Fermentasi Padat Kedelai menggunakan R. oligosporus

menyatakan bahwa pada proses fermentasi kedelai kepadatan spora yang digunakan sebesar 10 6 selml. Pertumbuhan spora memiliki kondisi optimal berbeda pada pertumbuhan vegetatifnya yang perlu distimulasi oleh beberapa faktor nutrisi atau lingkungan. Kepadatan spora berperan penting dalam proses fermentasi. Kepadatan yang terlalu rendah menyebabkan biomassa tidak cukup dan memicu pertumbuhan kontaminan, disamping itu jika terlalu tinggi akan menghasilkan biomassa yang terlalu banyak dan menghabiskan nutrien pada substrat yang berguna dalam pembentukan produk. Kepadatan spora menggunakan range dari 10 4 hingga 10 8 spora per gram substrat Mitchell et al., 2000. Spora dengan kepadatan tersebut dianggap sebagai jumlah yang optimal. Penghitungan spora ini diperlukan untuk mengetahui densitas tertinggi dari R. oligosporus. Oleh karena itu dibutuhkan kepadatan spora tertinggi yang nantinya digunakan sebagai starter untuk proses fermentasi.

4.3 Fermentasi Padat Kedelai menggunakan R. oligosporus

Fermentasi padat kedelai mengunakan dua jenis substrat yang berbeda, yaitu kedelai berupa butiran dan tepung kedelai. Penggunaan dua jenis substrat yang Gambar 4.3 Kurva Kepadatan Spora Selml dengan waktu inkubasi 7 hari berbeda berfungsi untuk mengetahui kemampuan R. oligosporus menghasilkan L- asparaginase. Pandey et al., 1999 menyatakan bahwa ukuran partikel substrat dan inokulum berpengaruh dalam proses fermentasi. Hasil fermentasi menggunakan substrat kedelai disebut dengan tempe, sedangkan hasil ferementasi menggunakan tepung kedelai disebut dengan soybean meal . Kedelai ataupun tepung kedelai diinokulasi dengan dua jenis inokulum, yaitu ragi tempe dan spora isolat R. oligosporus. Secara fisik tidak ada perbedaan, hanya saja saat sudah menjadi tempe memiliki aroma yang berbeda. R. oligosporus yang digunakan memiliki kepadatan spora 10 6 selml sesuai hasil penghitungan kepadatan spora. Tabel 4.2 Perbandingan fisik kedelai dengan penambahan ragi dan spora Nama Warna Penampakan Aroma Keterangan Kedelai+ Ragi KR Putih pucat Padat khas tempe pada umumnya Kedelai+Spora KSR Putih kapas Padat, kompak Khas tempe lebih keras Tabel 4.2 menunjukkan perbedaan KR dengan KSR. Pada KR, inokulum yang digunakan berupa ragi yang merupakan campuran dari berbagai macam mikroorganisme kapang, yeast, dan bakteri, sedangkan pada kedelai spora KSR inokulum yang digunakan berupa spora dari R. oligosporus. Tingkat kemurnian KSR lebih tinggi daripada KR karena inokulum yang digunakan berasal dari satu spesies kapang isolat R. oligosporus. Secara kualitatif kedelai spora memiliki aroma khas tempe yang lebih keras daripada KR. Hal itu dikarenakan komposisi dan kemurnian dari ragi tidak konsisten sehingga tempe yang dihasilkan memiliki kualitas organoleptik yang beragam Karsono et al., 2009. Tempe hasil fermentasi oleh R. oligosporus secara fisik lebih baik daripada ragi tempe. Hal tersebut disebabkan pada ragi tempe isolat yang digunakan lebih dari satu jenis mikroorganisme kapang, yeast, dan bakteri, kemungkinan produk yang dihasilkan saling menghambat masing-masing spesies. Weng and Chen 2011 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa dalam proses fermentasi kedelai, pertumbuhan R. oligosporus terhambat karena adanya aktivitas Bacillus substilis. Oleh karena itu, tempe hasil fermentasi menggunakan R. oligosporus memiliki kualitas fisik lebih baik karena hanya satu jenis kapang isolat R. oligosporus yang tumbuh, sehingga pertumbuhannya lebih optimal. Aroma khas tempe disebabkan karena terdapat senyawa ester yaitu metil asetat pada kedelai Feng et al., 2007. Jelen et al., 2013 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa saat fermentasi kedelai terjadi ditemukan senyawa aromatik seperti 2-asetil-1-pirolin, 2-etil-3,5-dimetilpirazin, dimetil trisulfida, metional, 2- metilpropanal, dan E,E-2,4-decadienal. Hal itu juga berlaku untuk tepung kedelai. Tepung kedelai yang diinokulasikan dengan spora isolat R. oligosporus memiliki aroma khas tempe yang lebih tajam daripada tepung kedelai yang diinokulasikan dengan ragi tempe. Sedangkan untuk penampakannya sama. Kedelai sebagai sumber nitrogen diperoleh dalam bentuk senyawa asam amino yang memungkinkan ragi tempe ataupun R. oligosporus mensintesis L- asparaginase dengan memanfaatkan asam amino seperti L-asparagin yang jika terhidrolisis akan melepaskan nitrogen dalam bentuk NH 3 . Nitrogen dalam bentuk NH 3 ini digunakan untuk sintesis protein dan kelangsungan hidup sel. Selama proses fermentasi kedelai, diketahui pH berubah menjadi alkali, ada kemungkinan selama proses tersebut terjadi pelepasan ammonia saat deaminasi asam amino Aoki et al., 2003. Hasil fermentasi padat dengan substrat kedelai dan tepung kedelai akan diekstraksi dengan menggunakan Buffer Fosfat pH 8. Penggunaan buffer fosfat pH 8 karena L-asparaginase lebih stabil pada pH alkali IJIRSET, 2013 . Oleh karena itu digunakan buffer fosfat pH 8 untuk menjaga kesetimbangan L-asparaginase.

4.4 Uji Aktivitas Kuantitatif L-asparaginase