BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orangutan Pongo sp. termasuk dalam famili pongidae dan digolongkan sebagai kera besar selain gorilla dan simpanse Kleiman 2010. Hewan ini
merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia dan di Indonesia hanya hidup di hutan hujan tropis Kalimantan Borneo dan Sumatera Doyen dan
Supriatna 2010. Hewan ini memiliki dua subspesies, yaitu orangutan Sumatera Pongo pygmaeus abelli dan orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus
Simons 2007. Data badan konservasi dunia, the International Union for the Conservation
of Nature and Nature Resources IUCN, menyatakan orangutan masuk dalam kategori hewan terancam punah atau endangered karena rendahnya populasi
hewan ini di alam Soorae 2010. Rendahnya populasi hewan ini disebabkan oleh kehilangan habitat karena kegiatan perusakan dan fragmentasi hutan tropis untuk
kegiatan perkebunan dan pendirian tempat pemukiman Soehartono et al. 2009. Selain itu, disebabkan juga oleh kegiatan perdagangan orangutan secara illegal
untuk dijadikan hewan kesayangan Cowlishaw dan Dunbar 2000; Knop et al. 2004. Oleh karena itu, kera besar ini telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui
peraturan perlindungan hewan liar No. 233 Supriatna dan Wahyono 2000 dan diperkuat lagi melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan
Pemerintah nomor 8 tahun 1999 Soehartono et al. 2009. Untuk melindungi hewan ini di alam, Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora CITES telah memasukkan orangutan ke dalam kategori non human primates appendix I extremely restricted, yaitu dilarang untuk
diperdagangkan Bennet et al. 1995. Orangutan memiliki ukuran kepala yang relatif besar. Pada daerah kepala,
terlihat area mulut yang luas dengan bentuk mulut yang panjang dan menonjol Simons 2007. Menurut Shea 1986, hewan ini memiliki kekuatan yang besar
pada daerah mulut yang sangat mendukung hewan ini ketika makan mastikasi dan berkelahi. Disamping itu, sexual dimorfism ciri yang membedakan antara
individu jantan dan betina orangutan tampak paling menonjol pada daerah kepala, seperti bantalan pipi yang besar dan kantong leher yang sangat
berkembang pada jantan dewasa serta gigi taring yang juga terlihat sangat subur. Hal ini menjadikan kepala orangutan jantan dewasa terlihat lebih besar
dibandingkan dengan kepala betina dewasa Galdikas 1984. Tengkorak
orangutan merupakan
bahan yang sangat menarik dan sangat berguna untuk diteliti karena tengkorak merupakan axial skeleton dan fungsinya
sangat kompleks sebagai pelindung utama dari otak dan panca indera yang terdapat di daerah kepala. Tengkorak memiliki bentuk yang sangat kompleks
karena terdiri atas beberapa tulang yang menjadi satu kesatuan sehingga terbentuk seperti satu tulang yang kompak. Selain itu, tengkorak spesies hewan memiliki
banyak variasi terutama pada strukturnya, walaupun tulang-tulang yang menjadi pembentuk tengkorak tiap spesies itu adalah sama. Variasi ini dapat menjadi suatu
ciri khas yang membedakan tiap spesies yang kemudian dapat dikaitkan dengan pola perilaku dari spesies tersebut dan juga dapat digunakan sebagai indikator
untuk menentukan taksonomi. Sebagai salah satu satwa yang menjadi bagian penting dari kekayaan dan
keanekaragaman hayati Indonesia Soehartono et al. 2009, data-data anatomi orangutan sampai saat ini masih sangat sedikit termasuk data-data tentang anatomi
tengkorak. Berdasarkan statusnya di alam, hewan ini masuk dalam kategori terancam punah. Oleh karena itu, penelitian anatomi khususnya tentang anatomi
tengkorak perlu dilakukan untuk mendukung upaya konservasi satwa ini guna mencegah dari kepunahan.
1.2 Tujuan