Kebutuhan Pakan Daphnia sp.

perkembangan Daphnia sp.. Diluar selang suhu tersebut, Daphnia sp. akan cenderung bersifat dorman. Daphnia sp. membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya makhluk akuatik lainnya pH tinggi dan kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan bagi Daphnia sp., oleh karena itu tingkat amonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu sistem budidaya mereka. Seluruh spesies Daphnia sp. diketahui sangat sensitif terhadap ion-ion logam, seperti Mn, Zn, dan Cu, dan bahan racun terlarut lain seperti pestisida, bahan pemutih, dan deterjen. Bahan-bahan tersebut bisa menganggu kehidupan mereka. Oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan Daphnia sp.. Ketahanan Daphnia sp. yang baik pada perairan yang miskin oksigen mungkin disebabkan oleh kemampuannya mensintesis hemoglobin. Naiknya kadar haemoglobin dalam darah Daphnia sp. selain diakibatkan oleh kurangnya oksigen terlarut di perairan, juga diakibatkan oleh naiknya suhu, dan tingginya kepadatan populasi Daphnia sp.. Pada kondisi dengan kadar oksigen terlarut rendah, mereka akan meningkatkan kadar haemoglobin untuk membantu pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiran hemoglobin ini sering menyebabkan Daphnia sp. sp. berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila kadar oksigen terlarut cukup Anonymous, 2007. Menurut Aidia, 2014, kualitas air yang ideal untuk mengkultur Daphnia sp. dan Moina sp. adalah suhu; 24-26,7, pH; 6,4-7,5 ppm, DO di atas 3,1 ppm dan kandungan amonia; 0,008-0,144 mgl Shofi, 2007. Yulian et al 2009 juga menyatakan keberhasilan kultur Daphnia sp. dan moina sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, salinitas, pH.

2.5 Kebutuhan Pakan Daphnia sp.

Proses dekomposisi bahan organik akan menumbuhkan banyak bakteri yang merupakan salah satu jenis makanan bagi Daphnia sp.. Dekomposisi merupakan proses pelapukan atau perombakan bahan organik secara biologis oleh mikroba dekomposer probiotik yang menghasilkan hara makro, mikro, hormon, vitamin, dan zat tumbuh, selain itu penambahan bakteri dekomposer juga dapat mempercepat pelapukan bahan organik Zahidah, 2012 dalam Izzah, 2014. Universitas Sumatera Utara Firdaus 2004, menyatakan bahwa Daphnia sp. sp. yang dipelihara dalam air yang mengandung bahan organik tersuspensi dan mineral melakukan seleksi penyerapan dan pemakanan partikel makanan. Makanan yang terdapat dalam lingkungan dapat mendukung perkembangan Daphnia sp. dengan cepat jika makananya tercukupi. Daphnia sp. sp. bersifat non selective filter feeder yakni memakan apa saja asal ukurannya sesuai dengan ukuran mulutnya. Pakan Daphnia sp. sp. adalah bakteri, fitoplankton, alga, diatomae, protozoa dan detritus. Daphnia sp. mendapatkan makanan dengan menggerakan kaki toraks pasangan pertama dan kedua sehingga terjadi gerakan air yang konstan. Pasangan kaki kelima bekerja menggulung air sehingga terbentuk partikel yang tersuspensi. Partikel yang ada disaring oleh satae pada pasangan kaki keempat dan kelima. Partikel tersebut kemudian ditarik ke arah mulut untuk ditelan. Di dalam mulut makanan dihaluskan lalu bergerak ke usus yang akhirnya berakhir di anus di bagian post abdomen. Pakan yang terlalu besar disingkirkan dengan duri-duri pada pangkal kaki pertama, kemudian dibuang menggunakan post abdomen Suwignyo et al. 1998 dalam Anonymous, 2007. Seperti disebutkan sebelumnya, Daphnia sp. bersifat non-filter feeder. Oleh karena itu perlu disiapkan pakan yang sesuai, yaitu dengan algae bersel tunggal, bakteri dan protozoa. Tapi bisa juga memberikan pilihan lain, non-filter feeder boleh dikatakan bukan termasuk pemilih makanan, mereka akan menyaring apa saja selama itu merupakan suatu partikel organik. Oleh karena itu, kita bisa menyiapkan partikel organik lain yang cocok untuk pertumbuhan binatang ini, diantaranya adalah yang mengandung protein cukup. Dengan demikian, kita bisa memasukkan tepung kedelai, susu bubuk dan tepung lain yang mengandung protein tinggi sebagai pilihan Purwakusuma, 2014 Protein merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk dapat hidup sehat. Kekurangan protein dapat menimbulkan berbagai gangguan pada tubuh, antara lain terhambatnya proses pembentukan dan regenerasi sel, terganggunya sistem transmisi impuls syaraf, dan lain-lain. Kebutuhan protein dapat dipenuhi dari konsumsi bahan makanan, baik protein yang terdapat pada bahan asal hewan maupun tanaman. Dilihat dari jumlah dan kelengkapan asam Universitas Sumatera Utara amino esensialnya, protein hewani merupakan protein berkualitas tinggi jika dibandingkan dengan protein nabati. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan sumber protein nabati berprotein tinggi dari bahan jagung, dalam hal ini tepung jagung Alsuhendra et al., 2013. Menurut USDA Nutrient Database for Standarf Reference yang diterbitkan pada Agustus 2002, menyatakan bahwa telur itik lebih kaya akan protein jika dibandingkan dengan telur ayam dalam satuan per 100 gram telur, yaitu sebesar 12,81 untuk telur itik dan 12,49 untuk telur ayam. Berikut tabel analisis proksimatnya: Perbandingan Komposisi Gizi Telur Itik dan Ayam Telur Itik Telur Ayam Zat Gizi Satuan Per 100 g Zat Gizi Satuan Per 100 g Analisis Proksimat Air g 70,83 Air g 75.33 Energi kkal 185 Energi kkal 149 Energi kj 776 Energi kj 623 Protein g 12.81 Protein g 12.49 Total lipid lemak g 13.77 Total lipid lemak g 10.02 Abu g 1.14 Abu g 0.94 Karbohidrat g 1.45 Karbohidrat g 1.22 Serat kasar g 0.0 Serat kasar g 0.0 Sumber: USDA Nutrient Database for Standard Reference 2002 Ketersediaan Daphnia sp. sebagai salah satu produktivitas sekunder dapat menunjang penyediaan pakan alami bagi larva kultivan budidaya, dan dalam hal ini peranan bahan organik sangat membantu meningkatkan pertumbuhannya. Oleh karena itu ketepatan nutrisi dari bahan organik akan memberikan pertumbuhan Daphnia sp. yang maksimal. Bahan organik yang ditambahkan salah satunya adalah kotoran ayam Mokoginta, 2003. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sulasingkin 2003, dinyatakan bahwa kotoran ayam yang digunakan ialah kotoran ayam yang sudah dikeringkan dengan konsentrasi 2,4 gL. Perlakuan yang diujicobakan adalah masing-masing diberikan 50 1,2 gL dari kotoran ayam, dan 50 dari kombinasi bahan organik. Dalam hal ini adalah tepung jagung dan telur itik. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN