiasaan konsumsi sarapan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aminah (2007) dalam Mardhina, dkk (2014) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mahasiswa tentang pola makan sehat dengan perilaku pola makan sehat pada mahasiswa kost, artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka akan semakin baik pola makannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan maka semakin buruk pola makannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan (2000) yang menyatakan pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukan pemahaman responden tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi


(48)

dan kesehatan. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan.

Berdasarkan hasil penelitian Puji (2011) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pola makan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Setyorini (2010) dalam Sada (2012) yang mengemukakan, tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan pola makan remaja putri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukandar (2009) dalam Widyantara (2013) yang menyatakan bahwa pengaruh pengetahuan gizi dengan konsumsi makan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang, belum tentu konsumsi makan yang diterapkan akan baik. Karena konsumsi makan jarang dipengaruhi langsung oleh pengetahuan gizi tetapi dapat dipengaruhi oleh interaksi sikap dengan keterampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan cenderung memilih makanan yang murah dengan kandungan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan tiap orang.

5. Keyakinan, Nilai, dan Norma

Pada masyarakat tertentu, terdapat suatu pernyataan yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat keprihatian seseorang maka akan semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dapat dicapainya. Keprihatian ini dapat dicapai dengan “tirakat” yaitu suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau berpantang melakukan sesuatu (Suhardjo, 2006).


(49)

Berdasarkan penelitian Suhardjo (2006) menyatakan bahwa keyakinan, nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Deboran (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara suku di Amerika dengan suku di Afrika terhadap pola makan, yang artinya masing-masing suku mempunyai kenyakinan, nilai, dan norma terhadap pola makannya.

6. Kebutuhan Fisiologis Tubuh

Kebutuhan fisiologis tubuh setiap individu berbeda, hal ini dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan gizi setiap individu. Sebagai contoh, kebutuhan fisiologis tubuh ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, lansia dan orang yang sedang sakit akan berbeda kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Oleh karena itu, kebutuhan fisiologis tubuh dapat berperan dalam menentukan pola konsumsi individu dan pemilihan makanan untuk dikonsumsi (Suhardjo, 2006).

Perkembangan fisik dan sosial membuat anak mengalami peningkatan nafsu makan yang secara alami menyebabkan peningkatan konsumsi makanan. Karena anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah dibandingkan di rumah, sehingga terjadi peningkatan aktivitas fisik yang berdampak pada peningkatan pola konsumsi makan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebutuhan fisiologis tubuh anak sekolah akan berbeda dengan kebutuhan fisiologis tubuh anak pra sekolah, karena terjadi peningkatan aktivitas fisik yang banyak membutuhkan asupan zat gizi (Almatsier, 2011).


(50)

7. Body Image/Citra Diri

Body image atau citra diri merupakan cara seseorang menilai dan memandang bentuk tubuhnya sendiri. Pada perempuan cenderung menganggap dirinya gemuk, sehingga mereka sangat memperhatikan konsumsinya. Semakin negatif persepsi body image maka akan cenderung mengurangi frekuensi makannya (Dachlan, 2012).

Menurut penelitian Sands, Wardle (2003) dalam Christina (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pandangan citra tubuh pada anak usia 9-12 tahun dengan pola konsumsi, termasuk perilaku. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chairah (2012) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara body image dengan pola makan pada remaja putri. Ini artinya bahwa semakin positif body image maka semakin baik pula pola makannya. Begitu juga sebaliknya, jika body image yang dimiliki negatif maka semakin buruk pola makannya. Hal ini sependapat dengan Emilia (2009) yang menyatakan bahwa gangguan body image pada remaja berhubungan dengan masalah makan, pola makan yang tidak sehat, dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya yang dapat diidentifikasi melalui persepsi ukuran tubuh, subjektif dan aspek perilaku seseorang yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Daryono (2003) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan konsumsi energi sehari.


(51)

8. Konsep Diri

Konsep diri merupakan cara pandang manusia dalam melakukan penilaian pada dirinya sendiri, yang erat kaitannya dengan motivasi diri dan berpengaruh terhadap perfomance seseorang khususnya bidang akademis. Langkah paling efektif dalam menumbuhkan konsep diri pada anak adalah terjalinnya komunikasi antara orang tua dan anak, hingga anak mau atau mampu mengungkapkan kegelisahan terhadap proses perkembangan fisiknya. Sebagai contoh, apabila anak merasa dirinya lebih gemuk dari teman-temannya dan berniat untuk berdiet keras dengan tujuan untuk mencapai berat badan seimbang. Hal yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah mengajak anak untuk berkomunikasi mengenai pola dan tata cara diet yang tepat, dan menyarankan anak untuk menghindari diet yang terlalu keras karena dapat mengganggu kesesehatan. Sehingga cara yang paling tepat untuk mendapatkan berat badan seimbang adalah dengan pola konsumsi makan makanan yang seimbang (Puspitasari, 2007).

9. Pemilihan dan Arti Makanan

Pemilihan makan merupakan usaha atau kekuataan untuk menahan kemauan dalam mengendalikan makanan yang akan dikonsumsi baik dari segi cita rasa, suasa hati, dan kualitas. Makanan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap zat gizi individu. Pada pemilihan makan bagi individu banyak melibatkan interaksi kompleks yang mencakup berbagai bidang seperti biologis, psikologis, sosial dan


(52)

budaya, dan kesehatan. Selain itu, adapula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan makan individu seperti cita rasa, harga, kualitas, kesukaan, selera, dll. Menurut ahli gizi, faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan makan merupakan hasil dasar untuk membantu efektivitas penuangan tujuan gizi ke dalam perilaku konsumen (Gibney, 2005).

Pemilihan makanan atau penerimaan terhadap makanan dan pola perkembangan pilihan makanan pada anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang multikompleks seperti kecukupan asupan makanan, ketersediaan makan, budaya, lingkungan, dan interaksi sosial (Almatsier, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian luas yang dilakukan di Eropa tentang berbagai pengaruh pemilihan makanan. Terdapat lima variabel yang merupakan faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap pemilihan makan seperti kualitas dan kesegaran makanan, harga, cita rasa, upaya konsumsi makanan sehat, dan kesukaan keluarga (Gibney, 2005).

10. Perkembangan Psikososial

Perkembangan psikososial merupakan berbagai kejadian dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan juga mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Pola konsumsi merupakan keadaan psikososial individu yang berdampak terhadap perilaku individu. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik, akan


(53)

cenderung lebih baik dalam mengonsumsi dan memilih makanan, demikian pula sebaliknya (Chaplin, 2004) dalam Farida (2010).

Perkembangan psikososial pada anak sekolah berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya seperti anak sudah bisa bermain dengan teman-temannya. Pada masa ini anak perlu mendapat dukungan dari orang tua dan diperkenalkan cara beradaptasi di lingkungan baru. Pada usia ini, anak akan mulai belajar mandiri secara fisik seperti berlari, berjalan, dan berkelana tanpa dibantu oleh orang dewasa lagi.

Hambatan yang akan terjadi pada masa ini adalah anak akan mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, dan bisa menjadi pemalu apabila orang tua tidak memberikan kebebasan dan bersifat overprotektif (Andriani, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Tienne (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status psikososial dengan konsumsi pangan. 11. Kesehatan (Riwayat Penyakit)

Menurut Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun, pada kondisi tubuh yang kurang sehat dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Hal tersebut akan


(54)

berdampak pada keadaan infeksi yang akut pada tubuh. Secara patologis mekanismenya adalah penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi, dan kebiasaan mengurangi makanan saat sakit, peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat penyakit diare, mual atau muntah akibat perdarahan yang terus-menerus, meningkatnya kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat di dalam tubuh dan toleransi terhadap makanan yang dapat memperburuk status gizi (Supariasa, et al., 2002).

Berkurangnya nafsu makan dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkna menurunnya asupan makan, sehingga berat badan pun akan menurun dan berdampak pada status gizi Suhardjo (1989) dalam Rezkina (2013). Berdasarkan hasil penelitian Fatimah, dkk (2008) menunjukkan bahwa faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah riwayat penyakit infeksi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Tahir (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit dengan status gizi yang akan berdampak pada pola konsumsi makannya.

12. Tingkat Ekonomi Keluarga

Tingkat ekonomi keluarga merupakan kemampuan finansial yang dapat dihasilkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga, maka akan semakin baik tingkat konsumsi makanan yang akan dimakan, begitu juga sebaliknya. Keluarga dengan pendapatan terbatas akan cenderung kurang


(55)

memperhatikan kebutuhan makanannya terutama kebutuhan zat gizi dalam tubuh (Apriadji, 1986).

Pendapatan merupakan pengaruh yang kuat terhadap status gizi. Setiap kenaikan pendapatan umumnya mempunyai dampak langsung terhadap status gizi penduduk. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian Luciana, dkk (2012) menyatakan ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan pola makan anak. Namun, hal ini tidak sejalan dengan Tahir, dkk (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi yang berdampak pada pola konsumsi makannya.

Pendapatan pada anak berupa uang jajan (Pahlevi, 2012).Uang jajan adalah uang yang diberikan orang tua kepada anak untuk membeli jajanan di sekolah. Uang jajan yang rutin diberikan pada anak dapat membentuk sikap dan persepsi anak bahwa uang jajan adalah hak mereka dan mereka bisa menggunakannya sesui dengan keinginan mereka, sehingga anak bisa memanfaatkan secara bebas. Pemberian uang jajan juga dapat mempengaruhi kebiasaan jajan dalam membeli makanan pada anak usia sekolah (Aprillia, 2011).


(56)

Berdasarkan hasil penelitian Syafitri (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara alokasi uang saku untuk membeli jajanan dengan jumlah jenis makanan jajanan yang dibeli siswa. Artinya semakin besar alokasi uang saku untuk membeli jajanan maka jumlah jenis jajanan yang dibeli akan semakin besar pula. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Getruida (2010) yang menyatakan tidak ada perbedaan bernakna antara uang jajan dengan status gizi. Artinya, uang jajan tidak dapat mempengaruhi anak dalam membeli makanan yang akan berdampak pada status gizi.

Hal ini dapat dismpulkan, bahwa tingkat ekonomi keluarga yang tinggi akan berdampak tinggi juga pada pemberian uang saku. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil bagian dari ekonomi keluarga yaitu jumlah uang jajan yang diberikan orang tua kepada anak, bukan jumlah pendapatan dalam keluarga.

13. Pekerjaan

Menurut Depkes (2008), pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar. Menurut Hariyani (2011), pekerjaan kepala rumah tangga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jenis pekerjaan berhubungan erat dengan pendapatan yang merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang akan dikonsumsi (Suhardjo, 1989). Berdasarkan hasil penelitian Wahida


(57)

(2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan kepala rumah tangga dengan pola konsumsi makan.

14. Pendidikan Ibu

Menurut Notoadmojo (2003), pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan menurut Depkes (2008), pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh seseorang.

Pendidikan ibu merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pengetahuan yang tinggi, karena orang yang berpendidikan tinggi biasanya lebih mudah untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan dalam hal apapun termasuk gizi (Apriadji, 1986).

Pola konsumsi makan yang sehat cenderung dilakukan oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini diasumsikan karena mereka lebih sadar akan kesehatan sehingga mempunyai gaya hidup yang lebih sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat membantu dalam pembentukan konsep antara hubungan


(58)

pola konsumsi makan dan kesehatan pada individu (Gibney et al., 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Mufidah (2008) menunjukkan bahwa pendidikan ibu rumah tangga berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi pangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Pahlevi (2012) yang menyatakan bahwa terdapa hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi yang berdampak pada pola makannya.

15. Pengalaman Individu

Pengalaman individu dapat bermula dari perjalanan hidup individu itu sendiri. Salah satunya adalah pengalaman dalam pola konsumsi. Setiap individu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis, jumlah makanan tertentu, ada yang suka dan tidak suka/pantang mengonsumsi makanan tertentu dengan berbagai macam alasan, seperti seseorang tidak mau mengonsumsi makanan seafood karena berdasarkan pengalaman pribadi, makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang kurang enak dan lain-lain (Suhardjo, 2006).

Menurut Moehji (2005) dalam Anzarkusuma (2014) bahwa salah faktor yang banyak mempengaruhi kebiasaan makan anak adalah pengalaman-pengalaman.

16. Sosial dan Budaya

Kebiasaan makan penduduk dapat terbentuk oleh unsur sosial dan budaya, namun hal ini kadang bertentangan dengan prinsip ilmu


(59)

gizi. Berbagai macam budaya memberikan peran dan nilai yang berbeda-berbeda terhadap pangan atau makanan yang dikonsumsi. Masih adanya bahan makanan yang dianggap tabu oleh suatu budaya masyarakat dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu (Suhardjo, 2006). Menurut penelitian Mufidah (2012) salah satu dari faktor yang ikut mendukung terciptanya sensasi kesenangan pada pola makan masyarakat perkotaan khususnya di Surabaya adalah faktor lingkungan. Terutama lingkungan sosial.

17. Tempat Tinggal

Menurut Depkes (2008), tempat tinggal adalah lokasi rumah seseorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan. Indikator yang digunakan untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan adalah indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya dibedakan pada tiga variabel, yaitu: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007).

Mufidah (2012) menyatakan bahwa pola konsumsi dipengaruhi oleh sekitar tempat tinggal, lingkungan pekerjaan dan pergaulan. Jika tidak mengikuti apa yang lingkungan mereka lakukan, maka pasti akan dikucilkan dari lingkungan tersebut. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mangdy (2014) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pola makan anak dengan tempat tinggal di perkotaan dan pedesaan.


(60)

18. Peran Orang Tua

Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk perilaku anak, terutama perilaku konsumsi makan. Ibu yang memiliki peran utama dalam membentuk perilaku makan anaknya. Orang tua berfungsi sebagai promosi kesehatan (prinsip gizi seimbang) pada keluarga. Semakin sering keluarga melakukan promosi kesehatan gizi pada anak dan anggota keluarga lainnya maka perilaku gizi keluarga semakin baik yang terutama pada perilaku konsumsinya (Almatsier, 2011).

Orang tua berpengaruh terhadap pola makan anak. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun kesukaan makan anak dan dapat membentuk gaya yang berpengaruh terhadap dimana, bagaimana, dengan siapa, dan berapa banyak yang ia makan. Interaksi orang tua dan anak juga dapat berpengaruh terhadap pilihan makan dan pengembangan pola makan anak (Almatsier, 2011). Karena pola kebiasaan makan anak berawal dari orang tua (Worthington, 2000). Menurut Worthington (2000) bahwa peran keluarga berpengaruh terhadap ketersediaan makan, pengetahuan gizi, dan kandungan zat gizi makanan yang ditawarkan.

Berdasarkan hasil penelitian Bryant (2004) menyatakan peran orang tua sangat berpengaruh terhadap pola makan anak. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mandy (2014) yang menyatakan bahwa


(61)

ada hubungan antara peran orang tua dengan peningkatan asupan makan anak.

19. Teman Sebaya

Teman atau kelompok sebaya memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pemilihan makan individu, yang mulai mempengaruhi sejak anak mulai sekolah. Hal ini dapat menyebabkan kebutuhan gizi yang terabaikan, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut. Remaja mulai peduli terhadap penampilan fisik dan perilaku sosial, agar mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Hal yang paling penting agar diterima oleh teman sebaya adalah pemilihan makan individu tersebut (Barker, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Anita (2012) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kebiasaan sarapan dan makan 3 kali sehari ialah acuan teman sebaya.

20. Dampak Media Massa

Media massa adalah faktor eksternal yang mengubah perilaku khalayak melalui proses belajar sosial dengan memberikan efek komunikasi berupa penambahan pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku (Rakhmat, 1991 dalam Lestari, 2013). Anak umur 5-10 tahun lebih sering menonton iklan daripada anak umur 11-12 tahun. Anak yang lebih tua dapat menyadari tujuan komersial dari iklan, yaitu untuk menjual produk bukan untuk hiburan atau pendidikan (Almatsier, 2011).


(62)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Worthington-Roberts dan Rodwell Williams (2000) dalam Almatsier (2011) menunjukkan bahwa anak-anak banyak menghabiskan waktu di depan TV, terutama pada hari libur. Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku anak, termasuk terhadap pola konsumsinya. Hasil penelitian Febry, dkk (2011) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara daya tarik iklan berupa pesan dalam iklan dengan konsumsi soft drink. Adanya hubungan yang signifikan menunjukkan bahwa daya tarik iklan di media massa akan mempengaruhi frekuensi konsumsi makan. Hal ini didkukung oleh hasil penelitian Kathrine (2001) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan televisi yang sering dengan tingkat konsumsi energi anak.

21. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan dapat diartikan sebagai kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (Worthington, 2000). Asupan zat gizi seperti energi dan protein dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga dan apabila tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes, 2002). Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan dapat dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan dalam keluarga, harga bahan makanan, dan tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan (Apriadji, 1986).


(63)

Menurut Safawi (2009) dalam Hermansyah (2010) faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat menjadi unsur penting dalam pemenuhan asupan gizi yang sesuai selain perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak.

F. Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Worthington (2000), Gibney (2005), Christina (2014), Sofianta (2015).

