Perancangan Buku Informasi Kelainan Sinesthesia

JURNAL PENELITIAN PERANCANGAN BUKU INFORMASI KELAINAN SINESTHESIA

  Fakultas Desain dan Seni, Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipatiukur 112-114, Bandung, 40132Jawa Barat - Indonesia

  Yanuar Ghiffary Program Studi Desain Komunikasi Visual, UniversitasKomputer Indonesia, JlSekeloa gang loa II no 101f Dipati Ukur

  Bandung, 40135Jawa Barat - Indonesia. [email protected]

  Abstrak Sinesthesia ialah sebuah kelainan neurologi langka yang menyebabkan terjadinya persilangan persepsi antara indra yang satu dan yang lainya. Seperti halnya mendengar suara disertai melihat warna tertentu atau melihat warna disertai rasa yang timbul secara spontan.

  Meskipun penelitian terhadap kasus sinesthesia ini sudah lama dilakukan, namun untuk di Indonesia sendiri, kelainan ini merupakan hal yang masih belum terbuka secara luas. Masyarakat luas maupun sinesthetis (seorang yang memilki kelainan sinesthesia) belum atau hanya mengetahui sedikit mengenai kelainan ini. Berdasarkan dari hal itulah, pembahasan mengenai kelainan sinesthesia ini dibuat. tujuan utama dari dibuatnya media informasi ini ialah untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai kelainan sinesthesia ini yang mana dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat itu sendiri.

  Kata kunci : Sinesthetis , Informasi, Masyarakat

  Abstract Synesthesia is an rare neurologist disorder that caused cross wiring in perception between one sense with another. Like hearing sound with seeing specifically color or seeing color with tasting some flavor that really tasted in mouth which is happened spontaneously.

  Even research about synesthesthesia case is already did since long time ago, but in Indonesia, this disorder is still unknown widely. General people or even the synesthete (people who suffer from synesthesia) is not yet or just know a little bit for this disorder.

  Based on that case, this design of media information about sinesthesia disorder, created. The main purpose of this media information, designed in order to inform people about this disorder and widen the people knowledge.

  Keywords : Synesthete ,Information, People.

  I. PENDAHULUAN

  Neurologi atau ilmu yang mempelajari tentang otak dan syaraf di bagian otak belakangan ini menjadi sebuah sorotan bagi dunia luas dikarenakan banyak ditemukan kasus kasus yang berkaitan dengan penyakit kejiwaan seperti halnya schizophrenia, ADHD, dan penyakit atau kelainan syaraf lainya. Salah satu dari sekian banyak kelainan yang menyangkut ilmu neurologist adalah sinesthesia.

  Kelainan sinesthesia ialah suatu kondisi dimana seseorang tersebut memiliki kelainan

  Neurologist sehingga menyebabkan

  pengidapnya mengalami kondisi dimana persepsi seseorang tercampur. Melihat angka disertai warna, mendengar musik disertai warna, atau tekstur benda tertentu menciptakan “rasa di lidah” yang berbeda. Dan semua hal yang dirasakan pengidap bukanlah merupakan imajinasi, tetapi benar- benar dirasakan. Sinesthetis ialah sebutan bagi seseorang pengidap kelainan sinesthesia Meskipun akses internet saat ini sudah terbilang baik dan luas, sehingga masyarakat dapat mencari info mengenai kelainan sinesthesia ini di internet mengenai wacana atau pembahasan kelainan sinesthesia ini, namun tetap tidak akan selengkap yang dibahas di bidang ilmu neurologi. Sekalipun banyak sumber literatur yang lebih lengkap, literature tersebut tersaji dalam bahasa inggris, dan masyarakat akan sedikit mengalami kendala ketika akan menyerap informasi tersebut.

  Dengan terbatasnya sumber pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia yang tentu masyarakat akan sangat kesulitan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai adanya kelainan ini. Sedangkan disisi yang lain, ketidaktahuan baik masyarakat maupun sinesthetis akan kelainan sinesthesia inilah yang justru dapat menghambat bertambahnya pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini.

  Cytowic (2002) menjelaskan sinesthesia ialah kelainan Neurologist yang sehingga menyebabkan pengidapnya mengalami kondisi dimana persepsi seseorang tercampur. Hal ini memberikan penjelasan bahwa seorang yang memiliki kelainan sinesthesia, memiliki pengalaman abstrak yang orang lain tak pernah bayangkan.

  Respon terhadap persepsi seorang yang memiliki kelainan sinesthesia bisa dikatakan sangat rumit dan bahkan sulit untuk dipahami bagi kebanyakan orang.

  Kelainan ini pada awalnya sempat menjadi kontroversi dimana pengidap, dianggap memiliki gangguan kejiwaan, schizofrenia, ataupun dianggap mencari perhatian.Seperti yang terjadi pada kasus sinesthesia yang ditemukan secara tidak sengaja, pada tahun 1979 oleh Dr.Cytowic. Ketika makan malam bersama seorang temannya, ia mendengar komentar, rasa ayamnya kurang banyak titiknya. Sebagai seorang dokter ahli saraf, Cytowic langsung bereaksi, dengan menanyai lebih jauh temannya tersebut. Dengan malu-malu, temannya mengakui, ia memiliki persepsi bentuk pada rasa makanan. Misalnya saja, ayam yang enak rasanya bentuknya terdiri dari banyak titik. Temannya juga mengeluh, banyak yang menyangka ia gila atau kecanduan narkoba, karena persepsinya yang tidak lazim itu. Ketika ditanyai lebih lanjut, temannya mengatakan ia merasakan persepsi bentuk dari rasa dimanapun ia makan. Ternyata kelainan itu sudah diidapnya sejak lahir. Temannya juga mengeluh, tidak ada satupun dokter menganggap fenomena itu sebagai penyakit.

