Identifikasi Masalah Kerangka Pikir

Universitas Kristen Maranatha

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui apakah terdapat perbedaan spiritual well- being antara dewasa madya laki-laki dan dewasa madya perempuan di Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan spiritual well- being antara dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung serta empat domain spiritual well-being yaitu personal, communal, environmental, dan transcendental

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi bagi ilmu psikologi yaitu ranah psikologi klinis psikologi perkembangan, dan psikologi positif, khususnya perbedaan Universitas Kristen Maranatha spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan, termasuk perbedaan yang ditinjau dari empat domain spiritual well- being.  Memerkaya penelitian spiritual well-being yang masih terbatas pada beberapa sampel, terutama di Indonesia.  Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai spiritual well-being.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada dewasa madya mengenai spiritual well- being dan manfaatnya dalam keseharian, serta perbedaannya pada dewasa madya laki-laki dan perempuan. Diharapkan mereka dapat menggunakan informasi ini untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas pada domain-domain spiritual well-being berdasarkan evaluasi diri masing-masing dengan tujuan meningkatkan spiritual well-being.

1.5. Kerangka Pikir

Masa dewasa madya adalah masa yang dimulai ketika seorang memasuki usia 40-45 tahun hingga 60-65 tahun. Memasuki masa dewasa madya, seseorang akan mengalami midlife crisis. Brim 1976 dalam Santrock, 2012 mengkarakterisasikan midlife crisis sebagai suatu “dislokasi” atau perubahan pada kepribadian dasar, perilaku yang termanifestasi dan sense of identity. Midlife crisis dapat muncul dari berbagai perubahan yang dialami ketika Universitas Kristen Maranatha seseorang memasuki masa dewasa madya. Perubahan-perubahan tersebut seperti perubahan dalam karier, persiapan pensiun, memasuki masa pensiun, atau yang terkait dengan keluarga seperti the empty nest, yaitu ketika suami dan istri kembali tinggal berdua karena anak-anak sudah menikah atau pergi meninggalkan rumah, misalnya untuk kuliah. Perubahan fisik dan masalah kesehatan yang mulai muncul adalah seperti ulit mulai keriput, rambut mulai memutih, dan tubuh pun tidak lagi sebugar dulu, gangguan penglihatan jarak dekat dapat muncul dan mulai kesulitan mendengar suara yang low pitched. Selain itu, mortality rates yang meningkat, terutama di kalangan rekan-rekan sebaya, membuat dewasa madya menyadari bahwa mereka mulai tua dan sebentar lagi akan meninggal. Kesadaran terhadap keterbatasan atas eksistensi seseorang sebagai manusia akan mendorong seseorang untuk mencari meaning in life atau makna hidup Frankl, 1984 dalam Santrock, 2012. Dewasa madya mulai mengevaluasi apa makna hidupnya. Ketika dihadapkan dengan midlife crisis yang berasal dari berbagai macam aspek kehidupan, menjadi mungkin bagi dewasa madya untuk kehilangan atau kebingungan terhadap tujuan dan makna hidupnya. Untuk mengatasinya, dewasa madya mulai mengalihkan diri pada spiritualitas. Jung 1964 dalam Wink Dillon, 2012 mengatakan bahwa memasuki usia midlife, individu cenderung mulai mengeksplorasi aspek spiritual dari dalam diri mereka. Spiritualitas membantu seseorang untuk menemukan makna hidupnya, mengetahui tujuan- tujuannya dalam hidup, sekaligus juga menjadi sebuah coping dari berbagai macam krisis yang dialami dalam keseharian. Spiritualitas adalah aspek yang memberi kekuatan dan juga memberikan pengaruh pada individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas adalah hakikat mengenai siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia dan amat penting bagi manusia dan mencakup aspek non fisik dari keberadaan manusia Young and Koopsen, 2005. Spiritualitas bisa diekspresikan dengan melakukan yoga sebagai meditasi, atau pergi ke alam terbuka untuk mendapatkan Universitas Kristen Maranatha ketenangan dan melakukan introspeksi. Selain itu, ekspresi energi spiritual seseorang terhadap orang lain ditunjukkan dengan mencintai hubungan dengan orang lain, melayani orang lain, kegembiraan, tertawa, keterlibatan dalam pelayanan keagamaan, menjalani persahabatan dan aktivitas bersama dengan orang lain, menumbuhkan rasa haru, empati, forgiveness, dan hope Kozier et al, 2004 dalam Young Koopsen, 2005. Hal tersebut dilakukan oleh seseorang untuk menciptakan spiritual well-being. Spiritual well-being, menurut Canda 1988 dalam Velasco-Gonzalez Rioux, 2013 adalah pencarian seseorang terhadap makna personal dan hubungan yang saling melengkapi dengan orang lain, lingkungan non-human, dan untuk Tuhan. Menurut Gomez dan Fisher 2003, spiritual well-being memiliki empat domain. Pertama, domain personal, menjelaskan tentang hubungan seseorang dengan dirinya sendiri terkait tujuan dan nilai hidup. Pada domain ini, seseorang akan berusaha mengetahui siapa dirinya, memiliki kesadaran terhadap keadaan diri dan memelihara dirinya sendiri. Seseorang akan mulai olahraga atau melakukan diet agar menjaga penampilan tubuhnya, terutama pada perempuan. Pada laki-laki, pengekspresian domain ini misalnya mencoba mengeksplorasi kemampuan diri di dalam suatu bidang. Munculnya berbagai macam penyakit memasuki usia dewasa madya juga mendorong seseorang untuk lebih memperhatikan kesehatannya karena muncul kesadaran bahwa kesehatan itu aspek penting dalam kehidupan. Selain itu, seseorang akan berusaha untuk menemukan tujuan dan makna hidupnya, mendapatkan kesenangan dalam hidup dan memiliki ketenangan jiwa, meskipun hidupnya tidak terlepas dari permasalahan. Kedua, domain communal, yaitu kualitas dan kedalaman hubungan seseorang dengan orang lain terkait moral, kultur, dan agama. Domain ini merujuk pada kualitas hubungan interpersonal seseorang, seperti friendship, cinta, dan faith in humanity. Melalui domain ini, seseorang akan menumbuhkan altruism dan forgiveness terhadap sesama, membina hubungan baik dengan orang lain, atau melakukan reuni agar hubungan tetap terjaga. Pada perempuan, Universitas Kristen Maranatha domain communal dapat dengan jelas terlihat dari perilaku menyayangi orang lain, karena perempuan pada dasarnya lebih emosional daripada laki-laki. Laki-laki menunjukkan aspek ini dengan melakukan kegiatan yang bersifat membantu kepada sesama. Hal ini juga berlaku pada hubungan di dalam keluarga. Seorang suami akan menumbuhkan rasa cinta terhadap istrinya dan mengekspresikannya agar terjadi keharmonisan rumah tangga. Sebuah keluarga berusaha berkomunikasi dengan baik satu sama lain agar terjadi rasa saling mengerti antar anggota keluarga sekaligus juga menghindari kesalahpahaman yang akan memicu pertengkaran. Ketiga, domain environmental, yaitu kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Seseorang akan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungannya. Ia juga akan memiliki koneksi dengan alam, merasa kagum dengan pemandangan alam yang indah, memiliki rasa bahwa ia juga merupakan bagian dari alam, merasakan adanya harmoni dengan lingkungan sekitar dan merasa bahwa lingkungan alam merupakan sesuatu yang “magis”. Ada kesadaran bahwa lingkungan adalah sesuatu yang harus dijaga, sama halnya seperti menjaga diri sendiri. Dalam perilaku, seseorang akan mematikan lampu yang tidak dibutuhkan untuk menghemat energi. Dalam bentuk lain, seseorang mungkin akan turut serta dalam sebuah gerakan atau lembaga untuk menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Misalnya mengikuti organisasi WWF yang aktif melindungi hewan-hewan yang terancam punah atau aktif dalam gerakan pencegahan global warming. Untuk aspek ini, tindakan yang lebih aktif seperti melakukan kegiatan langsung mungkin akan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dibandingkan oleh perempuan. Terakhir, domain transcendental, yaitu hubungan diri dengan sesuatu yang bersifat lebih tinggi, transenden, atau Tuhan. Aspek ini adalah aspek yang religius dari spiritual well- being. Bisa ditunjukkan oleh seseorang dengan mendekatkan diri pada Tuhan, mempelajari agama, dan menjalankan praktek agama yang diwajibkan seperti misalnya solat lima waktu Universitas Kristen Maranatha untuk agama Islam atau mengikuti Ibadah Minggu untuk agama Kristen. Terlepas dari agama, seseorang juga akan merasa bahwa dirinya kecil, sehingga tidak pantas untuk menyombongkan diri di dunia karena menyadari bahwa terdapat suatu zat yang lebih tinggi yang mengatur kehidupan di dunia. Seseorang juga akan membaca buku terkait agama, spiritual, atau melakukan sharing dengan teman-teman terkait dengan spiritual experience yang pernah dialami. Dilihat dari perbedaan gender, perempuan akan lebih fokus pada keterikatan emosional terhadap Tuhan, sementara laki-laki akan fokus terhadap judgment, terutama ketika aspek ini berkaitan dengan agama atau Tuhan. Hammermeister et al. 2001 melakukan penelitian mengenai perbedaan spiritual well-being pada laki-laki dan perempuan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa spiritual well-being pada perempuan lebih tinggi daripada pada laki-laki. Sementara itu, penelitian terhadap spiritual well-being sendiri masih sedikit terkait dengan perbedaan pada gender, terutama di Indonesia. Berdasarkan paparan diatas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan antara spiritual well-being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha Guna memperjelas uraian diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : 1.1.Bagan Kerangka Pikir Perempuan Dewasa Madya di kota Bandung Domain-domain spiritual well-being: - Personal - Communal - Environmental - Transcedental Laki-laki Dewasa Madya di kota Bandung Spiritual Well-Being Terdapat perbedaan Tidak terdapat perbedaan Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi