4.2.1 Mengklasifikasi perjuangan walisongo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. 4.3.1 Menyajikan karya tulis tentang kisah perjuangan walisongo dalam menyebarkan agama
Islam di Indonesia.
4.4.1
Menyajikan karya tulis tentang biografi Walisongo, Abdurrauf Singkel, Muhammad Arsyad Al Banjari, K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyári dalam menyebarkan agama Islam di
Indonesia
D. Materi Pembelajaran
Walisongo merupakan nama sebuah dewan yang beranggotakan 9 orang. Anggotanya termasuk
orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa dinamakan wali. Istilah wali berasal dari bahasa arab aulia, yang artinya orang yang dekat dengan Allah Subhaanahu wa ta’aala karena
ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke segala penjuru. Orang jawa mengenal istilah kiblat papat limo pancer untuk menggambarkan segala
penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut keblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer.
Perkembangan Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dari peranan para Wali. Walisongo berarti
sembilan orang wali , diantara Nama-nama Walisongo tersebut antara lain: -
Maulana Malik Ibrahim -
Sunan Giri -
Sunan Bonang -
Sunan Ampel -
Sunan Drajat -
Sunan Muria -
Sunan Gunung Jati -
Sunan Kudus -
Sunan Kalijaga
Para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa
sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa
Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi Wayang Wong dan Mana yang Kulit Wayang Kulit dan mana yang harus dicari Wayang Golek”.
Di samping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali juga melakukan
dakwahnya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan lakon islami.
Abdur Rauf Singkel
Abdur Rauf Singkel merupakan seorang ulama, penyair, budayawan, ulama besar, pengarang tafsir, ahli hukum, cendikiawan muslim dan seorang Sufi Melayu dari Fansur, Singkel, di wilayah
pantai barat-laut Aceh. Nama lengkapnya Abd Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri as-Sinkili. Pendidikan As-Sinkili di masa kecil ditangani oleh ayahnya-seorang alim yang mendirikan
madrasah dengan murid-murid berasal dari pelbagai tempat di Kesultanan Aceh. Ia lantas pergi ke Banda Aceh untuk berguru kepada Syam ad-Din as-Samartrani. Pada tahun 10521642, as-Sinkili
mengembara ke Tanah Haram untuk menambah pengetahuan agama sekaligus menunaikan ibadah haji.
As-Sinkili merupakan ulama yang sangat produktif. Tidak kurang dari 30 kitab dari pelbagai disiplin ilmu telah dihasilkan. Karya tulisnya yang diketahui lebih kurang dua puluh buah dalam
berbagai bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir.
Karya-karya tulis Abdurrauf Singkel diklasifikasikan sebagai berikut:
- Bidang fiqh
- Mir’ah at-Tullâb fî Tashîl Ma’rifah al-Ahkâm asy-Syar’iyyah li al-Mâlik al-Wahhâb
- Bayân al-Arkân, Bidâyah al-Bâligah, dan sebagainya
- Bidang tasawuf
- ‘Umdah al-Muhtâjîn ilâ Sulûk Maslak al-Mufarridîn
- Daqâ’iq al-Hurûf
- Tanbîh al-Mâsyi al-Mansûb ilâ Tarîq al-Qusyasyi, dan sebagainya
- Bidang hadits
- Syarh Latîf ‘ala ‘Arbain Hadîŝan lî al-Imâm an-Nawâwi
- al-Mawâ’iz al-Badî’ah
- Bidang tafsir Al-Qur’an
- Tarjumân al-Mustafîd bi al-Jâwwiyy.
Peran Abdurrauf Singkel dalam mensyiarkan Islam di Indonesia antara lain: menjadi pelajar yang
gigih, menjadi ulama yang produktif dalam pelbagai disiplin ilmu dan membuat karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir.
Keteladanan yang dapat diambil dari Abdurrauf Singkel antara lain: semangat tinggi dalam belajar
beliau menuntut ilmu sampai ke Tanah Haram, Ulama yang sangat produktif sebagai buktinya 30 kitab telah dihasilkan dari pelbagai disiplin ilmu dan Ahli dalam berbagai disiplin ilmu sebagai
buktinya adanya karya tulis lebih kurang dua puluh buah dalam berbagai bidang ilmu-sastra, hukum, filsafat, dan tafsir.
Muhammad Arsyad al-Banjari
Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang lahir di Lok Gabang, Astambul, Banjar,
Kalimantan Selatan, 17 Maret 1710 – meninggal 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun adalah ulama fiqih mazhab Syafii yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar Kesultanan Banjar,
Kalimantan Selatan. Beliau pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi para pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya dilanjutkan ke Mekkah dan Madinah. Di Mekkah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar 5 tahun. Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sampai usia 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut. Hasil perkawinan tersebut ialah seorang putri
yang diberi nama Syarifah.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad belajar kepada masyaikh terkemuka pada masa itu, di antara
guru beliau adalah: -
Syekh ‘Athoillah bin Ahmad al-Mishry, -
al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi 3. -
al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani merupakan guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannya
Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
- Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin,
atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama.
Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya:
- Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Dua puluh,
- Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang
sesat, -
Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri, -
Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata. -
Peran Muhammad Arsyad al-Banjari dalam perkembangan Islam di Indonesia, antara lain: -
Sebagai orang yang gigih dalam menuntut ilmu sampai ke Mekkah dan Madinah -
Sebagai pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
- Mensyiarkan Islam sampai ke Asia Tenggara.
- Keteladanan yang dapat diambil dari Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain :
- Semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
- Rajin dalam menulis buku
- Mensyiarkan Islam sampai ke Asia Tenggara.
KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu. Silsilah beliau termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali
besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa Kutojo dan Safwan, 1991. Pada umur 15
tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan
pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai
berikut: KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
KH. Hasyim Asyari
Kyai Haji Mohammad Hasyim merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Beliau putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari,
pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir Sultan Pajang.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga
pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain:
- Pesantren Wonokoyo di Probolinggo
- Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang
- Pesantren Kademangan di Bangkalan
- Pesantren Siwalan di Sidoarjo
Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asyari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syeh
Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi. Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, KH Hasyim Asyari mendirikan Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan
terpenting di Jawa pada abad 20. Pada tahun 1926, KH Hasyim Asyari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama NU, yang berarti kebangkitan ulama.
Peran KH Hasyim Asyari dalam perkembangan Islam di Indonesia, antara lain: mendirikan
Pesantren Tebu Ireng, menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama NU, yang berarti kebangkitan ulama.
Sekilas tentang Nahdlatul Ulama Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam,
disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asyari merumuskan kitab
Qanun Asasi prinsip dasar, kemudian juga merumuskan kitab Itiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar
dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. Tujuan organisasi adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljamaah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan usaha organisasi, antara lain:
- Bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang
berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. -
Bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini
terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
- Bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai
dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. -
Bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai
dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
- Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi
dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat. -
Keteladanan yang dapat diambil dari KH. Hasyim Asyari, antara lain : -
Semangat tinggi dalam menuntut ilmu beliau belajar sampai ke Mekkah. -
Mensyiarkan Islam melalui pendidikan di Pesantren. -
Memprakarsai berdirinya Nadhlatul Ulama NU, yang berarti kebangkitan ulama.
E. Langkah-langkah Pembelajaran 1. Pertemuan Ke-1 2 x 40 menit