2. PEMBAHASAN

II.1 Sinesthesia Dan Pandangan Masyarakat

  Seperti yang diutarakan Cytowic (2002), Sensasi dari huruf “J” ialah se-berkilau seperti warna magenta, nomor “5” berwarna hijau zamrud, mendengar dan merasakan suara seorang suami (atau istri) yang sedang berbicara seperti emas berwarna kecoklatan yang dilapisi mentega. Ini menunjukan bahwa seorang yang memiliki kelainan sinesthesia memiliki persepsi yang tercampur ketika merespon sesuatu. Persepsi yang tercampur tersebut menghasilkan persepsi baru yang lahir menjadi sesuatu persepsi yang sangat asing, dikarenakan persepsi yang diketahui tentang sesuatu hal yang biasanya telah disepakati akan suatu berbentuk, rasa, imaji apapun, malah akan menjadi abstrak ketika diolah oleh persepsi seorang yang memiliki sinesthesia.

  Menurut Yunita (2014), di Indonesia sendiri, kasus sinesthesia ini sejatinya belum banyak ditemukan sehingga penelitian mengenai kasus kasus sinesthesia ini masih sangat jarang, namun menurut penelitian yang dilakukan Cytowic (2002) di Massachusets, Amerika Serikat, bahwa kelainan neuroligist yang disebut sinesthesia ini ada dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya kasus sinesthesia sendiri meskipun belum banyak mendapatkan sorotan lebih di kalangan penduduk Indonesia, namun secara tidak disadari, ternyata kelainan sinesthesia itu ada dan sedang dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut. Besar kemungkinan apabila penelitian ini mendapat perhatian khusus di Indonesia, orang-orang yang mengidap kelainan sinesthesia ini akan mengetahui kelainan sinesthesianya sendiri.

  2.3 Objek Penelitian

  Berdasarkan dari latar belakang masalah, objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah kalangan umum. Dikarenakan sinesthesia ialah sebuah kelainan yang masih baru terdengar di masyarakat umum. Berawal dari hal inilah mengapa pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini perlu mendapatkan perhatian, sekalipun kasus terhadap sinesthesia ini belum terangkat ke permukaan, dikarenakan tidak adanya pengetehuan sama sekali terhadap kelainan sinesthesia yang diidap oleh sinesthetis maupun oleh remaja normal pada umumnya. Selain itu, objek yang diteliti, hanya akan dilakukan pada maysarakat di kota bandung untuk membatasi ruang penelitian. Kuisioner yang digunakan diperuntukan bagi 50 responden yang semuanya terdiri dari kalangan anak muda di kota Bandung.

  2.4 Solusi

  Berangkat dari ketidaktahuan sinesthetis dan masyarakat serta minimnya media informasi, mengenai kelainan sinesthesia yang dikhawatirkan timbulnya perbedaan persepsi atas respon sinesthesia, maka dengan itu perlu dibuat sebuah media informasi yang bertujuan untuk memberikan pengetahauan akan kelainan sinesthesia dengan tujuan akhir, masyarakat dapat dengan mudah mendapat informasi lengkap mengenai kelainan sinesthesia dan lebih jauh lagi, ketika kasus sinesthesia ini sudah muncul ke permukaan, masyarakat dapat menerima dan memberi ruang terhadap kehadiran sinesthetis.

2.5 Target Audiens

  • Demografis Secara demografis, target audiens yang ditentukan dalam penelitian ini ialah remaja laki-laki maupun perempuan yang berusia dalam rentan 17 sampai 19 tahun.
  • Geografis Secara geografis, target audience yang ditentukan dalam penelitian ini ialah masyarakat berada di kota Bandung. Dikarenakan sinesthesia ialah kelainan yang erat kaitanya dengan persepsi, dan persepsi dapat dipahami dengan jelas minmal dengan pengucapan secara verbal yang jelas pula, sehingga pada usia ini, dapat lebih mudah untuk mengutarakan persepsinya. Bermukim di sekitaran pusat kota Bandung maupun pinggiran kota Bandung.
  • Psikografis Bila ditinjau secara psikografis, target audiens senang berkelompok, sangat penasaran dan tertarik dengan hal baru, terutama yang berkaitan dengan keunikan atau kepribadian dikarenakan proses kedewasaan dan pencarian jatidiri, maupun hanya sekedar untuk membayar rasa penasaran akan hal baru yang ditemukan dikarenakan sinesthesia ialah kelainan neurologis yang memiliki sangkut paut dengan kepribadian dan persepsi yang unik dan tidak biasa. Selain itu, dikarenakan target audiens masih dalam fase pendidikan, maka membaca ialah suatu kegiatan yang pasti akan sangat rutin dilakukan
  • Behaviour Target audience yang ada dalam penelitian ini dikarenakan merupakan pengguna internet aktif, dapat dipastikan kegiatan online dalam pencarian data ataupun informasi sangatlah sering dilakukan. Baik untuk tujuan pendidikan, hiburan, sosialisasi, maupun komersil. Namun sumber informasi yang biasa diakses di internet, pada umumnya masih copy - paste, maka konten yang dihadirkan biasanya hanya berisi hal yang sama, tidak ada pembahasan yang sangat lanjut.

  3. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

  3.1 Strategi Perancangan

  3.1.1 Tujuan Komunikasi

  Tujuan utama dari dibuatnya perancangan informasi buku pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini ialah untuk kemudian menginformasikan kepada masyarakat mengenai kelainan sinesthesia ini sekaligus dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat khususnya dalam bidang ilmu neurologist maupun secara psikologis.

  3.1.2 Pendekatan Komunikasi

  3.1.2.1 Pendekatan Visual

  Dalam pendekatan visual, figur figur pengilustrasian yang nantinya akan digunakan untuk menggambarkan kelainan sinesthesia ini, konsep awal ialah dengan menggabungkan dua buah gambar atau objek menjadi sebuah figure ilustratif baru yang sedikitnya dapat menggambarkan apa yang dirasakan oleh seorang sinesthetis. Selain itu, dikarenakan sinethesia ialah merupakan penggabungan dari dua persepsi yang menghasilkan persepsi baru, maka penggambaran figure yang dihasilkan dari penggabungan dua buah gambar tersebut ialah hal yang sedikitnya memiliki kesamaan konsep dasar.

  • Media utama

  Dalam menyampaikan informasi mengenai kelaianan sinesthesia, bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dikarenakan target audiens ialah masyarakat indonesia dan sedikit bahasa inggris untuk beberapa istilah. Bahasa Indonesia digunakan untuk menyapaikan pesan agar lebih efektif dan dimengerti. Sedangkan beberapa kata yang berasal dari bahasa inggris, ini disesuaikan dengan pergaulan masa kini yang semakin hari, sudah semakin akrab dikarenakan globalisasi dari internet, begitupula teknologi smartphone.

  Dalam buku pengetahuan ini, copywriting untuk judul buku ini ialah “Selami Dunia Penuh Warna, Sinesthesia”. Copywriting ini dipilih dengan maksud untuk menginfluence audiens dengan pengalaman pegalaman penuh warna dari sinesthesia itu sendiri. Selain itu, kata ‘sinesthesia’ dalam judul buku ini dilakukan pembesaran font dengan maksud menarik focus dan rasa penasaran audiens terhadap kata “sinesthesia” itu sendiri yang nantinya rasa penasaran tersebut akan menuntun audiens untuk membaca buku ini dikarenakan kata ‘sinesthesia’ itu merupakan sebuah kata yang unusual atau tidak biasa dan bahkan mungkin hanya diketahui oleh beberapa kalangan saja.

  3.1.4 Strategi Media

3.1.2.2 Pendekatan Verbal

  Menurut Tarigan & Tarigan (2010), buku teks merupakan buku yang dipakai untuk mempelajari atau mendalami suatu subjek pengetahuan dan ilmu serta teknologi atau suatu bidang studi sehingga mengandung penyajian asas- asas tentang subjek tersebut, termasuk karya kepanditiaan (scj\holarly, literary) terkait subjek yang bersangkutan. Media utama yang dipakai ialah buku. Buku merupakan sebuah media informasi yang sangat tepat untuk menyampaikan suatu pembahasan yang memerlukan informasi yang rinci terhadap suatu subjek. Selain itu, dikarenakan media buku, merupakan sebuah sumber referensi yang kontenya merupakan hasil dari suatu penelitian atau pun rujukan, maka buku dapat dikatakan sebuah sumber referensi yang sangat terpercaya terutama apabila akan membuat sebuah karya tulis. Lebih jauh lagi, buku adalah benda nyata yang dapat di arsipkan dan dapat diterbitkan ulang tanpa perlu akses tertentu seperti web yang membutuhkan internet untuk membacanya.

3.1.3 Strategi Kreatif

3.1.3.1 Copywriting

  • Media Pendukung
Poster Poster merupakan sebuah media penyebaran informasi yang paling umum dan cukup efisien dalam mendukung penginformasian media utama dikarenakan poster merupakan sebuah media luar ruang yang dapat ditempelkan dimana saja. Selain itu, poster merupakan sebuah media yang dimana dapat menjadi sebuah teaser untuk menarik audiens menuju media utama Xbanner Xbanner ialah media ruang luar maupun dalam yang biasanya digunakan sebagai penanda bahwa suatu event sedang berlangsung. Dan xbanner ini digunakan dengan tujuan bahwa buku telah ada dan siap untuk event launching

  • Gimmick Sticker Selain poster, media sticker ialah suatu media yang sangat fleksibel untuk menjadi reminder bagi media utama. Ini dikarenakan sticker dapat menjadi media ruang luar maupun dalam.

  Pembatas Buku Pembatas buku merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas dari pembatas buku. Media ini sangat membantu audiens ketika hendak berhenti membaca media utama dan dilanjut dikemudian waktu.

  CD sampel music karya seorang sinesthetis Untuk dapat membuktikan bahwa kelainan sinesthetis itu nyata, penulis hendak menyertakan sebuah sample karya music milik seorang sinesthetis yang menerjemahkan respon sinesthesianya kedalam sebuah lagu instrument semi

  Electronic-Ambient sebagai media gimmick bagi audiens.

  3.2 Konsep Visual

  3.2.1 Format Desain

  Buku merupakan media utama dalam perancangan informasi kelainan sinesthesia ini. Format desain yang akan dipakai ialah

  square, ini dimaksudkan untuk mengikuti trend saat ini yang lebih cenderung square .

  Menurut Gibson (2011), format square dapat merepresentasikan kesan sederhana, halus serta terfokus. Inilah yang menjadikan alasan mengapa buku ini dibuat dengan format square daripada landscape ataupun portrait dikarenakan penekanan terhadap materi membutuhkan focus yang tetap terjaga dikarenakan materi buku yang dapat dikatakan cukup berat. Media buku akan berukuran 17cm x 17cm dengan format jilid hardcover, serta jumlah total halaman ialah 74 halaman konten ditambah cover dan back

  cover.

  3.2.2 Tata Letak (Layout)

  Konsep layouting dari buku ini menggunakan layouting gaya Circus. Menurut Nuraeni (2008) Circus Layout adalah penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada aturan baku bahkan komposisi visual, teks dan susunanya tidak beraturan. Suatu hal yang mendasar, mengapa konsep dari layot ini menggunakan teori Circus Layouting, ialah penyesuaian dengan persepsi sinesthesia yang statis atau tidak pernah berhenti layaknya ketika sinesthetis mempersepsi terhadap suatu objek, akan berubah ubah sesuai dengan objek yang di persepsi. Selain itu, dalam konsep layouting buku ini, diperhatikan juga partiture dalam setiap halamanya, hal ini untuk menjaga mood dari pembaca agar tidak terkesan monotone. Seperti dalam beberapa halaman, akan disampaikan banyak text, namun pada halaman berikutnya, ilustrasi akan ditampilkan lebih dominan sehingga text yang dibaca dapat dicerna terlebih dahulu tanpa terus ditumpuk dengan informasi yang akan disampaikan dihalaman berikutnya.

  • Tw Cen MT 12pt

  Font yang digunakan memiliki tiga jenis

  • Presa Antipixel 14pt

  Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890 Font ini digunakan sebagai font utama dan headline, juga digunakan sebagai judul yang digunakan di sampul buku ini. Font ini memiliki aksen seakan terputus dan hilang, muncul dan tenggelam, ini selaras dengan persepsi sinesthesia yang kabur dan abstrak. Susah untuk digambarkan secara realis. Kemudian, ketebalan stroke yang bervariant (tebal dan tipis) seakan memberikan kesan dua buah persepsi yang membentuk suatu kesatuan persepsi.

  • Presa Ultralight 14pt

  Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

  Font ini digunakan sebagai font dalam headline, juga digunakan sebagai copywrite yang digunakan di sampul buku ini. Sama halnya dengan font yang digunakan sebagai font utama dikarenakan masih dalam satu keluarga hanya saja font ini lebih tipis sehingga cocok untuk menopang font utama sebagai copywrite maupun headline setiap bab.

  ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890 Font ini digunakan sebagai body text di dalama media buku. Kesan yang ditimbulkan dari font berjenis sans-serif ini, memberikan kesan yang santaidan lebih ramah serta memiliki keterbacaan yang jelas.

3.2.3 Huruf

  3.2.4 Ilustrasi

  3.2.4.1 Ilustrasi utama

  Untuk bagian pengilustrasian utama, didalam buku ini akan menggunakan aliran fotografi fine art dengan metode editing, double-expossure.

  Definisi fotografi fine art menurut Anne Darling (2015), Ialah suatu aliran fotografi kompleks yang dimana biasanya dipakai oleh para fotografer fine art untuk mengutarakan keinginanya sekaligus mengimajikanya secara universal.

  Sedangkan menurut Cendrawan (2014), fotografi Fine Art ialah :

  • Sesuatu yang abstrak dan simbolis / konsep yang dimana, hal yang sangat dipentingkan oleh fotografer Fine Art adalah makna di balik apa yang didalam foto. Contoh: Payung sebagai simbol pelindung. Angsa sebagai lambang romantis. Kursi sebagai lambang santai, rileks. Lonely tree melambangkan kesendirian/isolasi.
  • Mengunakan efek khusus, properti dan editing Membangkitkan perasaan tertentu merupakan tujuan dari fotografer Fine

  Art, maka itu tidak sedikit efek khusus

  seperti lighting, asap, air, kostum, make-up, editing. Tujuannya adalah untuk mendramatisir suasana dan membangkitkan mood/emosi audiens.

  Kemudian, definisi dari metode double-

  exposure menurut meyer (2013) ialah

  portrait fotografi sederhana yang digabungkan / ditumpuk dari dua buah gambar dengan tujuan memberikan kedalaman ruang. pada awalnya, teknik fotografi ini merupakan sebuah kesalahan dalam pengambilan gambar film. Namun dengan dasar seni dan estetika, teknik ini kemudian diklaim oleh fotografer seperti Sarah Moon untuk menyatukan dua gambar dalam satu gambar.

  Dalam hal ini, ada keterkaitan secara tidak tampak antara Fine Art, Double Expossure dan kelainan sinesthesia, dimana pada awalnya, Double Expossure ialah merupakan kesalah fungsi kamera, sedangakan sinesthesia merupaka kesalahan fungsi syaraf di otak. selain itu, gambar yang dihasilkan ialah seperti memberikan kedalaman ruang pada objek utama. terdapat dua buah gambar berbeda yang digabungkan menjadi satu sehingga kemudian menghasilakan satu gambar yang baru. Seperti halnya sinesthesia yang menghasilkan suatu persepsi unik yang berdasarkan pada penggabungan dua buah persepsi yang direspon oleh syaraf di otak. Dengan dasar filososfi inilah, mengapa teknik Double Expossure dipakai dalam penggambaran ilustrasi kelainan sinesthesia ini, disamping untuk tujuan estetik. Dan dengan fotografi Fine Art, konteks dimana hal yang biasanya setiap objek foto yang tidak biasa menjadi terkait karena fotografi

  Fine Art berupa simbolik dan mengandung

  makna didalamnya, seperti halnya penggambaran kelainan sinesthesia melalui teknik editing Double Expossure. Semua pengilustrasian Double Expossure dalam buku ini menggunakan representasi nyata dari suatu penggambaran umum sinesthesia menurut jenisnya.

  Alasan mengapa penggunaan elemen background dalam double exposure ini menggunakan foto realis, ialah dikarenakan agar pembaca sedikitnya memahami, bagaimana representasi suasana tenang tersebut secara umum dan nyata, sehingga bukanlah penggambaran abstrak yang menimbulkan sensasi tenang, mengingat bahasan yang dibahas dalam buku ini ialah penyederhanaan materi dari kasus yang lebih kompleks. Meskipun pada kenyataanya, pengalaman kebanyakan sinesthestis ialah abstrak dan sulit untuk digambarkan dalam Klüver mengenai penggambaran umum ilustrasi sederhana. sinesthetis.

  3.5 Warna

  Selain itu, penggunaan foto realis sebagai Dikarenakan konsep utama dari buku ini elemen background dalam ilustrasi double ialah penggambaran sinesthesia yang exposure ini tidak lepas dari nilai estetika memiliki visualisasi banyak warna, maka dari konsep Double Expossure itu sendiri. untuk warna digunakan banyak warna clash

  Karena karya foto Double Expossure ini namun tetap diimbangi dengan warna merupakan penggabungan dari dua objek background yang cenderung meredam warna foto realis namun hasil yang ditimbulkan yang bertabrakan tersebut, sehingga tetap dari karya karya double exposure itu sendiri memiliki kesan harmonis. lah yang menimbulkan kesan abstrak dan sureal, dikarenakan keluar dari nilai nilai

  4. TEKNIS PRODUKSI DAN realis. APLIKASI MEDIA

3.2.4.2 Ilustrasi Cover

  4.1 Pra Produksi

  Untuk ilustrasi cover, konsep dasar dari Pada bab ini dibahas mengenai bagaimana cover buku ini ialah “Universal Mind”. tahapan tahapan perancangan buku

  Yaitu dimana sebuah dasar pemikiran yang pengetahuan dibuat. Sebelum memasuki sederhana, kemudian dikembangkan menjadi tahap produksi, tahap pertama yang perlu pemikiran pemikiran lain yang luas. Sama dilalui dalam perancangan visual iaalah : halnya ketika sinesthetis mempersepsi satu hal, kemudian kesinesthesiaanya akan

  • Konsep mempersepsikan sesuatu tersebut secara luas

  Konsep yang yang dipakai dalam buku sehingga timbul persepsi baru ini ialah minimalis namun dengan ilustrasi yang maksimalis. Hal ini

  Dalam konsep Universal Mind ini, dikarenakan bahwa seluruh gagasan dan penggambaran yang digunakan dalam bahasan yang ada didalam buku ini ilustrasi cover ialah pohon. Dikarenakan ialah penyederhanaan dari konten yang pohon hanya memiliki satu batang kemudian lebih kompleks, sehingga diharapkan memiliki cabang-cabang, dan ranting serta dengan ini, audiens tidak akan terlalu daun daun yang kemudian menjadikan dipusingkan dengan bahasan berat pohon tersebut terlihat rimbun. Ini kemudian dikarenakan pemvisualisasian dan menjadikan penganalogian pohon, sebagai layouting akan dibuat sedemikan rupa, sesuatu yang digambarkan sebagai peluasan berikut dalam buku ini, pengilustrasian suatu persepsi. double exposure dipakai sebagi alat

  Sedangkan untuk ornamen daun yang bantu dari pembahasan dengan tujuan berbentuk lingkaran dan segitiga, ini diadaptasi dari hasil penelitian Heinrich

  • Sketsa Sketsa dipakai sebagai acuan bagaimana nantinya buku ini akan di digitalkan. Hal ini bertujuan agar pada saat perancangan seluruh elemen buku, tidak melenceng kearah yang tidak seharusnya.
  • Pengolahan ilustrasi

  DAFTAR PUSTAKA Buku

  http://www.annedarlingphotograph y.com/a-definition-of-fine-art-

  Anne, Darling. “A definition of fine art photography”,

  Web

  Massachusetts. 2009

  Wednesday is Indigo Blue: Discovering the Brain of Synesthesia (with an afterword by Dmitri Nabokov). Cambridge,

  Press, Cambridge, Massachusetts, 2002 Cytowic, Richard E; Eagleman, David M.

  the Senses (2nd edition), MIT

  Cytowic, Richard E. Synesthesia: A Union of

  Berdasarkan kajian tentang pengenalan kelainan sinesthesia terhadap masyarakat ini, penulis memiliki harapan agar khalayak sasaran dalam hal ini adalah masyarakat di kota Bandung dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai kelainan ini. Selain itu, diharapkan masyarakat dapat mengetahui kelainan ini sebagai sebuah fakta yang terjadi di lapangan.

  5. KESIMPULAN

  digunakan ialah Adobe Photoshop CS6 dan Adobe Illustrator CS6.

  editing dan layouting software yang

  GB class 10 digunakan untuk media penyimpanan dan transfer gambar. Selain itu untuk review hasil photo sekaligus pemilihan foto dan editing, digunakan laptop Acer AspireE1-470G. Sedangkan untuk

  • Finishing Pada tahap ini, akhirnya buku siap untuk di produksi secara massal beserta dengan gimmick dan media pendukung yang akan digunakan.

  Teknis : Foto Studio Kamera : Canon EOS 600D Lensa : EFS 18-55mm IS II Kit Lighting : Tronic Model :

  Dalam tahap ini, akan dijelaskan bagaimana tahap pengumpulan asset seperti pengambilan gambar untuk ilustrasi, editing, hingga layouting buku.

  memberikan sedikitnya gambaran mengenai kelainan ini.

4.2 Produksi

  • Alko Angelica Kiki Xrusovalantw • Annisa Nurjannah • David Maru • Diana ‘Trace’ N Hari • Muhammad Faisal. Pengambilan gambar menggunakan kamera EOS 600D dengan lensa kit 18-55 mm standar. Dikarenakan pengambilan gambar merupakan portraiture standar, maka lensa ini sudah lebih dari cukup dikarenakan lensa ini sangat cocok untuk pengambilan portrait atau pun landscape. SD Card Transcend 16

  

photography.html, [30 Desember Laely, Cahya. “Pengertian Buku Teks

  2015] Menurut Beberapa Ahli”, Anwar, Bbang. “Apakah anda http://zeelaeli.blogspot.co.id/2013/

  SYNAESTHESIA ?”, 03/pengertian-buku-teks-menurut- beberapa.html [30 Desember 2015] [12 Meyer, Jeff. “Double-Exposure Photography : How When And Why

  November 2014]

  You’d Want To Turn Two Images

  Cendrawan, Tandika. “Fine Art

  Into One“,

  Photography”

  http://www.digitalcameraworld.co http://www.infofotografi.com/blog/ m/2013/05/30/double-exposure- 2014/12/fine-art-photography/, [21 photography-how-when-and-why-

  Desember 2015]

  youd-want-to-turn-two-images- Chudler. into-one/ [21 Desember 2015] “synesthesia

  Nuraeni, Nani. Jenis Layout Iklan Cetak”,

  12

  http://pengantarperiklanan.blogspot November 2014]

  .co.id/2008/03/jenis-lay-out-iklan- Elviana, Myla. “ Penyakit Genetis”, cetak.html [13 Januari 2016]

  Wannerton, James. “synaesthesia”, [12 November 2014]

  

  Ferdyansyah, Ferry. “kemampuan melihat [12 November 2014].

  suara itu nyata”.

  Riwayat Hidup [12 November 2014]

  Yanuar Ghiffary lahir di Subang pada

  Gibson, Andrew. “Square-The Digital tanggal 9 januari 1993. Memiliki

  Photographer’s Guide”..

  ketertarikan di dunia seni dan desain

  https://www.ephotozine.com/article

  semenjak berusia 16 tahun dan penulis

  /understanding-square-format-

  menamatkan gelar S1 di Universitas

  18005

  Komputer Indonesia Bandung, dengan [

  13 January 2016] pilihan jurusan Desain Komunikasi Visual Gupta, ankush. “10 disadvantages to synesthesia”.

  9

  desember 201].

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Neurologi atau ilmu yang mempelajari tentang otak dan syaraf di bagian otak

  belakangan ini menjadi sebuah sorotan bagi dunia luas dikarenakan banyak ditemukan kasus kasus yang berkaitan dengan penyakit kejiwaan seperti halnya schizophrenia, ADHD, dan penyakit atau kelainan syaraf lainya. Salah satu dari sekian banyak kelainan yang menyangkut ilmu neurologist adalah sinesthesia.

