ACTIVITY OF MEDAKA ß-ACTIN PROMOTER IN CATFISH Clarias sp ABSTRACT

II. ACTIVITY OF MEDAKA ß-ACTIN PROMOTER IN CATFISH Clarias sp ABSTRACT

Promoters play the important role in transgenesis as a gene expression regulator. This study was conducted to detect of activity ß-actin promoter from medaka fish mBP in catfish Clarias sp as beginning step in order to produce transgenic catfish with character good for aquaculture. Activity of promoter is known by analyze expression of gene encodes protein green luminescent Green Fluorescent Protein , GFP in microinjected embryos. Gene construction used was in the form of plasmid mBP-GFP with concentration of 50 µgml and injected into blastodisk catfish embryo in 1 cell stage. Injection was performed to 30 embryos in duplicates. The injected embryos was incubated in aquaria with water temperature of 28 o Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi Dunham 2004, pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen Glick Pasternak, 2003. Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak pada bagian upstream terminal 5’ dari kodon awal suatu gen Hackettt 1993, yang berfungsi sebagai tempat RNA polymerase menempel dan menginisiasi transkripsi Glick Pasternak 2003. Dalam transgenesis, promoter berperan penting dalam menentukan apakah karakter yang dikodekan oleh gen yang ditransfer atau transgen dapat diekspresikan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai jenis promoter yang sudah digunakan dalam pembuatan ikan transgenik antara lain adalah Cytomegalovirus CMV, Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat RSV-LTR, β-actin, Mouse Metallothionein MT, Rainbow C. GFP gene expression was observed using fluorescent microscope at fourth hour after fertilization and continued every 2 hours. Survival rate of embryos SRe, hatching rate HR, and the percentage of individual which expressing GFP were analyzed as supporting data. SRe was calculated before hatching and HR was calculated at that time of all embryos hatching. Data was analyzed descriptively. The results of research showed that DKH-e 63.33 ± 3.34 and DP 63.63 ± 10.03 control was higher than injected. DKH-e between ß-actin GFP is 25.00 ± 1.67 and DP ß- actin GFP is 18.34 ± 1.65 . Percentage of embryos expressing GFP gene was 3,33 ± 0,0. Highest GFP gene expression level that controlled by promoter β-actin is at the tenth hour after fertilization. GFP gene expression will no longer appear when hatching afterwards. The conclusion that promoter ß -actin from medaka can drive foreign gene expression in catfish , so that it can be used to produce transgenic catfish. Keywords: catfish, GFP, microinjection, promoters PENDAHULUAN Trout MT, Simian Virus tipe 40 SV-40, CMV-tk, CMV-IE, MMTV, Polyoma Viral Promoter, Human MT, Human heat- shock protein 70 hsp 70, carp β-actin Dunham 2004. Pada awal perkembangan transgenik pada ikan, peneliti umumnya menggunakan promoter yang diperoleh dari vertebrata lain atau dari virus. Namun, promoter tersebut memberikan ekspresi yang rendah atau tidak menghasilkan ekspresi gen Chourrout et al. 1990 dalam Alimuddin et al. 2003. Hasil yang negatif ini mungkin disebabkan oleh sifat sekuens promoter yang spesifik spesies dari ikan. Beberapa promoter telah berhasil diisolasi antara lain β-aktin dari ikan medaka Takagi et al. 1994. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas promoter β-aktin yang berasal dari ikan medaka Takagi et al. 1994. Promoter β-aktin memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas elemen-elemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan house keeping Liu et al. 1990. Constitutive berarti promoter ini mampu aktif tanpa membutuhkan faktor pemicu seperti rangsangan hormon atau rangsangan suhu. Promoter β-aktin bersifat ubiquitous artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. House keeping berarti promoter β-aktin dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Promoter β-aktin ikan medaka merupakan salah satu jenis promoter yang memiliki aktivitas tinggi pada beberapa jenis ikan, misalnya ikan medaka Takagi et al. 1994; Hamada et al. 1998, ikan rainbow trout Yoshizaki 2001; Boonanuntanasam et al. 2002, ikan zebra Alimuddin et al. 2005, ikan nila Kobayashi et al. 2007, ikan mas Purwanti 2007 dan ikan lele Ath-thar 2007. Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya gen penanda marker yang disambungkan dengan promoter. Promoter dikatakan aktif apabila gen penanda dapat terekspresi. Gen penanda yang biasa digunakan dalam pengujian aktivitas promoter, yaitu lacZ, luciferase luc, green fluorescent protein GFP, dan chloramphenicol acetyl transferase Iyengar et al. 1996. Pada penelitian ini digunakan gen GFP. Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen Chalfie et al. 1994 dalam Iyengar et al. 1996. Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria namun ada juga yang diisolasi dari anthozoa soft coral jenis Renilla reniformis yaitu gen hrGFP Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein Felts et al. 2001. Promoter beta aktin ikan medaka disambungkan dengan gen GFP dalam bentuk konstruksi beta aktin-GFP mBP-GFP Gambar 1. Apabila promoter ini mampu mengendalikan ekspresi gen GFP pada ikan lele, maka diduga gen lain yang mengkodekan karakter penting dalam budidaya ikan dapat diintroduksikan sebagai pengganti gen GFP dalam proses transgenesis ikan lele. Ikan lele digunakan dalam penelitian ini karena kondisi di lapangan telah terjadi penurunan pertumbuhan Nurhidayat 2000 dan jenis ikan ini merupakan komoditas yang ditargetkan sebagai ikan konsumsi masyarakat pada program kerja 2009-2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan. Gambar 1. Peta konstruksi gen mBP-GFP Takagi et al. 1994 Umumnya pengujian aktivitas promoter dilakukan dengan metode mikroinjeksi yaitu menginjeksikan konstruksi DNA ke embrio dan mengamati ekspresi sementara transient expression yang dihasilkan gen penanda Takagi et al. 1994; Higashijima et al. 1997; Hamada et al. 1998; Yazawa et al. 2005; Kato et al., 2007; Ath-thar 2007; Purwanti 2007. Oleh karena itu dalam penelitian ini konstruksi DNA mBP-GFP diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan lele fase satu sel dengan menggunakan mikroinjektor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas promoter ß-actin- GFP mBP-GFP pada ikan lele, dengan cara mengamati ekspresi sementara dari gen GFP sebagai penanda. mBP-GFP 7 kb BAHAN DAN METODE Pengadaan Embrio Ikan Lele Embrio ikan lele fase satu sel diperoleh dengan cara pemijahan buatan. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 mlkg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 mlkg bobot ikan. Sekitar 12 jam pasca injeksi, dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur, sementara induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan 0,5 menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9. Setelah itu, telur dan sperma dicampur dalam 1 wadah dan diberi air, diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Penghilangan Daya Rekat Telur Telur ikan lele yang telah dibuahi bersifat adesif, yaitu melekat pada substrat. Penghilangan daya rekat telur diperlukan untuk memudahkan proses mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur, setelah pembuahan, telur direndam dengan larutan Tannin 0,5 gram Tanninliter akuades Woynarovich dan Horvath 1980 selama 3-5 detik kemudian segera dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cekungan agarosa Gambar 2 untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi. Gambar 2. Cekungan Agarosa Cekungan Tempat telur Gel agarosa Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2 yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Setelah suhu gel sekitar 40 o C, gel dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70 etanol, kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada kulkas Meng et al. 1999. Perbanyakan Konstruksi DNA Bakteri Escherichia coli yang mengandung konstruksi plasmid DNA β- aktin-GFP mBA-GFP Takagi et al. 1999 Gambar 1 diperbanyak dengan menggunakan metode kultur cair. Bakteri dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6, yeast extract 1, NaCl 0,5 dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37 o Embrio ikan lele fase 1 sel dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio menggunakan pipet. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan C, selama 16 – 18 jam. Plasmid DNA diisolasi menggunakan kit EZ 10 Spin column Plasmid DNA sesuai dengan prosedur dalam manual Lampiran 1. Konsentrasi DNA yang diperoleh adalah dihitung menggunakan mesin DNARNA Gene Quant. Pelaksanaan Mikroinjeksi Larutan DNA dengan konsentrasi 50 µgml diambil sebanyak 4 µL menggunakan mikropipet dengan tip panjang dibagian ujungnya dan kemudian dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi. Minyak mineral ditambahkan ke dalam jarum mikroinjeksi menggunakan jarum minyak mineral yang telah dipasang pada needle holder. Jarum minyak mineral dilepas dan jarum mikroinjeksi yang telah berisi larutan DNA dan minyak mineral disambungkan ke needle holder pada seperangkat alat mikroinjektor. bantuan mikromanipulator, diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA secara perlahan diinjeksikan sekitar seperlima dari volume blastodisk. Embrio yang telah diinjeksi diinkubasi pada suhu sekitar 28 ˚C Gambar 3. Konstruksi gen diinjeksikan ke embrio sebanyak 30 butir dengan ulangan 2 kali. Jarum mikroinjeksi Blastodisk Gambar 3. Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel Pengamatan Ekspresi Gen GFP Pengamatan ekspresi GFP dilakukan pada jam keempat setelah pembuahan, selanjutnya setiap 2 jam sekali sampai telur menetas. Pengamatan perkembangan embrio dan ekspresi gen GFP dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen Olympus SZX16 yang dilengkapi filter GFP Olympus SZX- GFPHQ dan burner Olympus U-RFL-T. Embrio dan larva difoto dengan menggunakan kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel DP 20 Olympus, kemudian ditransfer ke komputer yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller Olympus DP-20 Lampiran 2. Analisis Data Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio DKH-e, derajat penetasan DP dan persentase embrio mengekspresikan transgen PEMG. DKH-e adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah awal embrio. Persentase embrio mengekspesikan GFP ini didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang di dalamnya terdapat ekspresi gen dibandingkan dengan jumlah total telur yang telah diinjeksi. Data dianalisis secara deskriptif. Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase embrio mengekspresikan gen GFP diperoleh dari perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan dilakukan pada jam ke-12 dengan rumus perhitungan sebagai berikut : HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat kelangsungan hidup embrio DKH-e dan derajat penetasan DP pada perlakuan injeksi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol tidak diinjeksi Tabel 2. DKH-e yang diinjeksi dengan konstruksi gen mBP-GFP mempunyai nilai 25,00±1,67, sedangkan nilai DP adalah 18,34±1,65. Tabel 2. Derajat kelangsungan hidup embrio DKH-e, derajat penetasan DP dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP PEMG menggunakan konstruksi gen mBP-GFP pada ikan lele Clarias sp. Perlakuan Embrio yang Diinjeksi butir, n=2 DKH-e DP PEMG Injeksi dengan mBP-GFP 30 25,00 ± 1,67 18,34 ± 1,65 3,33 ± 0,0 Tidak diinjeksi 30 63,33 ± 3,34 63,63 ± 10,03 0,00 ± 0,0 Ket : mBP-GFP = medaka ß-aktin- Green Fluorescent Protein Adanya ekspresi GFP menunjukkan bahwa promoter β-aktin ikan medaka dapat digunakan untuk membuat ikan transgenik dengan gen yang berpengaruh terhadap akuakultur. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP PMEG untuk mBA-GFP adalah 3,33±0,0. Telur ikan lele yang digunakan saat penelitian memiliki kualitas yang cukup bagus, dilihat dari nilai rata-rata derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan kontrol cukup tinggi. Nilai derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan dari perlakuan lebih rendah jika dibandingkan kontrol tanpa perlakuan injeksi. Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada sel embrio setelah diinjeksi sehingga perkembangan embrio menjadi tidak normal dan kemudian mengalami kematian. Selain itu, juga diduga akibat tingginya volume larutan DNA yang diinjeksikan. Transfer gen dengan metode mikroinjeksi umumnya membutuhkan larutan DNA yang diinjeksikan dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi transgen ke dalam genom inang Zbikwoska, 2003. Namun demikian, semakin tinggi jumlah copy DNA yang diinjeksikan juga akan meningkatkan mutagenesis atau meningkatkan jumlah partikel asing yang masuk dalam embrio, sehingga dapat mengganggu stabilitas embrio dan menyebabkan kematian Hackettt, 1993. Ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter mBP mulai terlihat pada jam ke-4 setelah fertilisasi embrio fase gastrula, semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk jam ke-6 setelah fertilisasi, mencapai puncaknya pada fase organogenesis jam ke-14 setelah fertilisasi, dan setelah itu ekspresi gen GFP tidak terdeteksi Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat perbandingan penampakan telur yang terekspresi gen GFP Gambar 4C dan telur yang tidak terekspresi gen GFP Gambar 4B. Ekspresi gen terkuat terjadi pada saat 8 dan 10 jam setelah diinjeksi. Pada 12, 14,16 dan 18 jam setelah diinjeksi penampakan ekspresi gen pada embrio terlihat menunjukkan tanda penurunan dan akhirnya hilang pada saat larva menetas. Pada penelitian ini, ekspresi gen GFP pada telur lele dengan promoter ß- aktin sudah mulai terlihat pada fase gastrula jam ke-4 setelah fertilisasi, semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk jam ke-6 setelah fertilisasi dan mencapai puncaknya pada fase organogenesis jam ke-14 setelah fertilisasi, setelah itu ekspresi gen menghilang. Etkin Balcells 1985 dalam Winkler 1991 menyatakan bahwa ekspresi DNA asing hanya dapat dilihat pada embriogenesis awal pada fase midblastula. Pada ikan medaka disebutkan bahwa ekspresi gen wtGFP wild-type GFP dan mtGFP mutant GFP dimulai pada fase midblastula dan ekspresi terkuat terjadi sampai dengan fase gastrula akhir Hamada et al. 1998. Menurut Stuart et al. 1988 ekspresi gen terkuat pada ikan zebra terjadi pada fase gastrula awal. Untuk ikan medaka ekspresi gen terkuat terjadi pada fase gastrula Chong Vielkind, 1989 dalam Volckaert, 1994. Sedangkan pada ikan Loach Misgurnus sp. terjadi pada gastrula akhir Maclean et al. 1987 dalam Volckaert, 1994. Penelitian yang dilakukan Volckaert 1994 mendapatkan hasil bahwa pada lele Afrika Clarias gariepinus ekspresi gen tertinggi terjadi pada fase gastrula awal permulaan epiboly. Jam ke- A B C 6 8 10 12 Gambar 4. Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele Clarias sp yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 jam setelah diinjeksi. A : Telur diamati dengan mikroskop tanpa UV B : Telur diamati dengan mikrokop UV telur tidak terekspresi gen GFP C : Telur diamati dengan mikrokop UV telur terekspresi gen GFP Jam A B C Ke- 14 16 18 20 Gambar 4. Lanjutan Pola ekspresi sementara seperti ini umumnya terjadi pada banyak pengujian aktivitas promoter antara lain pada ikan medaka Winkler et al. 1991; Takagi et al. 1994, ikan lele Afrika Volckaert et al. 1994, ikan zebra Higashijima et al. 1997, ikan kakap merah Kato et al. 2007, ikan lele Ath-thar, 2007, dan ikan mas Purwanti, 2007 dengan menggunakan promoter yang berbeda pula. Pola ekspresi gen yang terbentuk umumnya hampir sama walaupun ada perbedaan waktu ekspresi gen antara satu promoter dengan promoter lainnya pada spesies ikan yang berbeda, yaitu pada awalnya rendah, meningkat, kemudian menurun hingga tidak terlihat lagi. Perbedaan waktu yang terjadi diduga karena tiap embrio memiliki kemampuan berkembang yang berbeda dimana dipengaruhi oleh laju transkripsi sel dalam embrio dan suhu inkubasi telur. Volckaert et al. 1994 menjelaskan bahwa pola waktu ekspresi gen asing bergantung pada pola perkembangan embrio. Woynarovich Horvath 1980 juga menambahkan bahwa laju perkembangan embrio bergantung pada suhu inkubasi. Hal ini dikarenakan di dalam embrio terdapat sejumlah enzim yang berperan terhadap perkembangannya. Pada penelitian ini suhu air inkubasi adalah sama antara yang diberi injeksi dengan kontrol. Menurut Iyengar et al. 1996 terjadinya ekspresi sementara ini berhubungan erat dengan ketahanan dari DNA yang diinjeksikan. Tingginya ekspresi yang terjadi pada fase gastrula adalah kemungkinan sebagai hasil dari akumulasi DNA yang diinjeksikan yang berlanjut pada peningkatan replikasi pada fase pembelahan cleavage dan akumulasi dari enzim RNA polymerase II yang menyebabkan dimulainya transkripsi pada saat MBT mid-blastula transition. Degradasi dari DNA pada saat fase lanjutan pada pembelahan sel diperkirakan akan menyebabkan penurunan bertahap dari jumlah DNA sehingga ekspresi akan semakin melemah. Ekspresi gen GFP mulai terlihat pada fase blastula yaitu pada fase terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel Woynarovich Horvath, 1980. Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Puncak ekspresi atau ekspresi terkuat yang dihasilkan dari perlakuan diduga disebabkan oleh terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal Winkler et al. 1991. Peningkatan ekspresi gen yang terjadi ditambahkan oleh Iyengar et al. 1996 merupakan akumulasi dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Ekspresi gen GFP melemah setelah 14 jam fertilisasi dan menghilang sebelum telur ikan lele tersebut menetas. Perbedaan tingkat ekspresi dijelaskan oleh Dunham 2004 yaitu disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis-regulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang yang berbeda. Hackett 1993 juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Fletcher dan Davies 1991 dalam Ath-thar 2007 menjelaskan bahwa tingkat ekspresi yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian antara elemen cis-regulator dan trans- regulator. KESIMPULAN Promoter β-aktin ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada ikan lele, dan dapat digunakan untuk membuat ikan lele transgenik. III. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA tiGH PADA IKAN LELE Clarias Sp DENGAN METODE MIKROINJEKSI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan Growth Hormone, GH pada embrio ikan lele sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuhnya. Gen GH dari ikan nila tiGH yang dikontrol oleh promoter beta-aktin mBP dari ikan medaka ditransfer dengan metode mikroinjeksi ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 µgml. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio DKHe, derajat penetasan DP dan persentase individu ikan lele yang membawa mBP-tiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa mBP- tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroinjeksi dari 100 embrio yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe 97 dan DP 94 pada kontrol tidak dimikroinjeksi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan mikroinjeksi 30 untuk DKHe, dan 28 DP. Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86 1228. Kesimpulan adalah bahwa tiGH dapat ditransfer pada benih ikan lele dengan metode mikroinjeksi. Kata kunci : transfer gen, GH, PCR, ikan lele, mikroinjeksi. III. TRANSFER OF GENE ENCODING TILAPIA GROWTH HORMONE tiGH IN CATFISH Clarias Sp BY MICROINJECTION METHOD ABSTRACT This study was conducted to determine of introducing gene encoding growth hormone GH in catfish embryos that can improve its growth rate. GH gene of Nile tilapia, driven by medaka βactin promoter was injected to one cell stage of catfish embryos by microinjection method. Concentration of gene construction mBP-tiGH transfered is 50 µgml. The observed parameter was survival rate of embryos SRe, hatching rate HR, and the percentage of catfish carrier gene mBP-tiGH. SRe was counted before hatching while HR was calculated at the time the embryos hatching. To identify fish carrier of mBP-tiGH, used PCR Polymerase Chain Reaction method with specific primer for tiGH gene. The research result used microinjection method explained that from 100 injected catfish embryos, the grade of SRe 97 and HR 94 within non-microinjection control was higher than microinjection at range of 30 for SRe and 28 for HR. The percentage of catfish carrying tiGH gene by microinjection methods was 42,86 1228. Conclusion that tiGH could be transferred in catfish by microinjection method. Keywords : gene transfer, GH, PCR, catfish, microinjection, electroporation. ________________ Bab ini sebagian telah dipublikasikan dengan judul Transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila mBP-tiGH pada ikan lele Clarias sp dengan metode mikroinjeksi , pada Jurnal Riset Akuakultur Volume 4 No.3 Desember 2009; 333 - 340 PENDAHULUAN Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang menjadi target peningkatan produksi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan 2009- 2014. Produksi ikan lele dapat ditingkatkan dengan melakukan budidaya ikan secara intensif. Pertumbuhan ikan lele yang dibudidayakan oleh masyarakat telah mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan pada saat pertama kali ikan lele didatangkan ke Indonesia. Untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan maka perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik. Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan Fjalested et al. 2003. Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti McLean Devlin 2000. Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang banyak. Saat ini sedang dicoba suatu metode yang dapat mengatasi masalah penurunan pertumbuhan tersebut yaitu teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Sedangkan menurut Beardmore Porter 2003 transgenik adalah organisme dimana DNA dari donor dimasukkan dan bergabung dengan menggunakan teknik in vitro. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter sebagai sekuens pengatur DNA atau onoff switches, diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid Dunham 2004. Teknologi transfer gen pada channel catfish Ictalurus punctatus berdasarkan penelitian Dunham et al. 1987 menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormone fusion gene MthGHg, 20 ikan dilakukan analisis pada usia 3 minggu dan dilakukan sampling ulang pada usia 3 bulan dan hasilnya hanya sekitar 4 ikan yang mengandung MthGHg. Berdasarkan penelitian Zhu et al. 1985 dimana hGHg dimasukkan ke dalam germinal disc ikan koki dan hasilnya 75 ditransformasikan dan terjadi peningkatan pertumbuhan 4,6 kali dibandingkan dengan kontrol. Chourrout et al. 1986 melakukan injeksi dengan gen konstruk hGHg cDNA pada sitoplasma telur ikan trout yang telah dibuahi dan 33 diintegrasikan ke dalam genom pada usia 30 hari embrio tetapi tidak menunjukkan ekspresi dan peningkatan pertumbuhan. Smitherman et al. 1996 telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diwariskan dimana pertumbuhan transgenik Ictalurus punctatus mengandung gen GH salmon 20 – 40 lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Menurut Beardmore Porter 2003, transgenik dibedakan menjadi dua tipe yaitu autotransgenik gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang sama dan allotransgenik gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan transfer gen yang berasal dari spesies yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan transfer gen pertumbuhan ikan nila tiGH dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele. Diharapkan gen mBP-tiGH yang ditransfer dapat terekspresi pada embrio ikan lele. BAHAN DAN METODE Koleksi Gamet Induk ikan lele dipilih dari kolam pemeliharaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan lele yang mempunyai ukuran 500 – 1000 gram perekor. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk ikan lele jantan dan betina dipilih yang matang gonad dan dilakukan penyuntikan ovaprim untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 mlkg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 mlkg bobot ikan. Setelah 8 jam dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur. Induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan 0,5 menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9. Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2 yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Biarkan larutan tersebut pada suhu ruang dan jika sudah hangat dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Setelah agarosa membeku, cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70 etanol kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada 4 ˚C Meng et al. 1999. Gel agarose penahan embrio ini dipergunakan untuk memudahkan dalam melakukan transfer gen dengan metode mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur yang dapat menganggu saat melakukan penyuntikan, larutan tannin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 ppm selama 5 detik sambil diaduk dan dibilas dengan air sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cawan petri untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi. Perbanyakan Konstruksi Gen Konstruksi gen berupa plasmid mBP-tiGH berisi gen GH ikan nila Oreochromis niloticus dengan promoter β-Aktin mBP dari ikan medaka Oryzias latipes. Konstruksi gen yang digunakan berasal dari Kobayashi et al. 2007 Gambar 5. Perbanyakan konstruksi gen dilakukan dengan menggunakan prosedur standar Sambrook et al. 1989. Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid mBP-tiGH diperbanyak dengan metode kultur cair . Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6, yeast extract 1, NaCl 0,5, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37 o C, selama 16-18 jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit GF-1 Plasmid DNA extraction Version 2.1 Vivantis Lampiran 1. Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan DNA untuk transfer gen dengan metode mikroinjeksi sebesar 50 µgml sedangkan dengan metode elektroporasi sebesar 65 dan 80 µgml. Gambar 5. Peta konstruksi gen mBP-tiGH Kobayashi et al. 2007 Mikroinjeksi Mikroinjeksi dilakukan pada embrio ikan lele fase 1 sel dengan prosedur mengikuti Kobayashi et al. 2007. Larutan DNA yang digunakan diambil dari larutan stok yang berisi konstruksi plasmid mBP-tiGH Kobayashi et al. 2007. Konsentrasi larutan yang digunakan sebanyak 50 µgml dalam akuabides. Embrio yang telah disuntik diinkubasi pada wadah terkontrol yang terpisah dari wadah inkubasi untuk embrio normal tanpa penyuntikan. Teknik penanganan dan pendederan benih ikan lele sesuai standar SNI 2004. Jumlah telur yang dimikroinjeksi sebanyak 100 butir. Telur dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio mikroinjeksi dengan menggunakan pipet. Telur yang akan dimikroinjeksi diletakkan pada lubang gel penahan embrio ini. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan bantuan mikromanipulator. Jarum mikroinjeksi diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA diinjeksikan dengan perlahan pada blastodisk. Normalnya, cairan DNA yang diinjeksikan mencapai kira-kira seperlima dari volume telur yang diinjeksi. Embrio yang telah diinjeksi dipindahkan ke cawan petri dan diinkubasi pada suhu 28 ˚C. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Telur hasil mikroinjeksi dipindahkan dalam akuarium inkubasi berukuran 80 X 60 X 40 cm yang telah diberi biru metilena, kemudian diberi aerasi sedang. Wadah dilengkapi dengan heater agar temperatur air stabil pada suhu 28 o Individu ikan transgenik founder F0 yang membawa gen GH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada umur 4 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit Puregene, Minneapolis, USA. Prosedur yang digunakan adalah : sampel sirip ekor ikan lele dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 µl cell lysis solution, 2 µl Proteinase K 20 mgml dan selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55 C. Telur yang tidak dibuahi dan mengalami deformasi dapat dengan mudah dikenali, kemudian dibuang pada 4-5 jam setelah mikroinjeksi. Telur-telur yang telah diinjeksi akan menetas pada jam ke-24 setelah pembuahan. Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian pakan alami berupa Artemia secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-4. Pada hari ke-3 larva mulai diberi pakan alami cacing rambut yang dicacah hingga halus sampai larva lele berumur 14 hari. Setelah itu larva lele mulai diberi pakan buatan secara at satiation. Identifikasi Individu Membawa Transgen o C selama semalam. RNase sebanyak 2 µl 4 mgml ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolak-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4 o C selama 5 menit. Sebanyak 200 µl protein precipitation solution Puregene, Minneapolis, USA ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 – 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70 dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. DNA yang diperoleh dilakukan pengecekan dengan melihat pita band pada DNA yang telah diekstraksi dengan elektroforesis pada gel agarose 0,8. PCR dilakukan menggunakan 2 set primer spesifik yang bisa membedakan tiGH dengan gen GH endogenous ikan lele, yaitu tiGH-1F Forward primer 5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’ dan tiGH-1R Reverse primer 5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’ Lampiran 4. Program PCR yang digunakan ialah 95°C selama 5 menit, 35 siklus 95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 20 detik, dan 72°C selama 3 menit. Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Pembesaran ikan transgenik F0 Benih ikan lele yang positif membawa transgen di jaringan siripnya dipelihara sampai dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Benih dipelihara dalam wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan tingkat pemberian pakan berkisar antara 3-5 perhari. Jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan benih yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami antara lain Artemia, Daphnia dan cacing rambut, sedangkan pakan buatan dalam bentuk pelet. Analisis ekspresi transgen Ekspresi transgen pada benih ikan generasi founder yang telah berumur 3 bulan dianalisis menggunakan metode RT-PCR. RNA diekstraksi dari sirip ekor ikan transgenik founder. Prosedur isolasi RNA dan sintesa cDNA menggunakan prosedur Boonanuntanasarn et al. 2002. Jaringan dari sirip ekor ditimbang 50 mg dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang telah berisi 200 µL ISOGEN on ice, kemudian digerus sampai hancur. Jika belum hancur, ditambahkan lagi 200 µL ISOGEN, digerus kembali sampai semua jaringan hancur. Jika semua jaringan telah hancur, ditambahkan 400 µL ISOGEN volume akhir 800 µL dan disimpan pada suhu ruang selama 5 menit lysis. Kemudian ditambahkan 200 µL Chloroform CHCl 3 , dilakukan vortex selama 15 detik pada kecepatan sedang dan simpan di suhu ruang, selama 2 – 3 menit. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang selama 5 menit, supernatan yang terbentuk di pindah ke tube yang baru. Supernatan dipindahkan pada tube baru yang telah berisi 400 µL isopropanol. Dilakukan vortex dengan pelan-pelan sampai homogen, disimpan pada suhu ruang selama 5 – 10 menit kemudian larutan disentrifugasi pada suhu 4 o C dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1 ml Etanol 70 dingin tidak boleh di vortex kemudian dilakukan sentrifugasi pada suhu 4 o C dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang, lalu dikering udarakan, setelah kering tambahkan DEPC 20 – 50 µL. Pengukuran konsentrasi larutan RNA dengan alat Gene Quant. Ekstraksi RNA diperoleh dari sampel jaringan sirip ekor sebanyak 9 sampel yang dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang berisi ISOGEN Nippon Gene, Japan dan dilakukan penghancuran sampai terjadi lisis. Kontaminasi DNA yang ada didegradasi menggunakan DNase RQ1 Rnase-free Promega, USA. Setelah perlakuan phenol-chloroform dan etanol, pelet RNA akan dilarutkan dengan air yang mengandung diethylpyrocarbonate air-DEPC. cDNA disintesa dari 2-3 µg RNA total menggunakan Ready-to-Go You-Prime First-Strand Beads GE Healthcare, USA dengan primer dT3’RACE-VECT 5’GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG ACG GCC CGG- GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT -3’ . PCR dilakukan dengan volume reaksi 10 µL yang mengandung 1 µL LA buffer Ex Taq, 1µL dNTPs mix, 0,05 µL Ex Taq polymerase Takara Bio, Shiga Japan, 1 µl cDNA dan 1 µL dari masing- masing primer forward dan reverse yang spesifik untuk transgen yaitu primer Forward adalah MBP-F1 dan primer Reverse adalah tiGH. Primer forward MBP- F1 adalah 5’-ACG TTA CCC GTC CGA GTT GA-3’ dan primer reverse tiGH Reverse adalah 5’-TGA GTC GAC CAA TGC AAC ACA TTT ATT TCA CAG AT- 3’. Jumlah siklus PCR yang digunakan adalah 35 siklus. Dua mikroliter hasil PCR dielektroforesis menggunakan 0,7 gel agarose, distaining dengan etidium bromida, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet. Analisis Data Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio DKH-e, derajat penetasan DP dan persentase embrio mengekspresikan transgen PEMG. Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase individu mengekspresikan gen mBP-tiGH diperoleh dari perbandingan jumlah individu yang mengekspresikan gen mBP-tiGH dengan jumlah total individu yang hidup dan dilakukan analisis DNA. Perhitungan dilakukan setelah diperoleh individu benih ikan lele membawa gen mBP-tiGH dengan rumus perhitungan sebagai berikut : PIMG Derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan telur ikan lele yang mengalami perlakuan mikroinjeksi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol Tabel 3. Rendahnya nilai DKHe dan DP pada perlakuan mikroinjeksi disebabkan oleh kerusakan sel telur karena proses penyuntikan. Proses penyuntikan telur dilakukan satu persatu sehingga dibutuhkan waktu dan ketrampilan agar telur yang disuntik tidak rusak. Selama proses penyuntikan terjadi kebocoran pada telur dengan keluarnya kuning telur, hal ini dapat disebabkan oleh jarum yang dimasukkan ke blastodisk terlalu dalam. Selain itu selama proses penyuntikan telur diletakkan pada gel penahan telur dan terjadi = Jumlah ikan yang mengekspresikan gen tiGH x 100 Jumlah ikan yang hidup HASIL DAN PEMBAHASAN pemaparan telur selama proses penyuntikan sehingga telur yang telah dibuahi berhubungan langsung dengan udara. Selain itu rendahnya nilai DKHe dan DP pada perlakuan mikroinjeksi diakibatkan oleh ketrampilan peneliti dalam proses penyuntikan seperti pada saat penyuntikan telur ikan biasanya menempel pada jarum dan untuk melepaskannya jarum harus diangkat pada permukaan gel agarosa. Hal ini diperkuat oleh Alimuddin et al. 2003 bahwa bervariasinya tingkat kelangsungan hidup dan persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan juga bergantung pada ketrampilan operator dan spesies ikan yang diujikan. Ikan lele merupakan ikan air tawar yang mempunyai ukuran telur yang kecil dan lengket sehingga relatif sulit untuk melakukan proses mikroinjeksi karena telur akan menempel pada jarum suntik. Tabel 3 . Derajat kelangsungan hidup embrio DKHe, derajat penetasan DP dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH PIMG dengan metode mikroinjeksi Perlakuan ∑ telur butir DKHe DP PIMG Kontrol Mikroinjeksi 100 100 97,0 30,0 94,0 28,0 42,86 Persentese individu yang membawa gen mBP-tiGH dilakukan perhitungan setelah diperoleh individu benih ikan lele. Analisis keberadaan gen mBP-tiGH dilakukan pada benih ikan lele berumur 4 minggu menggunakan PCR dengan primer oligonukleotida yang spesifik untuk gen GH eksogenous. Berdasarkan hasil PCR sampel ikan lele yang diberi perlakuan transfer gen dengan metode mikroinjeksi ini diperoleh hasil sebanyak 28 ekor ikan yang hidup dan dari 28 ekor yang hidup diperoleh hasil positif pada 12 sampel yaitu sampel no : 1, 2, 3, 4, 5, 13, 18, 20, 21, 25, 26 dan 28 Gambar 6. ◄ 250 bp ◄ 250 bp ◄ 250 bp ◄ BA 190 bp Gambar 6. Deteksi insersi gen mBP-tiGH menggunakan metode PCR pada benih ikan lele umur 30 hari hasil transfer menggunakan metode mikroinjeksi. Ket. M merupakan Marker DNA 2-log ladder, N adalah sampel ikan nontransgenik, K+ adalah kontrol positif berupa plasmid mBP-tiGH, K- adalah kontrol negative tanpa DNA templet, 1 – 28 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele BA : beta aktinkontrol internal. Menurut Alimuddin et al. 2003, bila gen terintegrasi ke dalam genom pada fase satu sel, gen akan didistribusikan ke setiap sel dan 50 dari germ sel akan memiliki gen asing tersebut setelah meiosis. Namun biasanya integrasi terjadi setelah sel membelah beberapa kali. Oleh karena itu, akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang memiliki gen yang ditransfer dan yang tidak membawa. Hal ini dikenal dengan istilah mosaik. Keadaan mosaik inilah yang menyebabkan tidak semua sel telur yang diinjeksi akan membawa gen yang disisipkan. Pada penelitian ini dari 100 butir telur diinjeksi dan pada umur 30 hari yang hidup hanya sejumlah 28 ekor. Dari 28 ekor yang dilakukan analisa DNA secara individu diperoleh hasil persentase ikan yang membawa gen mBP-tiGH sebanyak 42,86 12 ekor dari 28 ekor benih ikan lele yang hidup. Pada penelitian transfer gen untuk ikan channel catfish menurut Dunham et al. 1987 menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormone fusion gene MthGHg hasilnya hanya sekitar 4. Kobayashi et al. 2007 menggunakan konstruksi gen mBP-tiGH pada ikan nila memberikan hasil 8,51 yaitu sebanyak 8 ekor dari 94 individu. Rachman dan Maclean 1999 menganalisa 118 ekor ikan nila yang diinjeksi dengan konstruksi OPAFPcsGH hanya 3 ekor yang membawa konstruksi gen tersebut pada gonadnya. Dari ketiganya, frekuensi transmisi konstruksi OPAFPcsGH pada keturunan selanjutnya F1 masing-masing sebesar 1, 8 dan 6. Untuk memperbesar peluang mendapatkan ikan yang membawa konstruksi gen asing dalam gonadnya, jumlah telur yang disuntik harus diperbanyak dan penyuntikan harus dilakukan pada tahap perkembangan satu sel. Pada ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil mikroinjeksi diperoleh data pertumbuhan berat antara transgenik dan nontransgenik dalam satu populasi Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat diperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara ikan transgenik dan nontransgenik. 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 2,0-3,0 3,0-4,0 4,0-5,0 5,0-6,0 6,0-7,0 7,0-8,0 8,0-9,0 9,0-10,0 Bobot g J um la h i ndi v idu e k or Nontransgenik Transgenik Gambar 7. Sebaran bobot dan jumlah benih ikan lele non transgenik dan transgenik founder pada umur 30 hari. Berdasarkan hasil analisis RT-PCR, ada satu individu dari sembilan sampel yang diuji memperlihatkan ekspresi transgen pada generasi founder Gambar 8. Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua individu mengekspresikan transgen. Menurut Iyengar et al. 1996, bahwa pada awal perkembangan embrio, gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa mengalami integrasi ke dalam genom resipien. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah mengalami beberapa pembelahan sel, sebagian gen asing tersebut terintegrasi secara acak ke dalam genom resipien di salah satu blastomer sehingga akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang membawa transgen dan sel yang tidak membawa transgen. Hal ini mengakibatkan tidak semua sel membawa transgen atau dikenal dengan istilah kejadian mosaik. Menurut Chou et al. 2001 ketika fragmen DNA yang terdiri dari suatu gen target atau gen penanda homolog maupun heterolog ditransfer, maka akan sangat umum menemukan kejadian mosaik. Selain itu, menurut Alimuddin et al. 2003 selain terintegrasi ke dalam genom, ada sebagian dari gen asing berada dalam suatu posisi ekstrakromosomal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gen asing yang terintegrasi akan stabil di dalam genom, sementara dalam bentuk ekstrakromosomal akan terdegradasi oleh endogeneus nuclease. ◄ 200 bp Gambar 8. Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan founder menggunakan metode RT-PCR menggunakan cetakan cDNA. M merupakan Marker DNA 2 log ladder, 1 – 3 adalah hasil amplifikasi PCR cDNA ikan lele dan 4 adalah sampel ikan nontransgenik, K+ adalah kontrol positif berupa plasmid mBP-tiGH, K- adalah kontrol negatif. KESIMPULAN Gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila tiGH dapat ditransfer pada ikan lele dilihat dari individu yang membawa transgen yaitu 42,86 12 dari 28 ekor. Berdasarkan analisis RT-PCR menggunakan cetakan cDNA, gen tiGH terekspresi pada ikan lele. IV. EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA PADA IKAN LELE Clarias sp TRANSGENIK KETURUNAN PERTAMA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila tiGH pada ikan lele Clarias sp pada generasi pertama. Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan pemeliharaan sampai siap untuk dipijahkan. Diperoleh dua ekor jantan yang siap dipijahkan. Ikan lele jantan transgenik founder disilangkan dengan ikan lele betina nontransgenik. Proses pemijahan dilakukan secara semibuatan. Penetasan telur dan pemeliharaan larva dilakukan sesuai dengan prosedur SNI 2004. Parameter yang diamati adalah ekspresi gen secara fenotipe dan genotipe. Ekspresi gen secara fenotipe dengan mengamati pertumbuhan ikan lele, sedangkan secara genotipe dengan analisa RT-PCR. Identifikasi ikan yang membawa gen tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dari 2 ekor induk lele jantan transgenik founder yang memijah dan diperoleh hasil pada ikan lele transgenik generasi pertama yang membawa gen tiGH adalah 8,33 15 dari 180 dan 4,0 6 dari 150. Pertumbuhan ikan lele generasi pertama antara transgenik dan nontransgenik berbeda nyata dengan pertumbuhan sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik. Kesimpulan adalah bahwa gen tiGH diduga telah terintegrasi ke dalam genom ikan lele sehingga gen asing tersebut dapat ditransmisikan pada generasi pertama dan memberikan peningkatan pertumbuhan pada benih ikan lele. Kata kunci : Ekspresi gen, gen penyandi hormon pertumbuhan, transmisi gen V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA tiGH IN CATFISH Clarias sp. TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia tiGH at the first generation of transgenic catfish Clarias sp. Founder transgenic catfish which produced from the previous research was maintained until they get ready for spawning. The male founder transgenic catfish was crossed to non- transgenic female catfish; on the contrary the female founder transgenic catfish was crossed to non-transgenic male catfish. Spawning process is meant to be semi artificial spawning induced spawning. Hatchery and larva nursery was undertaken in line with SNI Indonesia National Standard procedures 2004. The observed parameter was gene expressions by means of phenotype and genotype method. Phenotype method was the observation of catfish growth, while genotype was done by RT-PCR. Identification of fish carrying tiGH gene was performed by PCR method with specific primary for tiGH gene. The research shows that first generation of transgenic catfish which carried tiGH gene was as much 8,33 15 from 180 and 4,0 6 from 150. The catfish growth from first generation is significantly different between transgenic and non-transgenic where transgenic grew up to 7 faster than non-transgenic. It comes to the conclusion that the transferred gene of tiGH might be integrated into catfish genome so that transgene can be transmitted to the first generation and enhanced the growth. Keywords : gene expressions, growth hormone encoding gene, gene transmissions PENDAHULUAN Ikan lele dalam proses pembenihannya dapat dilakukan dengan cara pemijahan alami, semi buatan dan buatan. Telur ikan lele yang dihasilkan dari satu pasang induk dapat mencapai puluhan ribu yang akan dibuahi secara eksternal. Embrio relatif mudah diperoleh, dimanipulasi, diinkubasi dan menetas secara cepat pada beberapa jenis ikan. Menurut Dunham 2004, karena ikan mengalami pembuahan di luar merupakan potensi yang sangat besar untuk embrio berkembang karena tidak membutuhkan manipulasi yang komplek, seperti mengkultur embrio secara in vitro dan mentransfer ke dalam tubuh induknya. Hal ini membuat ikan merupakan organisma yang baik untuk mengaplikasikan transfer gen. Teknologi transgenesis salah satu solusi yang ditawarkan pada abad ini untuk meningkatkan produktivitas akuakultur sangat mungkin untuk diaplikasikan. Aplikasi teknologi transgenesis di Indonesia saat ini belum dilakukan untuk menghasilkan ikan transgenik. Ikan transgenik hasil rekayasa genetika akan bermanfaat sebagai plasma nutfah jika transgen di dalam genomnya stabil dari generasi ke generasi. Stabilitas yang dimaksud adalah dalam hal integrasinya dalam genom, ekspresi dan pewarisaannyatransmisinya dari generasi ke generasi sehingga tingkah laku transgen dapat diperkirakan. Salah satu keuntungan dari teknologi transgenesis antara lain adalah gen yang telah diintroduksi dapat terintegrasi dalam genom resipien dan selanjutnya dapat ditransmisikan ke keturunannya Khoo 2000. Ekspresi gen adalah proses dimana kode-kode informasi yang ada pada gen diubah menjadi protein-protein yang beroperasi di dalam sel. Ekspresi gen melibatkan tahap transkripsi, pascatranskripsi dan translasi Meyer 1995. Gen adalah sepotong DNA yang menyandikan rantai polipeptida dan RNA. Tidak semua gen diekspresikan secara tepat dalam bentuk rantai polipeptida. Beberapa gen menyandikan beberapa jenis RNA transfer dan gen lain menyandi berbagai jenis RNA ribosomal. Gen yang menyandi polipeptida dan RNA dikenal sebagai gen struktural. Gen ini menentukan struktur beberapa produk akhir gen, seperti suatu enzim atau RNA yang stabil. DNA juga mengandung segmen atau urutan lain yang hanya menjalankan fungsi pengaturan regulasi. Beberapa diantara segmen pengatur menyusun isyarat yang menunjukkan awal dan akhir gen struktural, yang lain berpartisipasi dalam memulai atau mengakhiri proses transkripsi gen struktural. Jadi kromosom mengandung gen struktural dan urutan pengatur Lehninger 1994. Teknologi transgenik sudah dilakukan sejak tahun 1984 dengan model sistem tentang integrasi dan ekspresi dari rekombinan human growth hormone hGH pada ikan maskoki. Akhir-akhir ini posisi integrasi telah di karakterisasi dan dibandingkan antara ikan transgenik dan ikan nontransgenik dalam penggunaan pakan dan performa pertumbuhan. Biosafety dan bioethics ikan transgenik dengan menggunakan konstruksi gen „all fish” CagcGH yaitu promoter beta-aktin ikan mas berfusi dengan gen pengkode hormon pertumbuhan dari ikan grass carp yang diinduksi pada ikan mas Cyprinus carpio yang berasal dari sungai Yellow di China telah aman dimakan oleh manusia setiap hari. Hal ini telah dilakukan pengujian dengan prinsip uji pathologis dari Departemen Kesehatan China Gang et al. 2003. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Guillen et al. 1999, dilakukan penelitian terhadap sukarelawan sebanyak 22 orang dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A sebanyak 11 orang mengkonsumsi ikan nila transgenik selama 5 hari dari hari Senin sampai Jumat. Kelompok B mengkonsumsi ikan transgenik dan nontransgenik selama 2 hari. Parameter yang diamati adalah sampel darah seluruh individu secara klinik dan biokimia. Hasilnya tidak ada perbedaan secara klinis dan biokimia antara kelompok A, B dan kontrol. Di negara Kanada ada dua cara yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan salmon yaitu memproduksi ikan salmon dengan cara menyisipkan gen anti beku dan meningkatkan laju pertumbuhan dengan melakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan Fletcher et al. 2003. Hasil yang didapatkan dengan melakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan pada ikan salmon adalah pertumbuhan ikan menjadi 10 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik Devlin et al. 1994. Gen hormon pertumbuhan secara normal diekspresikan pada kelenjar pituitari yang dikontrol oleh sistem saraf pusat. Selanjutnya dengan kontrol sistem saraf pusat ini akan memodifikasi elemen spesifik jaringan dari gen yang akan diekspresikan dan dapat bekerja dimana saja. Integrasi genom transgen frekuensinya yang telah diamati hampir sama dengan gen anti beku berkisar 2 – 3. Hal ini dapat diakibatkan karena penggunaan konstruksi gen yang berbeda dengan jenis ikan yang mendapat transfer gen. Transgen dapat terintegrasi ke dalam satu atau lebih kromosom dan lebih dari satu kopi gen. Seluruh founder transgenik GH adalah mosaik mengindikasikan bahwa transgen tidak terintegrasi ke dalam kromosom pada saat proses organogenesis dan separuh dari mereka gagal diteruskan pada keturunannya. Kira-kira 40 ikan founder transgenik meningkat laju pertumbuhannya di atas rata-rata sampai 3 – 6 kali dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hukum Mendel transgen GH dan kecepatan tumbuh secara fenotipe akan stabil setelah generasi ketiga Fletcher 2003. Pada penelitian ini dilakukan transfer gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dan promoter beta-aktin yang berasal dari ikan medaka, hal ini memperlihatkan bahwa penelitian ini termasuk ke dalam allotransgenik dimana transgenik tersebut mengandung bahan-bahan transgenik dari spesies yang berbeda. Pada transgenik, penggunaan elemen yang homolog antara gen struktural dan promoter biasanya lebih efektif dibandingkan dengan heterolog. Generasi dari ikan autotransgenik yang membawa konstruksi GH dimana elemen tersebut berasal dari ikan yang sama secara signifikan meningkatkan fenotipe pertumbuhan Nam et al. 2008. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis ekspresi gen mBP-tiGH pada ikan lele transgenik generasi pertama. BAHAN DAN METODE Pembesaran Ikan Lele Transgenik F0 Benih ikan lele yang positif membawa gen tiGH hasil mikroinjeksi pada bulan April 2009 sebanyak 22 ekor dilakukan pemeliharaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar BBPBAT Sukabumi sampai mencapai ukuran siap matang gonad dengan prosedur SNI 2004. Benih dipelihara dalam wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan feeding rate berkisar antara 3-5 perhari. Jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan benih yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami antara lain Artemia sp, Daphnia sp dan cacing rambut sedangkan pakan buatan dalam bentuk pelet. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai matang gonad berkisar antara 8 - 12 bulan. Produksi Ikan Lele Transgenik F1 Induk ikan lele dumbo transgenik founder yang telah matang kelamin diseleksi secara individu. Berdasarkan seleksi secara individu diperoleh 3 ekor induk jantan dan 1 ekor induk betina yang matang gonad. Ikan lele betina transgenik disilangkan dengan ikan lele jantan normal untuk menghasilkan progeni F1 atau ikan lele jantan transgenik disilangkan dengan ikan lele betina normal. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 mlkg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 mlkg bobot ikan. Induk jantan dan betina yang telah disuntik dimasukkan ke dalam wadah pemijahan dan dilakukan pengamatan sampai terjadi proses pemijahan. Setelah induk selesai memijah, pada pagi harinya telur ikan lele diangkat untuk ditetaskan di wadah penetasan. Telur ikan lele menetas menjadi larva setelah 20 jam dari saat pemijahan. Perawatan Larva dan Benih F1 Setelah telur menetas, kakaban diangkat untuk menghindari penurunan kualitas air akibat adanya pembusukan dari telur – telur yang tidak menetas. Disamping itu juga dilakukan pergantian air bak penetasan dengan membuang air sampai ¾ bagian volume air dan kemudian diisi kembali dengan air yang baru. Larva ikan lele yang baru menetas akan berwarna hijau dan berkumpul di dasar bak penetasan di bagian yang gelap. Setelah berumur 2 hari, larva mulai bergerak dan menyebar ke seluruh bak penetasan. Sampai umur 2 hari larva tidak perlu diberi pakan tambahan, karena masih memanfaatkan cadangan makanan yang dibawa di dalam tubuhnya. Larva ikan lele baru diberikan pakan tambahan setelah berumur 2 hari dengan memberikan emulsi kuning telur ayam atau naupli Artemia sp. Pemberian pakan tersebut sampai umur 7 hari. Setelah menginjak umur 6 hari, larva diberi pakan alami antara lain kutu air Daphnia sp atau cacing sutera Tubifex sp. Selama pemeliharaan benih atau larva dilakukan pengelolaan kualitas air dengan melakukan penyifonan dan pergantian air. Pergantian air dilakukan setiap 2 – 3 hari sekali. Jumlah air yang diganti sebanyak 50 – 70 dengan cara menyifon. Pemeliharaan benih ikan lele transgenik generasi pertama dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi sampai benih benih berumur 3 bulan. Identifikasi Individu Ikan Membawa Transgen Individu ikan transgenik keturunan pertama F1 yang membawa gen tiGH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada umur 4 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit Puregene, Minneapolis, USA dengan prosedur sesuai manual. PCR dilakukan menggunakan 2 set primer spesifik yang bisa membedakan tiGH dengan gen GH endogenous ikan lele, yaitu tiGH-1F Forward primer 5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’ dan tiGH-1R Reverse primer 5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’ Kobayashi et al. 2007. Program PCR yang digunakan adalah 95°C selama 5 menit, 35 siklus 95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 20 detik, dan 72°C selama 3 menit. Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Analisis Ekspresi Transgen Ekspresi transgen pada benih ikan yang telah berumur 3 bulan dianalisis menggunakan metode RT-PCR. RNA diekstraksi dari sirip ekor ikan transgenik F1. Ekstraksi RNA diperoleh dari sampel jaringan sirip ekor sebanyak 7 sampel yang dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml. Prosedur isolasi RNA dengan menggunakan RNeasy Mini Kit Qiagen sesuai manual. Jaringan dari sirip ekor ditimbang 30 mg dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml secara on ice. Selanjutnya ditambahkan larutan buffer RLT sebanyak 600 µL untuk melisiskan jaringan, kemudian digerus sampai semua jaringan hancur. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang selama 3 menit, supernatan dibuang dengan cara pipetting dan di pindahkan ke mikrotube yang baru. Penambahan 600 µL Etanol 70 ke dalam mikrotube dan dicampur dengan cara pipetting, tidak boleh disentrifugasi. Sebanyak 700 µL sampel termasuk precipitate lainnya yang terbentuk dipindahkan ke dalam RNeasy spin column 2 ml collection tube. Kemudian tabung ditutup rapat dan larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang. Selanjutnya dilakukan penambahan 700 µL buffer RW1 ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang dan ditambahkan 500 µL buffer RPE ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 15 detik. Larutan yang berada dibagian bawah dibuang. Penambahan 500 µL buffer RPE ke dalam RNeasy spin column dan ditutup rapat. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu ruang selama 2 menit. RNeasy spin column dipindahkan ke collection tube yang baru. Kemudian ditambahkan 30 – 50 µL RNase free water langsung ke dalam spin column membran dan ditutup rapat, kemudian dilakukan sentrifugasi pada suhu ruang dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit untuk elute DNA. Konsentrasi larutan RNA diukur dengan alat Gene Quant. Hasil dari ekstraksi RNA dan diperoleh konsentrasi larutan RNAnya dilakukan analisis ekspresi gen dengan menggunakan Qiagen One Step RT-PCR Kit sesuai prosedur. RT-PCR dilakukan dengan volume reaksi 20 µL yang mengandung 5X Qiagen Buffer 4 µL, 1 µL dNTPs mix, 1 µL Qiagen enzyme mix, 9 µL Rnase free water, 2 µl RNA template dan 1,5 µL dari masing-masing primer forward dan reverse yang spesifik untuk transgen yaitu tiGH-1F Forward primer 5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’ dan tiGH-1R Reverse primer 5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’. Program PCR yang digunakan adalah 50 o C selama 30 menit untuk melakukan proses Reverse Transcription : 95°C selama 15 menit, 35 siklus 95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 15 detik, dan 72°C selama 10 menit . Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C. Dua µl hasil PCR dielektroforesis menggunakan 1 gel agarose, distaining dengan red gel, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet. Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menguji keberadaan gen tiGH pada generasi pertama dan mengukur pertumbuhan benih ikan lele. Untuk mengetahui pertumbuhan ikan yang dipelihara antara ikan transgenik dan nontransgenik, dilakukan pengukuran pertambahan panjang dan bobot tubuh setiap bulan sekali selama tiga bulan pemeliharaan. Selanjutnya dapat dihitung laju pertumbuhan harian spesifik Specifik Growth RateSGR menggunakan rumus : ln W2 – ln W1 SGR = t2 – t1 dimana : W1 : berat ikan pada periode waktu 1 t1 W2 : berat ikan pada periode waktu 2 t2 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk mengetahui perbedaan antara transgenik dan nontransgenik mempunyai pengaruh nyata. Sedangkan data analisa DNA dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil mikroinjeksi pada bulan April tahun 2009 dilakukan pemeliharaan di BBPBAT Sukabumi. Setelah 12 bulan pemeliharaan dilakukan pengecekan kematangan gonad ikan. Ikan lele yang sudah matang gonad dilakukan pemijahan antara transgenik jantan dan nontransgenik betina atau transgenik betina dan nontransgenik jantan. Induk ikan lele generasi founder yang siap untuk dipijahkan diperoleh empat ekor induk siap memijah yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina. Proses pemijahan dilakukan secara semi buatan dan diperoleh hasil dua induk jantan transgenik founder berhasil memijah. Larva ikan lele yang diperoleh dilakukan pemeliharaan sesuai standar operasional. Setelah berumur satu bulan dilakukan pengujian analisa DNA untuk melihat transmisi gen tiGH pada generasi pertama. Benih ikan lele generasi pertama dari hasil mikroinjeksi pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian analisa DNA dengan mengambil sampel jaringan pada sirip ekor sebanyak 180 ekor benih lele secara pooling. Diperoleh hasil sebanyak 30 ekor positif membawa gen tiGH dan dilakukan pengujian analisa DNA secara individu diperoleh hasil sebanyak 15 ekor. Pada benih ikan lele generasi pertama lainnya dilakukan pengujian analisa DNA sebanyak 150 ekor secara pooling dan diperoleh hasil sebanyak 30 ekor positif membawa gen tiGH dan dilakukan pengujian analisa DNA secara individu diperoleh hasil sebanyak 6 ekor Tabel 4. Tabel 4. Transmisi gen tiGH pada generasi pertama dari induk ikan lele jantan yang berbeda. Jantan Transgenik Jumlah sampel ekor Jumlah individu Transgenik ekor Persentase Transmisi transge Nomor 1 Nomor 2 180 150 15 6 8,33 4,00 Pada generasi pertama ekspresi gen tiGH ikan lele transgenik dianalisis dengan teknik RT-PCR. Dari tujuh sampel yang positif membawa gen tiGH pada generasi pertama diperoleh 5 individu yang mempunyai ekspresi gen tiGH Gambar 9. Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Menurut Iyengar et al. 1996, bahwa pada awal perkembangan embrio, gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa mengalami integrasi ke dalam genom resipien. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah mengalami beberapa pembelahan sel, sebagian gen asing tersebut terintegrasi secara acak ke dalam genom resipien di salah satu blastomer sehingga akan terdapat dua macam sel, yaitu sel yang membawa transgen dan sel yang tidak membawa transgen. Hal ini mengakibatkan tidak semua sel membawa transgen atau dikenal dengan istilah kejadian mosaik. ◄ 200 bp Gambar 9. Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan transgenik generasi pertama F 1 Menurut Chou et al. 2001 ketika fragmen DNA yang terdiri dari suatu gen target atau gen penanda homolog maupun heterolog ditransfer, maka akan sangat umum menemukan kejadian mosaik. Selain itu, menurut Alimuddin et al. 2003 selain terintegrasi ke dalam genom, ada sebagian dari gen asing berada dalam suatu posisi ekstrakromosomal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gen asing yang terintegrasi akan stabil di dalam genom, sementara dalam bentuk ekstrakromosomal akan terdegradasi oleh endogeneus nuclease. Berdasarkan hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Selain itu dapat juga memperlihatkan bahwa gen tiGH yang disisipkan dapat ditransmisikan pada keturunannya. Gen asing yang dapat ditransmisikan pada generasi pertama ini menunjukkan bahwa gen asing tersebut telah terintegrasi ke dalam gonad ikan lele transgenik founder. Rahman Maclean 1999 melakukan penyisipan gen GH ikan salmon-gen antibeku ocean pout OPAFPcsGH, laju germline transmision dari F0 ke F1 hanya kurang dari 10. Namun laju transmisi transgen dari F1-F2 adalah sekitar ± 50 sesuai dengan hukum Mendel. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Kobayashi et al. 2007 yang juga menggunakan menggunakan metode One Step RT-PCR. M merupakan Marker DNA 1 log ladder, 1 – 7 adalah hasil amplifikasi RT-PCR RNA ikan lele generasi pertama dan K+ adalah kontrol positif. gen mBP-tiGH pada generasi pertama ditransmisikan pada generasi pertama sebesar 5,71 dan 14,3. Setiap individu yang terintegrasi gen asing ke dalam genom akan ditransmisikan kepada keturunannya. Untuk mengaplikasikan teknik ini pada akuakultur maka produksi massal ikan transgenik diperlukan Yoshizaki et al. 1991. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa individu ikan lele transgenik founder membawa gen yang telah disisipkan kepada keturunannya sebesar 4,0 dan 8,33 pada generasi pertama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya pada ikan nila transgenik dengan konstruksi gen yang sama memberikan hasil transmisi pada generasi pertama sebesar 5,7 – 14,3. Pada ikan mud loach laju transmisi transgen pada generasi pertama bervariasi berkisar antara 2 – 33 Nam et al. 2001. Menurut Alimuddin et al. 2005 laju transmisi transgen pada generasi pertama bervariasi antara 4,2 – 44,1. Untuk mengetahui pengaruh introduksi gen tiGH terhadap pertumbuhan benih ikan lele dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan panjang dan berat sampai benih berumur 3 bulan. Pertumbuhan antara ikan lele transgenik F 1 dan ikan lele nontransgenik yang berasal dari populasi yang sama dilakukan pengukuran dan diperoleh data bobot ikan transgenik generasi pertama F 1 pada umur satu bulan tidak berbeda antara transgenik dan nontransgenik. Pada umur 2 bulan bobot ikan transgenik berkisar antara 15 gram – 30 gram, sedangkan bobot ikan nontransgenik berkisar antara 5 gram – 20 gram. Hal ini memperlihatkan pada umur 2 bulan perbandingan bobot antara transgenik dan nontransgenik berkisar 1 – 3 kali lipat. Pada umur tiga bulan dilakukan pengukuran bobot benih ikan transgenik berkisar antara 25 gram – 150 gram, sedangkan benih ikan nontransgenik berkisar antara 6 gram – 22 gram. Hal ini memperlihatkan pada umur 3 bulan perbandingan bobot antara transgenik dan nontransgenik berkisar antara 1 – 7 kali lipat Gambar 10 dan11. 2 4 6 8 10 12 5 10 15 20 25 30 Bobot g Ju m lah eko r Transgenik Nontransgenik Gambar 10. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik dan nontransgenik generasi pertama F1 umur 2 bulan. 2 4 6 8 10 12 5 10 15 20 25 30 35 40 45 70 150 Bobot g Ju m lah eko r Transgenik Nontransgenik Gambar 11. Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik dan nontransgenik generasi pertama F1 umur 3 bulan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran laju pertumbuhan harian setiap bulan selama tiga bulan pemeliharaan dan diperoleh hasil antara transgenik dan nontransgenik pada bulan pertama pemeliharaan tidak terdapat perbedaan, perbedaan laju pertumbuhan harian terjadi pada bulan kedua dan ketiga setelah pemeliharaan Gambar 12. Performa pertumbuhan bobot rata- rata antara benih ikan lele transgenik dan nontransgenik pada umur tiga bulan secara fenotipe dan genotipe berbeda P 0,05 Gambar 13 dan 14. 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 Bulan ke- L a ju P e rt u m b u h a n H a ri a n Transgenik Non Transgenik Gambar 12. Laju pertumbuhan harian antara ikan transgenik generasi pertama dan nontransgenik. 10 20 30 40 50 60 1 2 3 Umur bulan B o b o t g ra m Nontransgenik Transgenik Gambar 13. Pertumbuhan rata-rata ikan lele trangenik dan nontransgenik generasi pertama A. Transgenik B. Nontransgenik Gambar 14. Ikan transgenik generasi pertama A dan nontransgenik B umur 3 bulan. Pertumbuhan ikan lele transgenik generasi pertama lebih baik dari kontrol walaupun pertumbuhannya tidak luar biasa dan hasil pertumbuhan ikan lele transgenik generasi pertama memberikan pertumbuhan 1-7 kali lipat daripada nontransgenik, hal ini memperlihatkan bahwa hasil penelitian dengan menggunakan konstruksi gen yang sama pada ikan nila memberikan hasil yang sama karena bisa mencapai 7 kali lipat Kobayashi et al. 2007. Pertumbuhan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Urat daging dan tulang pada ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan tersebut bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan Effendi 1997. Pertumbuhan jaringan atau organ selain dipengaruhi oleh kualitas makanan juga dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan meningkatkan transpot asam amino melalui membran atau mempercepat proses kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Selain itu hormon pertumbuhan juga bekerja pada metabolisme lemak yang bertugas meningkatkan kecepatan pengeluaran lemak dari depot lemak, sehingga memungkinkan lemak tersedia sebagai energi dan selanjutnya mengurangi kecepatan oksidasi asam amino dan akibatnya meningkatkan jumlah asam amino jaringan yang disintesis menjadi protein Fujaya 2004. KESIMPULAN Gen tiGH diduga telah terintroduksi ke dalam gonad sehingga dapat ditransmisikan pada generasi F 1 . Pada generasi pertama transmisi gen berkisar antara 4,0 – 8,33. Pertumbuhan bobot antara ikan transgenik dan nontransgenik adalah 1 – 7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan nontransgenik pada generasi pertama. VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA tiGH PADA IKAN LELE Clarias sp DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan Growth Hormone, GH pada embrio ikan lele menggunakan metode elektroporasi. Gen GH dari ikan nila tiGH yang dikontrol oleh promoter beta-aktin mBP dari ikan medaka ditransfer dengan metode elektroporasi. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 65 µgml dan 80 µgml. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio DKHe, derajat penetasan DP dan persentase individu ikan lele yang membawa mBP-tiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa mBP- tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan elektroporasi menunjukkan bahwa nilai DKHe dan DP antara kontrol 97,5 DKHe; 94 DP dengan perlakuan elektroporasi relatif sama 98,5 untuk DKHe, dan 91,2 DP. Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode elektroporasi yaitu 87 untuk konsentrasi DNA 65 µgml dan 93 untuk konsentrasi DNA 80 µgml. Kesimpulan adalah bahwa tiGH dapat ditransfer pada benih ikan lele dengan metode elektroporasi. Kata kunci : transfer gen, GH, PCR, ikan lele, elektroporasi. IV. TRANSFER OF GENE ENCODING TILAPIA GROWTH HORMONE tiGH IN CATFISH Clarias Sp BY ELECTROPORATION METHOD ABSTRACT This study was conducted to determine of introducing gene encoding growth hormone GH in catfish embryos that can improve its growth rate. GH gene of Nile tilapia, driven by medaka β-actin promoter was transferred by electroporation method. Concentration of gene construction mBP-tiGH transferred is 65 µgml and 80 µgml. The observed parameter was survival rate of embryos SRe, hatching rate HR, and the percentage of catfish carrier gene mBP-tiGH. SRe was counted before hatching while HR was counted at the time the embryos hatching. To identify fish carrier of mBP-tiGH, used PCR Polymerase Chain Reaction method with specific primer for tiGH gene. The research result used electroporation methods shows that between control 97.5 DKHe; 94 DP and electroporation treatment was relatively similar at range of 98,5 for SRe and 91,2 for HR. The percentage of catfish carrying tiGH gene by electroporation method was 87 for concentration of 65 µgml and 93 for 80 µgml. Conclusion that tiGH could be transferred in fry catfish transgenic produced by electroporation methods. Keywords : gene transfer, GH, PCR, catfish, electroporation. PENDAHULUAN Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter sebagai sekuens pengatur DNA atau onoff switches, diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid Dunham 2004. Teknik transfer gen yang dapat diaplikasikan pada ikan ada beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi ada 2 cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi dan elektroporasi pada sperma, penggunaan vektor retroviral atau infeksi retroviral, ballistic bombardment dan transfeksi, inkubasi sperma dengan DNA Alimuddin et al. 2003, Hostetler et al. 2003, Dunham 2004,. Metode mikroinjeksi telah sukses dilakukan untuk memproduksi ikan transgenik dan umumnya teknik ini yang digunakan. Tetapi teknik mikroinjeksi relatif sulit jika diterapkan untuk memproduksi ikan transgenik secara massal dalam jumlah yang besar. Metode ini tidak hanya membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lama dan biaya laboratorium yang tinggi tetapi juga sangat dibatasi oleh jumlah telur dan fisiologi telur ikan. Nukleus dari telur ikan sangat kecil dan sukar untuk dilihat tanpa bantuan alat, membran telur atau khorion akan mengeras segera setelah pembuahan, mudah pecah, buram dan sebagainya Lanes et al. 2009. Oleh karena itu dibutuhkan metode lain sebagai alternatif dari berbagai macam problem dengan metode mikroinjeksi yaitu elektroporasi. Metode elektroporasi membuat teknik transfer gen menjadi lebih efisien. Metode elektroporasi dapat diaplikasikan pada transfer gen ikan dengan dua cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi Inoue et al. 1990, Sheela et al. 1999 dan elektroporasi pada sperma Symonds et al. 1994; Tsai 2000. Menurut Tsai 2000 aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu : 1 Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara masal, 2 Teknik ini mampu mengatasi beberapa kekurangan sistem transfer gen konvensional yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kaburburam, menempel, melayang, pronukleus yang tidak tampak, dan korion yang keras, 3 DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blastodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil fertilisasi, 4 Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, 5 Sperma dari hewan akuatik dapat dikriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor dalam mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik. Metode elektroporasi merupakan metode yang menggunakan serangkaian arus listrik pendek untuk melewati membran sel sehingga DNA rekombinan dapat masuk ke dalam sel. Metode elektroporasi digunakan karena efisien, sederhana, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat, serta dapat digunakan untuk memproduksi ikan secara bersamaan atau massal Chen et al. 1996. Sperma digunakan sebagai media transfer gen, karena pengikatan gen secara optimal dapat dilakukan oleh sperma, sperma dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup tinggi, dengan menggunakan elektroporasi menunjukkan DNA asing dapat stabil di dalam sperma. Pada ikan lele Amerika Ictalurus punctatus telah dilakukan teknologi transfer gen dengan menggunakan metode elektroporasi dimana telur ditempatkan dalam larutan buffer yang mengandung DNA dan diberi kejutan listrik. Jumlah telur yang diletakkan berkisar antara 15 – 50 telur dalam larutan DNA dan hasilnya sukses serta lebih efisien dibandingkan dengan mikroinjeksi. Metode elektroporasi dapat lebih baik digunakan untuk transfer DNA dalam jumlah besar pada embrio ikan yang harus dilakukan pada waktu yang singkat. Pada ikan channel catfish dapat dilakukan elektroporasi sebanyak 15 – 100 telur setiap 4 detik Dunham 2004. Selain itu Power et al. 1992 mengatakan bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100 dan dengan metode elektroporasi dapat memproduksi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan dengan mikroinjeksi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan transfer gen mBP-tiGH yang disambungkan dengan promoter ß-aktin dari ikan medaka pada ikan lele Clarias sp. dengan menggunakan metode elektroporasi pada sperma. BAHAN DAN METODE Koleksi Gamet Induk ikan lele dipilih dari kolam pemeliharaan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan lele yang mempunyai ukuran 500 – 1000 gram perekor. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk ikan lele jantan dan betina dipilih yang matang gonad dan dilakukan penyuntikan ovaprim untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 mlkg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 mlkg bobot ikan. Setelah 8 jam dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur. Induk jantan dibedah untuk diambil spermanya dan sperma diencerkan dengan larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1. Perbanyakan Konstruksi Gen Konstruksi gen berupa plasmid mBP-tiGH berisi gen GH ikan nila Oreochromis niloticus dengan promoter β-Aktin mBP dari ikan medaka Oryzias latipes. Perbanyakan konstruksi gen dilakukan dengan menggunakan prosedur standar Sambrook et al. 1989. Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid mBP-tiGH diperbanyak dengan metode kultur cair . Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6, yeast extract 1, NaCl 0,5, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37 o C, selama 16- 18 jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit GF-1 Plasmid DNA extraction Version 2.1 Vivantis Lampiran 1. Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan DNA untuk transfer gen dengan metode elektroporasi sebesar 65 dan 80 µgml. Pada penelitian pendahuluan dengan menggunakan metode elektroporasi konstruksi gen yang digunakan ada dua yaitu mBP-GFP dan ccBP-GFP dimana kedua konstruksi gen tersebut dilakukan perbanyakan sesuai prosedur standar. Elektroporasi Sperma Elektroporasi sperma dilakukan dengan menggunakan mesin Gene Pulser Xcell Biorad, USA. Sperma diencerkan dengan menggunakan larutan fisiologis 1 : 1 sebelum dicampur dengan plasmid. Untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan kisaran kuat medan listrik yang mendukung motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa yang tinggi sehingga tetap memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur. Kisaran kuat medan listrik yang digunakan ada tiga yaitu 125, 250 dan 375 Vcm dengan jumlah kejutan listrik 1, 3, 5 dan 7. Elektroporasi dilakukan dengan tipe kejutan square wave dengan kuat medan listrik ada tiga perlakuan dengan luas kuvet yang digunakan 0,2 cm, panjang kejutan pulse length 30 milidetik serta interval kejutan pulse interval 0,1 detik. Jumlah DNA yang dicampurkan ke dalam sperma dihitung berdasarkan konsentrasi awal DNA. Volume total dari larutan sperma tersebut dicampur dengan plasmid sebanyak 200 mikroliter. Larutan sperma yang telah dielektroporasi tersebut digunakan untuk membuahi telur sebanyak 200 – 300 butir. Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa Kualitas sperma hasil elektroporasi diukur dengan menentukan derajat motilitasnya. Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet diatas gelas objek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pada tepi gelas penutup diteteskan akuades lalu dilihat pergerakan spermatozoa setelah terkena air di bawah mikroskop dengan pembesaran 10X40. Penilaian motilitas didasarkan pada kriteria banyaknya sperma yang bergerak maju progresif dengan skor yang diberikan sesuai pergerakan sperma Tabel 6. Kuantitas sperma yang hidup setelah elektroporasi diamati melalui pewarnaan eosin. Sperma diteteskan di atas gelas objek dan ditambahkan eosin 2, kemudian dicampur secara merata dan dibuat preparat ulas yang tipis. Preparat ulas dibiarkan kering udara kemudian dibilas dengan akuades. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10X40 dengan 3 bidang pandang. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala sperma yang berwarna merah muda dan berbentuk bulat, sedangkan kepala sperma yang mati berwarna hitam dan berbentuk tidak beraturan Gambar 9. Tabel 5. Kriteria penilaian motilitas spermatozoa Dewi 2010 Kriteria Skor 70 spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju dengan pergerakan ekor bervariasi 5,0 55-70 spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan gerakan cepat 4,0 40-55 spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan gerakan cepat 3,0 25-40 spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 2,0 10-25 spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 1,0 1-10 spermatozoa bergerak maju, kebanyakan spermatozoa tidak bergerak 0,5 Semua spermatozoa tidak bergerak 0,0 Gambar 15. Spermatozoa ikan lele yang diamati dengan pembesaran 10X40 , A = spermatozoa hidup, B = spermatozoa mati Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Telur hasil elektroporasi dipindahkan dalam akuarium inkubasi berukuran 80 X 60 X 40 cm yang telah diberi biru metilena, kemudian diberi aerasi sedang. Wadah dilengkapi dengan heater agar temperatur air stabil pada suhu 28 o C. Telur yang tidak dibuahi dan mengalami deformasi dapat dengan mudah dikenali, kemudian dibuang pada 4-5 jam setelah mikroinjeksi dan elektroporasi. Telur- telur yang telah diinjeksi dan dielektroporasi akan menetas pada jam ke-24 setelah pembuahan. Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian pakan alami berupa Artemia secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-4. Pada hari ke-3 larva mulai diberi pakan alami cacing rambut yang dicacah hingga halus sampai larva ikan lele berumur 14 hari. Setelah itu larva ikan lele mulai diberi pakan buatan secara at satiation. Identifikasi Individu Membawa Transgen Individu ikan transgenik founder F0 yang membawa gen GH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada saat baru menetas dan setelah berumur 12 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit Puregene, Minneapolis, USA. Prosedur yang digunakan adalah : sampel sirip ekor ikan lele dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 µl cell lysis solution, 2 µl Proteinase K 20 mgml dan selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55 o C selama semalam. RNase sebanyak 2 µl 4 mgml ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolak-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4 o C selama 5 menit. Sebanyak 200 µl protein precipitation solution Puregene, Minneapolis, USA ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 – 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70 dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. DNA yang diperoleh dilakukan pengecekan dengan melihat pita band pada DNA yang telah diekstraksi dengan elektroforesis pada gel agarose 0,8. PCR dilakukan sesuai dengan prosedur sebelumnya pada bab III. Analisis Data Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio DKH-e, derajat penetasan DP dan persentase embrio mengekspresikan transgen PEMG. Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut : Persentase individu mengekspresikan gen mBP-tiGH diperoleh dari perbandingan jumlah individu yang mengekspresikan gen mBP-tiGH dengan jumlah total individu yang hidup dan dilakukan analisis DNA. Perhitungan dilakukan setelah diperoleh individu benih ikan lele membawa gen mBP-tiGH dengan rumus perhitungan sebagai berikut : PIMG = Jumlah ikan yang membawa gen tiGH x 100 Jumlah ikan yang hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa Setelah Elektroporasi Derajat motilitas dari sperma yang akan dipergunakan untuk membuahi telur ikan lele diamati di bawah mikroskop dan skor yang diberikan menggunakan kriteria penilaian motilitas spermatozoa setelah sperma dielektroporasi. Sedangkan kelangsungan hidup spermatozoa setelah dielektroporasi diamati di bawah mikroskop setelah sperma diwarnai dengan eosin. Untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal pada sperma ikan lele, maka dilakukan uji pendahuluan untuk mendapatkan kuat medan listrik yang optimal. Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ikan lele setelah elektroporasi pada kondisi kuat medan listrik yang berbeda Kuat medan listrik Vcm Indeks Motilitas Skor Kelangsungan hidup spermatozoa Kontrol 0 4 91,47 ± 2,82 250 4 88,51 ± 7,24 500 3 88,39 ± 5,27 750 2 55,49 ± 3,09 1000 1 32,03 ± 6,04 1250 0,00 ± 0,00 Tabel 7. Motilitas spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan Kuat medan listrik Vcm Indeks Motilitas Skor Kelangsungan hidup spermatozoa Jumlah kejutan 1 Jumlah kejutan 3 Jumlah kejutan 1 Jumlah kejutan 3 Kontrol 0 4 4 98,28 ± 2,12 96,70 ± 1,27 250 4 4 90,29 ± 1,82 92,45 ± 2,62 500 3 3 90,89 ± 3,35 74,85 ± 2,16 750 2 0,5 55,48 ± 3,94 59,65 ± 3,67 1000 1 32,03 ± 6,24 0,00 ± 0,00 1250 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, perlakuan elektroporasi dengan jumlah kejutan 3 dan kuat medan listrik 250 Vcm memberikan hasil kelangsungan hidup spermatozoa yang tertinggi yaitu 92,45 ± 2,62 dan indeks motilitas dengan skor 4. Selanjutnya dilakukan penelitian dengan menggunakan konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP dengan menggunakan jumlah kejutan sebesar 3 dan kuat medan listrik dari 125 Vcm, 250 Vcm dan 375 Vcm. Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap indeks motilitas antara konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP terdapat hasil yang optimal pada kuat medan listrik 125 Vcm dengan hasil indeks motilitas 4 Tabel 8. Dari hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan kuat medan listrik 125 Vcm dengan jumlah kejutan yang berbeda yaitu 3, 5 dan 7, diperoleh hasil yang terbaik untuk konstruksi gen ccBP-EGFP dan mBA-GFP adalah 5 Tabel 9. Tabel 8. Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik dengan jumlah kejutan 3 Kuat medan listrik Vcm Indeks motilitas skor ccBP-GFP mBP-GFP Kontrol 125 250 375 4 4 4 3 4 4 4 3 Ket : ccBP-GFP = cyprinus carpio ß-Actin- Green Fluorescent Protein, mBP-GFP = medaka ß- Actin- Green Fluorescent Protein Tabel 9. Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada tingkat kuat medan listrik 125 Vcm dengan beberapa jumlah kejutan Jumlah kejutan listrik Indeks motilitas skor Kontrol ccBP-GFP mBP-GFP 3 5 7 4 4 4 4 4 3 4 4 3 Ket : ccBA-GFP = cyprinus carpio Beta Actin- Green Fluorescent Protein, mBP-GFP = medaka Beta Actin- Green Fluorescent Protein Sperma yang dielektroporasi pada kuat medan listrik 125 Vcm dengan perlakuan jumlah kejutan listrik 3, 5 dan 7 mempunyai motilitas yang tidak berbeda antara jumlah kejutan 3 dan 5, sedangkan pada jumlah kejutan 7 mempunyai motilitas lebih rendah dari 3 dan 5. Selanjutnya untuk mengetahui derajat pembuahan dan derajat penetasan sperma yang telah dielektroporasi dilakukan proses pembuahan dari sperma yang telah diberi perlakuan jumlah kejutan 3 dan kuat medan listrik ada empat perlakuan 0, 125, 250 dan 375 Vcm. Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap derajat pembuahan dan derajat penetasan telur antara konstruksi gen ccBP-GFP dan mBP-GFP dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Derajat pembuahan 20 40 60 80 100 120 140 125 250 375 mB A c c B A Kuat medan listrik Vcm Gambar 16. Derajat pembuahan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik. Derajat penetasan 20 40 60 80 100 120 125 250 375 mB A c c B A Kuat medan listrik Vcm Gambar 17. Derajat penetasan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik. Pada penelitian ini sperma ikan lele yang telah dilakukan perlakuan elektroporasi masih memiliki kemampuan untuk membuahi telur. Nilai derajat pembuahan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan 125 Vcm untuk konstruksi gen mBP-GFP dan pada perlakuan 250 Vcm untuk konstruksi gen ccBP-GFP. Sedangkan nilai derajat penetasan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan 125 Vcm untuk konstruksi gen mBP-GFP dan ccBP-GFP. Telur yang telah dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi pada 125 Vcm dengan jumlah kejutan 5 kali menunjukkan derajat pembuahan dan derajat penetasan yang terbaik. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut dapat diperoleh kondisi elektroporasi yang optimal yang akan dipergunakan untuk mentransfer gen mBP- tiGH dengan metode elektroporasi. Kondisi elektroporasi yang optimal untuk transfer gen mBP-tiGH yaitu kuat medan listrik 125 Vcm, panjang kejutan pulse mBP ccBP ccBP mBP length 30 milidetik, jumlah kejutan number of pulse 5 kali serta interval kejutan pulse interval 0,1 detik. Selanjutnya dilakukan transfer gen mBP-tiGH dengan kondisi elektroporasi berdasarkan penelitian pendahuluan. Larva yang telah diperoleh dari hasil transfer gen dengan metode elektroporasi dilakukan pengamatan tentang derajat kelangsungan hidup embrio DKHe, derajat penetasan DP telur ikan lele dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH. Pada metode transfer gen dengan menggunakan metoda elektroporasi derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan antara embrio yang dilakukan pembuahan dengan sperma yang mengalami perlakuan elektroporasi relatif sama dibandingkan dengan kontrol Tabel 10. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Power et al. 1992 bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100 dan dengan metode elektroporasi dapat memproduksi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan dengan mikroinjeksi. Selain itu dengan menggunakan metode elektroporasi dimana sperma digunakan sebagai media pembawa gen sehingga pada saat melakukan proses pembuahan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup embrio. Berdasarkan hasil penelitian ini transfer gen mBP- tiGH dengan menggunakan metode elektroporasi melalui sperma lebih efektif untuk memproduksi ikan lele transgenik dibandingkan dengan menggunakan metode mikroinjeksi Gambar 18 dan 19. Tabel 10 . Derajat kelangsungan hidup embrio DKHe, derajat penetasan DP dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH PIMG dengan metode elektroporasi Perlakuan ∑ telur butir DKHe DP PIMG Kontrol Elektroporasi-1 Elektroporasi-2 300 300 300 97,5 98,5 97,3 94,0 91,2 81,6 87 93 Smitherman et al. 1996 telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diturunkan dimana transgenik Ictalurus punctatus mengandung gen GH salmon dan pertumbuhannya 20 – 40 lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Power 1992 mengatakan bahwa metode elektroporasi lebih efisien daripada mikroinjeksi dimana kelangsungan hidup berkisar antara 30 – 100. Metode elektroporasi dapat lebih baik digunakan untuk transfer DNA dalam jumlah besar pada embrio ikan yang harus dilakukan pada waktu yang singkat. Pada ikan catfish dapat dilakukan elektroporasi sebanyak 15 – 100 telur setiap 4 detik. M K1 K2 P1-1 P1-2 P2-1 P2-2 ◄ 250 bp Gambar 18. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada larva ikan lele yang baru menetas dengan metode elektroporasi. M merupakan Marker DNA 100 kb, K2 adalah kontrol negatif ulangan 1, K1 adalah kontrol negatif ulangan 2, P1-2 adalah konsentrasi 60 µgml ulangan 1, P1-1 adalah konsentrasi 60 µgml ulangan 2, P2-1 adalah konsentrasi 80 µgml ulangan 1 P2-2 adalah konsentrasi 80 µgml ulangan 2 hasil amplifikasi PCR larva ikan lele yang baru menetas. Aplikasi kejutan listrik pada suspensi sel menginduksi polarisasi komponen membran sel dan mengembangkan potensi tegangan di seluruh permukaan membran. Pada saat perbedaan potensil antara bagian dalam dan luar membran sel melewati titik kritis, komponen membran direorganisasi ke dalam pori dalam area terlokalisasi, dan kemudian sel menjadi permeabel terhadap masuknya makromolekul Knight,1981; Knight Scrutton, 1986. Ukuran pori dapat diubah melalui berbagai panjang kejutan dalam milidetik, kuat medan listrik dalam Voltssentimeter, dan kekuatan ionik media Tsong, 1983. Berdasarkan penelitian Cheng et al. 2002, motilitas sperma ikan ayu menurun sampai 50 setelah 120 detik ketika dikejut dengan voltase 9 kV. Symonds et al. 1994 mendemontrasikan bahwa aktivitas sperma chinook salmon menurun dari 82 menjadi 2 pada saat sperma dielektroporasi dengan kuat medan listrik yang meningkat dari 625 Vcm menjadi 1000 Vcm. ◄ 250 bp ◄ 250 bp ◄ 250 bp ◄ 250 bp Gambar 19. Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada benih ikan lele umur 90 hari dengan metode elektroporasi. M merupakan Marker DNA 100 kb, P1.1- P1.15 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele dengan perlakuan konsentrasi DNA 65 µgml, P2.1- P2.15 adalah sampel individu hasil amplifikasi PCR benih ikan lele ikan dengan perlakuan konsentrasi DNA 80 µgml, K+ adalah kontrol positif dengan plasmid mBP-tiGH dan K- adalah kontrol negative tanpa cetakan DNA. Pada umur 30 hari jumlah benih yang diperoleh dari hasil transfer gen dengan metode elektroporasi dilakukan pengukuran pertumbuhan panjang dan berat secara individu. Distribusi pertumbuhan berat benih ikan lele berumur 30 hari antara perlakuan tidak berbeda Gambar 20. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0-0,5 0,6-1,0 1,1-1,5 1,6-2 2,1-3 Berat benih gram J u m la h i n d iv id u e k o r Ulangan 1 Ulangan 2 a 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0-0,5 0,6-1,0 1,1-1,5 1,6-2 2,1-3 Berat benih gram J u m la h i n d iv id u e k o r Ulangan 1 Ulangan 2 b 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0-0,5 0,6-1,0 1,1-1,5 1,6-2 2,1-3 Berat benih gram J u m la h i n d iv id u e k o r Ulangan 1 Ulangan 2 c Gambar 20. Distribusi berat individu benih ikan lele umur 30 hari hasil introduksi gen mBP-tiGH dengan konsentrasi yang berbeda, a = 60 µgml, b = 80 µgml dan c = kontrol. Penelitian Sin et al. 2000 pada sperma salmon menunjukkan bahwa kondisi elektroporasi optimal pada sperma salmon adalah pada kuat medan listrik 800 sampai 1000 Vcm, lama waktu kejutan 27,4 msec dan 2 kejutan. Motilitas sperma pasca elektroporasi bergantung pada voltase, panjang kejutan, jumlah kejutan dan kekuatan ionik buffer Symonds et al. 1994. Menurut Lanes et al. 2009, jika sperma diinkubasi oleh DNA eksogen tetapi tidak dielektroporasi, efisiensi Sperm Mediated Gene Transfer SMGT untuk produksi ikan trangenik rendah atau bahkan tidak ada. Hasil penelitian Zhong et al. 2002 pada ikan koan menunjukkan bahwa sperma ikan koan yang dicampur dengan plasmid pCAhLFc dan diinkubasi selama 10 – 30 menit dan dicampurkan ke telur untuk fertilisasi buatan, memiliki efisiensi transfer gen antara 2,2 – 4,3. Adapun tingkat keberhasilan transfer gen diantara benih yang diperoleh dari telur yang difertilisasi oleh sperma yang dielektroporasi yaitu antara 19,6 – 46,8. Pada sperma ikan zebra Danio rerio yang diinkubasi dengan DNA asing memiliki kapasitas untuk mengambil DNA asing. Pengambilanpemasukan DNA asing dapat ditingkatkan melalui elektroporasi. Peningkatan DNA asing oleh spermatozoa ikan zebra meningkat 1 – 2 kali lipat setelah dielektroporasi dengan kuat medan listrik 500, 1000, dan 1500 Vcm. Peningkatan kuat medan listrik menyebabkan penurunan motilitas sperma, bahkan pada kuat medan listrik yang tinggi menyebabkan sperma menggumpal Patil Khoo, 1996. KESIMPULAN Transfer gen pada ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan metode elektroporasi. Metode elektroporasi lebih efektif dalam proses transfer gen penyandi hormon pertumbuhan pada ikan lele.

VI. PEMBAHASAN UMUM