CERAMAHSEMINAR Ceramah: “Kesadaran Beragama dan Pembinaan Remaja Pemuda GMI KARYA ILMIAH YANG DITERBITKAN

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 2 hidrolik, dan alat suntik. 1 Seorang ilmuwan lain Albert Enstein 1879–1955, fisikawan Amerika Serikat, kelahiran Jerman, yang pada zamannya menjadi tokoh intelektual paling kreatif. Dia menerima hadiah nobel Fisika pada tahun 1921. Rumusnya tentang kesetaraan antara massa m dan energi E yang sangat pendek tetapi menggoncangkan dunia adalah E = mc 2 . 2 Yang mau saya katakan lewat kedua contoh tokoh ini adalah bahwa mereka sebagai ilmuwan yang begitu padat prestasi dalam ilmu pengetahuan tidaklah meremehkan fungsi agama, tetapi sangat menyadari pentingnya agama dan pendidikan agama itu dalam kehidupan manusia. Blaise Pascal terkenal tidak saja sebagai ilmuwan dan matematikawan tetapi sebagai seorang agamawan dan juga penulis buku keagamaan. Begitu banyak bukunya tentang agama sehingga sebagian baru diterbitkan setelah ia meninggal dunia. Sedangkan Albert Einstein, yang menegaskan bahwa kebenaran ilmiahlah yang harus dianggap sebagai kebenaran teruji karena terlepas dari faktor manusiawi, ternyata menolak atheisme. Malah dikatakannya “Science without religion is lame and religion without science is blind”. Sikap ini sangat berbeda dengan sikap banyak orang dewasa ini yang prestasinya dalam ilmu pengetahuan tidak seperti prestasi kedua tokoh ini. Mereka meremehkan fungsi agama dan pendidikan agama. Banyak, kalau tak mau dikatakan banyak, paling kurang ada mahasiswa, bahkan dosen atau pimpinan di kalangan perguruan tinggi menganggap pendidikan agama sebagai mata kuliah gampangan, tambahan, dll. Pada hal mata kuliah pendidikan agama sangat penting dalam rangka pembentukan kepribadian dan perilaku sebagai bekal mahasiswa di dalam memasuki kehidupan bermasyarakat. Secara khusus, mata kuliah ini penting dalam era global dan teknik informasi yang penuh dengan masalah-masalah etis dan moral. Peranan penting tersebutlah yang akan saya paparkan dalam pidato pengukuhan ini dengan menguraikan: • Hubungan pendidikan agama dan perkembangan moral serta perilaku mahasiswa • Era global dan teknik informasi serta masalah-masalah etis dan moral • Paradigma baru Pendidikan Agama sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian • Kesimpulan dan saran 1 Lihat penjelasan lanjut mengenai hal ini dalam A.J. Krailsheimer, Pascal-Penses, Penguin-Classics, 1970, hal.9-29; bnd. Joel Feinberg, Reason and Responsibility. Reading in Some Basic Problems of Philosophy, Thomson Learning-Wadsworth, Belmond-USA, 2007, hal.114-117. 2 Lihat penjelasan lanjut mengenai hal ini dalam Denis Brian, TheUnespected Einstein. The Real Man Behind the Icon, John Wiley Sons, New Jersey, 2008, hal.166-194. Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Masalah Etis dan Moral di Era Global dan Teknik Informasi 23 Risnawaty Sinulingga, Gender dari Sudut Pandang Agama Kristen, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Wawasan, Vol.12, No.1Juni, Medan, 2006. Risnawaty Sinulingga, Perceraian dalam Agama Kristen Suatu Tinjauan Teologis Biblis tentang Perceraian, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Wawasan, Vol.12, No.3February, Medan, 2007. Risnawaty Sinulingga, Tinjauan Teologis Biblis tentang Doa, Minyak Urapan, Penumpangan Tangan dan Puasa, Jurnal Teologi Tabernakel, Edisi XVIIJanuari-Juni, Medan, 2007. Risnawaty Sinulingga, Misi: Suatu Tinjauan Teologis Biblis tentang Misi, Jurnal Teologi Tabernakel, Edisi XVIIIAgustus-Desember, Medan, 2007. Risnawaty Sinulingga, Gereja dan Pelayanan Mahasiswa Kristen, Jurnal Teologi dan Pelayanan, Vol.2, No.2Oktober, Malang, 2007. Risnawaty Sinulingga, TAFSIRAN ALKITAB: KITAB AMSAL 1 – 9, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2007.