  Kelainan sinesthesia ialah suatu kondisi dimana seseorang tersebut memiliki kelainan Neurologist sehingga menyebabkan pengidapnya mengalami kondisi dimana persepsi seseorang tercampur. Melihat angka disertai warna, mendengar musik disertai warna, atau tekstur benda tertentu menciptakan “rasa di lidah” yang berbeda. Dan semua hal yang dirasakan pengidap bukanlah merupakan imajinasi, tetapi benar-benar dirasakan. Sinesthetis ialah sebutan bagi seseorang pengidap kelainan sinesthesia Idealnya, kondisi sinesthesia ini tidak akan menjadi sebuah masalah selama berada pada ruang lingkup pribadi. Namun masalah akan muncul ketika sinesthetis berada di ruang lingkup sosial. Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa kelainan sinesthetis ini ialah suatu hal yang dianggap sangat aneh, dikarenakan persepsi yang dilontarkan oleh sorang sinesthetis sangatlah jauh berbeda dengan persepsi ruang lingkup sosial pada umumnya.

  Meskipun akses internet saat ini sudah terbilang baik dan luas, sehingga masyarakat dapat mencari info mengenai kelainan sinesthesia ini di internet mengenai wacana atau pembahasan kelainan sinesthesia ini, namun tetap tidak akan selengkap yang dibahas di bidang ilmu neurologi. Sekalipun banyak sumber literatur yang lebih lengkap, literature tersebut tersaji dalam bahasa inggris, dan masyarakat akan sedikit mengalami kendala ketika akan menyerap informasi tersebut.

  Dengan terbatasnya sumber pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia yang tentu masyarakat akan sangat kesulitan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai adanya kelainan ini. Sedangkan disisi yang lain, ketidaktahuan baik masyarakat maupun sinesthetis akan kelainan sinesthesia inilah yang justru dapat menghambat bertambahnya pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini.

  I.2 Identifikasi Masalah

  Melihat semua hal yang melatarbelakangi Kelainan Sinesthesia sebagai kondisi kelainan Neurologist maka ditarik beberapa masalah dengan berdasarkan pada :

  • Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kelainan sinesthesia.
  • Sulitnya mendapat informasi yang jelas dan lengkap, mengenai kelainan sinesthesia yang berada di bidang neurologi
  • Literatur yang lebih lengkap tersedia dalam bahasa asing.

  I.3 Rumusan Masalah

  Berdasarkan pada latar belakang, maka dengan ini, bagaimana agar masyarkat mengetahui dan menyadari bahwa kelainan sinesthesia itu merupakan sebuah fakta yang terjadi di lingkungan sosial.

  I.4 Batasan Masalah

  Agar dalam pada penelitian lebih terarah pada permasalahan yang ada, maka, batasan masalah hanya akan dibahas mengenai penginformasian pengetahuan kelainan sinesthesia terhadap masyarakat.

  I.5 Tujuan Perancangan

  • Masyarakat mengetahui tentang kelainan sinesthesia
  • Menambah khazanah ilmu pengetahuan masyarakat tentang kelainan sinesthesia
  • Bahasa tidak lagi menjadi kendala ketika membaca pengetahuan akan kelainan ini

BAB II PEMAHAMAN MASYARAKAT MENGENAI SINESTHESIA. II.1Kelainan Genetik Kelainan genetik ialah suatu kondisi yang disebabkan oleh satu atau lebih gen

  yang menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis (Myla, 2011). Dalam hal ini, kata kelainan merujuk pada sebuah kondisi anomali yang dimana apabila dilihat secara tampak, berpengaruh terhadap kelangsungan hidup seseorang yang memiliki kelainan baik itu secara prilaku, maupun fisik. Karena hal yang berkaitan dengan kelainan, dapat dipastikan bahwa hal itu bukanlah sebuah hal yang dapat dikatakan normal.

  II.2 Penyebab Kelainan Genetik

  Terdapat beberapa penyebab kelainan genetik yang menurut Myla (2011) dijabarkan, sebagai berikut:

  • Ketidaknormalan jumlah kromosom
  • Mutasi gen yang berulang
  • Gen rusak yang diturunkan oleh orang tua.

  Dalam kasus sinesthesia, kelainan genetik bisa menjadi salah satu kelainan yang dapat diwariskan oleh genetik sebelumnya yang kemudian diturunkan terhadap genetik dari keturunan selanjutnya. Apabila seseorang memiliki kelainan neurologist semenjak saat dilahirkan, tidak menutup kemungkinan bahwa kelainan neurologisnya itu dapat menurun melalui gen sebelumnya baik itu secara mutasi gen, ataupun memang rusaknya jalur gen sebelumnya. Inilah hal yang mendukung kasus dimana sinesthesia itu dapat menurun secara gen.

  II.3 Sinesthesia Dan Pandangan Masyarakat

  Cytowic (2002) menjelaskan sinesthesia ialah kelainan Neurologist yang sehingga menyebabkan pengidapnya mengalami kondisi dimana persepsi seseorang tercampur. Hal ini memberikan penjelasan bahwa seorang yang memiliki kelainan sinesthesia, memiliki pengalaman abstrak yang orang lain tak pernah bayangkan.

  Respon terhadap persepsi seorang yang memiliki kelainan sinesthesia bisa dikatakan sangat rumit dan bahkan sulit untuk dipahami bagi kebanyakan orang.

  Kelainan ini pada awalnya sempat menjadi kontroversi dimana pengidap, dianggap memiliki gangguan kejiwaan, schizofrenia, ataupun dianggap mencari perhatian.Seperti yang terjadi pada kasus sinesthesia yang ditemukan secara tidak sengaja, pada tahun 1979 oleh Dr.Cytowic. Ketika makan malam bersama seorang temannya, ia mendengar komentar, rasa ayamnya kurang banyak titiknya. Sebagai seorang dokter ahli saraf, Cytowic langsung bereaksi, dengan menanyai lebih jauh temannya tersebut. Dengan malu-malu, temannya mengakui, ia memiliki persepsi bentuk pada rasa makanan. Misalnya saja, ayam yang enak rasanya bentuknya terdiri dari banyak titik. Temannya juga mengeluh, banyak yang menyangka ia gila atau kecanduan narkoba, karena persepsinya yang tidak lazim itu. Ketika ditanyai lebih lanjut, temannya mengatakan ia merasakan persepsi bentuk dari rasa dimanapun ia makan. Ternyata kelainan itu sudah diidapnya sejak lahir. Temannya juga mengeluh, tidak ada satupun dokter menganggap fenomena itu sebagai penyakit.

  Seperti yang diutarakan Cytowic (2002), Sensasi dari huruf “J” ialah se-berkilau seperti warna magenta, nomor “5” berwarna hijau zamrud, mendengar dan merasakan suara seorang suami (atau istri) yang sedang berbicara seperti emas berwarna kecoklatan yang dilapisi mentega. Ini menunjukan bahwa seorang yang memiliki kelainan sinesthesia memiliki persepsi yang tercampur ketika merespon sesuatu. Persepsi yang tercampur tersebut menghasilkan persepsi baru yang lahir menjadi sesuatu persepsi yang sangat asing, dikarenakan persepsi yang diketahui tentang sesuatu hal yang biasanya telah disepakati akan suatu berbentuk, rasa, imaji apapun, malah akan menjadi abstrak ketika diolah oleh persepsi seorang yang memiliki sinesthesia.

  Menurut Yunita (2014), di Indonesia sendiri, kasus sinesthesia ini sejatinya belum banyak ditemukan sehingga penelitian mengenai kasus kasus sinesthesia ini masih sangat jarang, namun menurut penelitian yang dilakukan Cytowic (2002) di

  Massachusets, Amerika Serikat, bahwa kelainan neuroligist yang disebut sinesthesia ini ada dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya kasus sinesthesia sendiri meskipun belum banyak mendapatkan sorotan lebih di kalangan penduduk Indonesia, namun secara tidak disadari, ternyata kelainan sinesthesia itu ada dan sedang dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut. Besar kemungkinan apabila penelitian ini mendapat perhatian khusus di Indonesia, orang-orang yang mengidap kelainan sinesthesia ini akan mengetahui kelainan sinesthesianya sendiri.

II.4 Jenis – Jenis Sinesthesia Menurut Ferdyansyah (2014) Synesthesia memiliki berbagai macam bentuk.

  Karena merupakan “kombinasi” antara dua (atau lebih) macam indera, Namun, ada beberapa bentuk Synesthesia yang lebih umum a.Grapheme-Color Jenis Ini adalah salah satu bentuk Sinesthesia yang paling umum. Sinesthetis yang mengalami Sinesthesia jenis ini akan mengasosiasikan atau sering melihat huruf- huruf dan angka-angka sebagai warna tertentu. Meski kadang antar sinesthetis ‘melihat’ warna yang berbeda, tetapi penelitian menunjukkan kalau sebagian besar Sinesthetis akan melihat warna yang kebanyakan hampir sama. Misal, huruf “A” rata - rata akan berwarna merah.Jadi,huruf A sampai Z dan angka 0 sampai 9 memiliki warnanya masiing-masing, sekalipun huruf-huruf itu ditulis dengan satu warna, misalnya dengan bolpen hitam. b.Sound-to-Color (Chromesthesia) Sinesthesia jenis ini akan memvisualisasikan suara sebagai sebuah pancaran warna. Suara-suara ini bisa berasal dari suara musik, klakson moainbil, pintu yang dibanting, anjing menggonggong, piring jatuh, dan sebagainya. Warna yang terlihat dari suara-suara ini biasanya berbentuk seperti kembang api yang menyembur, lalu bergerak, lalu memudar seiring menghilangnya suara. c. Number-Form Pemilik Sinesthesia tipe ini akan melihat semacam “peta” angka yang muncul secara otomatis dan tanpa disengaja, kapanpun ketika berpikir tentang angka. Ada yang mengatakan bahwa Synesthesia jenis ini diakibatkan dari “cross-activation” antar area di dalam ‘parietal lobe’ (bagian otak yang terlibat dalam pemahaman numerik dan spasial).

  d. Auditory-Tactile Sinesthesia jenis Ini adalah salah satu bentuk Sinesthesia yang langka dimana para sinesthetis jenis ini akan merasakan bahwa suara-suara tertentu akan memberikan reaksi fisik pada bagian-bagian tubuh. e.Mirror-Touch Sinesthesia jenis ini pun merupakan bentuk sinesthesia yang langka, dimana seseorang akan mengalami sensasi fisik yang sama seperti yang orang lain rasakan. Misalnya, ketika seseorang synesthetis melihat seseorang ditepuk bahunya, maka dia juga akan merasa ditepuk bahunya (secara involunter). Orang- orang dengan Synesthesia jenis ini dikatakan memiliki tingkat empati yang lebih besar dari kebanyakan orang lainnya.

  f. Lexical-Gustatory Bentuk Sinesthesia ini juga sangat langka. Pemilik Sinesthesia tipe ini akan mampu “mengecap” kata-kata. Setiap kata yang mereka dengar akan menimbulkan sensasi rasa yang berbeda, contoh, kata “belajar” menimbulkan rasa pahit atau kata “bermain” menimbulkan rasa Es Krim Magnum Pomegranate.

  Tetapi rasa yang dirasakan terbatas pada rasa yang pernah dirasakan. Dengan kata lain, jika seorang Lexical-Gustatory belum pernah merasakan sate kambing, maka tidak akan ada kata yang rasanya sate kambing. Meskipun tidak semua seperti itu, seperti ditemukan pada seorang sinesthetis, ia sering mengalami pengalaman abstrak yang timbul, meskipun belum pernah mengalami kondisi tersebut, seperti kata “cincau” berasa seperti laba-laba yang dimakan bersama gorengan.

  Dalam uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengidap kelainan sinesthesia memiliki jenis sinesthesianya sendiri. Meskipun pengidap memiliki jenis sinesthesianya sendiri, namun itu tidak berarti bahwa seorang tersebut tidak selalu memiliki satu jenis sinesthesia, namun dalam kasus lain, seorang pengidap sinesthesia bisa memilliki beberapa jenis sinesthesia dalam satu kelainanya. Meskipun hal ini belum dapat dipastikan dengan sangat rinci di dikarenakan penelitian akan kelainan sinesthesia ini, belakangan di indonesia masih belum banyak dilakukan berikut tidak semua orang dapat mendeteksi ke-sinesthesianya itu sendiri bahkan seorang sinesthetis itu pun sendiri.

II.5 Pengertian Sinesthetis

  Sinesthetis ialah seseorang yang mengidap kelainan synesthesia. Menurut pendapat pakar neurologist Richard Cytowic dan Eagleman (2013) bahwa “Sinesthesia “bisa diperoleh” (bukan bakat alami) oleh seseorang yang mengalami

  

temporal lobe epilepsy, cedera kepala, stroke, dan tumor otak”. Ini salah satu hal

  yang menarik dimana seseorang yang memiliki cedera kepala akibat terbentur keras akan memiliki sifat gila yang sekaligus seorang sinesthetis pun seringkali dianggap gila. Hal ini dikarenakan apabila seseorang telah terbentur keras akan memiliki halusinasi seperti melihat warna-warna ataupun merasakan sesuatu yang dimana hal ini menjurus kearah sinesthesia yang menunjukan adanya gangguan secara neurolgist yang memicu adanya pemisah panca indra. Sinesthetis hidup dalam dunia yang lebih beraneka warna dibandingkan orang pada umumnya. Tidak adanya sebagian pemisah persepsi pancaindera itulah, yang diduga memunculkan gambaran ganjil tersebut. Persepsi pancaindera menjadi bercampur aduk, sehingga muncul gambaran, kue yang enak itu rasanya segiempat, atau angka lima itu empuk dan musik rock warnanya merah Para ilmuwan setuju sinesthetis memiliki dasar genetik, karena sering berjalan dalam rantai keluarga. Tapi adanya sebuah gen sinesthesia aktual (atau gen), belum dapat diidentifikasi sebelumnya. Richard Cytowic dan Eagleman (2013) mengemukakan bahwa:

  Seorang novelis terkenal kebangsaan Amerika menyatakan bahwa ketika saat bayi, novelis tersebut sering megatakan bahwa warna yang tertera pada di angka di mainan kubus alfabetnya semuanya tidak seperti yang semua orang katakan namun ibunya membenarkan, itu dikarenakan hal yang dialami ibunya, sama halnya yang dialami oleh ankanya yang sekaligus menandakan bahwa ibu dan anak tersebut adalah seorang sinesthetis. Inilah yang menjelaskan bahwa sinesthesia bisa berjalan dalam unsur dasar genetik suatu keluarga. Selain itu, pengaruh lingkungan bisa membentuk sinesthesia masing-masing orang. Orang- orang dengan pengalaman sinesthesia berjenis Lexical-Gustatory biasanya dirasakan mulai masa kanak-kanak. Dan orang-orang pemusik dengan sinesthesia jenis Sound-Color lebih sering dimiliki oleh yang memiliki pelatihan musik daripada yang tidak memiliki pelatihan musik.

  II.6 Pengertian Persepsi

  Menurut Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Ini menjelaskan bahwa baik disadari maupun tidak, otak melakukan sebuah proses yang dimana ketika suatu rangsangan terjadi, otak merespon suatu rangsangan tersebut menjadi sebuah pemahaman yang disebut dengan persepsi. Persepsi inilah yang kemudian akan membuat suatu tindakan, baik respon melalui fisik maupun verbal.

  II.7 Penelitian Terhadap Kasus Sinesthesia Dikalangan Masayarakat

  Berdasarkan dari latar belakang masalah, objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah kalangan umum. Dikarenakan sinesthesia ialah sebuah kelainan yang masih baru terdengar di masyarakat umum. Berawal dari hal inilah mengapa pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini perlu mendapatkan perhatian, sekalipun kasus terhadap sinesthesia ini belum terangkat ke permukaan, dikarenakan tidak adanya pengetehuan sama sekali terhadap kelainan sinesthesia yang diidap oleh sinesthetis maupun oleh remaja normal pada umumnya. Selain itu, objek yang diteliti, hanya akan dilakukan pada maysarakat di kota bandung untuk membatasi ruang penelitian.

II.7.1 Analisis Kuisioner

  Dalam rangka menganalisis permasalahan yang ada, untuk mengumpulkan informasi dan respon masyarakat terhadap kelainan sinesthesia, cara yang dapat digunakan ialah dengan cara membagikan kuesioner. Kusioner oleh 50 orang RESPONDEN yang antara lain bertujuan untuk menilai respon mereka terhadap sinesthetis, karena dengan begitu, kemungkinan jawaban dari kuisioner akan lebih memunculkan varian yang berbeda, serta waktu yang dihabiskan untuk melakukan kuisioner ini, tidaklah memiliki waktu yang banyak dan panjang. Berdasar pada hasil dari kuisioner yang sudah dilakukan, didapat keterangan sebagai berikut :

  • Sebanyak 15 orang responden menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu sinesthesia, responden menyatakan mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis, kesemuanya memiliki kesimpulan bahwa perbedaan ialah keindahan. Bisa disimpulkan bahwa mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis namun hanya sekedar menerima, selebihnya mereka bersikap apatis terhadap dunia sinesthetis. Mereka menerima kehadiranya hanya ketika seorang sinesthetis bersikap normal saat bersosialisasi bersama mereka.
  • Sebanyak 25 orang menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu sinesthesia, namun menyatakan bahwa sinesthetis ialah sesuatu yang membuat responden penasaran terhadap dunia sinesthetis. Bisa disimpulkan, mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis dan bahkan dapat membuat mereka tertarik terhadap dunia sinesthetis.
  • Sebanyak 9 orang responden menyatakan bahwa respopnden pernah mengetahui apa itu sinesthesia, responden menyatakan bahwa seorang sinesthetis itu memiliki keunikan tersendiri secara kepribadian, namun terkadang dalam kondisi sinesthesianya, responden merasa risih, karena seringkali persepsi yang dilontarkan sinesthetis dalam merespon suatu stimulan ternyata dapat disimpulkan bahwa sinesthetis menjurus ke arah gila atau mungkin dalam kasus yang lebih ringan, hiperaktif. Sehingga
dalam kasus ini, responden secara tidak langsung menyatakan bahwa ia memiliki masalah dengan persepsi yang diutarakan sinesthetis ketika mereka dihadapkan dengan seorang sinesthetis.