Pengolahan Air Limbah Kelapa Sawit Secara Anaerobik

22 yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang disebut dengan biogas. Selain menghasilkan biogas, buangan hasil pengolahan secara anaerobik ini dapat menjadi pupuk yang baik karena kandungan nitrogen yang cukup tinggi Weiland, 2010. Namun, jika biogas tidak dikelola dengan baik dapat memberikan potensi peningkatan emisi gas rumah kaca GRK, karena biogas terdiri dari gas metana CH 4 yaitu 55-70, karbondioksida CO 2 yaitu 30-45, nitrogen N 2 dan hidrogen sulfida H 2 S dalam jumlah yang kecil Deublein dan Steinhauster, 2008. Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

2.6 Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Kelapa Sawit

Gas rumah kaca merupakan gas yang berperan dalam pemanasan global. Gas tersebut mengakibatkan energi dari sinar matahari tidak dapat dipantulkan keluar bumi dan sebagian besar inframerah yang dipancarkan oleh bumi tertahan oleh awan dan gas-gas rumah kaca untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu pada permukaan bumi hingga terjadinya fenomena pemanasan global Rukaesih, 2004. Berdasarkan perhitungan simulasi, efek gas rumah kaca dapat meningkatkan suhu bumi rata- rata 1-5 o C, jika peningkatan gas rumah kaca terus terjadi, pada sekitar tahun 2030 akan terjadi peningkatan suhu bumi antara 1,5-4,5 o C Suarsana dan Wahyuni, 2011. Berdasarkan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Republik Indonesia tahun 2014, emisi gas rumah kaca GRK dari sektor industri mencakup karbondioksida 23 CO 2 , metana CH 4 , dinitrogen oksida N 2 O, perfluorokarbon PFC dalam bentuk tetraflouromethane CF 4 dan hexaflouroethane C 2 F 6 . Dari beberapa jenis gas tersebut gas CO 2 memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan diikuti oleh gas CH 4 . Industrialisasi dan pembangunan memberikan andil terciptanya pemanasan global. Sudah banyak upaya untuk menekan atau mencegah peningkatan pemanasan global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi juga di level internasional dan nasional Rudy dan Agus, 2008. Total emisi gas rumah kaca di Indonesia dari semua sektor pada tahun 2000 sebesar 1.377.982 Gg CO 2 e dan sektor industri memberikan kontribusi sebesar 3,12. Industri kelapa sawit ikut andil dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan hasil penelitian Hakim 2013, industri kelapa sawit menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 1472,24 kg CO 2 e dalam produksi 1 ton CPO dengan sumber kontribusi terbesar yaitu ALPKS dengan jumlah emisi sebesar 1026,4 kg CO 2 e. Pengolahan air limbah kelapa sawit secara anaerobik menghasilkan gas CH 4 akibat terdekomposisinya bahan-bahan organik dalam kondisi anaerobik. Konsentrasi gas CH 4 saat ini mencapai 1852 ppbv dengan nilai potensi pemanasan globalnya global warming potential yaitu 23-32 kali lebih besar dari CO 2 Wihardjaka dan Setyanto, 2007. Limbah padat juga dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca, TKKS, serat dan limbah abu berturut-turut menghasilkan emisi GRK sebesar 179,35 kg CO 2 e, 44,73 kg CO 2 e dan 13,37 kg CO 2 e Hakim, 2013. Selain itu, cangkang dan serat dari kelapa sawit biasanya dibakar di dalam insinerator dan pembakaran ini menghasilkan CO 2. Perhitungan emisi gas rumah kaca insinerator sama dengan emisi gas rumah kaca dari sistem pembakaran.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Januari sampai dengan Mei 2015.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah bioreaktor anaerobik 5000 L dengan methane capturer, anaerobic composting digester, anaerobic digester, desikator, gas chromatography Shimadzu GC-2014, reactor unit DRB200, neraca analitik Shimadzu AUY 220, HACH spektrofotometri DR4000, pH meter HM-20P, refrigerator, sentrifuge AS-ON.E, gas sampler bag, elementar analyzer vario el cube dan alat-alat bantu analisis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ALPKS dan TKKS yang berasal dari PTPN VII Unit Usaha Bekri Lampung dan efluen dari pengolahan ALPKS secara anaerobik, reagent COD, aquades dan bahan analisis lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode pengukuran langsung pada sampel dan perhitungan berdasarkan faktor-faktor emisi yang telah disepakati secara global. Sampel-sampel tersebut didapatkan dari PTPN 7 unit usaha bekri. Data dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel serta dianalisis secara deskriptif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan anaerobic digester untuk proses pengolahan ALPKS dan anaerobic composting digester untuk proses pengomposan TKKS. Sampel ALPKS diolah secara anaerobik dengan sistem tertutup. Efluen yang dihasilkan dari pengolahan ALPKS tersebut ditambahkan dalam proses pengomposan TKKS secara anaerobik di dalam anaerobic composting digester. Proses penambahan efluen tersebut dilakukan dengan cara menyemprotkannya sehari sekali sebanyak 20 L dengan jumlah TKKS yang digunakan untuk kompos sebanyak 25 kg. Beberapa parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu nilai Chemical Oxygen Demand COD ALPKS masuk inlet, ALPKS keluarefluen outlet dan lindi dari proses pengomposan, laju alir biogas yang dihasilkan dari pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS secara anaerobik, komposisi biogas dan kandungan gas CH 4 . Pengukuran nilai COD dilakukan dua kali dalam seminggu. Laju alir gas yang diproduksi diukur setiap hari dan analisis komposisi biogas serta jumlah gas CH 4 yang terkandung dalam biogas tersebut dilakukan satu kali dalam seminggu.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Proses pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS dilakukan dengan skala pilot. ALPKS dari tangki berkapasitas 5000 L dimasukkan ke dalam anaerobic digester sebanyak 150 L setiap harinya untuk didegradasi secara anaerobik.