6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo.
Disamping para perwira tinggi tersebut, dalam usaha menculik Jendral A.H. Nasu- tion, PKI telah menyebabkan gugurnya Ade Irma Nasution, Lettu Pierre Tendean Ajudan
A.H. Nasution, dan juga Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun pengawal Dr. J. Leimena. Sementara Jendral A. H. Nasution sendiri selamat dari usaha penculikan tersebut.
Setelah berhasil menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yaitu : studio RRI Pusat dan Kantor Telekomunikasi, pada hari Jum’at, Oktober 1965, Gerakan 30 September mengelu-
arkan pengumuman bahwa Gerakan 30 September ditujukan kepada jendral-jendral anggota Dewan Jendral yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula tentang
pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah-daerah serta pendemisioneran Kabinet Dwikora, sedangkan Dewan Revolusi sebagai sumber kekuasaan dalam negara Republik In-
donesia.
c. Penumpasan Gerakan 30 S 1965
Sepanjang pagi dan siang hari, nasib Kepala Staf Angkatan Bersenjata dan Menteri Panglima Angkatan Darat belum diketahui, sehingga Panglima Komando Strategi Angkatan
Darat KOSTRAD. Mayor Jendral Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, ke- mudian dimulai penumpasan terhadap gerakan 30 September. Langkah-langkah yang segera
diambil sebagai berikut : 1. Mengadakan kontak dengan Pangdam V Jaya Mayor Jendral Umar Wirahadikusumah
2. Merebut kembali RRI dan pusat telekomunikasi yang dipimpin oleh Kol.Inf. Sarwo Edhi Wibowo.
3. Mengadakan operasi penumpasan dengan sasaran basis kekuatan G 30 SPKI di Lanuma
Halim Perdanakusumah
4. Mencari jenasah korban keganasan PKI, yang ditemukan berkat bantuan Brigadir Polisi Sukitman di Lubang Buaya.
Reaksi masyarakat dengan terjadinya Gerakan 30 S PKI bermunculan dimana-mana, baik dari kalangan parpol, ormas, mahasiswa dan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai-
partai politik seperti NU,IPKI, Partai Kristen dan berbagai ormas melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya.
Selanjutnya partai-partai tersebut membentuk Front Pancasila.
Pada tanggal 25 Oktober 1965 para mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI, yang diikuti dengan terbentuknya kesatuan aksi lain, seperti Kesatuan Aksi
Pelajar Indonesia KAPI, Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KAWI , Kesatuan Aksi Penge- mudi Becak Indonesia KAPBI dan sebagainya. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI menga-
jukan tiga tuntutan kepada pemerintah yang dikenal Tri Tuntutan Rakyat TRITURA yang isinya sebagai berikut :
1. Bubarkan PKI 2. Bubarkan atau bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
3. Turunkan harga
Dalam penyampaian tuntutan tersebut telah gugur seorang mahasiswa bernama Arief Rahman Hakim, 24 Februari 1966. Dibeberapa daerah khususnya di Jawa, Bali dan Sumatera
Utara situasi berkembang menjadi aksi kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Sekitar 500.000 orang telah terbunuh sepanjang akhir tahun 1965 dan awal tahun 1966.
LAHIRNYA ORDE BARU
Pada tanggal 11 Maret 1966 di istana Negara berlangsung sidang Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Sidang membicarakan tentang krisis
yang memuncak pada waktu itu. Sebelum sidang selesai seorang ajudan presiden melapor bahwa ada pasukan yang tidak dikenal di sekitar istana. Untuk menghindari hal yang tidak di-
inginkan, presiden meninggalkan sidang dan diterbangkan ke Istana Bogor bersama Waper- dam 1, Dr. Subandrio dan Waperdam III Khairul Shaleh, pimpinan sidang diserahkan
kepada Waperdam II, Dr. Leimena.
Sementara itu, aksi unjuk rasa di Jakarta semakin meluas. Beberapa perwira tinggi
militer, yaitu Mayor Jendral Basuki Rahmad, Brigadir Jendral Amir Mahmud, dan Brigadir Jendral M. Jusuf mengadakan pembicaraan dengan Letnan Jendral Suharto, se-
bagai Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk mencari solusi menjaga keamanan dan keutuhan bangsa. Selanjutnya ketiga perwira tersebut menghadap Presiden Soekarno un-
tuk membicarakan situasi politik yang semakin gawat. Setelah melakukan pembicaraan beber- apa jam, Presiden Soekarno akhirnya memutuskan memberikan Surat perintah 11 Maret
1966 Supersemar kepada Letnan Jendral Suharto untuk mengambil tindakan yang diper- lukan untuk memulihkan keadaan dan kestabilan jalannya pemerintahan.
Berdasarkan surat perintah tersebut, Letnan Jendral Suharto atas nama Presiden Pan- glima Tertinggi ABRI Mandataris MPRS PBR menandatangani keputusan presiden
No.13966 tertanggal 12 Maret 1966 yang menyatakan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya serta dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Pada tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966, MPRS mengadakan sidang umum yang berhasil membuat ketetapan-ketetapan penting sebagai berikut :
1. Ketetapan No. IXMPRS1966 tentang pengesahan dan pengukuhan Supersemar
2. Ketetapan No. XIIMPRS1966 tantang penegasan kembali landasan politik luar negeri RI
yang bebas aktif 3.
Ketetapan No. XIIIMPRS1966 mengenai pembentukan Kabinet Ampera 4. Ketetapan No. XXVMPRS1966 mengenai pembubaran PKI dan ormas-ormasnya seba-
gai organisasi terlarang di Indonesia.
Tugas Kabinet Ampera disebut Dwidharma, yang dilaksanakan dengan programnya yang disebut Caturkarya. Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun dalam
pelaksanaannya dipimpin oleh Ketua Presidium Kabinet Letnan Jendral Suharto. Sehingga dalam Kabinet Ampera terdapat dualisme kepemimpinan. Akibatnya perjalanan tugas kabinet
tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada tanggal 22 Pebruari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Suharto.
Pada tanggal 7-12 Maret 1967 diselenggarakan Sidang Umum MPRS. Melalui keteta- pan No. XXXIIIMPRS1967, MPRS mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan negara dari
Presiden Sukarno dan menetapkan Letnan Jendral Suharto sebagai Pejabat Presiden RI. Kemu- dian melalui Ketetapan No. XLIVMPRS1968 MPRS mengangkat Letnan Jendral Suharto
sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru. Pada tanggal 6 Juni 1968, Presiden Suharto yang menamakan pemerintahannya Orde Baru, dan membentuk Kabinet Pembangunan I den-
gan programnya yang disebut PANCAKRIDA.
Orde Baru berlandaskan Pancasila sebagai landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan ketetapan MPR sebagai landasan operasional. Dalam upaya mencapai tu-
juan Orde Baru, MPR menyusun GBHN Garis-garis Besar Haluan Negara, yang diwujudkan melalui pembangunan di segala bidang.
Orde Baru menganggap konfrontasi Indonesia dengan Malaysia tidak sesuai dengan azas politik Indonesai yang bebas-aktif. Sehingga Orde Baru memandang perlu diadakan nor-
malisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1966 diadakan perundingan antara Indonesia dengan Malaysia di Bangkok. Dalam perundin-
gan itu Indonesia di wakili oleh Menteri Utama Menteri Luar Negeri Adam Malik, sedan- gkan pihak malaysia diwakili oleh menteri Luar negeri Tun Abdul Razak. Selain dengan
Malaysia, pemerintahan Orde Baru juga mengadakan pemulihan hubungan dengan Singapura.
Keluarnya Indonesia sebagai anggota PBB, 7 Januari 1965, membuat Indonesai semakin terkucil dari pergaulan masyarakat internasional. Maka Orde Baru memutuskan untuk kembali
sebagai anggota PBB. Pada tanggal 28 September 1966, melalui Menteri Luar Negeri, Adam malik, di depan sidang Majelis Umum PBB di New York, Indonesia menyatakan masuk dan
aktif kembali sebagi anggota PBB. Selain itu pada pelita I, tepatnya tanggal 3 Juli 1971, Orde Baru berhasil mengadakan Pemilu, yang diikuti 10 Organisasi Peserta Pemilu.
METODE PEMBELAJARAN :
1. Ceramah Bervariasi 2. Diskusi
3. Pemutaran Film 4. Tanya Jawab
5. Penugasan
Strategi Pembelajaran
Tatap Muka Terstruktur
Mandiri
Menganalisis pergantian
pemerintahan dari Mendiskripsikan
pemerintahan di Indonesia pada masa
Siswa dapat Mendiskripsikan
Mendiskripsikan
Tatap Muka Terstruktur
Mandiri
Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde
Baru. Demokrasi Terpimpin
melalui studi pustaka dan diskusi.
pemerintahan di Indonesia pada masa
Demokrasi Terpimpin
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN : I. Pertemuan Pertama dan Kedua 2x 45’
A. Kegiatan awal