❏ Mulyadi
Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume V No. 1 April Tahun 2009 Halaman 57
secara sintaktis. Dikatakan bahwa verba ialah semua kata yang berfungsi sebagai predikat dalam
kalimat. Karena dalam bahasa Indonesia pengisi slot predikat termasuk adjektiva, mereka
menggolongkan adjektiva seperti putih, kekar, dan cantik sebagai verba. Moeliono, dkk. 1988 secara
eksplisit membedakan verba dengan adjektiva melalui prefiks
ter- yang bermakna ‘paling’. Adjektiva dapat diberi prefiks ter- mis. terdingin,
tersulit, sedangkan verba tidak bisa diberi prefiks ter- mis. tersukar.
Verba adalah sebuah kategori gramatikal. Sebagai kategori semantis, verba mengacu pada
peristiwa periksa Leech 1981:168; Givon
1984:51—52; Frawley 1992:141. Pengertian
semacam ini tidak terdapat
dalam tulisan
Tampubolon, dkk. dan Moeliono, dkk. Berpangkal pada ekspresi peristiwa, perbedaan verba dengan
adjektiva sejatinya dapat ditentukan; begitu juga klasifikasi verba. Akan tetapi, pengujiannya harus
berbasis pada kriteria semantis. Lebih lanjut, Tampubolon, dkk. 1979,
1988 dan Moeliono, dkk. 1988 berpendapat bahwa VBI memiliki tiga kelas utama: keadaan,
proses, dan aksi perbuatan. Status keanggotaan sebuah verba mereka uji dengan konstruksi
interogatif. Jawaban terhadap tes seperti 2 a. X dalam keadaan apa?
b. Apa yang terjadi pada X? c. X melakukan apa?
secara berurutan mengacu pada anggota verba keadaan, verba proses, dan verba aksi. Dalam hal
ini, X mengacu pada entitas. Namun, hasil tes ini menimbulkan keraguan. Tampobolon, dkk.
1979:17—18 berpendapat
bahwa bosan dan takut adalah verba keadaan, sementara bimbang
adalah verba proses; datang adalah verba proses dan pergi verba aksi 1979:25—30. Yang ganjil,
verba tahu dan bosan justru mereka tempatkan dalam kelas yang sama kendatipun mengacu pada
peristiwa yang berbeda; begitu pula, verba seperti dengar, ingat, dan bimbang.
Pada bagian yang lain, sejumlah ahli lihat, antara lain, Chafe 1970; Mourelatos 1981;
Leech 1981; Foley dan Van Valin 1984; Frawley 1992; Van Valin dan LaPolla 1999; Van Valin
2005 sudah mengusulkan kategorisasi verba bahasa Inggris, tetapi verba tidak sepenuhnya
diperlakukan sebagai fenomena semantis. Ini terlihat dari penggunaan tes struktural. Kecuali itu,
karena menggunakan sumber data bahasa Inggris, verba yang dibahas kurang sesuai dengan VBI
sebab menyangkut perbedaan morfologi kedua bahasa.
3. KONSEP DAN LANDASAN TEORI
3.1 Konsep
Verba ialah sebuah peristiwa prototip yang menunjukkan perubahan properti temporal
Leech 1981:168; Givon 1984:51—52, 64; Elson dan Pickett 1987:20—21; Frawley 1992:142,
144—145. Dari perubahan itu, peristiwa memotivasi kekategorian verba. Perubahan dalam
ekspresi peristiwa dimotivasi oleh tingkat kestabilan waktu Givon 1984:52. Verba keadaan
dianggap paling stabil waktunya dalam arti tidak mengalami perubahan waktu. Verba proses kurang
stabil waktunya karena bergerak dari suatu keadaan menuju keadaan lain. Verba tindakan
tidak stabil waktunya.
Ketiga kelas verba itu akan diuji dengan properti aspektual dinamis, perfektif, dan pungtual.
Ciri dinamis berhubungan dengan perkembangan temporal sebuah verba. Perfektif bermakna suatu
tindakan sudah selesai dan memengaruhi penderita. Pungtual berarti suatu tindakan terjadi
dalam durasi yang singkat dan memengaruhi penderita.
Selanjutnya, peran semantis merupakan generalisasi tentang peran partisipan dalam
peristiwa yang ditunjukkan oleh verba Booij 2007:191. Peran semantis berguna dalam
menggolongkan argumen verba. Menurut Levin 2007:3, representasi peran semantis akan
mereduksi makna verba melalui seperangkat peran yang diberikan kepada argumennya.
