Konteks Sosial Masyarakat yang Melatarbelakangi Masalah Keluarga
ini adalah ―Sirajatunda‖ dan ―Tradisi Telur Merah‖. Cerpen ―Sirajatunda‖ karya Nukila Amal dan cerpen ―Tradisi Telur Merah‖ karya Sanie B. Kuncoro sama-
sama memunculkan dua tokoh dalam keluarga yaitu tokoh suami dan tokoh istri. Kedua cerpen tersebut memang tidak memunculkan tokoh anak, namun hal
tersebut tidak membuat salah satu dari tokoh suami atau istri untuk menghianati satu sama lain. Kedua keluarga tersebut tetap utuh meskipun tidak memiliki anak.
Dalam cerpen ―Sirajatunda‖ tokoh suami seolah sengaja menunda untuk memiliki anak karena kesibukannya dalam mempersiapkan novelnya. Berbeda dengan
cerpen ―Tradisi Telur Merah‖ yang kedua tokohnya, tokoh suami dan tokoh istri, sangat menginginkan kehadiran anak. Keduanya telah menunggu kelahiran anak
pertama selama sembilan tahun. Nyaris sembilan tahun terlalui. Belum satu dasawarsa, tetapi
bukan rentang waktu yang sebentar untuk sebuah penantian. Berapa lama lagi? Masihkah tersisa ketabahan untuk menjalani rentang masa
yang tak terkira itu? Kuncoro, dalam Arcana, 2012:91
Pada kutipan tersebut tergambarkan dengan jelas tentang kesetiaan seorang suami kepada istrinya meskipun istrinya belum juga hamil ketika usia
pernikahan mereka telah menginjak sembilan tahun. Tokoh suami tidak pernah berpikir untuk meninggalkan atau bahkan menceraikan istrinya sehingga dapat
menikahi wanita lain dengan harapan tokoh suami mendapatkan keturunan. Tokoh istri bukannya tidak berusaha untuk mendapatkan keturunan, hanya saja nasib
memang belum mengijinkannya untuk mendapatkan keturunan. Kategori kedua adalah keluarga inti yang beranggotakan suami dan istri
dengan orang ketiga. Satu-satunya cerpen yang masuk dalam kategori ini adalah
cerpen ―Gerhana Mata‖ karya Djenar Maesa Ayu. Dalam cerpen ini hanya menyuguhkan dua tokoh, yaitu tokoh suami dan juga tokoh perempuan
pengganggu rumah tangga orang lain. Cerpen ―Gerhana Mata‖ tidak menyebutkan
identitas istri dari tokoh suami tersebut. Tokoh suami mengalami dua kali pernikahan sepanjang hidupnya karena sebelum mengenal perempuan
pengganggu rumah tangga orang lain, tokoh suami telah memiliki seorang istri. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki beristri. Ayu,
dalam Pambudy, 2008:53
Pernikahan kedua yang dialami oleh tokoh suami dilakukan dengan seorang perempuan yang sering ditemuinya dan merupakan orang ketiga dalam
rumah tangga. Kedua pernikahan tokoh suami tersebut tidak berusia panjang. Beberapa saat setelah pernikahan kedua itu berlangsung, tokoh suami meninggal
dunia. Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis
kanan saya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Di atas
pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir. Ayu, dalam Pambudy, 2008:54
Kategori ketiga adalah keluarga inti yang beranggotakan ayah, ibu, dan anak. Cerpen-
cerpen yang termasuk dalam kategori ini adalah cerpen ―Senja di Pelupuk Mata‖, ―Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian‖, dan ―Sepasang Mata
Dinaya yang Terpenjara‖. Cerpen ―Senja di Pelupuk Mata‖ karya Ni Komang Ariani menghadirkan keluarga inti dengan anggota yang lengkap yaitu seorang
ayah, ibu, dan juga anaknya yang berjumlah tiga orang. Namun setelah ketiga anak perempuannya menikah keluarga tersebut hanya tinggal ayah dan ibu seperti
dalam kutipan berikut. ―Tahun-tahun awal pernikahannya, hampir tiap hari Wardhani
mengunjungiku. Lama-lama menjadi seminggu sekali, terus semakin jarang menjadi sebulan sekali, lebih jarang lagi menjadi setiap
Galungan yang enam bulan sekali, dan sekarang ia hanya datang setahun sekali. Padahal ia satu kampung denganku dan kami masih
sering ketemu secara tidak sengaja di beberapa tempat. Begitu juga Made Sa
ri.‖ Ariani, dalam Pambudy, 2009: 35
Ketika ketiga anak perempuan mereka menikah, keluarga tersebut tidaklah selengkap dahulu karena ketiga anak perempuannya harus mengikuti
suaminya. Anak pertama harus tinggal di Amerika, anak kedua di Jakarta, sementara anak perempuan terakhir tinggal tidak jauh dari rumah orang tua
mereka. Dari ketiga anak perempuan tersebut tidak ada satupun yang rutin menjenguk atau bahkan mengirimkan uang.
Cerpen ―Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian‖ karya Avianti Armand juga menyuguhkan keluarga inti dan masih tergolong keluarga baru karena hanya
beranggotakan seorang ayah, ibu, dan anaknya yang berjumlah satu orang dan masih duduk di bangku sekolah dasar. Tokoh ayah adalah seorang yang kasar dan
sering melukai ibu dan anak. Hal ini disebabkan karena pernikahan mereka yang didasari rasa keterpaksaan karena tokoh ibu yang waktu itu masih berpacaran
dengan tokoh ayah hamil di luar nikah sehingga pernikahan di antara keduanya harus dilakukan.
Dia tidak pernah bilang cinta padaku. Aku tak pernah bilang cinta padanya. Tapi aku mengandung benihnya. Kami harus menikah
bagaimanapun juga. Orangtuanya ingin menyelamatkan muka. Orangtuaku ingin menyelamatkan muka. Aku ingin lari. Dia ingin lari.
Orangtua kami melarang kami berpisah. Tuhan melarang kami berpisah. Tapi kenapa Tuhan tidak melarangnya memukuliku kapan
saja dia mau? Armand, dalam Pambudy, 2010: 7.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan Undang-undang Perkawinan UU RI No 1 1974 Pasal 6 yang menyatakan bahwa perkawinan harus didasarkan
pada persetujuan kedua calon mempelai karena perkawinan yang dilakukan dengan keterpaksaan memiliki potensi yang besar untuk terjadi kekerasan dalam
rumah tangga. Cerpen ―Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara‖ karya Ni Komang
Ariani menghadirkan keluarga inti dengan seorang ayah, ibu, dan seorang anak perempuannya yang bernama Dinaya dengan suaminya. Dinaya tidak
mendapatkan kebahagiaan selama menjalani hubungan suami istri. Suaminya bahkan tidak memperlakukan Dinaya sebagai istri. Meskipun demikian, Dinaya
tidak berpikir untuk mengakhiri pernikahannya karena telah pasrah menerima nasib dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya.
Ketegori keempat yaitu keluarga inti yang beranggotakan suami, istri, anak, dan orang ketiga yang berpotensi menimbulkan perpecahan keluarga
tersebut. Cerpen yang termasuk dalam kategori ini adalah cerpen ―Terbang‖ dan cerpen ―Rumah Duka‖.