PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica ganatum) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR

HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

NOVARINA RATNANINGTYAS G0007114

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin

pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel

NOVARINA RATNANINGTYAS: G0007114: Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 29 Desember 2010

Pembimbing Utama Nama :Isna Qodriyati, dr.,M.Kes.

NIP : 19670130 199603 2 001 ... Pembimbing Pendamping

Nama : Arif Suryawan, dr.

NIP : 19580327 198601 1 001 ... Penguji Utama

Nama : Enny Ratna S., drg.

NIP : 19521103 198003 2 001 ... Anggota Penguji

Nama : Sutarmiadji D.P., Drs. ,M.Kes.

NIP : 19511211 198602 1 001 ...

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah,dr., M.Kes Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr.,M.S. NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19481107 197310 1 003


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN  

 

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 29 Desember 2010

Novarina Ratnaningtyas NIM : G0007114


(4)

iv ABSTRAK

Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak

Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan

Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar

Gelombang Elektromagnetik Ponsel.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik post uji

only goup design. Hewan uji yang digunakan adalah 32 ekor tikus putih jantan

yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan : (1) Kelompok kontrol; (2) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel; (3) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan dan (4) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama dan sesudah pemaparan. Penelitian ini berjalan selama 41 hari dan berakhir dengan pengambilan darah melalui sinus orbitalis tikus putih jantan. Sampel darah kemudian diberi EDTA, lalu dihitung jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin di Laboratorium PK FK UNS, Surakarta. Data yang diperoleh diolah secara statistik diuji dengan uji t tidak berpasangan menggunakan SPSS for

Windows release 16.0. Signifikansi yang digunakan adalah p<0,05.

Hasil Penelitian: Jumlah eritrosit pada kelompok perlakuan (1)

695,38±38,311;(2)627,00±42,393; (3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035.Kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489; (3) 11,857 ± 0,378;(4) 11,914 ± 0,598. Analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil yang signifikan antara kelompok (1) dan (2), tetapi tidak signifikan antara kelompok lain.

Simpulan Penelitian: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan (p>0,05).

Kata kunci: Gelombang elektromagnetik ponsel, kulit buah delima merah,


(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. The Effect of Red Pomeganate

(Punica ganatum) Peel Extract with Erythrocyte Count and Hemoglobin

Level Rats Exposed to Mobile Phone Electromagnetic Radiation.

Objective: To examine the effect of red pomeganate (Punica ganatum) peel extract with erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation.

Methode: This study was a laboratory experimental post test only control goup design. The subjects used were 32 male rats divided into 4 goups: (1) Control goup; (2) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup; (3) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre and during exposed; (4) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre, during, and post exposed. After 41 days, blood was collected in clean tube with EDTA from orbitalis sinus rats. Blood used for erythrocyte count and hemoglobin level in Patology Clinic Laboratory, Faculty of Medicine Sebelas Maret University. The data obtained were statistic analyzed by independent t test using SPSS Progamme for Microsoft Windows release 16.0. Significance was set at p<0,05.

Result: Erythrocyte count of goup (1) 695,38±38,311;(2)627,00±42,393;

(3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035. Hemoglobin level of goup (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489;(3) 11,857 ± 0,378; (4) 11,914 ± 0,598. Statistical analyses with independent t test showed that the result was significance between goup (1) an (2), but not significance for the other goup.

Conclusion: The experiment result showed that red pomeganat peel extract can increase the erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation but statistically insignificance (p>0,05).

Keyword: Mobile phone electromagnetic radiation, red pomeganate peel,


(6)

vi PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr.H. A.A Subijanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Isna Qodriyati, dr.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan bagi penulis.

4. Arif Suryawan, dr., selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Enny Ratna S., drg., selaku Penguji Utama yang telah memberikan

masukan dan saran dalam melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Sutarmiadji D.P., Drs., M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan naskah skripsi ini.

7. Seluruh Staf Laboratorium Fisika, Biokimia dan PK Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu proses penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, 29 Desember 2010


(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel ………... 5

2. Sel Darah Merah (Eritrosit)………... 7

3. Hemoglobin ……….. 10

4. Kulit Buah Delima Merah………. 12

5. Tikus Putih ………... 18

6. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan Hemoglobin……….. 21

7. Hubungan Gelombang Elektromagnetik Ponsel dengan Mekanisme Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah…. 22 B. Kerangka Pemikiran ………. 23

C. Hipotesis ………... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 24


(8)

viii

C. Subyek Penelitian... 24

D. Teknik Sampling... 24

E. Rancangan Penelitian... 26

F. Identifikasi Variabel Penelitian... 27

G. Definisi Operasional Variabel... 27

H. Alat dan Bahan Penelitian... 30

I. Cara Kerja... 31

J. Teknik Analisis Data... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian... 38

B. Analisis Data... 40

BAB V PEMBAHASAN... 48

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA... .. 56


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi……… 6

Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah………... ……… 14

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)………... 19

Tabel 4. Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok………... 38

Tabel 5. Rerata Kadar Hemoglobin dari Setiap Kelompok……… 39

Tabel 6. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok………...………….. 41

Tabel 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1……… 41

Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2……… 41

Tabel 9. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3………... 42

Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2………... 42

Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3………... 43

Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji tTidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3………. 43

Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok………... 44

Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin pada Kelompok K dan P1………. 44

Tabel 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P2..………... 45


(10)

x

Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P3.………... 45

Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P2………... 46

Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P3………... 46

Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P2 dan P3………. 47

             


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit……….. 9

Gambar 2. Struktur Hemoglobin……… 11

Gambar 3. Buah Delima Merah ….………... 13

Gambar 4.Ellagic Acid……….. 15

Gambar 5.Punicalagin……… 16

Gambar 6. Rancangan Penelitian……… 26

Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit……….. 39


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok…… 61 Lampiran 2. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok 62 Lampiran 3. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok K dan P1……… 63 Lampiran 4. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok K dan P2……… 64 Lampiran 5. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok K dan P3……… 65 Lampiran 6. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok P1 dan P2………... 66 Lampiran 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok P1 dan P3……….. 67 Lampiran 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah

Eritrosit Kelompok P2 dan P3……….. 68 Lampiran 9. Hasil Pengukuran Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok.... 69 Lampiran 10. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap

Kelompok……….. 70 Lampiran 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P1……… 71 Lampiran 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P2……… 72 Lampiran 13. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P3……… 73 Lampiran 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P1 dan P2………... 74 Lampiran 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar


(13)

commit to user

xiii

Lampiran 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok P2 dan P3……… 76

Lampiran 17. Surat Keterangan Kelaikan Etik... 77 Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian………... 78


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi komunikasi telah banyak membantu memenuhi kebutuhan manusia. Ponsel sebagai bagian dari kemajuan teknologi menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai medianya sehingga praktis dan bisa digunakan di manapun (Mahardika, 2009). Potensi radiasi ponsel tersebut semakin besar, mengingat penggunaan ponsel telah demikian luas di masyarakat. Paling tidak ke depan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta jiwa, sudah 25 juta pelanggan yang menggunakan ponsel (Swamardika, 2009).

Efek gelombang elektromagnetik tergantung jenis, frekuensi, energi dan durasi paparan (Balmori, 2005). Energi yang ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik ponsel, secara kuantitas relatif kecil namun bila jarak antara ponsel dengan kepala diperhitungkan maka dampak radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan begitu saja. Hal ini disebabkan intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin dekat dengan sumber radiasi (ponsel) akan makin besar radiasi yang diterima (Wardhana, 2000).


(15)

commit to user

 

Pada penelitian yang menggunakan pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus), didapatkan penurunan sistem antioksidan yang ditunjukkan dengan peningkatan stres oksidatif pada hati dan otak (Achudume dkk, 2009). Penelitian yang dilakukan Devrim (2002) memperoleh hasil gelombang elektromagnetik ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada eritrosit, hati, jantung, dan ovarium tikus putih (Rattus norvegicus) dan vitamin C sebagai antioksidan, terbukti dapat melindunginya stres oksidatif. Menurut Yurekli dkk (2006), radiasi mempuyai efek terhadap struktur dan fungsi sel terutama sel yang mempunyai membran lipid.

Eritrosit memiliki struktur membran yang salah satu komposisinya adalah lipid. Komponen di dalamnya, yakni hemoglobin mempuyai fungsi penting untuk membawa oksigen ke jaringan. Perubahan struktur dan fungsi membran sel pada eritrosit dapat menyebabkan hal yang mengganggu bahkan membahayakan (Muray dkk, 2003).

Antioksidan sangat penting untuk menjaga kerusakan sel yang disebabkan oleh stres oksidatif. Untuk memperlambat proses oksidasi, diperlukan penambahan antioksidan dari luar tubuh. Berdasarkan jenisnya, antioksidan ada yang berbentuk sintetik, yaitu diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, dan ada yang alami, yaitu hasil ekstraksi bahan alami. Beberapa contoh antioksidan sintetik antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil

Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG), Tert-Butil Hidrokuinon (TBHQ),


(16)

diketahui dapat meningkatkan terjadinya kanker sehingga penggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan. Antioksidan alami adalah antioksidan yang terdapat dalam makanan, seperti sayuran, buah, atau susu sapi (Amarowicz dkk, 2000). Salah satu sumber antioksidan alami adalah Delima Merah (Amalia dan Balittro, 2009).

Bagian pohon Delima Merah seperti buah, kulit, dan akarnya mempunyai rasa yang sepat. Rasa yang sepat ini merupakan tanda bahwa di dalam bagian tanaman tersebut mengandung senyawa polifenol (Wiryowidagdo, 2007). Kandungan polifenol pada ekstrak kulit buah Delima Merah yang berfungsi sebagai antioksidan mencapai 26% dari seluruh kandungan kimia yang terdapat di dalamnya (Ferlina, 2009). Namun manfaat kulit buah Delima Merah kurang banyak diketahui oleh masyarakat sehingga penggunaan kulit Delima Merah masih minimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus

norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

B. Perumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih


(17)

commit to user

 

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan

kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar

gelombang elektromagnetik ponsel.

D. Manfaat Penelitian 1.Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh pemberian kulit buah Delima Merah (Punica

ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus

putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya

2.Manfaat aplikatif

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan buah Delima Merah (Punica ganatum) sebagai antioksidan.


(18)

5 BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terbentuk dari medan magnetik dan medan listrik. Kedua medan ini bergetar dalam arah yang saling tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik pembentuk gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal, yang arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya (Mahardika, 2005).

Berdasarkan kemampuannya dalam membentuk ion, radiasi gelombang elektromagnetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi tersebut akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Termasuk dalam kelompok radiasi pengion adalah sinar-x dan sinar gamma. Sedangkan radiasi non pengion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media


(19)

commit to user

tersebut. Contoh gelombang elektromagnetik nonpengion antara lain sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro

(microwave) dan gelombang radio (Alatas dan Lusiyanti, 2003).

Gelombang elektromagnetik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensinya. Berikut ini adalah spektrum gelombang elektromagnetik jika dilihat dari frekuensinya (Mahardika, 2005).

Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi

Spektrum Frekuensi

Sinar gamma 1019 – 1025 Hz

Sinar-x 1016 – 1020 Hz

Sinar ultraviolet 1015 – 1018 Hz

Sinar tampak 4 x 1014 – 7,5 x 1014 Hz

Sinar infra merah 1011 – 1014 Hz

Gelombang mikro 108 – 1012 Hz (102-106 MHz)

Gelombang radio 104 – 108 Hz

Secara umum sistem yang digunakan telepon seluler terbagi menjadi dua yaitu Global Sytem for Mobile Telecommunication (GSM), yang menggunakan frekuensi 800 MHz = 8 x 108 Hz , 900 MHz = 9 x 108 Hz

dan 1800 MHz = 1,8 x 109 Hz, dan Code Division Multiple Acces

(CDMA), yang menggunakan frekuensi 450 MHz = 4,5 x 108 Hz, 800

MHz = 8 x 108 Hz dan 1900 MHz =1,9 x 109 Hz (Mahardika, 2005). Berdasarkan kemampuanya dalam membentuk ion, gelombang elektromagnetik ponsel termasuk dalam kelompok gelombang elektromagnetik nonpengion. Berdasarkan rentangan frekuensi,


(20)

gelombang yang digunakan oleh ponsel berada pada spektrum gelombang mikro (Mahardika, 2005).

2. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan 2,5 mikrometer diukur dari bagian yang paling tebal, dan di tengahnya mempunyai tebal 1 mikrometer atau kurang (Guyton dan Hall, 2007).

Proses pembentukan eritrosit (eritropoesis) bersifat sangat aktif. Sekitar 2,5 juta eritrosit diproduksi setiap detiknya. Faktor utama yang dapat merangsang produksi eritrosit adalah hormon eritropoetin yang disekresi oleh ginjal terutama pada saat kadar O2 dalam darah menurun

(Fox, 2002).

Sel pertama yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian pembetukan sel darah merah adalah proeritroblas. Proeritroblas adalah sel yang terbesar dari rangkaian pembentukan sel darah merah, dengan diameter sekitar 15-20 µm, inti mempunyai pola kromatin yang seragam, dan satu atau dua anak inti yang mencolok. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma proeritroblas bersifat basofilik sedang (berwarna biru muda). Proeritroblas kemudian menjadi eritroblas basofil. Eritroblas basofil agak lebih kecil dari pada proeritroblas dan diameternya rata-rata 10µm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti biasanya tidak jelas. Setelah pewarnaan Leishman atau


(21)

commit to user

 

Giemsa, sitoplasma eritroblas basofil bersifat basofilik (berwarna biru tua). Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah ribosom bebas dan polirobosom. Pada stadium eritroblas basofil mulai disentesis hemoglobin di mitokondria (Guyton dan Hall, 2007).

Eritroblas basofil membelah berkali-kali secara mitosis dan menghasilkan eritroblas polikromatofil. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma eritroblas polikromatofil warnanya berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-abu. Jadi mereka adalah polikromatofil. Inti eritroblas polikromatofil mempunyai jala kromatin lebih padat dari pada eritroblas basofil, dan selnya lebih kecil.. Eritroblas polikromatofil membelah beberapa kali secara mitosis. Sifat basofil sitoplasma berkurang dan jumlah hemoglobin bertambah sampai mencapai suatu jumlah sehingga sitoplasmanya terpulas kurang lebih merah seperti eritrosit dewasa. Sel-sel yang menunjukkan derajat asidofil yang demikian disebut normoblas (Guyton dan Hall, 2007).

Normoblas lebih kecil dari pada eritroblas polikromatofil dan mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofag-makrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang. Normoblas kemudian menjadi retikulosit. Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam eritrosit manusia sekitar 1%. Retikulosit


(22)

berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Seperti eritrosit, retikulosit tidak memiliki inti sel (nukelus). Sel ini disebut retikulosit karena memiliki jaringan seperti retikuler pada ribosom RNA. Retikuler ini hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan tertentu seperti perwarnaa supravital dengan metilen biru baru (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit

Jumlah eritrosit normal pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada wanita 4,2-5,4 juta/mm3. Eritrosit memiliki struktur yang lebih sederhana dibandingkan dengan sel manusia yang lain. Walaupun tidak mempunyai inti, lisosom (apparatus golgi) dan mitokondria, eritrosit mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang sanggup mensintesis ATP dari proses glikolisis (Muray dkk, 2003).


(23)

commit to user

 

Eritrosit dibungkus oleh membran dengan permeabilitas yang selektif dan berfungsi sebagai sawar untuk mempertahankan perbedaan komposisi antara bagian dalam dan bagian luar. Perubahan nyata pada struktur membran dapat mempengaruhi keseimbangan air serta aliran ion, dan demikian pula segala proses di dalamnya (Muray dkk, 2003).

Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak. Membran eritrosit dapat ditembus air dan mudah dilalui ion H+, OH-, NH4, PO42-, HCO3-, glukosa, asam amino,

urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik dan protein plasma (Indera dkk,2006). Enzim-enzim dalam eritrosit berfungsi mempertahankan kelenturan membran sel, mempertahankan transport ion melalui membran, menjaga besi hemoglobin agar tetap dalam bentuk fero, dan mencegah oksidasi protein di dalam eritrosit (Guyton dan Hall, 2007). NADPH, yang diproduksi dalam reaksi yang dikatalis oleh enzim glikosa 6-fosfat dehidrogenase, memainkan peran penting dalam memasok ekuivalen pereduksi di dalam eritrosit (Muray dkk, 2003).

3.Hemoglobin

Sintesis hemoglobin terjadi di mitokondria dalam stadium eritroblas

basofil (Guyton dan Hall, 2007). Proses pembentukan hemoglobin


(24)

berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin (Guyton dan Hall, 2007). Dalam tiap molekul hemoglobin terkandung 4 Fe. Salah satu fungsi hemoglobin yaitu mengangkut oksigen. Hemoglobin membawa 20 ml oksigen dalam setiap 100 ml darah (Ganong, 2002).

Proses penguraian hemoglobin sangat kompleks. Hemoglobin yang dilepaskan saat eritrosit lisis, akan difagosit oleh sel-sel makrofag dalam tubuh, terutama oleh sel-sel Kuplffer hati, makrofag limpa, dan makrofag sumsum tulang. Makrofag melepaskan besi dari hemoglobin untuk pembentukan eritrosit yang baru, sedangkan bagian purpirin akan menjadi pigmen empedu bilirubin(Guyton dan Hall, 2007).


(25)

commit to user

 

4.Kulit Buah Delima Merah

Delima Merah atau Punica ganatum adalah salah satu pohon kecil atau semak belukar, termasuk dalam keluarga Punicaceae. Pohon ditemukan tumbuh liar di Arabia, Afghanistan dan Pakistan. Berbagai bagian pohon Delima Merah bermanfaat untuk kesehatan manusia (Wiryowidagdo, 2007).

a. Taksonomi buah Delima Merah menurut Yuniarti (2008).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Klasis : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Familia : Punicaceae

Genus : Punica

Spesies : Punica ganatum L

Varietas yang dipakai dalam penelitian adalah Delima Merah

b. Nama lokal

Delima mempunyai nama berbeda di beberapa daerah di Indonesia, antara lain disebut delima oleh Melayu di Sumatera, glima (Aceh), glineu mekah (Gayo), dalimo (Batak), gangsalan (Jawa), dalima (Sunda), dhalima (Madura), jeliman (Sasak), talima (Bima), dila dae lok (Roti), lele kase dan rumu (Timor), dan sedang di daerah Kisar disebut dilimene (Yuniarti, 2008).


(26)

c. Morfologi

Pohon Delima Merah berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-5 m. Batang berkayu, percabangan banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, berwarna cokelat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun bentuknya lonjong sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan mengilap, panjang 1-9 cm, lebar 0,5-2,5 cm, warnanya hijau (Dalimartha, 2007).

Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar dari ujung ranting atau ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih atau ungu. Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni bentuknya bulat dengan diameter 5-12 cm, warna kulitnya beragam seperti hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan atau ungu kehitaman. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu atau putih (Dalimartha, 2007).


(27)

commit to user

d. Kandungan kimia kulit buah Delima Merah

Kulit buah Delima Merah mengandung alkaloid pelletierene, ganatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat dan pati. (Dalimartha, 2007). Selain itu terdapat kandungan seperti beta-sitosterol, casuarin, casuarinin, D-mannitol, ellagic acid, ellagitanin, friedelin, isopelletierine,

methyl-isopelletierine, methyl-pelletierine, psuedopelletierine,

punicacorteins, dan punigluconin (Duke, 2010).

e. Efek farmakologis kulit buah Delima Merah

Masyarakat sudah banyak menggunakan kulit buah Delima Merah untuk sakit perut karena cacing, buang air besar yang mengandung darah dan lendir (disentri amoeba), diare kronis, perdarahan (wasir berdarah, muntah darah, batuk darah, perdarahan rahim, perdarahan rektum), prolaps rektum, radang tenggorok, radang telinga, keputihan, dan nyeri lambung (Dalimartha, 2007).

Menurut Duke (2010) kandungan kulit buah Delima Merah yang mempunyai efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah

Delima Merah

Kandungan Kimia Efek Farmakologis

pelletierene Antihelmintes

ganatin Antihepatotoksik

betulic acid Anthelmintes, antibakterial, antikanker,


(28)

Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah (lanjutan)

Kandungan Kimia Efek Farmakologis

ursolic acid Analgesik, antialzeimer, antiarthritis,

antibakterial, antikanker, antihelmintes, antimalaria, antiinflamasi

elligatanin Antialergik

beta-sitosterol Antibakterial, antikanker, antiinflamasi

antigonadotropik,

ellagic acid Ankanker, antianafilaksis, antikatarak,

antiinflamasi, antiseptik, antiviral, antioksidan

punicalagin Antioksidan

Antioksidan ellagic acid dan punicalagin termasuk senyawa polifenol (Carballo dkk, 2009). Ellagic acid berdasarkan IUPAC

(International Union of Pure and Apllied Chemistry) mempunyai

nama 2,3,7,8-Tetrahydroxy-chromeno

[5,4,3-cde]chromene-5,10-dione. (Ardhi, 2010).


(29)

commit to user

 

Senyawa polifenol lain yang adalah punicalagin. Punicalagin

mempunyai nama IUPAC

2,3-(S)-hexahydroxydiphenoyl-4,6-(S,S)-gallagyl-D-glucose (Shaanxi, 2000).

Gambar 5. Punicalagin (Thomas, 2009)

Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Sifat antioksidan polifenol 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas (Khomsan, 2010).


(30)

Bila terjadi reaksi oksidasi pada membran eritrosit di mana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas (OH-) maka tanpa adanya kehadiran antioksidan, radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas yang lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan.

Tanpa adanya antioksidan

Reaktan → Produk + OH-

OH- + (DNA,protein, lipid) →Produk + Radikal bebas yang lain Radikal bebas yang lain akan memulai reaksi yang sama dengan molekul yang ada di sekitarnya.

Berbeda halnya bila terdapat antioksidan. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya. Reaksi radikal bebas dengan molekul sel tubuhpun berhenti sampai di sini.

Dengan adanya antioksidan

Reaktan → Produk + OH- OH-+ H+ →Produk yang stabil

Senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan sifat radikalnya (Bravo, 1998).


(31)

commit to user

 

5.Tikus Putih

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu spesies tikus yang dijumpai di perkotaan dan digunakan sebagai hewan percobaan (Abel, 2008).

a. Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Sugiyanto

(1995)

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

b. Morfologi tikus putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar mempunyai ciri kepala lebar, telinga panjang, dan mempunyai ekor yang panjangnya tidak melebihi panjang tubuhnya, berbulu putih, mata berwarna merah, moncong tumpul, telinga dan mata kecil. Tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar memiliki sifat pemalu, gugup jika ada


(32)

menyukai daging dan kacang, ahli berenang, bisa memanjat namun tidak ahli (Sugiyanto, 1995).

c. Sifat biologi tikus putih (Rattus norvegicus)

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988)

Sifat Biologis Tikus Putih Keterangan

Berat badan

Kelahiran 5-6 g

Menyapih 30-55 g

Pubertas 150-200 g

Usia12 minggu (jantan) 200-400 g

Dewasa (jantan) 300-800 g

Perkembangan

Mantel bulu 9 hari

Gigi seri muncul 8-10 hari

Geraham pertama muncul 19 hari

Turunya testis 15-50 hari

Pubertas (jantan) 39-47 hari

Fisiologi

Suhu rektal 38-39 º C

Denyut jantung 320-480 bpm

Tekanan darah sistolik 75-120 mm Hg

Tekanan darah diastolik 60-90 mm Hg

Respiratory rate 85-110 napas / menit

Konsumsi makanan

Makanan 5 g/100 g BB

Minuman 8-11 ml/100 g BB

Urine out put perhari 5,5 ml/100g BB

Darah

Volume darah 5,6-7,1 ml/100 g BB

Volume plasma 3,08-3,67 ml/100 g BB

Jumlah eritrosit 7-10 x 106 eritrosit/mm3


(33)

commit to user

 

Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988) (lanjutan)

Sifat Biologis Tikus Putih Keterangan

Leukosit total 9 (6-18) x 103/mm3

Neutrofil 14-20%

Limfosit 69-86%

Monosit 1-6%

Eosinofil 1-4%

Basofil Langka

Trombosit 500-1,000 x 103/mm3

d. Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit (Mus musculus) dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988).

Tikus putih jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988).

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya


(34)

siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995).

6.Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan

Hemoglobin

Menurut penelitian Achudume (2009), gelombang elektromagnetik ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada hati dan otak tikus putih (Rattus norvegicus). Sedangkan menurut penelitian Devrim (2002), radiasi gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih selama 40 menit perhari selama 28 hari didapatkan peningkatan stes oksidatif yang ditandai dengan adanya peroksidasi lipid eritrosit.

Indera dkk (2006) mengemukakan bahwa peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis dan menyebabkan hemoglobin terbebas. Destruksi hemoglobin akan menghasilkan heme dan globin, sehingga hemoglobin yang terbebas tidak dapat diukur atau kadar hemoglobin dalam darah menjadi rendah.


(35)

commit to user

 

7.Hubungan Gelombang Elektomagnetik Ponsel dengan Mekanisme

Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah

Telah diketahui bahwa gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Dalam proses peroksidasi lipid, akan terbentuk radikal bebas hidroksil (OH-) (Yasoubi dkk, 2007). Radikal hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal hidroksil tersebut dapat bereaksi dengan hampir semua substrat biologik (Gitawati, 1995).

Antioksidan yang paling banyak terdapat di buah Delima Merah adalah polifenol (Amalia dan Balittro, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Toklu dkk (2009) membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima Merah yang diekstrak dengan methanol mengandung antioksidan polifenol yang dapat menurunkan stes oksidatif pada ilueum tikus putih (Rattus norvegicus).

Senyawa polifenol mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas hidroksil. Dalam hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Dengan demikian reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga kerusakan sel darah merah akibat stres oksidatif dapat dicegah (Winarsi, 2007).


(36)

B. Kerangka Pemikiran

 

Keterangan : : memacu : menghambat

C. HIPOTESIS

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah

(Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus

(Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.

Hemolisis eritrosit

Fragilitas membran eritrosit meningkat Peroksidasi lipid

b i i

Stres oksidatif pada membran eritrosit

Paparan gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus)

Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin menurun

Kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) Hormonal

Stress

Genetik

Makanan, minuman Jenis kelamin, jenis ponsel


(37)

commit to user

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik (Arief, 2004).

B. Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan umur kurang lebih 2 bulan jenis kelamin jantan dan berat ± 200 gam.

D. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan metode

purposive sampling, yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi. Sedangkan pengelompokan sampel dilakukan dengan teknik simple

random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu

kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran sampel


(38)

yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004).

Sampel akan dibagi menjadi empat kelompok. Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer. Penelitian ini membagi sampel menjadi 4 kelompok sehingga t=4.

(n-1)(t-1) > 15

(n-1)(4-1) > 15

3n > 18

n > 6 (Federer, 1974)

Keterangan:

n = jumlah sampel tiap kelompok t = jumlah kelompok

Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 6 ekor tikus putih untuk setiap kelompok percobaan. Peneliti memakai 8 tikus dalam tiap kelompok percobaan. Sehingga besar sampel yang digunakan adalah 32 ekor tikus.


(39)

commit to user

 

E. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan ThePost Uji Only Control Goup

Design (Arief, 2004).

Gambar 6. Rancangan Penelitian Keterangan:

K = Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel.

P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi.

P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah

peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.

HK = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok kontrol.

HP1= Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan I.

HP2= Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan II.

Sampel tikus 32 K P1 P2 HK HP2 HP1 Bandingkan dengan uji statistik


(40)

HP3 = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan III.

F. Idetifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum). 2. Variabel terikat : jumah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih

(Rattus norvegicus). 3. Variabel luar

a.Variabel luar terkendali : genetik, makanan, minuman, jenis kelamin, jenis ponsel.

b.Variabel luar tak terkendali : hormonal, stres saat perlakuan.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah

Ekstrak kulit buah Delima Merah dibuat dengan ekstraksi ethanol dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari mengacu pada penelitian Toklu dkk (2009). Tikus putih (Rattus norvegicus) pada kelompok perlakuan II diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Pemberian dengan dosis yang sama pada kelompok perlakuan III diberikan pada tikus putih sebelum, selama, dan sesudah pemaparan. Tikus putih pada kelompok perlakuan I dan kontrol tidak diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah. Skala yang digunakan adalah nominal (Arief, 2004).


(41)

commit to user

 

2. Variabel terikat

a. Perhitungan jumlah eritrosit tikus putih (Rattus norvegicus)

Perhitungan eritrosit dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml. Jumlah eritrosit dihitung dalam 5 kotak sedang

kamar hitung Improved Neubeur. Jumlah eritrosit yang didapat

kemudian dikalikan 10.000. Satuan yang digunakan adalah jumlah eritrosit dalam 1 mm3 (Gandasoebrata, 2001). Jumlah eritrosit normal tikus putih 7-10 x 106 eritrosit/ mm3 (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio (Arief, 2004).

b. Perhitungan kadar hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml. Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode Sahli. Satuan yang digunakan adalah g/dl (Gandasoebrata, 2001). Kadar hemoglobin normal tikus putih 11-19 g/dl (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988) .Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio (Arief, 2004).


(42)

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali 1) Genetik

Faktor genetik seperti adanya sel benih hematopoietik yang mengalami proliferasi (pada polisitemia), pembentukan eritrosit dalam kuantitas atau kualitas yang rendah (anemia) menentukan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara menggunakan tikus dari strain yang sama, yakni strain Wistar sehingga sampel bersifat homogen.

2) Makanan dan Minuman

Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara pemberian makanan pada kelompok perlakuan dibuat sama jenisnya, yaitu makanan buatan pellet BR2. Pemberian makanan buatan pellet BR2 dan air minum pada perlakuan disebut sebagai diet standar. 3) Jenis kelamin

Jumlah eritrosit pada pria dan wanita berbeda. Oleh karena itu peneliti menggunakan sampel tikus putih (Rattus norvegicus) yang berjenis kelamin jantan.

4) Jenis Ponsel

Jenis ponsel mempengaruhi jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Penelitian ini menggunakan jenis ponsel yang sama.


(43)

commit to user

 

b. Variabel luar tak terkendali 1) Hormonal

Hormon tiroksin, hormon pertumbuhan, epinefrin dan kortisol meningkatkan eritropoesis sehingga dapat meningkatkan jumah eritrosit. Hormon-hormon ini disekresi dalam tubuh dapat berfluktuasi dalam keadaan tertentu misalnya dalam keadaan sakit, stres dan hipoksia. Faktor ini tidak dapat dikendalikan. 2) Stres

Stres tidak mungkin dapat dihindari pada tikus yang mendapat perlakuan. Faktor ini tidak dapat dikendalikan.

H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

a. Kandang tikus berbentuk kontak ( 60 x 30 x 30 cm) dilengkapi tempat makan dan minum.

b. Timbangan dan wadah untuk menimbang berat badan tikus c. Ponsel

d. Tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml

e. Tabung reaksi untuk menampung sampel darah f. Rak tabung reaksi

g. Pipet air h. Mikroskop


(44)

i. Hemositometer : bilik hitung Improved Neuber dan pipet darah eritrosit j. Satu set haemometer Sahli

k. Sonde lambung

2. Bahan

a. Makanan dan minuman hewan percobaan (pellet BR2 dan air PAM) b. Ekstrak kulit buah Delima Merah

c. EDTA

d. Larutan Hayem untuk meghitung jumlah eritrosit e. HCl 0,1 N

f. Aquades

I. Cara kerja

1. Persiapan Percobaan

a. Sampel

Sampel yang sudah diperoleh dengan metode purposivesampling yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 7 hari dan dilakukan pengelompokkan dengan teknik simple random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran


(45)

commit to user

 

sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004). Sampel dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok 8 ekor. Pada hari I dilakukan penimbangan dan penandaan.

b. Ekstrak Kulit Buah Delima Merah

Ekstraksi kulit buah Delima Merah dilakukan di LPPT UGM dengan menggunakan metode ekstraksi ethanol dengan cara maserasi. Kulit buah Delima Merah halus dimasukkan ke dalam sebuah bejana kemudian menambahkan ethanol 90% ditutup rapat dan dibiarkan selama 3 hari, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk sesekali setiap hari. Ekstrak ethanol cair sampel tersebut dipekatkan

menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat

ethanol (Darmawan, 2004). Bentuk akhir ekstrak kulit buah Delima Merah adalah pasta atau semisolid. Dosis yang diberikan sebesar 50mg/Kg BB tikus /hari (Toklu dkk, 2009). Bila setiap tikus mempunyai berat 200 gam, maka :

mg 10 BB gram 200 x BB g 1000 mg 50 tikus ekor 1

Dosis = =

Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/100g BB tikus (Ngatijan, 1991), disarankan takaran pemberian tidak melebihi setengah kali volume maksimalnya. Oleh


(46)

karena itu dilakukan pengenceran ekstrak, dengan rincian 1 gam ekstrak dilarutkan dalam 100 ml .

tan laru ml 100 ekstrak mg 1000 tan laru ml 100 ekstrak g 1 ekstrak n

Pengencera = =

= 10 mg ekstrak dalam 1 ml larutan

Bila dosis tiap tikus adalah 10 mg maka volume ekstrak yang diberikan adalah 1 ml tiap tikus.

c. Ponsel

Ponsel diletakkan di dalam kandang tikus. Setiap kelompok satu ponsel. Ponsel ditelepon selama 4 jam/hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari pada kelompok P1, P2, dan P3.

d. Kandang Pemaparan

Hewan coba ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu

dengan luas 3600 cm2 (60 x 30 x 30 cm). Setiap kandang dapat

menampung setiap kelompok (8 ekor hewan coba).

2. Pelaksanaan Percobaan

Pada minggu I, keempat kelompok perlakuan diberi pellet BR2 dan air PAM agar semua tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada minggu II, mulai diberikan perlakuan yang berbeda pada masing-masing


(47)

commit to user

 

kelompok. Sebelumnya masing-masing tikus ditimbang untuk menentukan dosis perlakuan.

Pada minggu II, kelompok P1 dipapar gelombang elektromagnetik yang berasal dari ponsel selama 4 jam setiap hari selama 14 hari. Kelompok P2 dan P3 diberi ekstrak buah Delima Merah terlebih dahulu selama 10 hari, kemudian pada hari ke sebelas dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan ekstrak buah Delima Merah tetap diteruskan. Setelah pemaparan, pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah pada kelompok P2 dihentikan sedangkan pada kelompok P3 pemberian ekstrak buah Delima Merah masih diteruskan sampai 10 hari setelah pemaparan.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan jumlah eritrosit dengan hemositometer dan pembacaan kadar hemoglobin darah dengan metode Sahli dari sampel darah.

a. Perhitungan jumlah eritrosit menurut Gandasoebrata (2001). 1) Menghisap darah dengan pipet darah eritrosit sampai tanda 0,5. 2) Dengan pipet darah yang sama, cairan Hayem dihisap sampai tanda

101.

3) Menggerak-gerakkan pipet darah eritrost tegak lurus dengan sumbu pipet untuk mencampur darah dengan larutan Hayem.

4) Membuang beberapa tetes cairan darah yang telah diencerkan


(48)

5) Meneteskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung

neubauer yang sudah ada kaca penutupnya.

6) Melihat di bawah mikroskop pada kotak eritrosit mula-mula

dengan pembesaran lemah, kemudian dengan pembesaran kuat. 7) Memastikan larutan tidak masuk (luber) ke kanal hemositometer

atau terbentuk gelembung udara di bawah kaca penutupnya.

8) Menghitung jumlah eritrosit dalam 5 kotak sedang dalam bilik

hitung Improved Neuber. Darah dihisap sampai tanda 0,5

diteruskan penghisapan larutan Hayem sampai tanda 101 berarti terjadi pengenceran 200 kali. Berarti eritrosit yang didapat hanya 1/100 dari jumlah yang sebenarnya.

Luas 1 kotak sedang = 1/5 x 1/5 mm2

Luas 5 kotak sedang = 5 x 1/5 x 1/5= 5/25= 1/5 mm2 Tinggi kamar hitung = 0,1 mm2

Volume 5 kotak sedang= 1/5 mm x 0,1 mm =1/50 mm3

Bila dalam 5 kotak sedang didapatkan n eritrosit, berarti dalam 1/50 mm3= 200 n (pengenceran 200 kali). Dapat dikatakan bahwa dalam 1 mm3= 10.000 n eritrosit.

b. Perhitungan kadar hemoglobin dengan metode Sahli menurut

Gandasoebrata (2001).

1) Mengisi ke dalam tabung pengukur haemometer dengan HCl 0,1 N sampai angka 2.


(49)

commit to user

 

2) Menghisap darah dengan pipet penghisap haemometer sampai tepat pada garis 0,02 ml.

3) Darah yang tercecer pada ujung pipet diserap dengan kertas tisue.

4) Meniupkan darah ke dalam tabung pengukur haemometer yang

telah diisi HCl 0,1 N.

5) Mencampurkan larutan tersebut dengan batang pengaduk supaya

darah dan HCl 0,1 N bereaksi. 6) Membiarkan selama 3 menit.

7) Meneteskan aquades dengan pipet air dan mengaduk pelan-pelan dengan batang pengaduk sampai warna coklat sama dengan warna standart di sebelah kiri dan kanan tabung pengukur.

8) Membaca tinggi permukaan cairan dalam tabung pengukur dalam

g/dl.

J. Teknik Analisis Statistik

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada kelompok yang tidak berpasangan dengan data berupa data numerik maka dilakukan uji t tidak berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk untuk mengetahui distribusi data. Data yang diperoleh harus berdistribusi normal (nilai p> 0,05) sebagai syarat uji t tidak berpasangan. Varians data diuji menggunakan uji Levene’s. Varians data boleh sama (p> 0,05), boleh juga berbeda (p< 0,05). Untuk menentukan nilai significancy (p) pada uji t tidak berpasangan terlebih dahulu dilihat hasil significancy pada kotak uji


(50)

Levene’s. Bila varians data sama (p> 0,05), maka untuk melihat uji t tidak berpasangan memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Sedangkan bila varians data berbeda (p< 0,05), maka untuk melihat uji t tidak berpasangan memakai hasil pada baris kedua (equal variances not assumed). Nilai p< 0,05 berarti terdapat pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah

(Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih

(Rattus norvegicus). Sedangkan nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada

pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap

jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus) (Sopiyudin, 2008).


(51)

commit to user

38 BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data rasio yaitu jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang dihitung dari tiap sampel darah hewan uji. Kemudian dicari rerata untuk setiap kelompok perlakuan.  Hasil perhitungan rerata jumlah eritrosit dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 1 akan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan Rerata ± SD (x104)

K 695,38 ± 38,311

P1 627,00 ± 42,393

P2 661,00 ± 63,833

P3 673,57 ± 42,035

Keterangan:

K = Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel.

P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi.

P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.


(52)

P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah

peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.

Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan didapatkan :

580 600 620 640 660 680 700 720

jumlah eritrosit

K P1 P2 P3

 

Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit

Sedangkan hasil perhitungan rerata kadar hemoglobin dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 9 akan disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5. Rerata Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan Rerata ± SD (g/dl) 

K 12,425 ± 0,446

P1 11,600 ± 0,489

P2 11,857 ± 0,378


(53)

commit to user

 

Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan terlihat :

11 11.2 11.4 11.6 11.8 12 12.2 12.4 12.6

KADAR HEMOGLOBIN

K P1 P2 P3

 

Gambar 8. Diagam Batang Rerata Kadar Hemoglobin

B. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t tidak

berpasangan menggunakan progam SPSS for Windows Release 16.0 dan

p<0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya.

Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50). Didapatkan nilai signifikansi jumlah eritrosit untuk semua kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok tersebut adalah normal. Berikut ini hasil uji nomalitas


(54)

Tabel 6.Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan p

K 0,360

P1 0,068

P2 0,120

P3 0,201

Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 3 disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,976 0,004

Equal variances not assumed 0,005

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,976. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,004.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 4, disajikan dalam tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,167 0,221


(55)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,167. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,221.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 5, disajikan dalam tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,550 0,312

Equal variances not assumed 0,316

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,550. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,312.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 6, disajikan dalam tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,927 0,794

Equal variances not assumed 0,794

   


(56)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,927. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,794.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 7, disajikan dalam tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,641 0,053

Equal variances not assumed 0,053

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,641. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,053.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 8, disajikan dalam tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,196 0,866

Equal variances not assumed 0,872


(57)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,196. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,866.

