7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Babi merupakan hewan ternak yang mempunyai nilai komoditas yang sangat tinggi di Bali, Selain itu Babi mempunyai tempat tersendiri bagi masyarakat bali terkait dengan
adat, budaya dan kehidupan sosial sebagian besar masyarakatnya. Sehingga kebutuhan babi cenderung meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan peningkatan daya beli
masyarakat. Oleh karenanya maka sudah menjadi kebiasaan khususnya disebagian besar masyarakat di pedesaan selalu memelihara babi sebagai tabungan untuk menghadapi hari
raya keagamaan maupun upacara-upacara perayaan perkawinan bahkan kematian. Kendala yang muncul pada usaha peternakan Babi adalah adanya serangan
penyakit, terutama pada babi muda. Penyakit yang berdampak pada kerugian ekonomi akibat penurunan berat badan, biaya pengobatan dan kematian terutama adalah penyakit
yang menyerang saluran cerna. Penyakit saluran cerna yang diakibatkan oleh adanya infeksi bakteri yang sering menyerang babi adalah Kolibasilosis.
Kolibasilosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli strain pathogen. Penyakit ini tidak saja menyerang Babi tetapi juga unggas, sapi,
ruminansia lainnya bahkan strain Escherichia coli tertentu bisa bersifat zoonosis atau
mampu menular dan menyerang manusia Casey, et al. 2005; Rodney, et al. 1999; Montagne et al. 2005. Umumnya kolibasilosis yang menyerang babi mempunyai angka
morbiditas antara 30-40 dan mortaliatasnya cukup tinggi terutama pada anak babi yang baru lahir.
Kolibasilosis atau diare neonatal disebabkan oleh infeksi bakteri enterotoxigenic E coli ETEC yang mempunyai antigen perlekatan K88, K99, F41 atau 987P merupakan
salah satu penyebab utama kematian anak babi pada umur dua minggu. ETEC berada pada
8
lingkungan kandang induk babi beranak. Anak babi terinfeksi oleh ETEC melalui mulut dengan masa inkubasi 6-18 jam. Anak babi neonatal yang terinfeksi oleh ETEC akan
menderita diare terus-menerus, tinja encer seperti air berwarna kekuning-kuningan. Anak babi neonatal yang menderita diare akan mengalami dehidrasi, asidosis, dan cepat mati
Hailton, et.al 2000. Vu-Khac, et al. 2004 melaporkan bahwa didapatkan beberapa isolat strain E. coli pathogen penyebab diare pada anak babi umur 28 hari berdasarkan
metode PCR terhadap gen fimbrie yaitu F4, F5, F6, F18 dan F41, enterotoxins STa, STb and LT, verotoxin VT2e or Stx2e dan enteroaggregative heat-stable enterotoxin 1
EAST1. Hal ini menunjukan bahwa ada suatu mobilitas terhadap strain atau gen baru yang muncul pada strain E. coli.
Pengobatan yang dilakukan biasanya dengan pemberian antibiotik seperti tetracycline, penstrep, preparat sulfa dll. Obat-obatan yang diberikan tanpa mengindahkan
aturan baik dosis maupun waktu pemberian akan berdampak pada timbulnya kasus resistensi obat Tzipori, 1985 dalam Supar, 1992. Rensistensi terhadap antibiotik selain
merugikan pada ternak babi secara langsung karena penggunaan antibiotik yang sudah resisten tidak lagi bisa dipakai sebagai tindakan terapi, juga kejadian resistensi akan bisa
berdampak pada kesehatan konsumen. Oleh karenanya maka perlu dicari alternative pengobatan yang murah, ramah lingkungan dan dampaknya minimal. Ali et al 2009.
Mendapatkan bahwa dampak resistensi antibiotic pada unggas sudah sangat meresahkan
Tanaman Kelor Moringa oleifera merupakan tanaman perdu yang mampu
tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Sejak jaman dulu tanaman kelor dipercaya mempunyai banyak khasiat sebagai obat tradisional yang sampai saat ini masih
sangat sedikit laporan ilmiah dari potensi daun kelor. Makkar and Becker, 1996 melaporkan bahwa kandungan protein kasar pada daun yang diekstrak dan yang tidak
diekstrak adalah 43.5 dan 25.1. daun Kelor Moringa oleifera mengandung tannins
9
dan saponin yang sama banyaknya yang terkandung pada tepung kedelai . Daun Kelor tidak mengandung inhibitor trypsin dan tidak ditemukan adalanya kandungan lectin.
Sonia, et al. 2010. Mendapatkan bahwa ternyata pemberian serbuk daun kelor pada anak babi sebanyak 10 dari total konsentrat yang diperlukan mampu meningkatkan berat
badan sebanyak 6.42 . Tanaman Kelor Moringa oleifera Lam merupakan satu-satunya anggota family
dari Moringaceae yang ditemukan mampu tumbuh diberbagai wilayah seperti di wilayah Himalaya, india, Pakistan, banglades dan di Afganistan Fahey, 2005 Tanaman Kelor
digunakan secara luas untuk mengobati infeksi bakteri, infeksi jamur, antiinflamasi, penyakit menular kelamin, malnutrisi dan diare pada manusia. Moringa oleifera sudah
sejak jaman dulu kala dikenal sebagai bahan obat tradisional yang yang dipercaya dapat dipakai untuk pengobatan tumor Ramachandran et al.1980. Hasil penelitian Rahman et
al. 2009 mendapatkan bahwa daun Kelor mampu menghambat bakteri pathogen pada
manusia seperti S. aureus dan Streptococcus-B- haemolytica. Mahatmi, et al. 2012
melaporkan bahwa ekstrak daun Kelor Moringa oleifera mampu menghambat pertumbuhan beberapa serotype E. coli pathogen yang berpotensi zoonosis yang diisolasi
dari babi penderita colibacillosis.. Hasil penelitian Mahatmi et al. 2012 juga
menunjukkan bahwa ekstrak Kelor Moringa oleifera juga secara signifikan mampu menghambat daya berembryo telur Ascaris suum infektif. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak daun Kelor Moringa oleifera mampu mengurangi atau mencegah infeksi dan infestasi pathogen saluran cerna babi yang secara ekonomi sangat merugikan.
Penggunaan daun kelor sebagai pakan sapi perah ternyata berdampak sangat signifikan terhadap peningkatan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan Penelitian tentang daun
kelor di berbagai negara sebenarnya sudah banyak dilaporkan namun masih sangat sedikit yang dilakukan di Indonesia meskipun manfaat daun kelor sudah menjadi mitos dari
10
beratus tahun yang lalu. Mahajan dan Mehta 2008 mendapatkan bahwa ternyata biji Kelor mampu menghambat reaksi alergi yang umum pada manifestasi asma.
BAB III . TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN