Peranan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

(1)

PERANAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

DAERAH (BPBD) DALAM PENANGGULANGAN

BENCANA BANJIR DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu

Administrasi Negara

OLEH:

LORENCIA P. BARUS 090903062

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkatNya yang telah menyertai penulis dan memberi kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat guna memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dalam Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi Administrasi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Badan Penanggulangan

Bencana (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan”

dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari substansi penulisan. Hal ini karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dan peningkatan pengetahuan serta keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak baik dari proses awal penulisan sampai penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orangtua penulis yang tentunya orang yang paling penting di dalam hidup penulis. Beliau adalah AyahandaGUNANA.BARUS (terima kasih sudah


(3)

menjadi bapak yang hebat mulai dari seminar proposal sampai dengan sidang selalu menjadi inspirasi buat penulis, selalu membantu dalam ketakutan yang datang kepada penulis, dan juga telah mengusahakansegalakeperluanpenulisdarisemenjakperkuliahan,

memotivasi dan mendukung Penulis dalam kehidupan ini terkhusus dalam penyusunan skripsi ini. Dan juga Ibunda M. MARSELINA Br.

SEMBIRING, terima kasih sudah menjadi ibu yang hebat buat kami.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. IbuDra. Februati Trimurni, Msiselaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan dan yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. IbuDra. AsimaYanti, MA., PhD.selaku Dosen Penguji yang juga telah memberikan saran demi kebaikan skripsi ini.


(4)

8. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan kepada penulis selama penulis menimba ilmu pengetahuan di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

9. Kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen Administrasi Negara khususnya buat Kak MegadanKak Dian, yang telah membantu urusan administratif selama proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

10.KepadakeluargapenuliskhususnyaNenek Tigan, mama uda, mama tua, mami, Pak tengah, Pak uda, kakak, adik-adikdan terkhusunya Abang penulis ANDRI AGASSI BARUS walaupun dia jauh di kota orang dia tidak lupa dan selalu memberi motivasi buat Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepadasahabat sejati penulisdarisemenjakmenginjakkan kaki di FISIP USU sampai dengan akhir mendapat gelar “TIDIFIT” community: Princess Mona Charming, Debora Ozt, Cikitne Mandasari, Mentari Siahaan dan Astry Pebriani terima kasih buat dukungan kalian semua dan selalu menyempatkan waktu buat ngumpul bareng walaupun terkadang sebentar terkadang bisa lupa waktu buat pulang

12.Kepada teman-teman OMK Psr.6 penulis kakak Shessta Sitepu, Silvia Cimut Honey, Winda Padang, Kiky Sitepu, Uniie Bonita, Kanny, Melly dan teman maupun abang yang lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu-satu... terima kasih sudah mau menjadi teman dan tempat cerita keluh


(5)

kesah yang baik selama penulis menyusun skripsi ini ya kakaku semua .. dan yang paling utama kepada kakak Prinsmentha Regina Eissyselaku menjadi Dosen Bimbingan Pribadi yang mulai dari seminar hingga final akhir selalu membantu, menemani penelitian ke kantor maupun kelapangan berpanas-panasan ria bersama, terimakasih telah menjadi kakak yang baik selama penyusunan skripsi ini.

13.Kepada para Pastor penulis berterimakasih buat doa dan dukungannya, buat para Frater terkhusunya Fr. Blasius Kiik Lay,

OFMconv.terimakasih buat motivasi, kata-kata penghiburan dan

dukungannya walaupun sering gak masuk diakal dan suka berantem, saling ngejek penulis tetap berterimakasih buat doa yang pada akhirnya menguatkanku hingga sampai saat ini.

14.Dan yang terakhir untuk kekasih hati REY DELAKI TARIGANterima kasih buat cinta, sayang, doa, dukungan dan terimakasih selalu ada pada saat susah maupun senang. Semoga Tuhan selalu memberkati cinta kita untuk kedepannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, April 2013


(6)

ABSTRAKSI

Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

Nama : LORENCIA PRADIPTA BARUS

NIM : 090903062

Departement : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, Msi

Bencana merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan korban jiwa,kerugianmaterial dan kerusakan lingkungan. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir yang timbul akibat faktor alam maupun faktor manusia. Banjir merupakan bencana alam yang bisa menimpa negara atau kota, seperti yang dialami oleh Kota Medan. Oleh sebab itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam penangulangan bencana. Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif dengan wawancara mendalam (in depth interview)dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci penelitian adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dan beberapa informan yang berasal dari BPBD Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Baru. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth interview), studi dokumentasi dan studi kepustakaan.

Kesimpulan penelitian ialah BPBD Kota Medan belum berperan secara maksimal dalam penanggulangan bencana. Hal ini dikarenakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan baru terbentuk selama 1 tahun dan masih banyak hambatan yang dialami, seperti persoalan koordinasi dengan berbagai instansi yang berkaitan dengan kebencanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang belum memadai. Termasuk belum maksimalnya peranan BPBD Kota Medan dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana, menetapkan SOP tersendiri dan standarisasi penanganan bencana.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAKSI………v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xi

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masalah...1

I. 2 Fokus Masalah...6

I. 3 Perumusan Masalah...8

I. 4 Tujuan Penelitian...8

I. 5 Manfaat Penelitian...9

I. 6 Sistematika Penulisan...10

BAB II KERANGKA TEORI II. 1 Peranan...11

II. 2 Peranan BPBD...12

II. 3 Penanggulangan Bencana...15

II. 3. 1 Penanggulangan...15

II. 3. 2 Bencana...16


(8)

II. 3. 4 Faktor Penyebab Bencana...20

II. 3. 5 Upaya Penanggulangan Bencana...22

II. 4 Banjir...24

II. 4. 1 Pengertian Banjir...24

II. 4. 2 Ciri-ciri Banjir...26

II. 4. 3 Jenis Banjir...26

II. 4. 4 Penyebab Utama Banjir...27

II. 4. 5 Dampak Banjir...28

II. 4. 6 Penanggulangan Banjir...29

II. 5 Defenisi Konsep...31

BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Bentuk Penelitian...33

III. 2 Lokasi Penelitian...33

III. 3 Informan Penelitian...34

III. 4 Teknik Pengumpulan Data...34

III. 5 Teknik Analisa Data...36

III. 6 Rencana Pengujian Keabsahan Data...37

III. 7 Etika Penelitian...38

BAB IV Temuan Penelitian IV. 1 Pemerintah Kota Medan...40


(9)

IV. 1. 1 Gambaran Umum Kota Medan...40

IV. 1. 1. 1 Sejarah Kota Medan...40

IV. 1. 1. 2 Kondisi Umum Kota Medan...42

IV. 1. 1. 3 Visi dan Misi Kota Medan...46

IV. 1. 1. 4 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan....48

IV. 1. 1. 5 Pemerintah Kota Medan dan Fungsi...49

IV. 2 BPBD Kota Medan...51

IV. 2. 1 Sejarah BPBD...51

IV. 2. 2 Visi dan Misi...56

IV. 2. 3 Profil BPBD Kota Medan...56

IV. 2. 4 Struktur Organisasi BPBD Kota Medan...59

IV. 2. 5 Tugas Pokok dan Fungsi...60

BAB V ANALISA TEMUAN V. 1 Penyebab Banjir di Kota Medan...69

V. 2 Peranan BPBD dalam Menyusun, Menetapkan dan Menginforma- sikan Peta Rawan Bencana...73

V. 3 Peranan BPBD dalam Menyusun dan Menetapkan Prosedur Tetap Penanganan Bencana...79 V. 4 Peranan BPBD dalam Menetapkan Standarisasi serta kebutuhan