Bagan 2. 1 Kerangka Teori Faktor Individu:

1. IMT 2. Umur

3. Jenis Kelamin 4. Pengetahuan Gizi

5. Kenyakinan, nilai, dan norma 6. Kebutuhan Fisiologis Tubuh 7. Body Image/Citra Diri 8. Konsep Diri

9. Pemilihan dan Arti Makanan 10. Perkembangan Psikososial 11. Kesehatan (Riwayat Penyakit)

Faktor Lingkungan:

1. Tingkat Ekonomi Keluarga 2. Pekerjaan

3. Pendidikan Orang tua 4. Tempat Tinggal 5. Sosial Budaya 6. Peran Orang Tua 7. Teman Sebaya 8. Pengalaman individu 9. Iklan/ Media Massa

Pola Konsumsi Makan Siswa


(64)

47 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Banyak faktor yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada siswa Madrasah. Berdasarkan kerangka teori yang disebutkan pada bab sebelumnya, ada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen.Variabel dependen pada penelitian ini yaitu pola konsumsi makan pada siswa Madrasah sedangkan variabel independennya adalah umur, jenis kelamin, uang jajan, pendidikan ibu, peran orang tua, pengetahuan gizi, dan body image. Adapun variabel yang diteliti pada penelitian ini diantaranya:

1. Umur

Umur seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsi makan dan kebutuhan energi. Hal ini, disebabkan terjadinya perubahan komposisi tubuh seiring dengan bertambahnya umur. Sehingga dibutuhkan energi dan kebutuhan zat gizi yang dapat terpenuhi. Oleh karena itu, peneliti mengambil variabel umur untuk melihat pola konsumsi makan antara umur 9 tahun hingga 12 tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor yang dapat membedakan pola konsumsi makan. Pertumbuhan, perkembangan, dan massa otot individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, menyebabkan laki-laki memiliki pola konsumsi makan lebih banyak


(1)

Nama kelamin energi AKG karbohidrat

Septianti 10 P 949,0 47,5 130,1 47,3 26,8 44,7 34,9 52,1

Wanda 10 P 673,5 33,7 115,3 41,9 21,0 34,9 13,2 19,8

Andia 11 P 1333,0 66,7 198,7 72,3 41,7 69,6 39,7 59,2

Hani 10 P 1535,0 76,8 178,8 65,0 51,3 85,6 66,2 98,8

Nadia 11 P 741,2 37,1 99,2 36,1 23,5 39,2 26,0 38,8

Nazwa S 11 P 1020,5 51,0 121,2 44,1 33,2 55,4 44,1 65,9

Nova Safitri 11 P 1101,2 55,1 115,7 42,1 39,7 66,2 53,2 79,5

Silmi 11 P 1121,3 56,1 149,1 54,2 32,2 53,7 41,9 62,6

Zaidatul 10 P 956,1 47,8 128,9 46,9 32,3 53,9 33,4 49,9

Ananda 11 P 2174,5 108,7 289,5 105,3 72,0 119,9 77,4 115,5

A.gilang 10 L 1221,7 57,0 159,6 55,2 39,8 71,0 45,7 65,2

M.albi 10 L 615,0 60,9 90,9 31,5 20,4 36,4 16,5 23,6

M.Irfan hasan 10 L 1352,4 48,3 146,4 50,6 50,3 89,8 61,1 87,3

M.ihsan 10 L 1185,1 60,6 159,3 55,1 27,2 48,5 48,3 69,0


(2)

Nama kelamin energi AKG karbohidrat

Raka 10 L 1010,2 80,6 109,7 38,0 43,5 77,7 42,3 60,4

Rafli 10 L 1469,1 79,4 120,6 41,7 65,7 117,3 80,6 115,1

Lily 10 P 655,2 32,8 80,5 29,3 28,8 48,0 22,5 33,5

Ahmad fauzi 11 L 1412,6 41,0 193,1 66,8 43,7 78,0 50,5 72,1

A.syahlan 11 L 776,9 46,1 137,8 47,7 26,5 47,4 11,4 16,2

Aulia 12 P 1179,8 59,0 156,8 57,0 45,1 75,1 40,4 60,3

Azka 11 L 1251,5 36,4 167,3 57,9 43,5 77,7 48,2 68,9

Dimas 12 L 1010,0 61,1 102,5 35,5 39,5 70,6 43,5 62,2

Haidar 12 L 1101,6 62,5 248,9 86,1 38,6 69,0 49,4 70,6

Fatimah 12 P 894,9 44,7 110,5 40,2 36,3 60,6 35,2 52,5

Herlangga 11 L 1087,8 31,4 88,6 30,7 41,7 74,5 62,3 89,0

Inka 12 P 562,7 28,1 77,6 28,2 28,5 47,6 15,0 22,4

Maulana 12 L 1279,0 50,6 166,7 57,7 41,8 74,7 49,3 70,5

M.Jundi 11 L 1045,4 79,7 108,5 37,5 48,9 87,3 45,4 64,9


(3)

