Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Daphnia sp.

4.2 Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Daphnia sp.

Berdasarkan hasil analisa laju pertumbuhan dan laju mortalitas populasi Daphnia sp. pada masing-masing perlakuan, didapatkan rata-rata hasil seperti yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Laju Pertumbuhan dan Mortalitas Populasi Daphnia sp. Perlakuan Laju Pertumbuhan IndL Laju Mortalitas IndL Jumlah Akhir IndL A 390 209 2462 a B 147 96 1179 b C 361 259 1479 b D 454 243 2468 a Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Berdasarkan Tabel 2. bahwa laju pertumbuhan populasi tertinggi dicapai oleh perlakuan D yaitu sebesar 454 indL, diduga karena kandungan nutrisi pada media kultur mampu termanfaatkan dengan baik oleh Daphnia sp. untuk terus tumbuh memperbanyak diri. Hasil terendah didapat pada perlakuan B yaitu sebesar 147 indL. Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa perlakuan D merupakan perlakuan yang memiliki hasil tertinggi dari masing-masing ulangan pada perlakuan A, B dan C yaitu sebanyak 2468 individuliter dan hasil terendah pada perlakuan B sebanyak 1179 individuliter. Hasil ini sesuai dengan penelitian Izzah et al. 2014, bahwa dalam penelitiannya terjadi kenaikan populasi yang sangat cepat setelah hari ke-6 yang disebabkan karena pupuk yang diberikan mampu mendukung kehidupan Daphnia sp. sampai puncak populasi. Menurut Mubarak 2007, lama pencapaian puncak populasi adalah waktu antara awal kultur sampai puncak populasi sedangkan lama puncak populasi adalah waktu yang dibutuhkan saat populasi berada di puncak atau kepadatan relatif konstan. Tingginya kepadatan populasi Daphnia sp. pada perlakuan D menunjukan bahwa populasi tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju mortalitasnya. diduga karena pakan yang terkandung dalam media kultur dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Daphnia sp. sehingga pertumbuhan Daphnia sp. dapat tercukupi. Utarini et al. 2012 menyatakan bahwa perbedaan kepadatan populasi pada puncak populasi diduga karena adanya Universitas Sumatera Utara perbedaan persentase kombinasi pupuk yang digunakan, dan perbedaan jumlah nutrisi yang terkandung pada masing-masing perlakuan. Laju mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan C sebesar 259 indL seperti yang tersaji pada Tabel 2. Penambahan kembali pupuk pada hari ke-8 ternyata tidak mempengaruhi kandungan nutrisi yang dapat termanfaatkan Daphnia sp. pada media kultur. Disamping itu persaingan makan antar individu sangat tinggi yang disebabkan jumlah individu pada media kultur telah mencapai puncak populasi. Ditambah penumpukan pupuk di dasar media yang tidak termanfaatkan oleh Daphnia sp. menyebabkan kondisi media kultur menjadi keruh. Oleh karena itu tingkat mortalitas pada populasi Daphnia sp. terus meningkat seiring berkurangnya nutrisi yang bisa termanfaatkan dalam media kultur. Hasil penelitian ini sesuai dengan Izzah et al. 2014, bahwa dalam penelitiannya terjadi penurunan jumlah individu pada hari ke-8 yang sangat cepat. Penambahan pupuk pada hari ke-8 tidak dapat dimanfaatkan oleh Daphnia sp. sebagai makanan, akan tetapi malah menjadikan sifat racun karena sisa pakan yang tidak termakan mengendap di dasar. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing warna pada media kultur sudah berubah menjadi lebih keruh. Pernyataan ini juga didukung oleh Mubarak 2009, dalam penelitiannya kandungan amoniak yang memiliki sifat racun dalam media pemeliharaan, berasal dari dekomposisi bahan organik, sisa hasil metabolisme diantaranya urine dan feses, serta pemupukan pakan yang tidak dimanfaatkan oleh Daphnia sp.. A B Gambar 4. Kondisi Media Kultur Pada Awal Kultur A dan Akhir Kultur B Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis, perlakuan A kontrol dan perlakuan D menghasilkan jumlah populasi Daphnia sp. yang lebih tinggi daripada perlakuan B dan C namun tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan berupa telur itik dan tepung jagung tidak memberikan perbedaan pada jumlah akhir populasi Daphnia sp. yang nyata.

4.3 Faktor Fisik Kimia Media Kultur