Untuk melakukan uji t tidak berpasangan data harus terdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi kadar hemoglobin untuk semua kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok tersebut adalah normal.Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk berdasarkan data pada lampiran 10.

Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok

Kelompok Perlakuan p

K 0,094

P1 0,384

P2 0,567

P3 0,943

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 11, disajikan dalam tabel 14.

Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar

Hemoglobin Kelompok K dan P1

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,716 0,011

Equal variances not assumed 0,011


(58)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,716. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,011.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 12, disajikan dalam tabel 15.

Tabel 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,999 0,068

Equal variances not assumed 0,066

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,999. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,068.

Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 13, disajikan dalam tabel 16.

Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,267 0,198

Equal variances not assumed 0,212


(59)

commit to user

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,267. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,198.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 14, disajikan dalam tabel 17.

Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,695 0,281

Equal variances not assumed 0,273

 

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,695. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,281.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 15, disajikan dalam tabel 18.

Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,461 0,283

Equal variances not assumed 0,292

   


(60)

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,461. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances

assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0, 283.

Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 16, disajikan dalam tabel 19.

Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.

Levene’s test sig. t test sig.

Equal variances assumed 0,226 0,824

Equal variances not assumed 0,835

Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,226. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances


(61)

commit to user

48 BAB V PEMBAHASAN

Pada gambar 7, didapatkan bahwa pada pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata jumlah eritrosit kelompok perlakuan 1 menjadi (627,00 ± 42,393) x 104 dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berkisar (695,38 ± 38,311) x 104. Pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan pada kelompok perlakuan 2 menunjukkan peningkatan rerata jumlah eitrosit dari (627,00 ± 42,393) x 104 menjadi (661,0 ± 63,833) x 104. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama, dan sesudah pemaparan juga menunjukkan peningkatan menjadi (673,57 ± 420,035) x 104 bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2.

Pada gambar 8, didapatkan bahwa pada pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata kadar hemoglobin kelompok perlakuan 1 menjadi 11,6 ± 0,489 g/dl dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berkisar 12,425 ± 0,446 g/dl. Pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan pada kelompok perlakuan 2 menunjukkan peningkatan rerata kadar hemoglobin dari 11,6 ± 0,489 g/dl menjadi 11,857 ± 0,378 g/dl. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama, dan sesudah pemaparan juga menunjukkan


(62)

peningkatan menjadi 11,914 ± 0,598 g/dl bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2.

Dari kedua diagam batang (gambar 7 dan 8) tersebut menunjukkan bahwa pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel dapat menurunkan rerata jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan 1. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah meningkatkan rerata jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan 2 dan 3.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eritrosit pada kelompok K dan P1 (tabel 7) dan kadar hemoglobin (tabel 14) menunjukkan hasil yang signifikan, analisis statistik ini membuktikan bahwa paparan gelombang elektromagnetik dapat menurunkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin secara bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik ponsel mampu menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan berefek pada eritrosit dan hemoglobin. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat (Achudume, 2009; Devrim, 2002; Mailankot dkk., 2009 dan Yurekli dkk, 2006) yang mengungkapkan bahwa gelombang elektromagnetik ponsel dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif.

Terjadinya stres oksidatif di dalam tubuh tikus putih (Rattus norvegicus), kemungkinan akan membentuk radikal bebas berikutnya yakni di membran eritrosit. Apabila radikal bebas yang bersifat reaktif tidak dihentikan maka akan merusak membran sel eritrosit dan terjadi peroksidasi lipid.. Adanya peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis yang menyebabkan hemoglobin terbebas, sehingga jumlah hemoglobin semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat (Indera dkk, 2006) yang mengatakan


(63)

commit to user

 

peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya permeabilitas membran dan meningkatkan kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis. Bila tidak ada asupan antioksidan di dalam tubuh, dimungkinkan akan terjadi penurunan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang semakin besar sehingga dapat terjadi anemia.

Kemungkinan perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel dengan terjadi rangkaian proses sebagai berikut : 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma, sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran

yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated

fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung

terhadap kerusakan membrane sel, antara lain dengan mengubah fluiditas,

cross-linking, struktur dan fungsi membran (Yurekli dkk, 2006).

Antioksidan merupakan senyawa kimia yang mampu menghentikan radikal bebas reaktif dengan cara menyumbangkan elektron hidrogen kepada radikal bebas untuk menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak. Pada penelitian ini antioksidan yang digunakan adalah kulit buah Delima Merah. Di Indonesia tanaman ini digunakan untuk mengobati sakit perut karena cacing, diare kronis, perdarahan, radang tenggorok, radang telinga, keputihan, dan nyeri


(64)

lambung (Dalimartha, 2007). Menurut Duke (2010) senyawa yang terkandung dalam kulit Delima Merah antara lain ellagic acid dan punicalagin, keduanya termasuk dalam senyawa polifenol. Sedangkan menurut Bravo (1998) senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan sifat radikalnya. Penelitian Reynertson (2007) juga membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima Merah berperan sebagai antioksidan eksogen yang mampu menetralkan radikal bebas pada tikus putih

(Rattus norvegicus). Pada penelitian Toklu dkk (2009) telah dibuktikan bahwa

pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah 50 mg/Kg BB tikus/hari pada tikus putih (Rattus norvegicus) dapat menurunkan stes oksidatif ileum.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada kelompok K dan P2 (tabel 8) dan kadar hemoglobin (tabel 15), jumlah eritrosit kelompok K dan P3 (tabel 9) dan kadar hemoglobin (tabel 16) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah memberika efek protektor sehingga jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada P2 dan P3 dapat mendekati jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok kontrol namun efeknya kurang bermakna.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P1 dan P2 (tabel 10) dan kadar hemoglobin (tabel 17), jumlah eritrosit kelompok P1 dan P3 (tabel 11) dan kadar hemoglobin (tabel 18) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat


(65)

commit to user

 

menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok yang hanya dipapar gelombang elektromagnetik tetapi kenaikkannya tidak signifikan.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P2 dan P3 (tabel 12) dan kadar hemoglobin (tabel 19), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari yang diberikan dengan rentan waktu yang berbeda dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun hasilnya juga tidak signifikan.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan walaupun dosis yang diberikan sama dengan penelitian Toklu dkk (2009). Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kadar antioksidan di dalam ekstrak yang digunakan. Utami dkk (2009), menyebutkan bahwa hasil aktivitas antioksidan ekstrak dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan kondisi saat ekstraksi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan). Pada penelitian Toklu dkk (2009) digunakan ekstraksi methanol sedangkan pada penelitian ini digunakan ekstraksi ethanol. Selain itu ekstrak kulit buah Delima Merah yang sudah diencerkan tidak disimpan dengan baik. Menurut Chevallier (1996) ekstrak yang telah diencerkan, sebaiknya disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara. Hal lain yang mingkin perlu dipertimbangkan adalah dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak.


(66)

Pada penelitian ini juga terdapat kelemahan dalam perhitungan eritrosit dan kadar hemoglobin. Perhitungan hanya dilakukan oleh 1 orang sehingga hasil yang didapat kurang objektif. Seharusnya perhitungan dilakukan minimal 2 orang kemudian dirata-rata.


(67)

commit to user

54 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian ini didapatkan simpulan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak bermakna secara statistic (p>0,05).

B. Saran

1. Buah Delima Merah (Punica ganatum) dapat dikembangkan sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak.

3. Menggunakan metode ekstraksi dan kondisi operasi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan) yang menghasilkan aktivitas antioksidan kulit buah Delima Merah yang paling baik.

4. Untuk menjaga kualitas ekstrak, penyimpanan ekstrak harus memenuhi standar, yaitu disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara.


(68)

   

5. Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dilakukan minimal 2 orang untuk menjamin objektivitas data.


(1)

peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya permeabilitas membran dan meningkatkan kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis. Bila tidak ada asupan antioksidan di dalam tubuh, dimungkinkan akan terjadi penurunan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang semakin besar sehingga dapat terjadi anemia.

Kemungkinan perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel dengan terjadi rangkaian proses sebagai berikut : 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma, sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran

yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated

fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung

terhadap kerusakan membrane sel, antara lain dengan mengubah fluiditas,

cross-linking, struktur dan fungsi membran (Yurekli dkk, 2006).

Antioksidan merupakan senyawa kimia yang mampu menghentikan radikal bebas reaktif dengan cara menyumbangkan elektron hidrogen kepada radikal bebas untuk menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak. Pada penelitian ini antioksidan yang digunakan adalah kulit buah Delima Merah. Di Indonesia tanaman ini digunakan untuk mengobati sakit perut karena cacing, diare kronis, perdarahan, radang tenggorok, radang telinga, keputihan, dan nyeri


(2)

lambung (Dalimartha, 2007). Menurut Duke (2010) senyawa yang terkandung dalam kulit Delima Merah antara lain ellagic acid dan punicalagin, keduanya termasuk dalam senyawa polifenol. Sedangkan menurut Bravo (1998) senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan sifat radikalnya. Penelitian Reynertson (2007) juga membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima Merah berperan sebagai antioksidan eksogen yang mampu menetralkan radikal bebas pada tikus putih

(Rattus norvegicus). Pada penelitian Toklu dkk (2009) telah dibuktikan bahwa

pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah 50 mg/Kg BB tikus/hari pada tikus putih (Rattus norvegicus) dapat menurunkan stes oksidatif ileum.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada kelompok K dan P2 (tabel 8) dan kadar hemoglobin (tabel 15), jumlah eritrosit kelompok K dan P3 (tabel 9) dan kadar hemoglobin (tabel 16) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah memberika efek protektor sehingga jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada P2 dan P3 dapat mendekati jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok kontrol namun efeknya kurang bermakna.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P1 dan P2 (tabel 10) dan kadar hemoglobin (tabel 17), jumlah eritrosit kelompok P1 dan P3 (tabel 11) dan kadar hemoglobin (tabel 18) menunjukkan bahwa pemberian


(3)

menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok yang hanya dipapar gelombang elektromagnetik tetapi kenaikkannya tidak signifikan.

Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P2 dan P3 (tabel 12) dan kadar hemoglobin (tabel 19), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari yang diberikan dengan rentan waktu yang berbeda dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun hasilnya juga tidak signifikan.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan walaupun dosis yang diberikan sama dengan penelitian Toklu dkk (2009). Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kadar antioksidan di dalam ekstrak yang digunakan. Utami dkk (2009), menyebutkan bahwa hasil aktivitas antioksidan ekstrak dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan kondisi saat ekstraksi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan). Pada penelitian Toklu dkk (2009) digunakan ekstraksi methanol sedangkan pada penelitian ini digunakan ekstraksi ethanol. Selain itu ekstrak kulit buah Delima Merah yang sudah diencerkan tidak disimpan dengan baik. Menurut Chevallier (1996) ekstrak yang telah diencerkan, sebaiknya disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara. Hal lain yang mingkin perlu dipertimbangkan adalah dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak.


(4)

Pada penelitian ini juga terdapat kelemahan dalam perhitungan eritrosit dan kadar hemoglobin. Perhitungan hanya dilakukan oleh 1 orang sehingga hasil yang didapat kurang objektif. Seharusnya perhitungan dilakukan minimal 2 orang kemudian dirata-rata.


(5)

54 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian ini didapatkan simpulan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak bermakna secara statistic (p>0,05).

B. Saran

1. Buah Delima Merah (Punica ganatum) dapat dikembangkan sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak.

3. Menggunakan metode ekstraksi dan kondisi operasi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan) yang menghasilkan aktivitas antioksidan kulit buah Delima Merah yang paling baik.

4. Untuk menjaga kualitas ekstrak, penyimpanan ekstrak harus memenuhi standar, yaitu disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara.


(6)

   

5. Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dilakukan minimal 2 orang untuk menjamin objektivitas data.


Dokumen yang terkait

"PENGARUH PEMBERIAN ANTIOKSIDAN BERBAGAI VITAMIN (A, C DAN E) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus novergicus) YANG DIPAPAR ASAP ANTI NYAMUK BAKAR"

1 9 25

“PENGARUH PEMBERIAN ANTIOKSIDAN BERBAGAI VITAMIN (A, C DAN E) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH JANTAN (Rattusnovergicus) YANG DIPAPAR ASAP ANTI NYAMUK BAKAR”

0 13 1

EFEK EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

5 35 101

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATID DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

3 17 52

Pengaruh Vitamin C Dan E Terhadap Jumlah Eritrosit Dan Kadar Hemoglobin Darah Tikus Putih Yang Dijejas Antinyamuk Elektrik.

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis) TERHADAP KADAR BLOOD UREA NITROGEN TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL.

0 1 11

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis) TERHADAP KADAR KREATININ SERUM TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL.

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica granatum L.) TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATID DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL.

1 3 52

Efek Pemberian Ekstrak Delima Merah terhadap Kadar SOD dan MDA pada Kultur HUVECs yang dipapar Plasma Preeklampsi

0 0 6

Pengaruh Dosis Ekstrak Air Daun Bayam Merah ( Amaranthus Tricolor L.) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih ( Rattus Norvegicus)

0 0 13