I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malapari Pongamia pinnata L. Pierre adalah tanaman penghasil minyak nabati yang sangat berpotensi untuk bahan baku biodiesel. Spesies ini mempunyai
sinonim dengan beberapa nama ilmiah antara lain Millettia pinnata L. Panigrahi seperti yang digunakan dalam karya ilmiah oleh Arpiwi et al. 2013a. Kelebihan
Malapari sebagai bahan baku biodiesel adalah bijinya mempunyai rendemen minyak yang tinggi yaitu 27 - 39 dari berat kering, merupakan minyak non-pangan,
produksi buah sampai 50 tahun, hasil panen tinggi dan mampu tumbuh di lahan kritis Soerawidjaja, 2005. Hal ini menjadi suatu alasan bahwa tanaman Malapari perlu
dikembangkan dan dibudidayakan. Malapari tumbuh alami di hutan dataran rendah pada tanah berkapur dan batu karang di pantai, tanah berpasir, tanah liat berpasir,
tanah liat yang bergumpal – gumpal, sepanjang tepi hutan bakau dan sepanjang aliran
sungai pasang surut. Malapari dikenal sangat toleran pada kondisi salinitas tinggi Kumar et al., 2007.
Malapari sangat prospektif untuk dikembangkan karena dimanfaatkan secara luas antara lain sebagai tanaman yang berguna di berbagai industri tanin, perkayuan,
bioenergi, obat-obatan dan pakan ternak. Spesies ini berperan sebagai pelindung abrasi dan untuk konservasi daerah pantai karena toleran terhadap salinitas dan
penggenangan Scott et al., 2008. Selain itu Malapari berperan sebagai penyubur lahan karena kemampuannya dalam memfiksasi nitrogen dari udara bebas melalui
simbiosis dengan bakteri penambat nitrogen Rhizobia dalam bentuk nodulbintil akar Arpiwi et al., 2013b. Tanaman ini berperan dalam menyediakan dua sumber energi
yaitu kayunya sebagai bahan bakar yang memiliki kalor bakar kayu sebesar 19,2 MJkg dan bijinya mengandung minyak nabati dengan kandungan minyak sebesar 27
- 39 dari berat kering Soerawidjaja, 2005. Minyak yang dihasilkannya dapat digunakan sebagai pelumas seperti yang
telah dimanfaatkan dalam industri penyamakan kulit tradisional, pembuatan sabun, pernis dan cat. Dalam dekade terakhir minyak Malapari digunakan untuk membuat
biodiesel sehingga nilai ekonomi tanaman tersebut lebih meningkat. Komposisi asam lemak yang didominasi oleh asam oleat ±50 menghasilkan biodiesel dengan
karakteristik yang mirip dengan petroleum diesel Arpiwi et al., 2013a. Informasi tentang karakteristik morfologi sangat penting untuk menunjukan
keragaman atau variasi spesies. Selanjutnya keragaman dalam satu spesies keragaman intraspesifik digunakan sebagai dasar seleksi guna menunjang program
pemuliaan suatu spesies baik intra maupun inter populasi. Keragaman morfologi yang tinggi mengindikasikan keragaman genetik suatu spesies. Hubungan kekerabatan satu
spesies juga merupakan petunjuk dalam program pemuliaan. Idealnya dalam program pemuliaan untuk perbaikan spesies hendaknya digunakan materi pemuliaan dengan
keragaman yang tinggi dan hubungan kekerabatan yang luas. Salah satu cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan adalah dengan melihat kemiripan ciri
morfologinya. Penggunaan karakter morfologi merupakan metode yang mudah dan cepat, bisa digunakan secara langsung pada populasi tanaman. Data yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai deskripsi dan sebagai dasar pengembangan tanaman dalam program pemuliaan, misalnya populasi pemuliaan ataupun kebun benih. Deskripsi
tanaman tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai syarat pendaftaran untuk menjadi varietas baru dan unggul Fatimah, 2013.
Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi yang beragam dapat diukur berdasarkan kemiripan dari sejumlah karakter yang dimilikinya, dengan
asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Karakter pada makhluk hidup dikendalikan oleh gen. Gen merupakan
segmen DNA yang aktivitasnya dapat diamati melalui perubahan karakter morfologi Kartikaningrum et al, 2003. Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka
mengidentifikasi sifat - sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Sifat yang diamati dapat berupa karakter
morfologis bentuk daun, bentuk buah, bentuk biji, warna kulit biji, dan lain sebagainya, karakter agronomis umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun,
jumlah anakan, dan sebagainya dan karakter fisiologis seperti senyawa alelopati, fenol, alkaloid dan sebagainya Kurniawan, 2004
Morfologi tanaman merupakan salah satu dasar pendekatan dalam identifikasi Kurniawan, 2004. Identifikasi tanaman secara konvensional dilakukan berdasarkan
morfologi tanaman yang secara kasat mata dapat terlihat dan dapat pula menggunakan bantuan alat optik misalnya mikroskop dan dapat dilakukan
pembedaan antara satu populasi dengan populasi lainnya. Pendekatan ini digunakan untuk identifikasi maupun karakterisasi beberapa tanaman antara lain: Anggrek
subtribe sarcanthinae Kartaningrum et al, 2003, Durian Durio zibethinus Sriyono, 2006, Padi Oryza sativa Widiyanti, 2007 dan Kamboja Jepang Adenium obesum
Hastuti, 2008.
1.2 Rumusan Masalah