Constituting Male Femaling ANALISA DATA

136 “Orang tua tahu, cuma orang tua belum tahu kali, kalo saya seperti ini. Tahunya cuma saya nyanyi keyboard, saya bermake up, orang tua tahu saya.” S5.W1b. 238-241hal. 5.

d. Constituting Male Femaling

Subjek merasa dirinya bukanlah laki-laki normal, dia melakukan tes pada dirinya sendiri dan menemukan kenyataan bahwa dia tidak terangsang ketika melihat seorang perempuan telanjang, tetapi ketika melihat seorang laki-laki yang disukainya lewat di depannya, dia sudah merasakan getaran dan berkeinginan untuk mendapatkannya. “....karena saya di tes. Saya juga pernah wanita itu telanjang, saya itu ga ada nafsunya Kak. Wanita itu sudah telanjang, saya itu da ga ada nafsu. Kalo yang laki-laki normal, biasa itu kan Kak, ada la terangsang iya kan? Kalo saya tidak sedikit pun, saya tidak teransang lagi sama perempuan. nah itu kan, tapi kalo seandainya laki-laki, sebelum dia telanjang, cuman lewat, saya itu uda bergetar, untuk mengejar” S5.W1b. 110-119hal. 3. Dia mengaku walaupun dia mempunyai fisik layaknya laki-laki normal, tetapi dia memiliki hati seperti seorang perempuan. Keadaannya tersebut membuatnya bertanya-tanya mengenai dirinya sendiri, mengapa dia seperti itu. “Karena kan Kak, jiwa saya itu bukan jiwa, bukan jiwa yang laki-laki normal, tulen. Saya itu jiwa perempuan, walaupun logat saya laki-laki, wujud saya laki-laki, hati saya perempuan. Itu la, karena pun Kak, saya berpikir juga kan Kak, saya pun juga bercermin di kaca, saya pun juga pernah menyadari, kenapa aku seperti ini, kenapa aku. Tapi kan Kak dirubah itu, saya uda ga bisa, saya uda merobah kan?” S5.W1b. 137-46hal. 3. Menurut pengakuannya, dia pernah berusaha untuk berubah, dia berusaha untuk beribadah lagi, tetapi setelahnya, dia tidak merasakan perubahan pada Universitas Sumatera Utara 137 dirinya. Menurutnya, untuk berubah merupakan hal yang sulit, apalagi dia sudah pernah menjalin hubungan seksual dengan seorang laki-laki. “Saya untuk berubah kan, saya dulu coba untuk sholat, saya sholat pertamakali. Ya sholat saya itu membawa saya sholat, ya itu, tapi ga ada di hati saya, saya pun sholat. Ibaratnya saya ya seperti itu tadi, saya lebih mencintai laki-laki, daripada perempuan itu. Saya sholat, saya berdoa, saya sholat, saya berkaca tapi saya tidak bisa. Siap itu saya nangis, kenapa saya itu seperti ini, kok hidup saya berubah. Tapi saya lebih suka saya seperti ini, karena saya sudah merasakan yang tadi itu, yang berhubungan itu, sudah merasakan yang seperti itu. Ibaratnya pun kan, kalo pun ada bencong-bencong itu yang bertobat, itu saya ga segampang itu Kak....... Saya sudah mengalami yang seperti itu, tetapi ga bisa. Mungkin kan suatu saat kan, mana tahu, kalo ada yang sayang sama kita, mudah-mudahan bisa berubah. Tapi saya ibaratnya saya sudah, saya sudah terlewat batas, ha....saya sedih, ibaratnya saya merasa itu, ibaratnya saya suami istri, saya lebih enak sama laki-laki daripada perempuan.” S5.W1b. 148-162, 164-171hal. 3-4. Melihat penampilannya yang berubah dan seringnya Subjek keluar malam, orang tuanya marah dan kecewa karena Subjek berbeda dengan saudara laki- lakinya yang lain. Walaupun demikian, Subjek berusaha untuk menjelaskan kepada orang tuanya mengenai perasaannya, mengenai keinginan dan usahanya untuk berubah, walaupun usahanya tersebut tidak berhasil. “Orang tua saya itu marah, ‘kenapa kok kamu sendiri yang lain, kenapa kok kamu ga niru abang-abang mu?’, saya juga bilang, ‘saya itu mau berubah, cuma saya ga bisa, jiwa saya itu perempuan kali, saya pun pingin kali jadi berubah menjadi laki-laki, cuma saya uda ga bisa Mak? Bagaimana ya Mak? Bagaimana ya Mak saya bisa berubah?’, ‘coba la kau berdoa’, kata Mamak kan. ‘Tapi Mak, saya uda berdoa, tapi saya, jiwa saya perempuan kalo, jadi mau apa, itu yang ada di hati, perempuan kali saya ingin’.” S5.W1b. 244-2555hal. 5-6. Pernah suatu saat ketika Subjek sedang bernyanyi, ayahnya mengetahui hal tersebut, ayahnya marah dan membakar pakaian beserta wignya. Tetapi Universitas Sumatera Utara 138 peristiwa tersebut tidak membuat Subjek jear untuk tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa. “Kalo bapak marah juga sama saya, karena dulu saya sempat juga saya dipergokkan saya nyanyi di keyboard. Baju saya, baju nyanyi saya itu dibakar, dan wig saya dibakar. Uda gitu orang tua saya tahu, karena saya sering ke gitu, orang tua saya biasa aja buat dia gitu.” S5.W1b. 261-266hal. 6. Saudaranya juga pernah memergokinya sedang menyanyi dengan memakai pakaian saudaranya tersebut. Pada saat itu, saudaranya tersebut mempermalukannya di depan umum. Perkataan saudaranya dibalas Subjek dengan menyatakan bahwa segala hal yang dia lakukan merupakan urusan pribadinya dan saudaranya tidak berhak turut campur. “Pernah juga ketahuan saudara sekali, saya pas itu kan nyanyi dan pake bajunya saya dulu pake baju tali satu kakak saya dan rok pendek. Pas nyanyi, saya waktu di sei padang saya ketahuan di situ. Saya dibuat malu sama kakak saya...... Dia gini, ‘Kau ga malu seperti itu, kau ga malu seperti itu? Ngapain-ngapain seperti itu, seperti perempuan-perempuan itu’, ‘itu suka aku, itu ga ada urusan dengan kau. Itu tujuanku yang seperti itu, ga ada tujuan kau, pokoknya ga boleh ikut campur pribadi aku’, saya bilang itu. “ S5.W1b. 339-344, 346-352hal. 7. Terkadang reaksi negatif dari keluarganya membuat Subjek sedih dan menyesali kenapa keluarganya tidak berusaha untuk memberinya saran dan didikan untuk berubah. “Kadang pun saya sedih, sedih juga, dan saya pas saya sedih itu, saya langsung berkaca, kenapa aku juga seperti itu, kenapa juga mereka tidak ada yang memberikan saran, tidak dididik seperti itu.” S5.W1b.367-371hal. 8. Subjek bertanya-tanya dalam hati mengapa dia berbeda dengan oang lain di sekitarnya, dengan anggota keluarganya yang lain. Namun pada akhirnya, dia Universitas Sumatera Utara 139 menyadari bahwa dia tidak sendiri, ada orang-orang seperti dia, yang memiliki kecenderungan yang sama dengan dirinya. Sehingga dia berkomitmen untuk menjalani hidupnya sebagaimana adanya, menurut keinginan hatinya. “Apa ya, ‘di lingkungan aku itu kok seperti ini, aku sendiri yang beda, kenapa kok orang lain dari sekitar ku itu, keluarga di sekitar’, kek gitu aku nanya, baru da gini, ‘ah kenapa aku minder, orang banyak kok kawan aku, sama siapa aku minder-minder? Kenapa aku bisa kayak gini?’ Apa yang ada ya kujalani aja....... Saya ya seperti itu, apa yang kubilang tadi, saya gak memikirkan orang, yang penting diri saya itu, diri saya, karena saya uda lagak perempuan, mau saya rubah lagi, udah gak bisa, ya uda saya jalani gitu.” S5.W2b. 100-107, 140-144hal. 3.

e. Consolidating Male Femaling