Nama kelamin energi AKG karbohidrat

M.hamdi 11 L 874,0 79,4 151,0 52,2 49,5 88,5 61,8 88,3

Nubza 11 P 752,4 37,6 121,1 44,0 22,5 37,4 18,8 28,1

Nur Aprilianti 11 P 1091,4 54,6 137,0 49,8 39,0 65,0 43,0 64,1

Nur Fairawati 12 P 845,5 42,3 157,6 57,3 22,5 37,5 12,7 19,0

Raidah 11 P 907,7 45,4 121,3 44,1 26,9 44,9 32,5 48,5

Robiatul 11 P 1506,5 75,3 147,2 53,5 54,4 90,6 76,4 114,0

Sabilurosyad 11 L 1699,5 76,0 176,2 61,0 43,3 77,3 93,7 133,9

Siti Hodijah 11 P 1808,1 90,4 229,0 83,3 65,8 109,7 68,2 101,8

M.jiddan 11 L 845,1 42,3 129,3 47,0 26,8 44,7 23,3 34,8

Salman 11 L 1258,2 59,3 182,8 63,2 32,7 58,4 43,0 61,4

Adinda 12 P 1126,9 56,3 120,5 43,8 40,7 67,8 53,6 80,0

Elita 12 P 796,6 39,8 86,6 31,5 25,9 43,2 39,0 58,2

Fahri 12 L 1009,5 48,1 154,2 53,4 33,0 59,0 28,3 40,5

Fitri 12 P 1058,2 52,9 150,3 54,7 31,8 53,0 36,7 54,8


(4)

Nama kelamin energi AKG karbohidrat

Nasywa 12 P 1502,5 75,1 198,2 72,1 62,0 103,3 47,8 71,3

Naufal 11 L 1068,3 50,9 132,1 45,7 29,9 53,3 45,8 65,4

Nibras 12 P 1008,6 50,4 105,2 38,2 37,8 63,0 47,3 70,5

Nuha 11 P 831,8 41,6 96,4 35,0 34,7 57,8 32,4 48,4

Nurul 12 P 724,9 36,2 81,7 29,7 32,4 53,9 29,9 44,7

Kartika 12 P 908,7 45,4 118,9 43,2 33,1 55,1 31,8 47,4

Raka 11 L 738,1 35,1 65,6 22,7 29,4 52,4 39,7 56,7

Saipul 12 L 1115,1 53,1 139,1 48,1 43,9 78,3 40,7 58,1

Salsabela 12 P 899,7 45,0 133,8 48,7 35,5 59,2 22,8 34,1

Siti 12 P 1322,1 66,1 182,7 66,4 43,7 72,8 47,1 70,2

Subhana 12 P 1030,0 51,5 137,0 49,8 37,5 62,5 36,5 54,4

Soniya 11 P 1084,7 54,2 158,6 57,7 37,7 62,9 30,1 44,9

Surandika 11 L 1663,9 79,2 197,1 68,2 53,4 95,4 72,4 103,4

Syafa 12 P 1746,4 87,3 235,1 85,5 58,3 97,1 63,5 94,7


(5)

Nama kelamin energi AKG karbohidrat

Zainul 11 L 1204,2 56,2 165,8 57,4 46,4 82,8 38,6 55,1

Naurah Cahya

Auliya 9 P 1108,6 59,9 111,9 44,0 44,1 78,7 54,6 75,9

Siti Najwa

Kaluku 9 P 1504,6 81,3 109,6 43,1 77,7 158,6 83,3 115,7

Ahmad fadilah 10 L 1789,0 96,7 215,5 84,8 70,1 143,1 74,1 102,9

Dhea 9 P 1788,3 96,7 211,8 83,4 69,9 142,7 56,0 77,8

Rata-rata keseluruhan 1225,657644 64,046395 160,190226 59,31757577

43,3711


(6)