(10)

Undangan...83

V. 5 Kendala Yang Dihadapi BPBD dalam Penaggulangan Bencana Banjir...92

V. 5. 1 Kurang Adanya Koordinasi...92

V. 5. 2 Kurang Tersosialisasinya Tata Cara Pemberian Bantuan...93

V. 5. 3 Kurangnya Sarana dan Prasarana...93

V. 5. 4 Kurangnya Sumber Daya Manusia...94

BAB VI PENUTUP VI. 1 Kesimpulan...96

VI. 2 Saran...97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Penyebab dan Pencegahan Banjir...27

Tabel II. 2 Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir...29

Tabel IV. 1 Data Jumlah SDM BPBD Medan...56

Tabel V. 1 Titik Kawasan Rawan Banjir di Kota Medan...76

Tabel V. 2 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Manajemen dan Koordinasi...85

Tabel V. 3 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Kesehatan...87

Tabel V. 4 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Sarana dan Prasarana...89


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1 Model Siklus Bencana...19

Gambar II. 2 Faktor Terjadi Bencana...22

Gambar IV. 1 Peta Kecamatan Kota Medan dan Lambang Kota...45

Gambar IV. 2 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan...48

Gambar IV. 3 Struktur Organisasi BPBD Kota Medan...59

Gambar V. 1 Kondisi Kanal di Medan Timur...71


(13)

ABSTRAKSI

Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

Nama : LORENCIA PRADIPTA BARUS

NIM : 090903062

Departement : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, Msi

Bencana merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan korban jiwa,kerugianmaterial dan kerusakan lingkungan. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir yang timbul akibat faktor alam maupun faktor manusia. Banjir merupakan bencana alam yang bisa menimpa negara atau kota, seperti yang dialami oleh Kota Medan. Oleh sebab itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam penangulangan bencana. Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif dengan wawancara mendalam (in depth interview)dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci penelitian adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dan beberapa informan yang berasal dari BPBD Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Baru. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth interview), studi dokumentasi dan studi kepustakaan.

Kesimpulan penelitian ialah BPBD Kota Medan belum berperan secara maksimal dalam penanggulangan bencana. Hal ini dikarenakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan baru terbentuk selama 1 tahun dan masih banyak hambatan yang dialami, seperti persoalan koordinasi dengan berbagai instansi yang berkaitan dengan kebencanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang belum memadai. Termasuk belum maksimalnya peranan BPBD Kota Medan dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana, menetapkan SOP tersendiri dan standarisasi penanganan bencana.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia terletak pada 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara pada pertemuan dua rangkaia Mediterania. Indonesia juga terletak di antara Cincin Api (rings of fire) di daerah antara lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia, yang terkenal sangat aktif. Pergerakan antar lempeng bumi menghasilkan banyak gempa bumi. Dengan kondisi geografis yang berada diantara cincin api, dan dikelilingi oleh lautan, maka Indonesia rentan dilanda bencana, baik gempa bumi, banjir, maupun bencana alam lainnya.

Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi yang ada di Indonesia terletak pada 1-4º LU dan 98-100ºBujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, di sebelah Selatan dengan Provinsi Riau, di sebelah Timur dengan Selat Malaka dan di sebelah Barat dengan Samudra Indonesia. Daerah propinsi Sumatera Utara seluas 71.680 km2 secara geografis terbagi atas wilayah pantai timur, wilayah dataran tinggi, wilayah pantai barat dan wilayah kepulauan serta memiliki topografi, kontur, dan iklim yang beraneka ragam. Berdasarkan letak geografis tersebut wilayah Sumatera Utara dapat dibagi menjadi lima daerah potensi bencana antara lain:


(15)

1. Daerah potensi bencana banjir, antara lain Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Nias.

2. Daerah Potensi longsor, antarara lain Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo.

3. Daerah potensi angin kencang/puting beliung antara lain Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan Batu, Kota Medan.

4. Daerah potensi hujan es antara lain Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi.

5. Daerah potensi gempa bumi anatar lain Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal.

Sebagai salah satu daerah rawan bencana di Sumatera Utara, kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' LU dan 98° 35' - 98° 44' BT.Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut dengan tinggi curah hujan rata-rata 176,08-203,5 mm.

Kota medan dilalui oleh tiga sungai besar yaitu sungai Belawan, sungai Deli, dan sungai Denai, yang tersebar di wilayah Kota Medan. Hulu sungai Belawan berasal dari Kabupaten Karo sedangkan hulu sungai Deli berawal dari


(16)

pegunungan Bukit Barisan dan berakhir di Selat Malaka, dan sungai Denai yang berada di Kabupaten Deli Serdang. Karena itu, maka kota Medan sangat rawan terhadap bencana banjir jika curah hujan tinggi dan sungai meluap. Dari Album peta Inventarisasi Titik Rawan Bencana Kota Medan yang dikeluarkan oleh BPBD Kota Medan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, terdapat 14 Kecamatan yang tergolong daerah rawan banjir1.

Dalam mengatasi masalah banjir yang sering terjadi di Kota Medan, telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan. Upaya penanggulangan banjir tersebut dimulai dari di bangunnya system drainase pada tahun 1886. Sistem drainase ini dibangun dalam rangka mempersiapkan Kota Medan sebagai ibukota Sumatera Timur. Sistem drainase yang di bangun saat itu berupa parit-parit besar untuk menampung genangan-genangan air. Namun, mengingat masa itu adalah masa yang sulit karena banyaknya pemberontakan dan situasi politis, maka pembangunan drainase primer tersebut terkesan tergesa-gesa dan tidak jadi secara utuh. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya pemerintah Kota Medan berusaha memperbaiki infrastruktur dan drainase, namun mengingat hal tersebut dilakukan tanpaadanya master plan yang jelas2, maka usaha-usaha tersebut hanya menghamburkan uang yang tiada jelas kemana arahnya. Selain itu, kurangnya koordinasi antar wilayah dalam pengelolaan sumber daya alam dan perbaikan

1

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan, 2012, Album Peta Inventarisasi Titik Rawan Bencana Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan; Medan, Hal 1-22.

2

PadaPukul 12:45 WIB.


(17)

lingkungan daerah aliran sungai juga turut memberian di dalam lemahnya upaya penanggulangan banjir di wilayah Kota Medan.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Urgensi pemerintah daerah yang diberi peran yang lebih otonom dalam upaya tersebut adalah sebagai berikut:3

Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi dan mensejahterakan setiap warga di komunitas yang berada di wilayah kerjanya secara demokratis. 1. Merupakan amanat dari Undang-Undang untuk memastikan penyelenggaraan

penanggulangan bencana dimasukkan ke dalam program pembangunan daerah termasuk pengalokasian dana.

2. Ada semangat untuk pengembangan potensi sumber daya aerah yang terkait dengan upaya penanggulangan bencana.

3. Merupakan amanat untuk mengimplementasikan kegiatan pengurangan resiko Resiko Bencana (PRB) hingga ke Pemerintah Daerah.

4. Merupakan kewajiban meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan publik sesuai Standart Pelayanan Minimal.

5. Merupakan kewajiban Pemerintah Daerah memenuhi kebutuhan komunitas dalam kerangka kerja penanggulangan bencana yang diselenggarakan olehnya.

Berdasarkan ketentuan diatas, untuk menanggulangi masalah banjir di Kota Medan, maka dibentuklah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

3

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan., 2012, Profil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan; Medan., Hal.6.


