Perasaan etnosentrisme sangat  berbahaya  berkembang  dalam  lingkungan masyarakat.  Sebab  etnosentrisme  dapat  menghancurkan  hubungan  sosial
masyarakat  yang  bukan  hanya  menyebabkan  koflik  melainkan  mampu menimbulkan  perpecahan  antar  bangsa  dan  peperangan. Etnosentrisme
membuat  kebudayaan  sendiri  sebagai  patokan  untuk  mengukur  baik buruknya, tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam
proporsi  kemiripanya  dengan  kebudayaan  sendiri.  Perasaan etnosentrisme yang  tumbuh  pada  anggota-anggota  kelompok  sosial  suku  maka
memungkinkan terjadinya jarak diantara keduanya.
c. Prasangka dan Stereotip
Prasangka  dan  stereotip  merupakan  pandangan  yang  muncul  dalam kelompok-kelompok sosial suku pandangan ini memandang peristiwa atau
hal-hal  umum  tetapi  tidak  memperhatikan  dan  memahami  pengecualianya. Menurut  Kamanto  Sunarto  1993:143  mengatakan  prasangka  prejudice
merupakan  suatu  istilah  yang  dalam  kaitanya  dengan  hubungan  antar kelompok  mengacu  pada  sikap  bermusuhan  yang  ditujukan  terhadap  suatu
kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri-ciri yang tidak menyenangkan. Dugaan-dugaan yang dianaut oleh orang
yang berprasangka tidak didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti-bukti yang cukup memadai.
Menurut  Banton  1967  dalam  buku  Kamanto  Sunarto  1993:143-144 mengatakan istilah prasangka mempunyai mempunyai makna hampir serupa
dengan istilah  antagonisme  atau  antipati,  yang  membedakanya  bahwa
antagonisme  atau  antipati  dapat  dikurangi  dengan  atau  diberantas  melalui pendidikan.  Sedangkan  sikap  bermusuhan  pada  orang  yang  berprasangka
bersifat  tidak  rasional  dan  berada  dibawah  sadar  hingga  sukar  diubah meskipun orang  yang berprasangka tersebut diberi penyuluhan, pendidikan
atau bukti-bukti yang menyangkal kebenaran prasangka yang dianut.
Stereotip  menurut  Kornblum  1988  dalam  buku  Kamanto  Sunarto  1993: 144 merupakan citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras atau budaya
yang  dianut  tanpa  memperhatikan  kebenaran  citra  tersebut. Dalam pandangan sosiologis, stereotip memiliki dua sifat yakni positif dan negatif.
Stereotip  yang  bersifat  positif  biasanya  membawa  keuntungan,  sedangkan stereotip  yang  bersifat  negatif  justru  menjadi  potensi  konflik  antar
kelompok, baik etnis maupun agama.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt 1999:223 stereotip adalah pandangan image  umum  suatu  kelompok  tentang  kelompok  lainya  atau  tentang
sejumlah  orang.  Cara  pandang  stereotip  diterapkan  tanpa  pandang  bulu terhadap
semua anggota
kelompok yang
distereotipkan, tanpa
memperhatikan  adanya  perbedaan  yang  bersifat  individual.  Cara  pandang stereotip  tidak  selamanya  salah  karena  selalu  saja  ada  beberapa  persamaan
dengan  ciri-ciri  khusus  dari  orang-orang  yang  distereotipkan,  dilain  pihak cara pandang  stereotip  selalu  disalah  tafsirkan  dengan  cara  melebih-
lebihkan  atau  menguniversalisasikan  beberapa  ciri  khusus  dari  beberapa anggota kelompok yang distereotipkan.
Prasangka  dan  stereotip  merupakan  bagian  dari  dimensi  sikap  kelompok- kelompok  sosial  suku  yang  menjadi  penghambat  kelompok-kelompok
tersebut  untuk  melakukan  hubungan  dan  kerjasama  untuk  mencapai kedamaian dalam kehidupan sosial.
4.1.2. Interaksi Sosial
Interaksi  sosial  merupakan  bentuk  umum  proses  sosial  yang  menjadi  syarat terjadinya  aktivitas-aktivitas  sosial.  Hubungan-hubungan  sosial  yang  terjadi
bersifat  dinamis  yang  menyangkat  hubungan  antar  manusia  karena  adanya kesadaran masing-masing untuk saling berhubungan.
Menurut  Gillin  dan  Gillin  dalam  buku Syahrial Syarbani  dan  Rusdiyanta 2009:25 interaksi sosial yang juga dinamakan proses sosial merupakan syarat
utama  terjadinya  aktivitas-aktivitas  sosial.  Interaksi  sosial  merupakan  hubungan- hubungan  sosial  yang  dinamis  yang  menyangkut  hubungan  antara  orang-
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan  kelompok  manusia.  Interaksi  sosial antara  kelompok  tersebut  sebagai
kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya. ada  dua  macam  proses  sosial  yang  timbul  sebagai  akibat  adanya  interaksi  sosial
yakni. 1. Proses  yang  asosiatif  yaitu  suatu  proses  sosial  yang  mengindikasikan
adanya gerak pendekatan atau penyatuan. 2. Proses  yang  dissosiatif    yaitu  proses  sosial  yang  mengindikasikan  pada
gerak ke arah perpecahan.
a. Kerjasama cooperation
Kerjasama  merupakan  bentuk  interaksi  sosial  yang  sifatnya  asosiatif  atau mengarah pada pendekatan dan penyatuan.
Menurut  Soerjono  Soekanto  2010:65  kerjasama  sebagai  suatu  usaha bersama  antara  orang  perorangan  atau  kelompok  manusia  untuk  mencapai
satu atau beberapa tujuan bersama.  Bentuk dan  pola-pola kerja sama dapat dijumpai  pada  semua  kelompok  manusia.  Kebiasaan-kebiasaan  dan  sikap-
sikap  demikian  dimulai  sejak  masa  kanak-kanak  di  dalam  kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.
Kerja sama
timbul karena
orientasi orang-perorangan
terhadap kelompoknya  in-groupnya  dan  kelompok  lainya  yang  merupakan out-
groupnya. Kerja sama akan bertambah kuat apabila ada tindakan-tindakan dari  luar  yang  menuinggung  kesetiaan  yang  secara  tradisional  atau
intitusional  telah  tertanam  di  dalam  kelompok,  dalam  diri  seorang  atau segolongan orang
Charles  H.  Cooley dalam buku Soerjono Soekanto 2010:66 kerja  sama timbul  apabila  orang  menyadari  bahwa  mereka  mempunyai  kepentingan-
kepentingan  yang  sama  dan  pada  saat  bersamaan  mempunyai  cukup pengetahuan  dan  pengendalian  terhadap  diri  sendiri  untuk  memenuhi
kepentingan-kepentingan yag meliputi kesadaran akan adanya kepentingan- kepentingan  yang  sama  dan  adanya  organisasi  merupakan  fakta-fakta  yang
penting  dalam  kerja  sama  yang  berguna. Kerja  sama  sebagai  salah  satu bentuk  interaksi  sosial  merupakan  gejala  universal  yang  ada  pada