3.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini diterapkan teori Metabahasa Semantik Alami MSA dan teori
Peran Semantis Rampatan PSR untuk menerangkan semantik VBI. Teori MSA bekerja
dalam memetakan tipe-tipe semantis VBI, sementara teori PSR berfungsi untuk menerangkan
peran semantis argumen VBI. Gambaran tentang kedua teori tersebut dijelaskan secara ringkas di
bawah ini.
Teori MSA dipelopori oleh Anna Wierzbicka 1991, 1992, 1996 dan dalam
pengembangannya selama lebih dari tiga dekade dibantu oleh rekan-rekan kerjanya—yang utama
adalah Cliff Goddard 1994, 1996a, b. Teori MSA bermula sebagai metode analisis makna leksikal
yang berbasis pada parafrase reduktif; maksudnya, makna kata-kata yang kompleks dieksplikasi
dengan kata-kata yang lebih sederhana, yang lebih mudah dimengerti. Penggunaan metode parafrase
reduktif bertujuan untuk menghindari analisis makna yang berputar-putar dan kabur.
Salah satu konsep teoretis utama dalam penentuan tipe semantis verba ialah perangkat
makna asali. Seluruh makna asali yang disajikan
❏ Mulyadi
Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume V No. 1 April Tahun 2009 Halaman 58
dalam teori MSA bertumpu pada eksponen bahasa Inggris. Eksponen ini selain mempunyai properti
morfosintaktis yang berbeda, termasuk kelas kata, pada bahasa-bahasa yang berbeda, juga
mempunyai varian aloleksis kombinasi. Namun, kata-kata yang digunakan dalam metabahasa
secara semantis adalah sederhana. Perangkat makna tersebut dalam versi BI diilustrasikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perangkat Makna Asali dalam Bahasa Indonesia
Diadaptasi dari Goddard 2006:12
KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI
Substantif AKU, KAMU,
SESEORANGORANG, SESUATU HAL, TUBUH
Substantif relasional
JENIS, BAGIAN Pewatas
INI, SAMA, LAIN Penjumlah
SATU, DUA, SEMUA, BANYAK, BEBERAPA
Evaluator BAIK, BURUK
Deskriptor BESAR, KECIL
Predikat mental
PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT, DENGAR
Ujaran UJAR, KATA, BENAR
Tindakan, peristiwa, gerakan,
perkenaan LAKU, TERJADI, GERAK,
SENTUH Keberadaan dan
milik ADA, PUNYA
Hidup dan mati HIDUP, MATI
Waktu BILAWAKTU, SEKARANG,
SEBELUM, SETELAH, LAMA, SEKEJAP, SEBENTAR,
SEKARANG, SAAT Ruang
DI MANATEMPAT, DI SINI, DI ATAS, DI BAWAH, JAUH,
DEKAT, SEBELAH, DALAM Konsep
logis TIDAK, MUNGKIN, DAPAT,
KARENA, JIKA Augmentor,
intensifier SANGAT, LEBIH
Kesamaan SEPERTI
Dalam penentuan tipe semantis VBI, teori MSA menawarkan polisemi sebagai alat deskripsi.
Polisemi adalah sebuah makna bentuk leksikon tunggal yang bersumber dari dua makna asali yang
berbeda. Menurut Goddard 1996a:31, ada dua hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni
hubungan pengartian dan hubungan implikasi. Hubungan pengartian diterangkan melalui
kombinasi MELAKUKANTERJADI dan MELAKUKAN PADATERJADI. Seseorang
yang melakukan sesuatu pada seseorang atau melakukan sesuatu pada sesuatu dapat dilihat dari
sudut pandang ”pasien”; contohnya, jika X MELAKUKAN SESUATU PADA Y, SESUATU
TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN;
misalnya, jika X MERASAKAN SESUATU, SESUATU TERJADI PADA X.
Selain makna asali dan polisemi terdapat pula konsep sintaksis makna universal, atau
disingkat sintaksis MSA, untuk mengacu pada komponen-komponen berstruktur, seperti ‘aku
ingin melakukan sesuatu’, ‘sesuatu yang buruk terjadi padamu’, atau ’orang ini merasakan sesuatu
yang baik’. Unit dasar dari sintaksis MSA dibentuk oleh substantif dan predikat serta
beberapa elemen tambahan yang ditentukan oleh predikatnya. Dalam teori MSA, makna asali yang
tergolong sebagai verba dan berfungsi sebagai predikat dalam sintaksis MSA ialah 1 predikat
mental [PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT, DENGAR], 2 ujaran [UJAR, KATA], 3
tindakan, peristiwa, pergerakan, dan perkenaan [LAKU, TERJADI, GERAK, dan SENTUH], 4
keberadaan dan milik [ADA dan PUNYA], dan 5 hidup dan mati [HIDUP dan MATI].
Lebih lanjut, teori PSR merupakan generalisasi dari sejumlah ancangan teoretis
tentang peran semantis dan secara khusus dikembangkan dari teori Peran Umum yang
diusulkan pertama kali oleh Foley dan Van Valin 1984 dalam Tata Bahasa Peran dan Acuan.
Dalam teori ini diproyeksikan gagasan aktor dan penderita pada struktur klausa, baik pada klausa
intransitif maupun pada klausa transitif. Kedua peran ini dipahami sebagai relasi semantis
universal. Istilah aktor merujuk kepada generalisasi lintas agen, pengalam, instrumen, dan
peran-peran lain, sedangkan penderita adalah generalisasi lintas pasien, tema, resipien, dan
peran-peran lain. Wujud kedua peran itu pada setiap bahasa berbeda-beda, tergantung dari
karakter morfologis dan sintaktis masing-masing. Bagi Van Valin dan LaPolla 1999:143, relasi
tematis prototip ialah agen dan pasien; artinya, agen adalah prototip untuk aktor dan pasien adalah
prototip untuk penderita.
Aktor dan penderita tidak mempunyai isi semantis yang konstan. Aktor dapat berperan
sebagai agen, pengalam, instrumen, dan peran lain, sedangkan penderita berperan sebagai tema,
pasien, resipien, dan peran-peran lain. Tidak ada perubahan peran aktor dan penderita pada struktur
klausa meskipun konfigurasi sintaktisnya berbeda. Keduanya dapat dipetakan pada argumen predikat
transitif dan argumen predikat intransitif. Aktor dan penderita berbeda dengan relasi sintaktis,
seperti subjek dan objek, ataupun peran kasus, seperti agen dan pasien. Pada sebuah argumen
❏ Mulyadi
Kategori dan Peran Semantis Verba Dalam Bahasa Indonesia
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume V No. 1 April Tahun 2009 Halaman 59
verba berbagai peran yang berbeda direalisasikan sesuai dengan ciri semantis predikatnya.
Dalam teori PSR penentuan peran umum pada sebuah verba didasarkan pada struktur
logisnya Van Valin dan LaPolla, 1999:151; Van Valin, 2005:62. Ada tiga kemungkinan dalam
pemberian peran umum, yaitu 0, 1, 2. Jika sebuah verba memiliki dua argumen atau lebih pada
struktur logisnya, verba itu memerlukan dua peran umum. Apabila sebuah verba mempunyai argumen
tunggal pada struktur logisnya, pada situasi ini diperlukan satu peran umum. Pada verba tanpa
argumen mis., verba rain dan snow dalam bahasa Inggris tidak terdapat peran umum. Sifat peran
umum merupakan fungsi dari struktur logis verba. Jika sebuah verba membutuhkan dua argumen,
keduanya boleh jadi berupa aktor dan penderita. Pada verba dengan peran umum tunggal, pilihan
utamanya diikuti langsung dari struktur logis verbanya. Verba dengan predikat kegiatan pada
struktur logisnya diberi peran aktor; jika tidak, perannya adalah penderita.
Pilihan terhadap argumen sebagai aktor dan penderita tidak bersifat acak, tetapi
berdasarkan dalil tertentu. Van Valin dan LaPolla 1999 mengusulkan sebuah hierarki pemarkahan
untuk lingkungan aktor dan penderita, seperti diringkas pada Gambar 1.
AKTOR PENDERITA
Arg arg 1
arg 1 arg 2
arg pred’ MELAKUKAN melakukan’ x ... pred’ x, y pred’ x, y keadaan x
Gambar 1. Hierarki Aktor dan Penderita
Pada hierarki di atas, ‘argumen MELAKUKAN’ berperingkat tertinggi, dan
argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk aktor. Sementara itu, ’argumen pred’ x’
berperingkat terendah dan argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk penderita. Tanda
panah menunjukkan peningkatan pemarkahan pada peristiwa tipe argumen tertentu untuk aktor atau
penderita. Terkait dengan aktor, pilihan yang bermarkah dimungkinkan jika argumen yang
berperingkat lebih tinggi tidak hadir pada klausa. Pada penderita, pilihan itu dimungkinkan apabila
tidak hadir pasien pada klausa.
4. METODE PENELITIAN