H. CERAMAHSEMINAR Ceramah: “Kesadaran Beragama dan Pembinaan Remaja Pemuda GMI

Jemaat Markoni yang Bertanggung jawab”, sebagai penceramah, GMI Markoni, Parapat, 8 s.d. 11 Juli 1990. Seminar Gender: “Gender dari Segi Teologi dan Gereja”, sebagai penceramah, GKPI se-Indonesia, Pematangsiantar, 14 s.d. 16 November 1994. Seminar Sehari Mahasiswa: “Pertumbuhan Gereja dan Pelayanan Mahasiswa”, sebagai penceramah, UKM-KMK USU PERKANTAS, Medan, 22 Aporil 1995. Ceramah: “Cara Memimpin PA”, sebagai penceramah, Moria GBKP Klasis Lubuk Pakam, Galang, 20 Mei 1995. Seminar USU: “Forum USU – Universiti Malaysia”, sebagai peserta, USU, Medan, 22 s.d. 23 November 1995. Seminar PHBK USU: “Pembinaan Iman”, sebagai wakil ketua, PHBK USU, Medan, 5 Oktober 1996. Ceramah: “Tempramen yang Diubahkan”, sebagai penceramah, GMI Gloria, Sibolangit, 28 Desember 1996. Seminar PHBK USU: “Seminar Reformasi”, sebagai anggota Panitia, PHBK USU, Medan, 10 Mei 1997. Lokakarya Nasional: “Teologi Feminis dan Teologi Gender”, sebagai peserta, PERSETIA, Yogyakarta, 27 s.d. 30 Juli 1997. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 22 The Valoruous Wife Compared to Personified Wisdom Prov.31.10-31 1.20-21, 32-36; 9.1-6, The South East Asia Graduate School of Theology, Singapura. Analisa Linguistik atas Ungkapan “Takut akan Tuhan” dalam Kitab Amsal, Tyndale House, Cambridge, England. Analisa Teologis atas Peran Redaktur dalam Penyuntingan Amsal 1.1-7, Tyndale House, Cambridge. Analisa Teologis atas Perkembangan Konsep Hikmat yang Dipersonifikasi dalam Amsal 1 s.d. 9, Tyndale House, Cambrige, England.

G. KARYA ILMIAH YANG DITERBITKAN

Risnawaty Sinulingga, Perempuan Perlukah Kita Menggugat Kitab Suci?, dalam Darius Dubut, Joas Adiprasetya eds, KURBAN BERBAU HARUM, Badan Penelitian dan Penembangan PGI, Jakarta, 1995. Risnawaty Sinulingga, Misi dalam Perjanjian Lama, dalam Indriani Bone, Paul Hidayat, Anwar Chen eds, Berteologia dalam Anugrah, STT Cipanas, Cipanas, 1997. Risnawaty Sinulingga, Poligami dan Perceraian dalam Perjanjian Lama, Jurnal Pelita Zaman, Vol.12, No.2, Bandung, 1997. Risnawaty Sinulingga, Ekonomi Kerakyatan dalam Kitab Amsal, Jurnal Pelita Zaman, Vol.14, No.1, Bandung, 1999. Risnawaty Sinulingga, Teologi Alkitabiah tentang Persembahan, Maranatha, Edisi 94Februari, Medan, 1999. Risnawaty Sinulingga, Menyikapi Reformasi dalam Pelayanan Pemuda dan Mahasiswa Kristen, Maranatha, Edisi 97Mei, Medan, 1999. Risnawaty Sinulingga, Carilah Tuhan maka kamu akan hidup, dalam Slamat Tarigan ed., Pertumbuhan Persaudaraan Masyarakat Majemuk dan Kedaulatan Rakyat, Maranatha, Medan, 1999. Risnawaty Sinulingga, Perspektif Feminis dan Otoritas Kitab Suci: Perjanjian Lama dari Kaca Mata Perempuan Indonesia, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Wawasan, Vol.7, No.3, Medan, 2000. Risnawaty Sinulingga, Perlakuan Kesehatan Reproduksi “inang-inang” Batak Toba di Pajak Horas Kodya Pematang Siantar, Komunikasi Penelitian, Lembaga Penelitian USU, Vol.18 1, Medan, 2001. Risnawaty Sinulingga, Perlakuan Kesehatan Reproduksi “inang-inang” Batak Toba di Pusat PasarSentral Kodya Medan, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Wawasan, Vol.9, No.2, Medan, 2002. Risnawaty Sinulingga, PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian MPK, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005. Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Masalah Etis dan Moral di Era Global dan Teknik Informasi 3 PENDIDIKAN AGAMA DAN PERKEMBANGAN MORAL SERTA PERILAKU MAHASISWA Perkembangan Moral dan Perilaku Hadirin yang saya muliakan, Lawrence Kohlberg, seorang profesor pendidikan dan psikologi sosial dari Universitas Harvard berdasarkan penelitiannya, menyatakan bahwa proses perkembangan moral dan perilaku pada setiap manusia tidak pernah selesai, sejak dari dalam kandungan sampai akhir hayat. 3 Ada banyak teori tentang proses perkembangan moral dan perilaku tersebut. Teori-teori pada abad 19 tentang perilaku manusia psikoanalisis amat dipengaruhi oleh pandangan positivisme yang mendasari fisika dan biologi, yaitu bahwa manusia sebagai makhluk biologis adalah sistem kompleks energi yang memelihara diri dalam hubungannya dengan dunia luar. Tujuan memelihara diri ini adalah untuk mempertahankan diri dan mempertahankan jenis menurut hukum evolusi. Pada periode ini dikenal Mazhab Italia, Morfologi Konstitusional: Mazhab Perancis, Morfologi Konstitusional di Jerman: Tipologi Kretschmer, Psikologi Konstitusional di Amerika Serikat: Teori W.H.Sheldon. 4 Tetapi pada akhir abad 19, muncul teori-teori lain, yang dipengaruhi oleh sosiologi dan antropologi yang sangat berkembang pada saat itu. Sangat ditonjolkan dalam ilmu sosial bahwa manusia adalah terutama makhluk sosial ketimbang makhluk biologis. Jadi manusia itu adalah terlebih-lebih hasil masyarakat yang menjadi lingkungannya atau masyarakat dimana dia hidup. Pendekatan ini disebut psikologi sosial. Alfred Alder, bapak Individual Psychology mempergunakan pendekatan psikologi sosial dalam bahasannya tentang perkembangan moral dan perilaku seseorang. Menurutnya ada dua dorongan pokok di dalam diri manusia yang melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu dorongan keakuan dan dorongan kemasyarakatan. Dikemukakan bahwa konkretnya dorongan kemasyarakatan itu berbentuk koperasi, hubungan sosial, hubungan antar pribadi, hubungan dengan kelompok, dll. Dalam arti yang lebih luas dorongan kemasyarakatan ini merupakan dorongan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat dan membantu masyarakat yang 3 L. Kohlberg, “Cognitive-Development Theory and the Practice of Collective Moral Education”, dalam M. Collins dan M. Gottesman ed., Group Care: The Educational Path of Youth Aliyah, Gordon and Breach, New York, 1971; bnd. Cognitive-Developmental Approach to Moral Education, The Humanist, November-Desember, 1972; Ronald Duska dan Mariellen Whelan, Perkembangan Moral, Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, Kanisius, Yogyakarta, 1982. 4 Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.15-50. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 4 menjadi lingkungan seseorang guna mencapai tujuan yang sempurna. 5 Hal yang bersamaan dikemukakan Edwards Lee Thorndike, seorang penganut paham psikologi behavior. Kalau Adler memakai istilah “dorongan masyarakat”, Thorndike menonjolkan kata “belajar” di dalam menjelaskan latar belakang tingkah laku seseorang, yang menurutnya merupakan terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa dalam lingkungan seseorang yang disebutnya “stimulus” S dengan respons R yang diberikan terhadap stimulus tersebut. Agama dan Perkembangan Moral Serta Perilaku Cukup jelas dari bahasan di atas, bahwa perkembangan moral dan perilaku individu-individu masyarakat manusia bukan karena proses-proses yang bersifat kodrati, tetapi lewat proses yang disebut proses belajar learning process, yang menurut istilah teknis sosiologi disebut “proses sosiologis”. Perkembangan moral dan perilaku itu ditentukan oleh lingkungan seumur hidupnya yang menurut Koentjaraningrat serba berpranata, serba bersistem atau mengandung norma-norma sosial yang terorganisir dan mengatur setiap perilaku warga masyarakat. Salah satu dari antara sekian banyak pranata sosial itu adalah pranata agama. Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku para penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. 6 Memang teori tentang apa agama dan apa fungsi agama juga banyak dan bermacam-macam. Banyak pemikir yang membuat defenisi agama dengan berfokus pada fungsinya dalam kehidupan ibadah semata. Max Muller 7 dalam defenisinya memberi penekanan pada a perception of the Infinite, Edward Taylor 8 pada the belieft of spiritual beings dan Herbert Spencer 9 pada ancestors worship. Bahkan kerapkali agama dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, mempertinggi fanatisme, takhayul dan kesia-siaan. Tetapi sebagai salah satu pranata sosial, seperti dikemukakan di atas, peran agama sebagai sumber moral dan kaidah sosial tak dapat disangkal. Bahkan Emile Durkheim, seorang atheist, dalam banyak tulisannya, berulang kali menegaskan sumbangan positif agama 5 Lihat bahasan rinci mengenai hal ini dalam Alfred Alder, The Individual Psikology of Alfred Alder, H.L. Ansbacher R. Ansbacher ed., Harper Torchbooks, New York, 1956. 6 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1979; bnd. Herwanto Aryo Manggolo, “Pranata Sosial”, dalam J. Dwi Narwoko-Bagong Suyanto ed., Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal.215-226. 7 Lihat bahasan rinci mengenai hal ini dalam Max Muller, Introduction to Science of Religion, Longman Green and Co., London, 1982. 8 Lihat bahasan rinci mengenai hal ini dalam Edward Tylor, Primitive Culture, J.P. Putnam’as Sons, New York, 1871. 9 Lihat bahasan rinci mengenai hal ini dalam Herbert Spencer, The Principle of Sociology, Greenwood Press, London, 1987. Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Masalah Etis dan Moral di Era Global dan Teknik Informasi 21

E. RIWAYAT KEPANGKATANGOLONGANJABATAN AKADEMIK 1989 CPNS