(18)

Kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 pada tanggal 28 Maret 2011 yang tugas utamanya adalah membantu Pemerintah Daerah dalam upaya penanggulangan bencana di Kota Medan. Berkaitan implementasi penanggulangan dampak dan pengurangan resiko bencana secara komperehensif dan sistematis dengan didukung oleh suatu komitmen yang kuat dari semua pihak (stakeholders)4.

Secara umum muncul permasalahan yang berkaitan dalam penanggulangan bencana Kota Medan khususnya banjir adalah pemerintah Kota Medan telah mempunyai rencana dalam menghadapi bencana banjir. Namun belum terkoordinasinya secara baik penanggulangannya baik antara SKPD maupun berbagai elemen masyarakat khususnya sektor terkait penanganan banjir, disamping itu belum adanya unsur pengarah kebijakan yang memayungi masing-masing institusi pemangku kepentingan dalam suatu bentuk jejaring kerjasama lintas sektoral5.

Upaya pencegahan dan penanggulangan bencana oleh sebagian masyarakat dirasakan belum merupakan satu kebutuhan atau hal yang perioritas dan mendesak (basic needs) karena belum menyadari bahwa bencana dapat terjadi kapan saja, di mana saja dan dapat menimpa siapa saja. Kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kepedulian dan tanggung jawab akan pentingnya upaya pencegahan dan penanggulangan bencana, akan berkibat jatuhnya korban dan kerugian materi apabila terjadi bencana6.

4

Op.cit., Hal.7.

5

RAD PRB, 2007, Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Sumatera Utara (RAD PRB) 2008-2012. RAD PRB; Medan, Hal.2.


(19)

Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan wilayah yang berisiko mengakibatkan timbulnya bencana, terjadinya bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi (Pasca Bencana). Tujuan dari penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; menghargai budaya lokal; membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; mendorong semangat gotong-royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara7.

Adapun tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana dikenal dengan siklus penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan bencana yang dimulai dari sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan/pengurangan dampak) dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Dari permasalahan penanggulangan banjir di atas penulis ingin membahas mengenai penanggulangan bencana banjir di Kota Medan padat tahap situasi terdapat potensi bencana. Adapun judul yang penulis ambil adalah “Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan”.

7


(20)

I.2. Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang yang dipandang ahli. Fokus dalam penelitian kualitatif juga masih bersifat sementara dan akan berkembang di lapangan8.

Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana.9 Sebelum tahun 2007, masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan Penanggulangan Bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Karena belum ada Undang-undang yang secara khusus menangani bencana. Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disusunlah Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara

8

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D., Bandung : Alfabeta, Hal.290.


(21)

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah untuk tingkat Kabupaten/Kota. Badan penanggulangan bencana daerah Kota Medan mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.

Adapun fokus masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan BPBD dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana, peranan BPBD dalam menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana, peranan BPBD dalam menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan serta kendala-kendala apa saja yang ditemui BPBD dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Medan.

I.3. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas darimana harus mulai, kemana harus pergi, dan dengan apa. Perumusan masalah juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut:


(22)

“Bagaimanakah Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan ?”

I.4. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan atau statement tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui peranan BPBD dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.

2. Untuk mengetahui peranan BPBD menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.

3. Untuk mengetahui peranan BPBD dalam menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan

4. Untuk mengetahui kendala – kendala apa saja yang terjadi dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Medan.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan berfikir dalam pembuatan karya tulis ilmiah.


(23)

2. Secara praktis, sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi badan maupun instansi terkait.

3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi orang-orang yang belum mengetahui peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Upaya Pencegahan Ancaman Banjir di Kota Medan.

I. 6. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II KERANGKA TEORI

Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai seperti peranan BPBD, penanggulangan bencana, dan banjir.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana keabsahan data, etika penelitian.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.


(24)

BAB V ANALISA DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian. BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang akan diperoleh dari hasil penelitian


(25)

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan landasan berpikir dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga tergambarlah masalah yang disoroti oleh peneliti.

Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep – konsep dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian10.

II. 1. Peranan

Peranan merupakan sebuah landasan persepsi yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat kejelasan peranan seseorang11.

Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan perannya. Sehingga peranan dapat dipandang sebagai landasan

10

Op. Cit., Hal 65.

11

Sedarmayanti, 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian kedua. Bandar Maju, Bandung hal.3


(26)

persepsi yang digunakan setiap orang yang beinteraksi dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya.

Peranan dapat pula dipandang sebagai fungsi dan wewenang yang dimiliki oleh orang atau lembaga yang lahir karena kedudukannya. Menurut Purwadarminta, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan fungsi dan wewenang yang berpengaruh terhadap suatu peristiwa.

Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni; (1) ketentuan peranan, (2) gambaran peranan, (3) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang-orang dalam membawakan perannya.

II. 2. Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Sebelum dibentuknya BPBD, pemerintah telah membentuk suatu badan yang khusus menangani masalah bencana dan pengungsi. Badan tersebut adalah Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas PBP). Meskipun badan tersebut diberi kewenangan untuk menanggulangi bencana dan pengungsi, namun badan ini tidak diberi kewenangan untuk menjalankan


(27)

fungsi koordinasi yang sesungguhnya sehingga tidak dapat dengan serta-merta menggerakkan departemen teknis terkait yang punya sumber daya manusia dan dana ketika bencana terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya peraturan yang memberi kekuatan hukum guna memaksa semua unsur untuk menanggulangi bencana.

Selama ini badan penanganan bencana di tingkat nasional hingga ke tingkat kabupaten dalam bentuk satuan pelaksana (satlak) sifatnya hanya koordinatif dalam hal bantuan dan kerjasama dengan semua stakeholder dan pihak luar negeri. Bakornas PB sendiri hanya sebuah sekretariat yang berada di bawah kantor Wakil Presiden.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diusulkan pembentukan semacam Badan Penanggulangan Bencana yang merupakan badan setingkat departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden menggantikan Bakornas PB yang selama ini ada. Selain di pusat, di daerah pun dibentuk unit pelaksana daerah yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang bersifat operasional12.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (disingkat BPBD) dirancang untuk penanggulangan bencana secara menyeluruh yang merupakan perubahan dari pendekatan konvensional yaitu tanggap darurat menuju perspektif baru. Perspektif ini memberi penekanan merata pada semua aspek penanggulangan bencana dan berfokus pada pengurangan risiko. Dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007 Pasal 20 dinyatakan bahwa badan penanggulangan bencana daerah mempunyai fungsi : 1) perumusan dan penetapan kebijakan

12


(28)

penaggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; 2) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Pembentukan, penyusunan organisasi, tugas, fungsi, dan tata kerja BPBD Kota Medan diatur dengan Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan. Kepala BPBD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan Kepala BPBD Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur.

Badan Penanggulangan Daerah terdiri dari unsur : 1. Unsur Pengarah penanggulangan bencana, fungsinya yakni:

a. Unsur pengarah mempunyai tugas pokok memberikan masukan atau petunjuk dalam menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala unsur pelaksana.

b. Dalam melaksanakan tugas pokok, unsur pengarah penyelenggaraan fungsi pengarahan dalam kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana. 2. Unsur Pelaksana penanggulangan bencana, fungsinya yakni:

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang penanggulangan bencana daerah; b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang

penanggulangan bencana daerah;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanggulangan bencana daerah;


(29)

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara.

b. Menetapkan standarisai serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana

e. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala

daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang

h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan Belanja Daerah

i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan Merujuk pada Permendagri No.46 Tahun 2008, Kepres No.41 Tahun 2007, Peraturan Kepala BNPB dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah memiliki tugas penanggulangan bencana yang diatur dalam tiga divisi utama yaitu kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi.


(30)

II. 3. Penanggulangan Bencana II. 3. 1. Penanggulangan

Kata Penanggulangan Bencana jika dilihat dari etimologi berasal dari terjemahan Bahasa Inggris, yakni disaster management (manajemen bencana). Berdasarkan kata diatas, dapat dilihat bahwa penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen. Manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya13.

Pengertian lain dari manajemen adalah sebagai suatu proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang mengarah kepada beberapa sasaran tertentu14.

Dari beberapa pendapat mengenai manajemen diatas, mengartikan bahwa manajemen merupakan sebuah pemikiran dan tindakan yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan merupakan suatu pemikiran dan tindakan dengan beberapa proses yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah adanya koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada sebelum, saat dan sesudah bencana.

13

pada 7 April 2013 Pukul 20:30 WIB

14


(31)

II. 3. 2. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia, yang mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana atau prasarana, lingkungan, utilitas umum, hilangnya sumber-sumber kehidupan, serta hilangnya akses terhadap sumber kehidupan. Bencana itu dapat berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung merapi, angin topan dan badai, banjir, tanah longsor,kekeringan, kebakaran hutan, serangan hama tanaman atau penyakit hewan, epidemi, pendemi atau kejadian luar biasa, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, pencemaran lingkungan, dan kerusakan sosial15.

Bencana adalah suatau gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri16.

Dalam Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik dari faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

15

Pedoman Nasional Manajemen Bencana Di Indonesia 2005, Hal. 5


(32)

Dari pengertian diatas, bencana secara umum merupakan sebuah peristiwa yang terjadi karena bertemunya ancaman dari luar terhadap kehidupan manusia. Pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang meskipun beragam namun pada endingnya atau ujung-ujungnya, semua mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia.

II. 3. 3. Manajemen Bencana

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia yang menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda. Dapat kita sadari bahwa manajemen bencana di negara kita ini masih kurang baik dari yang kita harapkan, selama yang kita tahu manajemen hanya datang sewaktu-waktu saja padahal kita berada pada wilayah yang rawan terhadap bencana.

Manajemen bencana merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana.

Adapun tujuan dari dibuatnya manajemen bencana antara lain (1) Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara; (2) Mengurangi penderitaan korban bencana; (3) Mempercepat pemulihan; (4) Memberikan perlindungan kepada


(33)

pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam17.

Secara umum kegiatan manajemen bencana dibagi kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan Pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

17

Pancawati, Heni, Manajemen Bencana (Disaster Managemen), Purwokerto. KOMPLEET 2006 (Materi Seminar)

Gambar II. 1. Model Siklus Bencana


(34)

Sumber : (IIRR,Cordaid,2007:34)

Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan. Padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupaya penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan reskonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi


(35)

fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

II. 3. 4. Faktor Penyebab Bencana

menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana jika dilihat dari faktor penyebabnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Bencana Alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (Pasal 1 ayat (2)

2. Bencana Non-Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat (3)

3. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. (Pasal 1 ayat (4))

Secara umum diketahui bahwa banjir dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor non-alam, secara faktor alam banjir dapat terjadi akibat berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu banjir juga dapat terjadi akibat faktor non-alam atau ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai,


(36)

di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya. Jika dilihat dari tempo kejadiannya, ancaman dapat terjadi secara mendadak, berangsur atau musiman. Misalnya ancaman yang terjadi secara mendadak adalah gempa bumi, tsunami, dan banjir bandang. Sedangkan ancaman yang berlangsung secara perlaha-lahan atau berangsur adalah banjir genangan, rayapan, kekeringan dan ancaman yang terjadi pada musiman adalah banjir (di musim hujan), kekeringan (di musim kemarau) dan suhu dingin.

Bencana sering diklasifikasikan sesuai kecepatan peristiwa (secara tiba-tiba atau perlahan-lahan) atau sesuai penyebabnya (secara alami atau karena ulah manusia). Pada intinya peristiwa bencana dapat disebabkan oleh perbuatan manusia dan peristiwa alam.

Berikut adalah Model terjadinya bencana, yakni:

Gambar II. 2.

Faktor Terjadinya Bencana

Sumber : arikuncahyani.wordpress.com, 2011

Di dalam model ini dapat kita lihat bahwa ada dua tekanan yang saling berhadapan, ancaman dan kerentanan ini yang dapat menyebabkan bencana.


(37)

Kerentanan dalam pengertian gambar diatas adalah segala sesuatu yang melekat (secara inheren) ada pada diri orang per-orang, dan komunitas yang tidak tahan terhadap kemungkinan perubahan lingkungan. Kerentanan memiliki akar yang sangat dalam, mulai dari idiologi politik dan ekonomi. Upaya pencegahan terhadap munculnya dampak adalah perlakuan utama, untuk mencegah terjadinya bencana banjir maka perlu mendorong usaha masyarakat dan sebaliknya mencegah penebangan. Walaupun pencegahan sudah dilakukan, sementara peluang adanya kejadian masih ada, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

II. 3. 5. Upaya Penanggulangan Bencana

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana, antara lain:

1. Kegiatan pencegahan bencana yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

2. Kesiapsiagaan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

3. Peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan segera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.


(38)

4. Mitigasi yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

5. Tanggap darurat yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.

6. Rehabilitasi yaitu perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitas ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.

7. Rekontruksi yaitu pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat.

Dari beberapa upaya diatas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan becana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan


(39)

kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

II. 4. Banjir

II. 4. 1. Pengertian Banjir

Banjir adalah debit air yang melebihi besar kapasitas pengaliran air tertentu.Terdapat dua peristiwa banjir yaitu :

1. Peristiwa banjir atau genangan air yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak terjadi banjir.

2. Peristiwa banjir karena limpahan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada. Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi permasalahan apabila tidak mengganggu manusia melakukan kegiatan pada daerah dataran banjir. Maka perlu adanya pengaturandaerah daratan banjir untuk mengurangi kerugian akibat banjir (Flood Plan Management).

Sumber banjir di Kota Medan dapat dibagi menjadi18:

1. Banjir kiriman, yaitu aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan.

2. Banjir lokal, yaitu genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi melebihi kapasitas

18


(40)

sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara 0,2-0,7m dan lama genangan antara 1-8 jam. Terdapat pada kawasan dataran rendah.

3. Banjir rob, yaitu banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat air pasang yang terjadi di kawasan Medan Belawan.

Banjir merupakan permasalahaan di setiap kota, termasuk Medan, dan dalam rangka pembangunan Kota Medan, pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pembangunan Kota Medan, antara lain pembangunan pemukiman, gedung pertokoan, perbaikan dan pembangunan sarana transportasi di seluruh Kota Medan. Masalah Banjir adalah salah satu masalah yang dihadapi dan berdampak lagnsung kepada seluruh anggota masyarakat yang terkena banjir dan melanda daerah permukiman dan perumahan mereka19.

II. 4. 2. Ciri-ciri Banjir

Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.

1. Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari.

2. Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.

19

Haldun, Muhammad, Implikasi Normalisasi Sungai Sei Badera Terhadap Permukiman

Masyarakat di Kecamatan Medan Marelan (Thesis), Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008, Hal.11.


(41)

3. Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.

4. Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah.

5. Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.

6. Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah. 7. Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau

hilangnya orang.

8. Banjir dapat menyebabkan kerugian yang besar baik secara moril maupun materil.

II. 4. 3. Jenis Banjir

Dari penyebab utama diatas dan berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau dan banjir laut pasang. Banjir sungai terjadi karena air sungai meluap. Banjir danau terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol. Banjir laut pasang terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi.

Dilihat dari jenis penyebabnya Kota Medan merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana banjir cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kondisi wilayahnya yang banyak dibelah oleh aliran sungai, menjadi hilir sungai yang mengalirkan air dari daerah pegunungan di Kabupaten Tanah Karo. Banjir yang sering terjadi di Kota Medan adalah banjir akibat meluapnya Sungai


(42)

Deli sudah cukup akrab terutama di masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran sungai (DAS) Deli khususnya.

II. 4. 4. Penyebab Utama Banjir

Hujan muson dapat mengakibatkan banjir besar di negara-negara yang terletak di dekat khatulistiwa seperti Bangladesh, karena panjangnya musim hujan di sana.

Badai juga dapat menyebabkan banjir melalui beberapa cara, diantaranya melalaui ombak besar yang tingginya bisa mencapai 8 meter. Mata badai mempunyai tekanan yang sangat rendah, jadi ketinggian laut dapat naik beberapa meter pada mata guntur. Banjir pesisir seperti ini sering terjadi di Bangladesh.

Gempa bumi dasar laut maupun letusan pulau gunung berapi yang membentuk kawah (seperti Thera atau Krakatau) dapat memicu terjadinya gelombang besar yang disebut tsunami yang menyebabkan banjir pada daerah pesisir pantai.

Selain hal-hal diatas, dapat dilihat di tabel penyebab dan pencegahan terjadinya banjir adalah sebagai berikut.

Tabel II. 1.

Penyebab dan Pencegahan Banjir

Penyebab Banjir Pencegahan Banjir 1. Curah hujan tinggi

2. Saluran air sungai tidak mampu menampung sehingga air meluap

3. Penyumbatan alran air 4. Rusaknya hutan

5. Pembangunan pemukiman

1. Mengenali tempat

tinggal

2. Tidak membuang sampah disaluran air

3. Menjaga kelestarian hutan atau daerah resapan air


(43)

di DAS 4. Membersihkan saluran air

Sumber: Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Badan Penanggulangan Bencana Daerah – Manajemen Penanggulangan Bencana, 2010.

Secara umum penyebab terjadinya bencana banjir adalah karena tingginya curah hujan sehingga saluran atau sungai tidak mampu menampung debit air yang dihasilkan hujan tersebut. Kapasitas penampungan sungai maupun saluran tersebut dapat berubah atau mengecil akibat adanya sedimentasi, sumbatan sampah, maupun longsoran dinding saluran. Hal lain yang menimbulkan besarnya aliran air hujan adalah adanya penggundulan hutan (illegal logging), karena daerah hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air kapasitasnya menjadi berkurang dan akan hilang sehingga air hujan dapat mengalir bebas tanpa hambatan ke daerah di hilirnya. Berkurangnya daerah resapan di daerah permukiman juga merupakan pemicu terjadinya banjir. Air hujan yang seharusnya dapat meresap ke dalam tanah atau terhambat aliran run off nya keseluruhannya akan mengalir langsung ke dalam saluran drainase sehingga beban saluran melebihi kapasitasnya. Akibatnya terjadi luapan air ke daerah sekitarnya20.

II. 4. 5. Dampak Dari Banjir

Dilihat dari banyaknya informasi-informasi baik berupa berita maupun papan iklan yang selalu memberikan motifasi dan saran agar masyarakat memperhatikan lingkunganhidup, namun tetap saja hal tersebut tidak membuat

20


(44)

masyarakat menjadi sadar padahal dampak banjir itu dirasakan oleh masyarakat sendiri. Adapun beberapa dampak penyebab banjir, diantaranya yaitu:

1. Meluapnya air di sungai

Rusaknya lingkungan alam baik diperkotaan dan pedesaan merupakan salah satu penyebabnya. Kurangnya perhatian masyarakat tentang lingkungan hidup membuat bencana ini sulit untuk dihilangkan. Sampah yang dibuang secara sembarangan ke sungai merupakan salah satu penyebab utama banjir. 2. Area hutan yang semakin gundul

Melakukan penebangan hutan secara sembarangan tanpa memikirkan bagaimana kedepannya, apabila hujan deras yang turun akan membawa air yang melimpah, bila hujan tidak mampu menyerap air hujan ini maka akan menjadi banjir dalam sesaat.

II. 4. 6. Penanggulangan Banjir

Dalam penanggulangan banjir terdapat tahap-tahap yang perlu dilakukan secara bertahap, yaitu pencegahan sebelum banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery). Tahap-tahap ini dilakukan dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang berkelanjutan.

Berikut adalah tabel kegiatan dalam siklus Penanggulangan Banjir :

Tabel II. 2.

Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir


(45)

PENCEGAHAN (Prevention)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya) Misalnya:

1. Melarang penebangan pohon 2. Melarang penambangan batu di

daerah curam PENANGANAN

(Intervention / Response)

1. Pemberitahuan dan penyebaran Informasi prakiraan Banjir

2. Reaksi Ceapat Bantuan

Penanganan Darurat Banjir 3. Perlawanan Terhadap Banjir PEMULIHAN

(Recovery)

1. Bantuan segera kebutuhan hidup sehari-hari dan perbaikan sarana dan prasarana

a) Pembersihan dan

rekonstruksi pasca banjir

b) Rehabilitasi dan

pemulihan kondisi fisik dan Non-fisik

2. Penilaian kerusakan / kerugian dan asuransi bencana banjir

3. Kajian penyebab terjadinya bencana banjir

Sumber: Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat – UI, Pengumpulan dan Analisis Data Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia.

Pencegahan banjir dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai (in-stream) sampai wilayah dataran banjir (off stream), dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini banjir. Setelah dilakukan pencegahan, dirancang pula suatu tindakan penanganan saat banjir terjadi. Tindakan penanganan bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang prakiraan banjir, tanggap darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistic penanganan banjir, dan perlawanan terhadap banjir.


(46)

Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk mempercepat perbaikan agar kondisi umum berjalan sebagaimana biasanya. Tindakan pemulihan dilakukan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, perbaikan sarana dan prasarana, rehabilitasi dan adaptasi kondisi fisik dan non fisik, penilaian kerugian materil dan non materil, asuransi bencana banjir, dan pengkajian cepat penyebab banjir untuk masukan dalam tindakan pencegahan

Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu proses yang kompleks, dimana dimensi rekayasanya melibatkan banyak disiplin ilmu. Selain itu, keberhasilan program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lain seperti aspek social, ekonomi, lingkungan, institusi,kelembagaan, hukum, dan lainnya.

II. 5. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 37).Defenisi konsep bertujuan untuk menghindarkan interprestasi ganda atas variabel yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan-batasan yang jelas dari masing masing konsep yang akan diteliti, maka adapun unsur-unsur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.


(47)

2. BPBD adalah salah satu perangkat daerah yang tugasnya melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dan dibentuk sesuai dengan peraturan undang-undang penyelenggaraan bencana daerah.

3. Banjir merupakan kondisi air melebihi kapasitas yang dapat menggenangi suatu area atau tempat yang luas.

4. Penanggulangan banjir merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana banjir, baik bencana banjir yang terjadi karena alam maupun bencana banjir yang terjadi akibat ulah manusia, melalui beberapa tahapan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah bencana terjadi. Dan yang menjadi fokus peneliti adalah pada saat bencana dengan tahapan kesiapsiagaan atau tanggap darurat.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Bentuk Penelitian

Penelitian pada umumnya memiliki dua bentuk yakni penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Umumnya, pengertian penelitian kuantitatif adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok21. Penelitian ini mempelajari hubungan variabel-variabel, sehingga secara langsung atau tidak langsung hipotesa penelitian senantiasa dipertanyakan. Sedangkan penelitian kualitatif lebih bersifat holistik dan menekankan pada proses, dimana dalam melihat hubungan antarvariabel pada objek yang diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling mempengaruhi22.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara secara mendalam (in depth interview). Metode penelitian ini memusatkan perhatian pada wawancara mendalam dengan informan sehingga peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi.

21

Masri Singarimbun. 1987. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). Yogyakarta : LP3ES, hal.3

22


(49)

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan yang beralamat di Jl. Rahmad No 1 Menteng 7 komplek PIK Medan.

III.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian sehingga subjek penelitian telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Dalam penelitian kualitatif diperlukan informan penelitian agar setiap informasi di dapat secara detail oleh peneliti23.

Informan penelitian meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key informan), yaitu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan, Dra. Hannalore Simanjuntak, M.IP (2) informan utama, yaitu Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Ir. M. Syahdar DH, Kepala Camat Medan Baru, Mopul Bernad Susanto, AP, S.sos dan Masyarakat Kecamatan Medan Baru (3) informan tambahan, yaitu Kepala Bidang Penanganan Darurat dan Logistik, Nirwan,SE, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Ir. Andi Rahmad, SH, M.si dan Dinas Bina Marga Kota Medan. Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono24, yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sample sumber data dengan pertimbangan tertentu.

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,2009), hlm.53- 54.

24


(50)

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukandengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak – pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Percakapan dilakukan oleh pewawancara (interviewer) yang mengajukan peranyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Arikunto25 berpendapat peneliti harus mencatat teknik yang mana kondisi dan situasinya yang mendukung penerimaan informasinya yang paling tepat. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan peneliti yang ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

25

Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Rineka Cipta hal. 228


(51)

1. Studi Dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber– sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

III.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan wawancara secara mendalam (in depth interview), yaitu mengajukan pertanyaan demi pertanyaan hingga peneliti jenuh dengan jawaban yang disampaikan. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono)26, mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan menurut Miles dan Huberman, yaitu:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh segera peneliti analisis melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Hal ini mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan27. 2. Penyajian Data

26

Loc. cit., Sugiyono, hlm. 246.

27


(52)

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Dengan menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau teori. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian menarik kesimpulan.

III.6. Rencana Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang diperoleh peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat validitas dan reliabilitas diperlukan uji keabsahan data. Uji keabsahan diantaranya yaitu meliputi uji kredibilitas (validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reabilitas), dan confirmabilty


(53)

(obyektivitas)28. Namun yang utama adalah uji Kreadibilitas data yang dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekuna, triangulas, diskusi dengan teman sejawat, analisa kasus negative dan membercheck.

Dalam melakukan pengujian keabsahan data, peneliti melakukan peningkatan ketekunan, yaitu melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan tersebut, maka penelitian dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akaurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

Setelah meningkatkan ketekunan, peneliti juga melakukan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Peneliti melakukan wawancara dengan orang yang berbeda dalam satu institusi dengan tujuan adakah perbedaan pendapat dan data yang diberikan oleh orang-orang tersebut.

Selanjutnya, peneliti menggunakan bahan referensi, yaitu adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai alat pendukung, peneliti merekam setiap wawancara yang dilakukan dengan semua informan. Dengan demikian, maka keakuratan data yang diperoleh peneliti dapat dipercaya.

28


(54)

III.7. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti tetap berpedoman terhadap etika penelitian. Etika penelitian adalah prinsip-prinsip etik dalam pengolahan penelitian mulai dari penetapan topik masalah sampai penyajian hasil penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, etika penelitian digunakan pada setiap tahap penelitian.

Dalam penyusunan proposal, peneliti mencari referensi buku guna melengkapi teori yang akan peneliti bawa dalam penelitian dan menuliskannya dengan jujur. Peneliti juga mencari tahu masalah dan keganjalan yang ada di lembaga yang peneliti teliti melalui internet. Setelah mendapat hal-hal yang ingin dicari tahu kebenarannya, peneliti kemudian meminta izin penelitian ke beberapa lembaga yang akan diteliti, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan, sedangkan Dinas Bina Marga Kota Medan peneliti tidak menunjukan surat permohonan izin penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG) Kota Medan karena disini peneliti tidak berfokus kepada lembaga tersebut melainkan hanya sebagai tambahan dari peneliti.

Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data terlebih dahulu mengenai penelitian yang akan peneliti lakukan kepada informan. Dalam mengumpulkan data, peneliti juga menjamin kerahasiaan identitas informan tersebut apabila informan tersebut merasa takut atau tidak nyaman jika identitasnya tercantum di skripsi peneliti. Maka, peneliti merahasiakan identitas informan tersebut dengan hanya membuat inisial nama atau hanya dengan mencantumkan lingkungan tempat tinggal informan tersebut.


(55)

Kemudian peneliti melakukan pengolahan data. Pengolahan data merupakan tahap terakhir yang dilakukan peneliti dengan berpedoman kepada etika penelitian. Etika yang diterapkan oleh peneliti dengan mengolah data secara objektif dan hasilnya jujur, tidak ada manipulasi dalam bentuk apapun.


(56)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

IV.1. Pemerintah Kota Medan

IV.1.1. Gambaran Umum Kota Medan IV.1.1.1. Sejarah Kota Medan

Sebelum menjadi sebuah kota yang megah, Kota Medan adalah sebuah perkampungan yang disebut dengan kampung Medan yang pertama kali dibuka oleh Guru Patimpus pada sekitar tahun 1590 di kawasan yang disebut Medan pada masa itu. Menurut tradisi masyarakat setempat, perkampungan di buka oleh Guru Patimpus itu disebut kuta istilah dalam bahasa karo karena Guru Patimpus adalah bangsawan keturunan suku batak karo. Kampung Medan sebagai sebuah kuta menjadi satu bagian di dalam kesatuan kekuasaan tradisional suku batak karo yang dinamakan Urung Sepuluh Dua Kuta yang juga disebut Hamparan Perak.

Sedangkan lokasi pertama kalinya diketahui letak kampung Medan adalah terletak di sekitar pertemuan delta sungai Babura dan sungai Deli yaitu tempatnya di sekitar kantor Walikota Medan saat ini.

Sebenarnya mengenai sejarah awal kampung Medan banyak sekali yang belum tergali sejak berdirinya pada sekitar tahun 1590 hingga kedatangan bangsa Belanda pada tahun1861 semisal keadaan budaya dan sosial yang berpengaruh di kampung Medan dan aspek-aspek sejarah lainnya namun, dengan menelusuri keadaan alamiah masyarakat kita dapat menyimpulkan seperti keadaan


(57)

masyarakatnya yang sebenarnya hingga saat ini masalah kependudukan menjadi masalah utama bagi pemerintah Kota Medan.

Sejarah berdirinya kampung Medan diawali dari mulainya penelitian kependudukan dan sosial yang dilakukan oleh seorang sarjana Inggris. Pada sekitar tahun 1823 saat seorang Jhon Anderson telah berkunjung ke kampung Medan yang mana penduduknya hanya berjumlah sekitar 200 orang, dimana terdapat wilayah-wilayah yang termasuk kedalam Kota Medan saat itu bernama Desa Pulo Brayan, Desa Babura dan Kampung Jawa. Desa-desa ini adalah desa primer yang tumbuh dari keberagaman dan heterogenitas masyarakatnya.

Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahannya di Deli, dalam kawasan yang sekarang di kenal sebagai Kota Medan sudah lebih dahulu terdapat sejumlah perkampungan yang ditempati oleh penduduk suku bangsa melayu dan karo. Menurut perkiraan Residen Riau, Netscher penduduk yang terdapat dalam wilayah kekuasaan Sultan Deli bejumlah kira-kira 2000 orang pada masa itu, Labuhan Deli sebagai ibukota Kerajaan Deli berpenduduk kurang lebih 1000 orang, termasuk 20 orang Cina dan 100 orang India. Sedang di kampung Medan Puteri terdapat 50 rumah tangga pada waktu itu. 1

Hingga kedatangan Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha yang tertarik pada perusahaan perkebunan, yang mula-mula mendirikan kantor pusat perkebunan Deli Maatschappij di Kampung Medan Puteri di pindahkan ke Labuhan Deli dan berhasilnya panen tembakau pada tahun 1881 hingga mencapai 82.356 pak dan terjual dengan harga tinggi di Negeri Belanda menyebabkan bertambah banyaknya perusahaan-perusahaan tembakau swasta dari berbagai


(58)

negeri di luar Nusantara yang membuka usaha disini dan diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya di Eropa. Bidang pertahanan pun secara administratif turut menyusul kemajuan akibatnya merambahnya kemajuan di bidang perkebunan ini. Pada sekitar tahun 1874 sudah dibuka 22 perusahaan perkebunan asing.

Akibat berkembang pesatnya perkebunan-perkebunan swasta, secara otomatis lahan permukiman pun semakin bertambah luas yang diperuntukkan bagi pengusaha sendiri maupun tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjadi buruh perkebunan. Interaktif antar bangsa ini menyebabkan semakin bertambah banyak pulalah imigran yang datang dan pergi ke Kampung Medan. Perkembangan jumlah penduduk Kota Medan yang cukup drastis menyebabkan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga dari analisa yang didapat bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat dapat menimbulkan gejala-gejala masalah kependudukan dimana pada akhirnya akan membawa masyarakat itu sendiri pada persoalan banjir yang didasari pada konsep lingkungan yang tidak seimbang antara manusia dan alamnya.

IV.1.1.2 Kondisi Umum Kota Medan29 1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Dilihat dari segi geografis, Kota Medan terletak antara 2º 27’ sampai 2º 47’ Lintang Utara dan 98º 44’Bujur Timur. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha atau 265,10 km² atau sama dengan 3,6 % dari total luas wilayah propinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, selain memiliki modal dasar pembangunan

29


(59)

dengan jumlah penduduk dan letak geografis serta peranan regional yang relatif besar, Kota Medan juga memiliki keterbatasan ruang sebagai bagian daya dukung lingkungan.

Luas Kota Medan dapat dikatakan relatif kecil dibandingkan dengan luasan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Keterbatasan ruang yang lebih dirasakan kareana bentuk wilayah administratif Kota Medan yang sangat ramping di tengah, sehingga secara alami dapat menghambat pengembangan perkotaan ke wilayah utara, khususnya di bidang penyediaan sarana dan prasarana kota. Kondisi tersebut juga menyebabkan kurang seimbang dan terintegrasinya ruang kota di Bagian Utara dengan Bagian Selatan. Namun demikian, sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga Kota Metropolitan terbesar di Indonesia, Kota Medan memiliki posisi dan kedudukan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan barang dan jasa domestik secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir keseluruhan wilayahnya berbatasan dengan daerah kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Adapun mengenai batas-batas wilayah administrasi Kota Medan, dapat diuraikan sebagai berikut : Sebelah Utara :Selat Malaka

Sebelah Selatan :Kec.Deli Tua dan Pancur Batu, Kab.Deli Serdang Sebelah Barat :Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang


(60)

Sebelah Timur :Kec.Percut, Kab.Deli Serdang

Berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Medan Labuhan memiliki luas wilayah terbesar yaitu 3.667 Ha (13,83%) dari total luas wilayah Kota Medan, kemudian Kecamatan Medan Belawan merupakan daerah yang memiliki luas terbesar kedua yaitu sekitar 2.625 Ha (9,90 % dari total luas wilayah Kota Medan), sedangkan Kecamatan Medan Maimun memiliki luas wilayah terkecil yaitu 298 Ha (1,12% dari total luas wilayah Kota Medan).

Berdasarkan alasan-alasan geografis, ditambah dengan dinamika demografis serta sosial ekonomi yang ada sampai saat ini , secara hipotesis untuk beberapa Kecamatan, khususnya di kawasan utra sudah sangat diperlukan usulan pemekaran Kecamatan, Kelurahan dan Lingkungan yang ada, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan umum yang lebih baik pada masa yang akan datang, sekaligus untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.

2. Iklim dan Cuaca

Kondisi klimatologi Kota Medan menurut Stasiun BMG Sampali suhu minimum berkisar antara 31,0ºC – 31,1ºC. Kelembaban udara untuk Kota Medan rata-rata berkisar antara 84-58 %. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0.48 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2003 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 299,5 mm.


(61)

Sungai-sungai yang membentang di Kota Medan memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan Kota Medan. sungai-sungai ini digunakan sebagai sumber air untuk masyarakat yang menduduki daerah sekitar sungai, untuk mengatasi banjir serta tempat pembuangan air hujan. Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti Sungai Percut, Sungai deli, Sungai Babura, Sei Belawan dan sungai-sungai lainnya.

Berdasarkan ketentuan perundang – undangan, administrasi Kota Medan dipimpin oleh Walikota/Wakil Walikota yang dipilih secara langsung. Kota Medan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan seperti yang disajikan dalam Gambar dan Tabel berikut :

Sumber : Pemko Medan, 2012.

Gambar 4. 1.


(62)

a. Kependudukan

Penduduk Kota Medan pada tahun 2010 mencapai 2.109.339 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Medan Deli yaitu sebesar 167.192 jiwa dan terbesar kedua yaitu Kecamatan Medan Helvetia 144.478 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Medan Baru yaitu sebesar 42.189 jiwa.

IV. 1. 1. 3. Visi dan Misi Kota Medan

Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada visi : 1. Jangka Panjang (Visi 2025) Perda Nomor 8 Tahun 2009 :

Kota Medan yang maju, sejahtera, religius dan berwawasan lingkungan (Indikasi : Income perkapita Rp 72 Juta / tahun).

2. Jangka Menengah (Visi 2015) : Kota Medan menjadi Kota Metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera.

3. Jangka Pendek (Tahun 2011) : Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin dinamis dan berkualitas guna menciptakan kesempatan kerja yang luas, mengurangi kemiskinan, meningkatkan mutu pelayanan public dan kesejahteraan masyarakat (Indikasi : Income perkapita menjadi Rp 41,3 Juta dari Rp 36 Juta Tahun 2010)

Dapat disimpulkan bahwa visi Kota Medan mengarah kepada kesejahteraan masyarakat. Dalam mencapai visi tersebut, Kota Medan memiliki misi yaitu melaksanakan percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam) aspek dasar, yaitu :


(63)

1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang unggul.

2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan, taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan.

3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun maupun manajemen kesehatan yang semakin baik.

4. Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha.

5. Peningkatan Disiplin Pegawai Sipil (PNS) untuk meningkatkan kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan : Misi ini tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan internal.

Dalam kasus bencana banjir, lebih ditekankan kepada dua aspek misi Kota Medan di atas, yaitu perbaikan infrastruktur dan pelayanan kesehatan. Apabila bencana banjir melanda Kota Medan, maka kedua aspek ini sangat diharapkan berjalan dengan baik agar proses koordinasi dalam upaya penanggulangan banjir pun berjalan dengan baik pula.


(64)

IV. 1. 1. 4. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan


(65)

Sumber : Pemerintah Kota Medan

IV. 1. 1. 5. Pemerintah Kota dan Fungsinya

Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan administratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.

Suasana kejiwaan dan batinian inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prisnsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : (1) Pemberian pelayanan, (2) fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :


(66)

1. Urusan pemerintah teknis yang pelaksanaanya diselenggarakan oleh dinas- Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

2. Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari :

a. Kewenangan mengatur yang diselenggarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagai Badan Legislatif Kota.

b. Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Walikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Berdasarkan fungsi dan kewenangan tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

Dilihat dari salah satu sifat fungsi Pemerintah Kota Medan, yaitu fungsi pembangunan, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota Medan bertanggung jawab apabila pembangunan di Kota Medan tidak terlaksana dengan baik. Salah satu penyebab pembangunan di Kota Medan tidak terlaksana dengan baik adalah bencana, dalam kasus ini adalah bencana banjir. Bencana dan pembangunan adalah dua hal yang saling berkaitan. Bencana dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bencana. Dampak positif yang diberikan bencana kepada pembangunan adalah bencana dapat memberikan peluang pembangunan dan dampak negatifnya adalah bencana dapat memundurkan pembanguna. Sedangkan


(1)

BAB VI PENUTUP

VI. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, Peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dalam pelaksanaan penanganan bencana banjir di Kota Medan dapat dilihat sebagai berikut :

1. BPBD Kota Medan dibentuk tahun 2012 dan masih tergolong baru dalam struktur pemerintahan Kota Medan. Meskipun demikian, BPBD Kota Medan telah memiliki peta rawan bencana khusus Kota Medan yang sudah disusun, ditetapkan dan diinformasikan secara detail dan jelas kepada masyarakat guna keperluan antisipasi dan evakuasi bila bencana datang.

2. BPBD Kota Medan belum memiliki Sistem Operasional Prosedur (SOP) tersendiri, sehingga apabila terjadi bencana, BPBD Kota Medan berpedoman pada prosedur tanggap darurat dalam serangkaian peraturan dan undang-undang yang ditetapkan Pemerintah Kota Medan yang berkaitan dengan bencana. SOP khusus BPBD Kota Medan akan segera disusun secara bertahap sesuai dengan kebutuhan kondisi dan perjalanan waktu berdasarkan peraturan perundang-undangan diatasnya.

3. BPBD Kota Medan dalam menetapkan standarisasi penanggulangan bencana sudah disesuaikan dengan kondisi daerah dan kebutuhan kegiatan dari instansi lintas sektoral berdasarkan ketentuan yang berlaku dibidangnya. Misalnya, bidang keamanan oleh kepolisian, bidang tritorial dan logistik oleh TNI, bidang


(2)

peralatan, logistik, komunikasi dan dana oleh pemerintah, serta bantuan dari pihak ketiga.

4. BPBD Kota Medan memiliki sumber daya manusia yang kurang memadai, dimana sebagaian besar pegawai BPBD adalah hasil mutasi dari instansi pemerintah lainnya yang tak jarang berasal dari disiplin ilmu yang tidak berkaitan dengan penanggulangan bencana. Hal ini tentu saja membuat kinerja BPBD Kota Medan menjadi tidak optimal. Begitu juga dengan sarana dan prasarana BPBD Kota Medan dimana masih terbatasnya peralatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana.

VI. 2. Saran

Saran yang diberikan oleh peneliti setelah melakukan penelitian pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah :

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dalam menjalankan tugasnya menangani banjir di Kota Medan diharapkan dapat lebih maksimal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan pendirian kantor Badan Penanggulanagn Bencana Daerah yang permanen, sehingga akses masyarakat kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah akan lebih mudah.

2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan sebaiknya mengadakan pelatihan kepada seluruh pegawainya dalam hal pemahaman mengenai manajemen bencana dan diboboti sesuai bidangnya masing-masing agar benar-benar memahami tugas dan tanggungjawabnya dalam hal penanggulangan bencana. Hal ini diperlukan agar langkah-langkah yang dilakukan dan


(3)

keputusan yang diambil benar-benar dimengerti secara keilmuan sehingga dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang diharapkan.

3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan juga diharapkan dapat membangun koordinasi dengan Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan dengan meningkatkan komunikasi yang lebih intensif dengan unsur pengarah lainnya sehingga mempermudah koordinasi dalam penanganan banjir, tidak ada program kerja yang tumpang tindih dan setiap instansi menganggap keberadaan instansi yang lainnya. Sehingga pada akhirnya upaya penanggulangan bencana banjir pun terlaksana dengan maksimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2007) Gibson, Dkk. Terj. Djarkasih. 1994. Organisasi. Jakarta: Erlangga

Haldun, Muhammad. 2008. Implikasi Normalisasi Sungai Sei Badera Terhadap Permukiman Masyarakat di Kecamatan Medan Marelan (Thesis), Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Kantor Badan Pusat Statistik kotamadya Medan, Kotamadya Medan dalam Angka Tahun 1979

Kodoatie, Robert J. Dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Pustaka Belajar ;Yogyakarta M. Fuad, Dkk., 2006, Pengantar Bisnis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.,Hal

94.

Singarimbun, Masri. 1987. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). Yogyakarta:LP3ES

Pancawati, Heni. 2006. Manajemen Bencana (Disaster Manajemen), Purwokerto. KOMPLEET (Materi Seminar)

Purnomo, Hadi Dan Ronny Sugiantoro., 2010, Manajemen Bencana, Respons Dan Tindakan Terhadap Bencana., Media Pressindo ;Yogyakarta

Sedarmayanti, 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian kedua. Bandar Maju, Bandung

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D., Bandung : Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Rineka Cipta

Sumber Internet:


(5)

12:54 WIB

management/2188180-

defenisi-fungsi-dan-tujuan-standartd/#jxzz2UpkgCRVM. Diakses pada tanggal 17 Mei 2013 pukul 17:10 WIB

www.Starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79342:m asterplan-jalan-a-drainase-harus-jelas@catid=37:medan&itemid=457, diaksespada 25 Maret 2013 Pada Pukul 12:45 WIB.

Mei 2013 pukul 20:15 WIB

Sumber Undang-Undang:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 18 Tahun 2009 tentang Standarisasi Sumber Daya Logistik

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana

Sumber Lain:

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan., 2012, Profil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan; Medan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan, 2012, Album Peta Inventarisasi Titik Rawan Bencana Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan; Medan


(6)

Pedoman Nasional Manajemen Bencana Di Indonesia 2005

RAD PRB, 2007, Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Sumatera Utara (RAD PRB) 2008-2012. RAD PRB; Medan