Model Pengendalian Persediaan EOQ dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment(VMI-C)

(1)

(2)

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN EOQ DENGAN PENDEKATAN VENDOR MANAGED INVENTORY CONSIGNMENT (VMI C)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MONIKA NAINGGOLAN 060803017

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul : MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN EOQ DENGAN PENDEKATAN VENDOR MANAGED INVENTORY CONSIGNMENT (VMI C)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MONIKA NAINGGOLAN

Nomor Induk Mahasiswa : 060803017

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan Mei 2012 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si

NIP. 19500321 198003 1 001 NIP. 19530303 198303 1 002

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si


(4)

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN EOQ DENGAN PENDEKATAN VENDOR MANAGED INVENTORY CONSIGNMENT (VMI C)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.

Medan,

MONIKA NAINGGOLAN 060803017


(5)

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, rahmat, dan perlindunganNya, yang memampukan penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si dan Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si selaku Dosen pembimbing atas arahan, nasehat, motivasi, dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc dan Drs. James P. Marbun, M.Kom selaku Dosen pembanding yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Dra. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Matematika FMIPA USU, dan Staf administrasi Departemen Matematika FMIPA USU. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Ayahanda L. Nainggolan dan Ibunda L. br. Manihuruk tercinta atas motivasi, dukungan, nasehat, doa dan materi yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan kepada abang Naek Sahata Nainggolan juga alamarhum abang Kasparov Nainggolan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat sahabat tercinta (Eka Novita Sari Ginting, Analisa Veronika Karo, Maria Ferba Simanjuntak, Kartika Situmorang, Nelty Nababan), dan mitra usaha CNI (Bu Mey Maria Pandiangan, Pak Alfon Sitorus, Pak Fernando Pandiangan, Bu Sri Mulyani, Bu Masnur Silaen) yang banyak memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat sahabat seperjuangan (Hotmauli Sinaga, Emma Tobing, Evi Sipayung, Tina M Sigalingging, Ferdinan Ginting, Rajamin Ria Manik, Gindo Sitindaon, Wesley Natanael Tambunan, Herlin Manulang, Dedy Lubis, Rio Sitompul, Sastro Siallagan, Franky Yudha Sihite, Franata Sitepu) dan seluruh Mahasiswa matematika stambuk 2006, buat persahabatan, kebersamaan, dukungan, dan motivasinya bagi penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Special thank’s to Arpha Christian Sinaga atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Salam kasih dan sukses bagi kita semua.

Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang sudah diberikan, dan biarlah kasih dan kemurahan Tuhan yang senantiasa menyertai kita dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. AMIN.


(6)

!

Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku secara terus menerus, dimana pembeli menentukan jumlah dari bahan baku yang dipesan dan pemasok mengirimkan jumlah yang tepat dari bahan baku yang dipesan. Hubungan ini sering mendapatkan ketidaksesuaian dari bahan baku yang dibutuhkan oleh jumlah bahan baku yang ada pada pemasok dalam pembelihan persediaan yang dimana harga bahan baku yang lebih tinggi dan total biaya persediaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijaksanaan yang dapat mengatur sistem integrasi penawaran dari bahan baku. Penelitian ini dimulai dengan menetapkan ukuran lot pembeli. Selanjutnya, menetapkan ukuran lot oleh pemasok dengan pendekatan ”Vendor Managed Inventory (VMI)”. Dalam hal ini, pemasok mengawasi status persediaan pembeli, sehingga pembeli tidak perlu untuk membuat proses pemesanan. Pada VMI dengan Consignment (VMI C), pembeli tidak dibebankan dengan biaya simpan, karena terjadi pemindahan kepemilikan bahan baku pada saat bahan baku didunakan dalam ruang produksi. Berdasarkan perhitungan dengan observasi data yang diperoleh pada suatu pendekatan yaitu VMI dan VMI C, total biaya persediaan pembeli dan pemasok dapat diperoleh jauh lebih baik hasilnya daripada tidak menggunakan kedua pendekatan tersebut.


(7)

" # # $ #

# #

! #

In fulfilmen the needs of raw materials partially, the buyer determines the amount of raw material ordered and the supplier send the appropriate amount of raw materials are ordered. These relationships often lead to a mismatch of needs raw materials by the number of available raw materials suppliers in the inventory purchases that result in higher costs of raw materials and the total cost of inventory. Therefore there is need for a policy that can control the system in an integrated supply of raw materials. The study begins with the determination of lot size by the buyer. Furthermore, the determination of lot size is determined by the supplier with approaches vendor managed inventory (VMI). In this case the supplier to supervise the inventory status of the buyer, so buyers do not need to make the ordering process. At VMI with consignment approach (VMI C) the buyers is not burdened with the cost savings, due to the transfer of ownership of raw materials occurs when raw materials used in the production floor. Based on calculations with observational data obtained on an approach that VMI and VMI C total cost of inventory buyers and suppliers can beliver result than not applying both approaches.


(8)

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Dafar Tabel x

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tinjauan Pustaka 4

1.4 Tujuan Penelitian 8

1.5 Kontribusi Penelitian 8

1.6 Metodologi Penelitian 8

Bab 2 Landasan Teori

2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan 10

2.2 Fungsi dan Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan 12

2.4.1 Fungsi Persediaan 12

2.2.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan 13

2.3 Jenis Jenis Persediaan 14

2.4 Komponen Komponen Biaya Persediaan 15

2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) 16

2.4.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) 16

2.4.3 Biaya Penyimpanan (Carrying Cost/ Holding Cost) 17 2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost) 18


(9)

2.5.1 Model Persediaan Deterministik 19

2.5.2 Model Persediaan Probabilistik 20

2.6 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total 20 2.7 Model Persediaan Economic Order Quantity (EOQ) 22

2.8 Hubungan Pemasok dan Pembeli 23

2.8.1 Biaya Biaya Persediaan pada Pemasok dan Pembeli 23 2.9 Pendekatan Informasi dengan Vendor Managed Inventory (VMI)

dan Consignment Inventory (CI) 25

2.8.2 Vendor Managed Inventory (VMI) 24

2.9.2 Consignment Inventory (CI) 25

Bab 3 Pembahasan

3.1 Total Biaya Pembeli 29

3.2 Total Biaya Pemasok 30

3.3 Ukuran Lot ditentukan oleh Pembeli 30

3.2 Ukuran Lot ditentukan oleh Pemasok dengan VMI 33 3.3 Ukuran Lot ditentukan oleh Pemasok dengan VMI C 35

3.4 Pembahasan Contoh Numerik 38

Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 44

4.2 Saran 45

Daftar Pustaka 46


(10)

!

Halaman Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dengan Biaya Total 21 Gambar 2.2 Model sistem pengelolaan persediaan pada pemasok 27


(11)

!

Halaman

Tabel 2.2 Tabel Perbandingan Persediaan 26

Tabel 3.1 Data Produksi dan distribusi Perusahaan pemasok 39 Tabel 3.2 Total Biaya Persediaan dan keuntungan dari sistem VMI C 42

Tabel 3.3 Total biaya persediaan supplier 43

Tabel 3.4 Total biaya persediaan pembeli 43


(12)

!

Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku secara terus menerus, dimana pembeli menentukan jumlah dari bahan baku yang dipesan dan pemasok mengirimkan jumlah yang tepat dari bahan baku yang dipesan. Hubungan ini sering mendapatkan ketidaksesuaian dari bahan baku yang dibutuhkan oleh jumlah bahan baku yang ada pada pemasok dalam pembelihan persediaan yang dimana harga bahan baku yang lebih tinggi dan total biaya persediaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijaksanaan yang dapat mengatur sistem integrasi penawaran dari bahan baku. Penelitian ini dimulai dengan menetapkan ukuran lot pembeli. Selanjutnya, menetapkan ukuran lot oleh pemasok dengan pendekatan ”Vendor Managed Inventory (VMI)”. Dalam hal ini, pemasok mengawasi status persediaan pembeli, sehingga pembeli tidak perlu untuk membuat proses pemesanan. Pada VMI dengan Consignment (VMI C), pembeli tidak dibebankan dengan biaya simpan, karena terjadi pemindahan kepemilikan bahan baku pada saat bahan baku didunakan dalam ruang produksi. Berdasarkan perhitungan dengan observasi data yang diperoleh pada suatu pendekatan yaitu VMI dan VMI C, total biaya persediaan pembeli dan pemasok dapat diperoleh jauh lebih baik hasilnya daripada tidak menggunakan kedua pendekatan tersebut.


(13)

" # # $ #

# #

! #

In fulfilmen the needs of raw materials partially, the buyer determines the amount of raw material ordered and the supplier send the appropriate amount of raw materials are ordered. These relationships often lead to a mismatch of needs raw materials by the number of available raw materials suppliers in the inventory purchases that result in higher costs of raw materials and the total cost of inventory. Therefore there is need for a policy that can control the system in an integrated supply of raw materials. The study begins with the determination of lot size by the buyer. Furthermore, the determination of lot size is determined by the supplier with approaches vendor managed inventory (VMI). In this case the supplier to supervise the inventory status of the buyer, so buyers do not need to make the ordering process. At VMI with consignment approach (VMI C) the buyers is not burdened with the cost savings, due to the transfer of ownership of raw materials occurs when raw materials used in the production floor. Based on calculations with observational data obtained on an approach that VMI and VMI C total cost of inventory buyers and suppliers can beliver result than not applying both approaches.


(14)

! !

% &'&(

!)*&+&,-Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses, dan bisa juga berupa barang siap pakai. Inventory atau persediaan selalu dijadikan menjadi sebuah investasi. Namun, investasi ini sering lebih besar daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan suatu perusahaan lebih sering memiliki persediaan yang berguna sebagai antisipasi daripada persediaan seharusnya digunakan untuk seperlunya. Namun, sebenarnya jumlah uang yang tertanam dalam bentuk persediaan jauh lebih besar dan secara signifikan dapat mempengaruhi biaya modal perusahaan. Untuk mengatur pengeluaran agar tidak berlebihan diperlukan manajemen persediaan yang dapat mengatur jumlah item yang harus disimpan.

Perkembangan industri yang dinamis pada saat ini membawa banyak perubahan yang sangat drastis, mulai dari persaingan yang semakin tinggi antar perusahaan, perubahan permintaan konsumen yang semakin kritis menuntut penyediaan produk sesuai tempat dan tepat waktu, masa produk yang relatif singkat, perekonomian dunia, kemajuan teknologi informasi hingga persaingan perusahaan


(15)

yang harus antisipasi dalam mendapatkan konsumen, yang merupakan perubahan yang membawa pengaruh besar terhadap pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha agar melakukan inovasi dan mencari alternatif solusi dalam menghadapi persaingan antara lain dengan peningkatan profit melalui penghematan biaya/ongkos khusunya total biaya persediaan.

Pada saat perusahaan memiliki kebutuhan untuk membeli suatu produk kepada perusahaan lain, maka tercipta hubungan antara perusahaan yang membutuhkan produk yang selanjutnya, dimana dalam hal ini disebut sebagai pembeli dan perusahaan yang menyediakan produk yang dibutuhkan yang disebut sebagai pemasok. Pada pendekatan klasik, penentuan ukuran lot optimal ditentukan secara parsial yaitu berdasarkan kebijakan persediaan masing masing yang berbeda. Frekuensi hubungan yang semakin meningkat antara pembeli dan pemasok mendorong kedua belah pihak untuk melakukan sinergi dalam menentukan ukuran lot. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu mengurangi ongkos tanpa mengubah kebijakan persediaan pembeli dan pemasok serta menentukan ukuran lot yang ideal bagi pembeli dan pemasok dengan melakukan kesepakatan penentuan distribusi penghematan ongkos kedua belah pihak. Dengan demikian, kunci keberhasilan perusahaan dalam melakukan sinergi terletak pada kebijakan yang diterapkan dalam sistem keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang tidak hanya berfokus pada internal masing masing perusahaan.

Selain biaya, jumlah permintaan dan waktu pengiriman juga mempengaruhi pengoptimalan total biaya persediaan. Herjanto (1999, hal: 229) menyatakan bahwa untuk permintaan konsumen yang diketahui besarnya dan seragam (uniform) dari satu periode ke periode lain, ukuran jumlah barang yang dipesan atau lot yang optimal dapat dicari dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) sehingga memberikan total biaya optimal.

Dalam sistem terintegrasi antara pemasok dan pembeli, biaya pesan, biaya pengiriman dan biaya simpan merupakan biaya yang sangat mempengaruhi total biaya persediaan. Biaya pesan dan biaya pengiriman tidak tergantung pada jumlah pesanan melainkan frekuensi pemesanan. Semakin sering dilakukan pemesanan, biaya pesan


(16)

dan biaya pengiriman akan semakin meningkat. Sementara jumlah pesanan akan mempengaruhi biaya simpan. Semakin banyak jumlah pesanan yang disimpan maka biaya simpan akan semakin meningkat begitu juga sebaliknya. Pada umumnya, biaya simpan pada pemasok berbeda dengan biaya simpan pada pembeli. Sehingga dengan adanya kerja sama yang baik antara kedua belah pihak akan membantu pengoptimalan total biaya persediaan.

Dalam hal ini terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam memanfaatkan teknologi informasi pada hubungan kontrak antara lain Information Sharing, Vendor Managed Inventory, dan Consignment. Pendekatan Information Sharing (IS) merupakan pendekatan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat berbagi informasi antara pemasok dan pembeli. Pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) melibatkan pemasok dalam melakukan monitoring terhadap status persediaan pembeli dan pemasok bertanggung jawab terhadap ketersediaan produk sehingga pembeli tidak perlu melakukan pemesanan. Adapun pendekatan consignment merupakan pengaturan kepemilikan produk, yaitu pemasok sebagai pemilik produk (consignor) mengirimkan produk kepada pembeli (consignee) untuk dimanfaatkan oleh pembeli. Proses penjualan atau perpindahan kepemilikan produk berlaku pada saat produk dimanfaatkan oleh pembeli. Apabila dua pendekatan di atas disatukan, maka pemasok melakukan Vendor Managed Inventory dengan Consignment (VMI C) yang berarti di samping melakukan monitoring terhadap status persediaan pembeli, pemasok juga bertanggung jawab terhadap kepemilikan produk hingga produk dimanfaatkan oleh pembeli. Pada hubungan kontrak, ukuran lot pengiriman ditentukan oleh pemasok baik dengan pendekatan VMI maupun dengan VMI C. Hal ini menunjukkan bahwa sinergi hubungan antara pemasok dan pembeli belum dimanfaatkan secara optimal. Penentuan ukuran lot pemesanan belum dilakukan berdasarkan integrasi fungsi total ongkos persediaan pemasok dan pembeli. Oleh karena itu, pemasok cenderung mendorong pembeli untuk bersinergi meningkatkan kinerja total ongkos persediaan melalui hubungan kemitraan. Pendekatan dengan metode ini sudah banyak diterapkan oleh beberapa perusahaan, diantaranya perusahaan manufaktur, industri elektronik, grosir, food manufacturing, industry besi dan sebagainya. Oleh sebab itu, berdasarkan permasalahan tersebut dan dalam konteks hubungan antara pembeli tunggal dan pemasok tunggal, maka penulis memberi judul


(17)

penulisan ini “Model Pengendalian Persediaan EOQ Dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C).”

% )(./.0&, &0&*&1

Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana merumuskan masalah persediaan dengan metode EOQ dengan membentuk suatu model matematika berdasarkan integrasi fungsi total ongkos persediaan pemasok dan pembeli dengan pendekatan VMI C untuk menentukan ukuran lot gabungan keduanya sehingga memperoleh biaya minimum.

% 2,3&.&, .0'&+&

Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya mungkin internal ataupun eksternal. Ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan (Handoko, 1984).

Keterbatasan sumber daya mengakibatkan adanya bahan/ barang tertentu yang tidak bisa diperoleh dengan segera ketika bahan/ barang tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin ketersediaannya diperlukan persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan (Ginting, 2007). Assauri (1998) menyatakan bahwa persediaan diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya kelancaran usaha) lebih besar daripada biaya biaya yang ditimbulkannya. Jadi, ada dua keputusan yang perlu diambil dalam hal ini, yaitu berapa jumlah yang harus dipesan setiap kali pemesanan, dan kapan pemesanan itu harus dilakukan (Subagyo et al, 1984).


(18)

Salah satu jenis persediaan berdasarkan fungsinya adalah batch stock/ lot size inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan/ barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Lot didefenisikan sebagai kelompok satuan hasil produksi yang dibuat dengan kondisi yang sama dan berasal dari bahan yang sama. Persediaan ini timbul di mana bahan/ barang yang dibeli, dikerjakan, dibuat atau diangkut dalam jumlah yang besar (bulk), sehingga barang diperoleh lebih banyak dan cepat dibandingkan penggunaan atau pengeluarannya (Assauri, 1998).

Pada kasus lot size inventory biaya pengadaan (set up) dibebankan pada setiap komponen yang diproduksi. Biaya produksi komponen per unit akan berbeda apabila jumlah produksi berbeda, sehingga perlu ditentukan jumlah produksi yang optimal. Jumlah produksi optimal ditentukan oleh struktur biaya set up dan biaya penyimpanan, bukan jumlah permintaan, sehingga diperlukan persediaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah lebih besar akan lebih ekonomis daripada membeli sesuai kebutuhan. Jadi, memiliki persediaan dalam beberapa kasus bisa merupakan tindakan yang ekonomis (Baroto, 2002).

Penelitian yang melibatkan kebijakan persediaan terintegrasi antara pemasok dan pembeli telah diawali Goyal (1976). Model ongkos persediaan yang dikemukakan melibatkan pemasok dan pembeli tunggal untuk pola permintaan dengan pendekatan kontinu pada kondisi pengiriman tunggal dengan laju produksi tanpa batas. Goyal (1988) mengemukakan kebijakan untuk menentukan ukuran lot produksi dengan ukuran lot pengiriman yang tidak sama tetapi meningkat oleh suatu faktor yang merupakan rasio laju produksi terhadap laju permintaan. Selanjutnya Goyal (1988) memformulasikan model joint total relevant cost untuk pemasok tunggal dan pembeli tunggal dalam sistem persediaan dengan ukuran lot pemasok yang merupakan kelipatan integer dari ukuran pesanan pembeli.

Dong dan Xu (2002) mengamati manfaat Vendor Manged Inventory (VMI) dalam jangka pendek dan jangka panjang pada sistem persediaan terintegrasi. Model EOQ merupakan kebijakan persediaan pemasok tunggal dan pembeli tunggal. VMI adalah Consignment Inventory (CI) sehingga Dong dan Xu (2002) menyebutnya


(19)

sebagai VMI C, dimana pemasok mengirimkan produknya ke pembeli untuk dimanfaatkan oleh pembeli dan proses pembayaran terjadi hanya sesudah produk dimanfaatkan. Dalam hal ini, pemasok memonitor posisi persediaan pembeli dan membuat keputusan penggantian (replenishment) tanpa harus menunggu pemesanan dari pembeli. Braglia dan Zavanella (2003) menunjukkan bahwa pendekatan consignment memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem persediaan yang konvensional, dalam hal ini tidak hanya dengan penghematan ongkos persediaan, dan juga memberikan manfaat yang bersifat intangible diantaranya fleksibilitas dan peningkatan service level.

Gumus, dkk (2008) menyatakan bahwa konsep VMI memungkinkan keputusan replenishment dilakukan oleh pemasok mewakili pembeli, sedangkan dengan CI walaupun pemasok diberi informasi mengenai permintaan produk oleh pembeli, pembeli tetap yang menentukan waktu dan ukuran pemesanan. Sehingga Gumus, dkk (2008) mengambil kesimpulan bahwa penggabungan kedua konsep (VMI C) ini dapat saling memberi keuntungan antara pemasok dan pembeli.

Saraswati Docky dkk (2011) membahas mengenai penentuan ukuran lot gabungan untuk pembeli dan pemasok melibatkan sistem persediaan pemasok tunggal dan pembeli tunggal secara bersamaan dengan pengiriman dapat segera dilakukan apabila ukuran lot telah terpenuhi. Dalam upaya memperoleh solusi optimal maka digunakan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) dengan model EOQ.

Notasi notasi yang digunakan dalam pembuatan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) adalah:

D = jumlah permintaan produk per tahun (unit) y = jumlah kebutuhan bahan baku per tahun

CB = harga bahan baku yang disepakati oleh pembeli (Rp/unit)

p = harga jual produk (Rp/unit) n = jumlah periode

hB = ongkos simpan pembeli per tahun


(20)

A = ongkos pesan pembeli (Rp/pesan) S = ongkos setup pemasok (Rp/setup)

c(y) = fungsi ongkos produksi dan distribusi (Rp) QB = ukuran lot pemesanan pembeli

QV = ukuran lot pengiriman pemasok

TCB 4total ongkos persediaan pembei (Rp)

TC

'

B = total ongkos persediaan pembeli dengan VMI (Rp)

TC

"

B = total ongkos persediaan pembeli dengan

VMI-C

(Rp) TCV = total ongkos persediaan pemasok (Rp)

TC

'

V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI (Rp)

TC

"

V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI C (Rp) = keuntungan pembeli dengan (Rp)

= keuntungan pembeli dengan VMI (Rp) = keuntungan pembeli dengan VMI C (Rp) = keuntungan pemasok (Rp)

= keuntungan pemasok dengan VMI (Rp) = keuntungan pemasok dengan VMI C (Rp)

Dan asumsi asumsi yang harus dipenuhi mendapatkan biaya persediaan (total cost) yang minimum:

a. Pembahasan hanya pada pemasok tunggal dan pembeli tunggal b. Pola permintaan bersifat deterministik.

c. Tidak adanya diskon dalam pembelian barang d. Tdak diijinkan terjadi shortage (stock out).

e. Pembeli dan pemasok menerapkan model persediaan Economic Order Quantity (EOQ)

f. Ongkos persediaan pembeli dan pemasok tidak sama ! "# ≠ ℎ%#ℎ

g. Fungsi Ongkos produksidan distribusi pemasok ditentukan berdasarkan

persamaan polynomial orde dua, yaitu

&(') = () + (+' + (,',, dimana (

), (+, dan (, merupakan konstanta. Biaya persediaan pada model yang akan dikembangkan meliputi beberapa ukuran lot, yaitu:


(21)

a. Ukuran lot ditentukan oleh pembeli Total ongkos persediaan pembeli adalah:

-. (/ ) = . ' + 01" '/ 2 + 1ℎ /2 24

Total ongkos persediaan pemasok adalah:

-. (/ ) = &(') + 01! '/ 2 + 12 24 /

b. Ukuran lot ditentukan oleh pemasok VMI Total ongkos persediaan pemasok adalah:

-.′ (/ ) = &(') + 67(89:);<= > + 7?=, <=>@ Total ongkos persediaan pembeli adalah: -.′ (/ ) = . ' + 7?A <=

, >

c. Ukuran lot ditentukan oleh pemasok dengan VMI C Total ongkos persediaan pemasok adalah:

-." (/ ) = &(') + 7< ;=> (" + !) + <,=( ℎ + ℎ8) Total ongkos persediaan pembeli adalah:

-." = . × '

%5 .3.&, ),)*2'2&,

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh ukuran lot pengiriman yang optimal menggunakan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) sehingga diperoleh total biaya persediaan keduanya minimum.

%6 7,'(28.02 ),)*2'2&,

Dari penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui ukuran lot pengiriman yang optimal sehingga total biaya persediaan keduanya minimum.


(22)

Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut:

a. Menjelaskan sistem produksi dan hubungan antara pemasok pembeli. b. Menentukan ukuran lot optimal pembeli dengan model EOQ.

c. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI).

d. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C).

e. Menyelesaikan contoh masalah persediaan untuk mendapatkan solusi optimal yang sesuai dengan model yang dikembangkan (Model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C)). f. Menarik kesimpulan dan saran.

! !


(23)

Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut:

a. Menjelaskan sistem produksi dan hubungan antara pemasok pembeli. b. Menentukan ukuran lot optimal pembeli dengan model EOQ.

c. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI).

d. Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C).

e. Menyelesaikan contoh masalah persediaan untuk mendapatkan solusi optimal yang sesuai dengan model yang dikembangkan (Model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C)). f. Menarik kesimpulan dan saran.

! !


(24)

Pada saat ini masih banyak perusahaan atau lembaga lain yang memiliki persediaan (inventory) barang, baik persediaan bahan baku, barang setengah jadi maupun barang jadi. Persediaan barang ini biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang kalau permintaan konsumen begitu banyak sehingga produksi melonjak tinggi, atau persediaan bahan baku berkurang sehingga perusahaan sulit mencari bahan baku, padahal kebutuhan tetap seperti biasanya. Dengan kata lain, persediaan barang digunakan untuk menghadapi ketidakpastian.

Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang barang yang masih dalam pengerjaan/ proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri, 1998).

Persediaan didefiniskan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan menyebabkan ongkos dan perputaran modal terhambat, walaupun persediaan memungkinkan produksi dapat diajalankan secara ekonomis. Oleh sebab itu, persediaan harus direncanakan dan dikendalikan dengan sebaik baiknya agar perusahaan dapat berjalan dengan baik (Kusuma, 1999).

Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah rendahnya (Ristono, 2009, hal: 2).

Handoko (1984, hal: 333) menyatakan bahwa pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting. Karena persediaan fisik, banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan


(25)

biaya penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai “opportunity cost” (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan biaya biaya dari terjadinya kekurangan bahan.

Adapun yang menjadi yang menjadi tujuan pengendalian persediaan adalah adalah sebagai berikut (Assauri, 1988, hal 177):

a. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.

b. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.

c. Menghindari pembelian secara kecil kecilan karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Peran persediaan sangat penting artinya bagi perusahaan karena berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen. Hal ini berarti, dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi produksi karena faktor waktu antara operasi itu dapat dihilangkan sama sekali, walaupun sebenarnya dapat diminimumkan.

Masalah utama persediaan persediaan bahan baku adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis dan mengetahui berapa jumlah bahan baku serta kapan bahan baku itu dipesan. Nasution et al (2008, hal: 116), menyatakan dua masalah umum yang dihadapi suatu sistem didalam mengelola persediaannya, yaitu:

1. Masalah kuantitatif, yaitu hal hal yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan persediaan, antara lain:

a. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan/dibuat. b. Kapan pemesanan/pembuatan barang harus dilakukan. c. Berapa jumlah persediaan pengamannya.


(26)

2. Masalah kualitatif, yaitu hal hal yang berkaitan dengan sistem pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan sistem persediaan seperti:

a. Jenis barang apa yang dimiliki. b. Di mana barang tersebut berada.

c. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan.

d. Siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) masing masing item.

% .,-02 9&, &+'7( &+'7( :&,- )/;),-&(.12 )(0)92&&,

% % .,-02 )(0)92&&,

Persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai berikut (Herjanto, 1999):

a. Fluctuation stock

Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/ penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang. Artinya, persediaan cadangan ini akan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi kebutuhan pembeli tepat pada waktunya.

b. Anticipation stock

Merupakan jenis persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya: pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi,


(27)

tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasioanal. Disamping itu, Handoko (1984) menyatakan bahwa perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories.

c. Lot size inventory

Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (potongan kuantitas) karena pembelian dalam jumlah (lot size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transportasi (Ginting, 2007).

d. Pipeline inventory

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.

% % &+'7( &+'7( :&,- )/;),-&(.12 )(0)92&&,

Masalah yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana menentukan persediaan optimal, oleh karena itu perlu diketahui faktor faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan. Persediaan yang dimaksud dalam hal ini adalah persediaan dalam kaitannya dengan kegiatan produksi yakni persediaan bahan baku. Besar kecilnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh faktor faktor berikut ini (Buffa, 1990):

a) Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Semakin banyak jumlah bahan baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat persediaan bahan baku. Volume produksi yang direncanakan, hal ini ditentukan oleh penjualan terdahulu dan ramalan penjualan. Semakin tinggi volume produksi yang


(28)

direncanakan berarti membutuhkan bahan baku yang lebih banyak yang berakibat pada tingginya tingkat persediaan bahan baku.

b) Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan baku yang tinggi dan sebaliknya.

c) Sifat bahan baku, apakah cepat mengalami kerusakan (durable good) atau tahan lama (undurable good). Barang yang tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama, oleh karena itu bila bahan baku yang diperlukan tergolong barang yang tidak tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam jumlah banyak.

Sedangkan untuk bahan baku yang sifatnya tahan lama, tidak menjadi masalah bagi perusahaan untuk menyimpannya dalam jumlah yang besar. Agar kontinuitas produksi tetap terjaga, maka untuk berjaga jaga perusahaan sebaiknya memiliki apa yang dinamakan dengan persediaan cadangan (safety stock). Persediaan cadangan atau disebut juga persediaan pengaman adalah persediaan minimal bahan baku yang dipertahankan untuk menjaga kontinuitas produksi.

% ),20 ),20 )(0)92&&,

Handoko (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:

a. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber sumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

b. Persediaan komponen komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang barang yang terdiri dari komponen komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.


(29)

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang barang yang merupakan keluaran dari tiap tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

%5 7/;7,), 7/;7,), !2&:& )(0)92&&,

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain lain, umumnya terdapat empat komponen biaya persediaan. Adapun komponen komponen biaya persediaan adalah sebagai berikut (Nasution et al, 2008):

%5% !2&:& )/8)*2&,

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam biaya total sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen


(30)

biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan.

%5% !2&:& ),-&9&&&,

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang yang diperoleh dengan memproduksi sendiri.

a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.

Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost).

%5% !2&:& ),:2/;&,&, !

Biaya penyimpanan terdiri atas biaya biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata rata persediaan semakin tinggi. Biaya


(31)

simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya biaya ini meliputi:

a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)

Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

b. Biaya Gudang

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga muncul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa, maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.

d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)

Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

e. Biaya Asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.


(32)

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.

%5%5 !2&:& )+.(&,-&, )(0)92&&, '7<+ 7.' #70'=

Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu dibutuhkan. Biaya ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan, dimana jika terjadi kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, tertundanya kesempatan mendapatkan keuntungan, serta kehilangan konsumen karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:

a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan, misalnya: Rp/unit.

b. Waktu Pemenuhan

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan, misalnya: Rp/satuan waktu.

c. Biaya pengadaan darurat

Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan, misalnya: Rp/setiap kali kekurangan.


(33)

Kadang kadang biaya ini disebut juga biaya kesempatan (opportunity cost).

Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya biaya yang bersifat variabel (incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehngga tidak perlu diperhitungkan.

%6 79)* 79)* )(0)92&&,

Model persediaan dibagi menjadi dua macam, yaitu model persediaan deterministik dan model persediaan probabilistik (Taha, 1982).

%6% 79)* )(0)92&&, )')(/2,20'2+

Model persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini terdiri atas dua, yaitu:

a. Deteministik Statis

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti dan bersifat konstan.

b. Deterministik Dinamik

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti, tetapi bervariasi satu period ke periode lainnya.


(34)

Model persediaan probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini terdiri atas dua, yaitu:

a. Probabilistik Stationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan tidak di pengaruhi oleh waktu setiap periode.

b. Probabilistik Nonstationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.

% .8.,-&, &,'&(& 2,-+&' )(0)92&&, 9&, 7'&* !2&:&

Pada pengendalian persediaan, persoalan utama yang ingin dicapai adalah meminimumkan total biaya operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah barang yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan.

Keputusan mengenai besarnya jumlah persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu:

a) Jumlah barang yang harus dipesan ditentukan dan waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan.

b) Jumlah barang yang dipesan dan waktu pesanan harus ditentukan.

Salah satu pendekatan terhadap kedua keputusan ini adalah memesan dalam jumlah yang sebesar besarnya untuk meminimumkan biaya pemesanan. Cara lainnya adalah memsan dalam jumlah sekecil kecilnya untuk meminimumkan biaya pemesanan. Tindakan yang paling baik akan diperoleh dengan mempertemukan kedua titik ekstrim tersebut (Supranto, 1988).

Gambar 2.1 berikut memperlihatkan hubungan anatara tingkat persediaan dan total biaya (Siagian, 1987).


(35)

Total Biaya Holding Cost Minimum

Tingkat Persediaan (/)

&/8&( % .8.,-&, &,'&(& 2,-+&' )(0)92&&, 9&, !2&:& 7'&*

Pada gambar 2.1 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan akan semakin jarang dilakukan, sehingga biaya pemesanan (ordering cost) akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan yang dikeluarkan akan semaki besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun.

Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol (Q = 0). Hal ini disebabkan karena komponen biaya ini secara langsung tergantung pada tingkat persediaan rata rata. Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata rata, sehingga biaya penyimpanan akan semakin besar, yang mengakibatkan kurva holding cost semakin meningkat.

Dari gambar 2.1 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total inventory cost yang convex (Mulyono, 2004). Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua kurva komponen biaya tersebut secara tegak lurus. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditentukan pada saat total inventory cost minimum (Subagyo et al, 2000).

% 79)* )(0)92&&, ! " "

Ordering Cost


(36)

Model ini merupakan salah satu model deterministik statis. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini menjadi inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode metode pengendalian persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang (Baroto, 2002). Jumlah pemesanan yang dapat meninimumkan total biaya persediaan disebut Economic Order Quantity (EOQ). Model EOQ merupakan model persediaan yang paling sederhana. Asumsi asumsi yang digunakan antara lain (Nasution et al, 2008):

a. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan. b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu). c. Tidak ada quantity discount.

d. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage). e. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak terhingga).

f. Waktu ancang ancang (lead time) bersifat konstan artinya tidak ada tenggang waktu.

g. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.

Model dasar EOQ merupakam model yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan secara ekonomis sehingga dapat meminimumkan biaya total persediaan. Dalam model dasar EOQ diasumsikan bahwa harga beli barang persediaan dianggap selalu sama atau tetap. Dalam kenyataannya, harga barang tidaklah selalu sama karena adanya faktor diskon sehingga model EOQ tidaklah relevan bila digunakan pada pengembangan model dengan adanya faktor diskon, yaitu all unit discount. Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah (/) setiap kali pemesanan (EOQ) sehingga meminimisasi biaya total persediaan (-.).


(37)

Bahan baku (raw materials) merupakan input dari proses transformasi menjadi produk jadi. Selain aspek kualitas, aspek pengiriman bahan baku merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh pembeli. Pemasok sebagai pihak yang memproduksi bahan baku, sedangkan pembeli adalah pihak yang melakukan permintaan bahan baku kepada pemasok untuk diproduksi. Keputusan untuk menggunakan beberapa pemasok atau sedikit pemasok tergantung dari analisis kebutuhan dan biaya untuk pengadaan bahan baku atau komponen yang dibutuhkan. Transaksi diawali dengan adanya pesanan bahan baku oleh pembeli kepada pemasok dengan ongkos pesan C, pada suatu horizon perencanaan T yang terdiri atas beberapa n yang sama. Pemasok mengeluarkan ongkos transportasi untuk pengiriman bahan baku kepada pembeli, dan harga per unit bahan baku adalah Cs. Berdasarkan hal diatas, maka tujuan pemasok adalah memproduksi bahan baku sebesar Qs sehingga total biaya yang dikeluarkan minimum.

% % !2&:& !2&:& )(0)92&&, ;&9& )/&07+ 9&, )/8)*2

(Agus Ristono, 2008) Dengan memperhatikan hubungan terintegrasi antara pemasok tunggal dan pembeli tunggal seperti yang telah diuraikan diatas, terdapat empat biaya yang mempengaruhi pengoptimalan biaya total persediaan sebagai berikut:

a) Biaya Pesan

Biaya pesan merupakan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian. Biaya ini tidak tergantung kuantitas pesanan tetapi frekuensi pemesanan.

b) Biaya Pembuatan(Setup)

Biaya setup yang dimaksud adalah biaya yang timbul untuk persiapan memproduksi bahan baku. Biaya ini timbul didalam pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar kerja, dan sebagainya.

c) Biaya Transportasi/Pengangkutan

Biaya ini meliputi biaya yang menyangkut pengangkutan bahan baku dari pemasok ke gudang akhir pembeli. Beberapa hal yang menimbulkan biaya ini adalah pengangkutan dari gudang pemasok ke pelabuhan muat, pengangkutan


(38)

dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan, pengangkutan dari pelabuhan tujuan ke gudang pembeli, pengangkutan dari gudang pembeli yang satu ke gudang pembeli yang lain, bongkar muat di pelabuhan muat, bongkar muat di pelabuhan tujuan, dan resiko klaim angkutan yang tak tertagih (Indrajit, 2003).

Indrajit (2003, hal: 125) menyebutkan beberapa cara utnuk mendapatkan biaya pengangkutan yang kompetitif yaitu dengan melakukan kontrak jangka panjang, menggabung pengangkutan dalam tonase atau volume yang besar, mengurus pengangkutan sendiri atas kontrak seluruh angkutan atau tidak satu demi satu.

d) Biaya Simpan

Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan (Yamit, 2005, hal: 9). Pada umumnya biaya simpan pada pemasok berbeda dengan biaya simpan pada pembeli.

%> ),9)+&'&, ,?7(/&02 9),-&, ! ! # " 9&,

# "

Pendekatan informasi merupakan pendekatan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat berbagi informasi antara pemasok dan pembeli, sehingga dapat mengoptimalkan sistem kerja yang ada, dimana dalam hal ini terjadi hubungan integrasi yang sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak.

%>% ! ! # "

Vendor Managed Inventory atau sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok adalah sistem optimisasi kinerja supply chain, dimana pemasok mempunyai akses ke data inventori pelanggan dan bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat inventory oleh pelanggan.


(39)

Sistem Vendor Managed Inventory dapat dicapai melalui suatu proses dimana pemasokan ulang dilakukan oleh pemasok melalui evaluasi secara teratur dalam periode waktu tertentu yang dilakukan oleh pemasok sendiri pada on site inventory (titik penggunaan persediaan). On site inventory dihitung oleh pemasok, jika terdapat material yang rusak atau cacat maka material itu akan diganti oleh pemasok dan pemasok yang akan bertanggung jawab terhadap pengisian ulang inventori sesuai tingkat yang telah disepakati oleh pembeli/perusahaan.

Menurut Vincent Gaspersz (2007:507) terdapat empat karakteristik umum pada sistem Vendor Managed Inventory, yaitu:

a. Pemasok bertanggung jawab penuh terhadap tingkat persediaan pelanggannya.

b. Pengisian ulang ditentukan oleh pemasok.

c. Pertukaran data secara teratur antara pemasok dan pelanggannya.

%>% # "

Menurut Gumus dkk (2008), sistem Consignment Inventory merupakan sistem dimana pemasok diberi informasi mengenai permintaan produk oleh pembeli, namun pembeli tetap menentukan waktu dan ukuran pemesanan. Pada sistem ini, produk dimiliki oleh pemasok hingga dimanfaatkan oleh pembeli dan produk tersebut disimpan di lokasi pembeli. Walaupun pembeli memiliki kewenangan terhadap waktu dan jumlah yang dipesan, pembeli membayar produk tersebut hanya sesudah produk dimanfaatkan sehingga pembeli tidak memiliki ongkos simpan. Dengan kata lain, ongkos simpan pembeli menjadi tanggung jawab pemasok. Dapat disimpulkan bahwa Consignment Inventory hanya menguntungkan pembeli, disisi lain Consignment Inventory akan menguntungkan pemasok tergantung pada ongkos transportasi dan siapa yang membayar ongkos transportasi.

Dalam hal ini, apabila kedua pendekatan informasi ini digabungkan akan mengahsilkan pendekatan sitem informasi dengan “Vendor Managed Inventory dengan Consignment (VMI C)” dimana menyebabkan pergeseran tanggung jawab pembeli ke pemasok. Keputusan menentukan ukuran pemesanan dan waktu


(40)

pengiriman dilakukan oleh pemasok, meskipun pemasok tetap memperoleh manfaat berupa pengurangan total ongkos simpan. Adapun perbandingan antar CI VMI VMI Cdapat dilihat pada tabel berikut:

Kebutuhan pemesanan dilakukan oleh B V V

Ongkos pesan dibebankan pada B V V

Kepemilikan persediaan pada V B V

Ongkos simpan pembeli dibebankan pada V B V

&/8&( % &8)* )(8&,92,-&, )(0)92&&,

Keterangan : B = Pembeli V = Pemasok

Dalam sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok terdapat model sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok yang umumnya dilakukan oleh banyak perusahaan. Model tersebut dapat digambarkan oleh gambar dibawah berikut:

Feed Back

Pemasok

Perusahaan pelanggan mengirimkan data yang berhubungan dengan distribusi pasokan (tempat dan metode pengiriman), peramalan penjualan, penjadwalan produksi, dan

Perusahaan pelanggan


(41)

Hasil

&/8&( % 79)* 020')/ ;),-)*7*&&, ;)(0)92&&, ;&9& ;)/&07+

Dengan hubungan kerjasama antara pembeli dan pemasok dalam saling memberikan informasi untuk memudahkan dan meminimumkan biaya yang dikeluarkan, maka dengan pengembangan model pengendalian persediaan EOQ dapat diperoleh total ongkos keduanya minimum sehingga dapat memberikan solusi optimal. Notasi notasi yang digunakan dalam pembuatan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) adalah:

D = jumlah permintaan produk per tahun (unit) y = jumlah kebutuhan bahan baku per tahun

CB = harga bahan baku yang disepakati oleh pembeli (Rp/unit)

p = harga jual produk (Rp/unit) n = jumlah periode

hB = ongkos simpan pembeli per tahun

hV = ongkos simpan pemasok per tahun

A = ongkos pesan pembeli (Rp/pesan) S = ongkos setup pemasok (Rp/setup)

c(y) = fungsi ongkos produksi dan distribusi (Rp) QB = ukuran lot pemesanan pembeli

QV = ukuran lot pengiriman pemasok

TCB 4total ongkos persediaan pembei (Rp)

TC

'

B = total ongkos persediaan pembeli dengan VMI (Rp)

TC

"

B = total ongkos persediaan pembeli dengan

VMI-C

(Rp) TCV = total ongkos persediaan pemasok (Rp)

TC

'

V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI (Rp)

TC

"

V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI C (Rp) = keuntungan pembeli (Rp)

= keuntungan pembeli dengan VMI (Rp) = keuntungan pembeli dengan VMI C (Rp)


(42)

= keuntungan pemasok (Rp)

= keuntungan pemasok dengan VMI (Rp) = keuntungan pemasok dengan VMI C (Rp)


(43)

! ! !

% 7'&* !2&:& )/8)*2

Total biaya pembeli dalam hal ini per unit waktu diperoleh dari penjumlahan biaya pemesanan, biaya pembelian dan biaya simpan persediaan pada pembeli.

Pembeli melakukan pemesanan bahan baku sejumlah nQB kepada pemasok dengan frekuensi pengiriman n. Total permintaan tahunan pembeli ke pemasok adalah y. Maka dalam tahun tersebut, pembeli akan melakukan pemesanan bahan baku ke pemasok dengan frekuensi ;

<A kali. Sehingga biaya pemesanannya adalah biaya pesan dikalikan frekuensi pemesanannya, diperoleh:

Biaya pemesanan = A . ;

<A (3.1) Selama waktu t yang mulai dengan tingkat persediaan QBdan berakhir dengan nol, jumlah rata rata persediaan bahan baku adalah <A

, , jika biaya simpan (holding cost) untuk tiap unit selama satu satuan waktu adalah ℎ , maka biaya penyimpanan dapat ditentukan dari perkalian antara biaya simpan tiap unit per satuan waktu dengan rata rata jumlah barang yang disimpan, diperoleh:

Biaya simpan = <A?A


(44)

Total biaya pembelian CB merupakan perkalian dari harga setiap unitnya dengan jumlah bahan baku yang akan diminta, sehingga total biaya pembeli per unit waktu adalah:

-.(/ ) = " . <;

A+

<A?A

, . (3.3)

Tujuan pembeli adalah meminimumkan total biaya per periode. Sehingga jumlah pesanan ekonomis atau economic order quantity (EOQ) dan total biaya minimum per periode adalah:

/∗ = E, : ;

?A FA (3.4)

-.(/∗) = G2 " ' ℎ . (3.5)

7'&* !2&:& )/&07+

Total biaya pemasok per unit waktu diperoleh dari penjumlahan biayapengadaan (setup), biaya pengiriman (transportation), biaya simpan persediaan dan biaya produksi dan distrivusi pemasok.

% +.(&, 7' 92'),'.+&, 7*)1 )/8)*2

Pembeli menentukan ukuran lot pemesanan berdasarkan Economic Order Quantity (EOQ), dimana untuk menentukan jumlah setiap kali pemesanan Q dapat diperoleh dengan meminimumkan total ongkos persediaannya (TC). Adapun total cost persediaan tersebut diperoleh dari hasil penjumlahan biaya pembelian ditambah biaya pesan ditambah biaya simpan, sehingga persamaan total ongkos persediaan pembeli adalah:

-. (/ ) = . ' + 67: ;<A> + 7?A <A

, >@ (3.6)

Dari persamaan (3.6), maka dapat diperoleh jumlah pemesanan yang optimal (/∗), yaitu dengan cara sebagai berikut:


(45)

-. (/ ) = . ' + 01" '/ 2 + 1ℎ /2 24

HIFA

H<A = 0 − :; <AK +

+ ,ℎ

−:;<

AK = − ?A

,

/, = 2 " '

/∗ = E, : ;

?A (3.7)

Sehingga dengan mensubtitusikan /∗ dari persamaan (3.7) ke persamaan (3.6), maka dapat diperoleh total ongkos minimum per periode adalah:

-. (/ ) = . ' + 01" '/ 2 + 1ℎ /2 24

atau

-. (/∗) = . ' + 06" '

/∗@ + 1ℎ / ∗

2 24

-. (/∗) = : ; EK L MNA +

?A EK L MNA ,

-. (/∗) = , : ; ,EK L MNA +

?A .K L MNA ,EK L MNA

-. (/∗) = O : ; ,EK L MNA

-. (/∗) = , : ; E K L M

NA K L M

NA

-. (/∗) = 2 " ' E, : ; ?A .

?A , : ;

-. (/∗) = ℎ E, : ; ?A

-. (/∗) = E, : ; ?AK ?A


(46)

Berdasarkan nilai /∗ yang ditentukan pembeli pada persamaan 3.7, total ongkos persediaan pemasok adalah ongkos produksi dan distribusi ditambah ongkos pesan ditambah ongkos simpan, sehingga persamaan total ongkos persediaan pemasok adalah:

-. (/ ) = &(') + 678 ;<

A> + 7 ?= <A

, >@ (3.9)

Dari persamaan (3.9), maka dapat diperoleh jumlah pemesanan yang optimal (/∗) untuk pemasok, yaitu dengan cara sebagai berikut:

-. (/ ) = &(') + 678 ;<A> + 7?= <A , >@ HIF=

H<A = 0 – 8 ; <AK +

+ ,ℎ

−8 ;<

AK = − ?=

,

/, = 2 ! '

/∗ = E, 8 ;

?= (3.10)

Sehingga dengan mensubstitusikan /∗ dari persamaan (3.10) ke persamaan (3.9), maka dapat diperoleh total ongkos minimum per periode adalah:

-. (/ ) = &(') + 01! '/ 2 + 12 24 /

atau

-. (/∗) = &(') + 06! '

/∗@ + 1ℎ / ∗

2 24 -. (/∗) = 8 ;

EK T MN= +

?= EK L MN= ,

-. (/∗) = , 8 ; ,EK T MN= +

?= .K T MN= ,EK T MN=

-. (/∗) = O 8 ; ,EK T MN=


(47)

-. (/∗) = , 8 ; E K T M

N= K T M

N=

-. (/∗) = 2 ! ' E, 8 ; ?= .

?= , 8 ;

-. (/∗) = ℎ E, 8 ; ?=

-. (/∗) = E, 8 ; ?=K ?=

-. (/∗) = G2 ! ' ℎ (3.11) Dalam hal ini dapat juga diketahui bahwa kedua belah pihak mendapatkan keuntungan masing masing. Adapun keuntungan yang diperoleh pembeli adalah total biaya (harga jual) dengan jumlah barang yang dibutuhkan dikurangi total ongkos persedian yang optimal dari pembeli (persamaan 3.6).

Keuntungan yang diperoleh pemasok sebagai berikut:

= UV − -. (/ ) (3.12)

Adapun keuntungan yang diperoleh pemasok adalah total biaya yang telah disepakati dengan jumlah kebutuhan yang dibutuhkan dikurangi dengan total ongkos persediaan pemasok (persamaan 3.9).

Keuntungan yang diperoleh pemasok sebagai berikut:

= . ' − -. (/ ) (3.13)

%5 +.(&, 7' 92'),'.+&, 7*)1 )/&07+ 9),-&,

Pada pendekatan VMI pemasok melakukan pengamatan terhadap status persediaan pembeli, sehingga pembeli tidak perlu melakukan pemesanan. Dalam hal ini pemasok menggabungkan ongkos setup pemasok (S) dan ongkos pembeli (A), diperoleh

(" + !). Dari persamaan (3.9) kita dapat memperoleh total ongkos persediaan pemasok sebagai berikut:


(48)

-. (/ ) = &(') + 67(89:); <= > + 7

?= <=

, >@ (3.14)

Dari persamaan (3.14), maka dapat diperoleh jumlah pemesanan yang optimal (/∗), yaitu dengan cara sebagai berikut:

-. (/ ) = &(') + 06(! + ")'

/ @ + 1ℎ 2 24 /

HIF=

H<= = 0 – (89:);

<=K + + ,ℎ

−(89:);<

=K = − ?=

,

/, = 2(! + ") '

/∗ = E, (89: );

?= (3.15)

Sehingga dengan mensubtitusikan /∗ dari persamaan (3.15) ke persamaan (3.14), maka dapat diperoleh total ongkos minimum per periode adalah:

-. (/ ) = &(') + 06(! + ")'

/ @ + 1ℎ 2 24 /

atau

-. (/∗) = &(') + 06(! + ")'

/∗ @ + 1ℎ / ∗

2 24 -.′ (/∗) = (89 :) ;

EK (TWL) MN= +

?= EK (TWL)MN= ,

-.′ (/∗) = ,(89:) ; ,EK(TWL) MN= +

?= .K (TWL) MN= ,EK (TWL)MN=

-.′ (/∗) = O (89:) ; ,EK (TWL) MN=

-.′ (/∗) =

, (89:); EK (TWL) MN= K (TWL) M

N=

-.′ (/∗) = 2 (! + ") ' E, (89:) ; ?= .

?= , (89:) ;


(49)

-.′ (/∗) = E, (89:); ?= K ?=

-.′ (/∗) = G2 (! + ")' ℎ (3.16) Berdasarkan nilai /∗ yang ditentukan pemasok pada persamaan (3.15), maka total ongkos persediaan pembeli adalah ongkos biaya yang telah disepakati ditambah ongkos simpan, sehingga persamaan total ongkos persediaan pembeli adalah:

-.′ (/ ) = . ' + 1ℎ 2 2 (3.17) /

Dalam hal ini dapat juga diketahui bahwa kedua belah pihak mendapatkan keuntungan masing masing. Adapun keuntungan yang diperoleh pemasok adalah total biaya yang telah disepakati dengan jumlah kebutuhan yang dibutuhkan dikurangi dengan total ongkos persediaan pemasok (persamaan (3.14)).

Keuntungan yang diperoleh pemasok sebagai berikut:

= . ' − -.′ (/ ) (3.18)

Adapun keuntungan yang diperoleh pembeli adalah total biaya (harga jual) dengan jumlah barang yang dibutuhkan dikurangi total ongkos persedian yang optimal dari pembeli (persamaan 3.17).

Keuntungan yang diperoleh pembeli sebagai berikut:

= UV − -.′ (/ ) (3.19)

%6 +.(&, 7' 92'),'.+&, 7*)1 )/&07+ 9),-&,

Pada tahap akhir, disamping pada pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) pemasok melakukan pengamatan terhadap status persediaan pembeli, pemasok juga melakukan consignment yaitu pengalihan kepemilikan bahan baku digunakan pada saat bahan baku digunakan oleh pembeli untuk menghasilkan suatu produk.sehingga pembeli tidak perlu melakukan pemesanan. Dalam hal ini


(50)

pemasok menggabungkan ongkos setup pemasok (S) dan ongkos pembeli (A), diperoleh (" + !). Disamping menggabungkan ongkos pembeli dan ongkos pesan pembeli dan ongkos setup pemasok, dengan pendekatan VMI C ongkos simpan pemasok melibatkan ongkos simpan pembeli, maka diperoleh (ℎ + ℎ ). Total ongkos persediaan pemasok adalah ongkos produksi dan distribusi ditambah ongkos pesan ditambah ongkos simpan. Dari persamaan (3.14) kita dapat memperoleh total ongkos persediaan pemasok sebagai berikut:

-." (/ ) = &(') + 7< ;=> (" + !) + <,=( ℎ + ℎ ) (3.20) Dari persamaan (3.20), maka dapat diperoleh jumlah pemesanan yang optimal (/∗), yaitu dengan cara sebagai berikut:

-." (/ ) = &(') + 1/ '2 (" + !) + /2 ( ℎ + ℎ ) HIF"=

H<= = 0 – (89:);

<=K + +

,(ℎ + ℎ )

−(89:);<

=K = −

?A9 ?= ,

/, (ℎ + ℎ ) = 2(! + ") '

/∗ = E, (89: );

?A9 ?= (3.21)

Sehingga dengan mensubtitusikan /∗ dari persamaan (3.21) ke persamaan (3.20), maka dapat diperoleh total ongkos minimum per periode adalah:

-." (/ ) = &(') + 1/ '2 (" + !) + /2 ( ℎ + ℎ ) atau

-." (/ ) = &(') + 6/ '∗@ (" + !) + /2 ( ℎ + ℎ )

-." (/∗) = (89 :) ; EK (TWL )M NAW N= +

( ?A9 ?=) EK (TWL )M NAW N= ,

-." (/∗) = ,(89:) ; ,EK (TWL )M NAW N= +

( ?A9 ?=) .1K (TWL) M NAW N=2 ,EK (TWL )M NAW N=

-." (/∗) = O (89:) ; ,EK (TWL )M NAW N=


(51)

-." (/∗) =

, (89:); EK (TWL )M NAW N= K (TWL) M

NAW N=

-." (/∗) = 2 (! + ") ' E, (89:) ; ?A9 ?= . , (89:) ;(?A9 ?=)

-." (/∗) = (ℎ + ℎ )E, (89:) ;?A9 ?=

-." (/∗) = G2' (! + ") (ℎ + ℎ ) (3.22)

Berdasarkan nilai /∗ yang ditentukan pemasok pada persamaan (3.21), maka total ongkos persediaan pembeli adalah ongkos biaya yang telah disepakati, sehingga persamaan total ongkos persediaan pembeli adalah:

-." = . × ' (3.23)

Dalam hal ini dapat juga diketahui bahwa kedua belah pihak mendapatkan keuntungan masing masing. Adapun keuntungan yang diperoleh pemasok adalah total biaya yang telah disepakati dengan jumlah kebutuhan yang dibutuhkan dikurangi dengan total ongkos persediaan pemasok (persamaan (3.20)).

Keuntungan yang diperoleh pemasok sebagai berikut:

= . ' − -." (/ ) (3.24)

Adapun keuntungan yang diperoleh pembeli adalah total biaya (harga jual) dengan jumlah barang yang dibutuhkan dikurangi total ongkos persedian yang optimal dari pembeli (persamaan 3.23).

Keuntungan yang diperoleh pembeli sebagai berikut:

= UV − -.′′ (/ ) (3.25)

Dalam hal ini total ongkos persediaan pemasok dengan pendekatan VMI C akan memberikan manfaat, jika dan hanya jika:

G2 " ℎ ' . E 71 +8 :> 71 +

?=

?A> −E : ?A ;

, . 7 8 :+

?=


(52)

2 E 71 +8

:> 71 +??A=> − 7 8

:+??=A> ≥ 0

2 E 71 +8 :> 71 +

?=

?A> − \71 + 8

:> + 71 + ?=

?A> − 2] ≥ 0

2 E 71 +8

:> 71 +??A=> − 71 + 8

:>−71 +??=A> + 2 ≥ 0

2 −^E 71 +8 :>

,

+ E 71 +:8> ,− 2E 71 +8:> 71 +?=

?A> _≥ 0

2 − ^E 71 +8

:> − E 71 +??=A> _ ,

≥ 0

atau `2 − ^71 +8

:> a

K− 71 +?= ?A>

a

K_,b ≥ 0

(3.26)

Ini berarti, -. (/ ) < -. (/ ) dan -." (/ ) < -. (/ ), yang akan memberikan penghematan total ongkos persediaan pada pemasok dan pembeli.

% )/8&1&0&, #7,'71 ./)(2+

Dalam suatu perusahaan manufaktur dimana perusahaan tersebut memproduksi sebuah produk stamping part manufacturing1S7”, yang bergerak dalam bidang manufaktur komponen otomotif. Perusahaan ini merupakan pembeli bahan baku “157SD” dari sebuah perusahaan pemasok dalam bentuk lembaran (sheet). Dimana pada perusahaan manufaktur terdapat permintaan barang jadi tahunan (D) adalah 76.500 unit/tahun dengan harga penjualan barang jadi (p) adalah Rp. 1.050/unit. Adapun Diketahui jumlah bahan baku tahunan (y) adalah 70.705 sheet/tahun, dengan asumsi 1 bulan (N) adalah 20 hari dan lead time pemesanan (L) adalah 12 hari. Jika biaya pembelian bahan baku (CB) adalah Rp. 950/sheet dan biaya pesan pembelian (A)


(53)

adalah Rp. 13.150/pemesanan, sedangkan biaya simpan pembeli (hB) adalah Rp. 1.960/sheet/tahun. Jika diketahui biaya setup pemasok/supplier (S) adalah Rp. 105.500/setup dan biaya simpannya (hV) adalah Rp. 2.940/sheet/tahun. Adapun tabel data produksi dan distribusi pada perusahaan pemasok tersebut adalah sebagai berikut:

Produksi (x)

Distribusi (y)

5178 3786

5656 2675

5200 7392

3826 6010

5439 6441

8233 8742

7125 7471

5351 7161

7260 12261

7729 8766

Tabel 3.1 Data Produksi dan distribusi Perusahaan pemasok

Penyelesaian:

Dari soal diatas dapat diperoleh data sebagai berikut: D = 76.500 unit/tahun

p = 1.050/unit

y = 70.705 sheet/tahun CB = 950/sheet

A = 13.150/pemesanan hB = 1.960/sheet/tahun

S = 105.500/setup hV = 2.940/sheet/tahun

Dari tabel 3.1, maka dapat ditentukan fungsi produksi dan distribusi dengan pola estimasi eksponensial yaitu pola estimasi parabolik. Model ini secara matematis dinyatakan sebagai berikut:


(54)

'e = α + f+x + f,x2

Adapun hasil perhitungan matematis untuk data produksi dan distribusi dapat dilihat dalam halaman lampiran. Sehingga diperoleh persamaan fungsi ongkos produksi dan distribusi dari data diatas adalah sebagai berikut:

'e = 363.374,637 – 122,3 x + 0,01 x2 atau,

&(') = 363.374,637 – 122,3y + 0,01 y2

dimana y = 70.705, maka diperoleh &(') = 41.708.123,39. a. Ukuran lot ditentukan oleh pembeli

Dari persamaan (3.7) mencari /∗ adalah:

/∗ = E, : ; ?A

/∗ = E, (+g.+h))(i).i)h) +.jk)

/∗ = 974 sheet

Dari persamaan (3.6) diperoleh total ongkos persediaan pembeli yaitu:

-. (/ ) = . ' + 01" '/ 2 + 1ℎ /2 24 -. (/ ) = (950)(70.705) + 17(+g.+h))(i).i)h)

jiO > + 7

(+.jk))(jiO) , >2

-. (/ ) = mU. 69.078.860

Dari persamaan (3.9) diperoleh total ongkos persediaan pemasok yaitu:

-. (/ ) = &(') + 01! '/ 2 + 12 24 /

-. (/ ) = 41.708.123,39 + 17(+)h.h)))(i).i)h)jiO > + 7(,.jO))(jiO), >2

-. (/ ) = mU. 50.798.402

Dari persamaan (3.13) diperoleh keuntungan pemasok yaitu:

= . ' − -. (/ )


(55)

= mU. 16.371.348

Dari persamaan (3.12) diperoleh total ongkos persediaan pembeli yaitu: = UV − -. (/ )

= (mU. 1.050)(76.500) − mU. 69.078.860

= mU. 11.246.140

b. Ukuran lot ditentukan oleh pemasok dengan VMI C Dari persamaan (3.21) mencari /∗ adalah:

/∗ = E, (89: ); ?A9 ?=

= E, (+)h.h))9+g.+h))(i).i)h ) (+.jk) 9,.jO) ) = 1.850 sheet

Dari persamaan (3.20) diperoleh total ongkos persediaan pemasok yaitu:

-." (/ ) = &(') + 1/ '2 (" + !) + /2 ( ℎ + ℎ )

-." (/ ) = 41.708.123,39 + 170.7051.850 2 (13.150 + 105.500)

+ 1.8502 (1.960 + 2.940)

= Rp. 50.775.298

Dari persamaan (3.23) diperoleh total ongkos persediaan pembeli yaitu:

-." = . × '

-." = 950 × 70.705 -." = mU. 67.169.750

Dari persamaan (3.24) diperoleh keuntungan pemasok yaitu:

= . ' − -." (/ )

= (mU. 950)(70.705) − mU. 67.169.750


(1)

5% &(&,

Penelitian ini hanya membahas masalah sistem pengendalian persedian EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory Consignment (VMI C) pada pemasok tunggal dan pembeli tunggal saja. Penulis berharap, pembaca dapat mengembangkan

penelitian pada masalah persediaan dengan multi pemasok dan multi pembeli, ataupun dengan permintaan yang bersifat probabilistik sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam mengimplementasikan.


(2)

Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Dong, Y. dan Xu, K. 2002, “A Supply Chain Model of Vendor Managed Inventory, Transportation Research Part E, 38, 75 95.

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Herjanto, Eddy. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo.

Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi pertama. Surabaya: Guna Widya.

Ristono, Agus. 2008. Manajemen Persediaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press.

Subagyo, Pangestu, Asri, Marwan, Handoko H. T. 1984. Dasar Dasar Operations Research. Edisi pertama. Yogyakarta: BPFE.

Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito.


(3)

Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press.

Taha, Hamdy A. Operation Research. Third Edition. New York: Macmilan Publishing Co., Inc.

Tampubolon, M.P. 2003. Manajemen Operasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. http://blog.trisakti.ac.id/jurnalti/files/2011/07/JURNAL TI Vol 1 No 1 MARET

2011.pdf, diakses pada tanggal 06 November 2011.

http://www.datalliance.com/vmi_retail_sc.pdf, diakses pada tanggal 20 Desember

2011.

http://web.mst.edu/~gosavia/emj.pdf, diakses pada tanggal 11 Januari 2012


(4)

n Y X y, yz{ - yz yz{,- yz, |y}~ − y}•, |yz{,− yz,•,

(yz{ − yz)|yz{,

− yz,) |y}~ − y}•(€) |yz{,− yz,•(€)

I 3.786 5.178 26.811.684 -922,7

-12.157.233 849.531,89 147.798.321.510.629 11205321933 -3489556,2 -46027285274 II 2.675 5.656 31.990.336 -443,7 -6.978.581 196.870,69 48.700.596.960.710 3096396523 -1186897,5 -18667704978 III 7.392 5.200 27.040.000 -899,7

-11.928.917 809.460,09 142.299.067.950.239 10732446895 -6650582,4 -88178556682 IV 6.010 3.826 14.638.276 -2.273,7

-24.330.641 5.169.711,69 591.980.106.069.266 55320579124 -13664937 -1,46227E+11 V 6.441 5.439 29.582.721 -660,7 -9.386.196 436.524,49 88.100.680.982.134 6201459895 -4255568,7 -60456490368 VI 8.742 8.233 67.782.289 2.133,3 28.813.372 4.550.968,89 830.210.388.722.361 61467565848 18.649.308,60 2,51886E+11 VII 7.471 7.125 50.765.625 1.025,3 11.796.708 1.051.240,09 139.162.312.559.239 12095164405 7.660.016,30 88133203227 VIII 7.161 5.351 28.633.201 -748,7

-10.335.716 560.551,69 106.827.031.434.086 7738350794 -5361440,7 -74014064424 IX 12.261 7.260 52.707.600 1.160,3 13.738.682 1.346.296,09 188.751.383.097.124 15940992725 14.226.438,30 168.449.980.002,00

X 8.766 7.729 59.737.441 1.629,3 20.768.524 2.654.618,49 431.331.576.677.462 33838155664 14.282.443,80 182.056.878.754,20 Σ 70.705 60.997 389.689.173 0 0 17.625.772,1 2.715.161.485.197.400 2,17636E+11 20.209.224,5 2,56955E+11

Rata-rata 7070,5 6099,7 38.968.917,3 0 0 1.762.577,21 271.516.148.519.740 2,17636E+10 2.020.922,45 2,56955E+10

7*& 0'2/&02 &(&87*2+

Rumus:

'e = α + f+x + f,x2 …. (a)

Penyelesaian pola estimasi parabolik dapat memakai regresi linier, sehingga persamaan (a) diubah menjadi:

Universitas

Sumatera


(5)

'e = α + f+x + f,z, dimana z = y2, dengan koefisien koefisien α, f+, f, diperoleh berdasarkan data hasil pengamatan dan diperoleh dengan menggunakan sistem persamaan linier berikut:

•(yz{ − yz)(€) = f+ •(yz{ − yz)2 + f,•(yz~ − yz)(yz~2− yz2) …. (b)

•|y}~2− y}2•(€) = f+ •(yz~ − yz)(zy~2 − yz2) + f, •|y}~2− y}2• 2

…. (c) dan, α = €z f+yz f,yz, …. (d)

Dari tabel diatas dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:

20.209.224,5 = 17.625.772,1 f+ + 217.636.000.000 f, ……. (1)

256.955.000.000 = 217.636.000.000 f+ + 271.516.148.590.740 f, ……. (2)

Kemudian, kedua persamaan tersebut di eliminasikan, menjadi:

365.203.000.000.000 = 3.836.000.000.000.000.000 f+ + 47.365.400.000.000.000.000.000 f, 4.529.040.000.000.000.000 = 3.836.000.000.000.000.000 f+ + 47.856.800.000.000.000.000.000 f, _____________________________________________________________________________________________

4.528.683.797.000.000.000 = f, 4.914.000.000.000.000.000.000

f, = ‚ Oj+.O)).))).)))‚ O.h,ƒ.kƒg.iji

f, = 0,01

Substitusi pada permasaan (1), yaitu:

20.209.224,5 = 17.625.772,1 f+ + 217.636.000.000 f,

20.209.224,5 = 17.625.772,1 f++ 217.636.000.000 (0,01)

Universitas

Sumatera


(6)

20.209.224,5 – 2.176.360.000 = 17.625.772,1 f+

2.156.150.775,5 = 17.625.772,1 f+

f+ = 122,3

α = α = €z – f+ yz – f,yz,

α = 7.070,5 + 122,3 (6.099,7) – (0,01) (38.968.917,3)

α = 363.374,637

Sehingga, persamaan regresinya adalah:

'e = α + f+„ + f,z

'e = 363.374,637 – 122,3 x + 0,01 „, Atau c(y) = 363.374,637 – 122,3 y + 0,01 ',

Dimana Pada Permasalahan contoh Numerik diketahui bahwa y = 70.705, sehingga:

c(y) = 363.374,637 – 122,3 y + 0,01 ',

c(y) = 363.374,637 – 122,3 (70.705) + 0,01 (70.705),

c(y) = Rp. 41.708.123,39

Universitas

Sumatera