Apresiasi adalah selisih “nilai pasar wajar” asset perusahaan dengan kos atau nilai buku asset terdepresiasi. Apresiasi berlaku untuk semua jenis asset tidak
terbatas pada asset yang yang dikategori sebagai produk. Apresiasi lebih kurang memenuhi pengertian pendapatan karena tidak berkaitan langsung dengan operasi
perusahaan tetapi lebih berkaitan dengan kondisi pasar. Paton dan Littelon 1970 sangat menentang pengakuan apresiasi sebagai
pendapatan. Argumen yang diajukan diuraikan berikut ini: 1. Apresasi bukan merupakan transaksi
2. Apresiasi tidak objektif
Penghematan Kos
Dua pos yang bersangkutan dengan proses pembelian yang sering dianggap sebagai pendapatan, yaitu potongan pembelian dan pembelian dengan harga
murah atau pembelian beruntung. Potongan pembelian tidak memenuhi definisi pendapatan karena berkaitan dengan proses pembelian yaitu proses pemerolehan
asset pada tingkat awal. Oleh karena itu, mengakui pendapatan pada tingkat ini sama saja dengan mengantisipasi pendapatan. Hal ini merupakan salah satu
contoh ekstrem pengakuan pendapatan yang belum terealisasi. Jika potongan pembelian diakui sebagai pendapatan yang terealisasi maka akan terjadi hal yang
janggal yaitu bahwa perusahaan yang baru saja berdiri dan belum memproduksi dan menjual produk sudah memperoleh pendapatan melalui proses pembelian
bahan baku dengan memanfaatkan potongan yang ditawarkan.
c. Pada saat produksi selesai
Jika sudah ada kontrak penjualan sebelumnya tidak menjadi masalah dengan pengakuan pada saat produk selesai karena pendapatan sudah
terealisasi dengan pada saat produk selesai pendapatan secara substansial sudah terbentuk.
d. Pada saat penjualan
Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi. Kriteria
terealisasi telah dipenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk
membayar jumlah rupiah pendapatan secara objektif. Dengan demikian, saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan
sehingga menjadi standar utama dalam pengakuan pendapatan.
Kembalian dan Potongan Tunai
Kembalian atau return untuk suatu periode yang timbul akibat barang cacat atau rusak dicatat dengan membalik jurnal yang telah dibuat pada saat
penjualan dengan jumlah rupiah pengembalian. Demikian juga keringanan- keringanan dapat diperlakukan dengan cara yang sama. Adakalanya terjadi
penjualan barang yang disertai dengan hak pembeli untuk mengembalikan barang bukan karena bukan karena barang rusak atau alasan umum lainnya melainkan
karena perjanjian menyatakan bahwa pembeli berhak mengembalikan barang dalam periode tertentu, contoh pengembalian produk baru dalam tahap perkenalan
atau percobaan. Adanya potongan tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat penjualan. Masalah yang timbul tidak berkaitan
dengan pengakuan pendapatan tetapi dengan berapa rupiah pendapatan harus dicatat.
Kos Purna-jual
Masalah yang paling pelik dan sulit adalah masalah yang bersangkutan dengan penyesuaian yang diperlukan untuk mengakui pengaruh kegiatan yang
mungkin terjadi setelah penjualan dan harus dibebankan terhadap penjualan tersebut. Prosedur umum yang biasanya dilakukan untuk mengantisipasi kos
semacam ini adalah mendebit jumlah rupiah taksiran kos kegiatan dan mengkredit jumlah rupiah yang sama ke dalam akun cadangan melalui penyesuaian akhir
tahun. Jumlah rupiah debit tersebut menjadi pengurang langsung terhadap pendapatan dan jumlah rupiah kredit yang sama akan menjadi kontra terhadap
jumlah rupiah piutang. Kerugian Piutang
Keberatan lain terhadap dasar penjualan adalah pendapat yang menyatakan bahwa piutang bukanlah merupakan bukti yang efektif terhadap realisasi
pendapatan karena piutang bukan merupakan sarana yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran sehingga kurang tepat digunakan sebagai pengukur
pendapatan. Masalah kerugian piutang dapat diatasi dengan perlakukan yang sama seperti kos purna jual yaitu dengan membentuk cadangan kerugian piutang.
Kerugian piutang yang ditaksir tersebut dapat disajikan dalam kelompok biaya dalam statemen laba-rugi sebagai biaya penjualan.
Transaksi Penjualan
Penjualan dikatakan telah terjadi secara teknis bila produk telah ditransfer ke pembeli dan sebagai penghargaan penjual mendapatkan kas atau klaim atas
kas. Kontrak penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis belum dapat dikatakan sebagai transaksi penjualan. Pengiriman barang tanpa kontrak
penjualan juga tidak dapat disebut sebagai transaksi penjualan. Jadi, kriteria realisasi telah terpenuhi pada saat penjualan hanya kalau telah terjadi transfer atau
pengiriman barang tak bersyarat.
e. Pada Saat Kas Terkumpul