PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN WAJAR DIKNAS, PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut adalah mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang saleh dan produktif. Hal ini sejalan dengan trend kehidupan abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu 29

III. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN WAJAR DIKNAS, PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tugas Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu maka setiap warga Negara memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 mei 1984 ditandai dengan dikumandangkannya pelaksanaan Wajib Belajar secara nasional oleh Presiden Soeharto. Keesokan harinya tanggal 3 Mei 1984, secara serentak tiga menteri kabinet pembangunan IV akan mencanangkan kembali pelaksanaan Wajib Belajar tersebut di tiga wilayah Indonesia. 30 29 30 Dasar hukum pelaksanaan Wajib Belajar tersebut cukup jelas, yaitu pasal 31 ayat 1 UUD 1945, Ketetapan MPR No. IIMPR1983, Undang- Undang pokok pendidikan serta tujuan Pelita IV seperti dimaksud GBHN. 31 Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga tertua pendidikan keagamaan Islam di Indonesia telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sejarah perkembangan pondok pesantren menunjukan bahwa lembaga ini tetap eksis dan konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam sehingga melahirkan kader ulama, guru agama, dan mubaligh yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan peran serta pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan masyarakat, beberapa pondok pesantren juga telah merealisasikan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Tujuan penyelenggaraan program ini adalah mengoptimalkan pelaksanaan Program Nasional Wajib Belajar Pendidikan Dasar Wajar Dikdas. Legalitas penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar di pondok pesantren baru memperoleh bentuknya pada tahun 2000 dan mulai terselenggara melalui program Wajib Belajar 9 Tahun pada Pondok Pesantren Salafiyah. Dasarnya adalah Surat Kesepakatan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor : 1UKB2000 dan Nomor: MA862000, tentang Pondok Pesantren Salafiyah sebagai Pola wajib Belajar Pendidikan Dasar. 31 Namun di masa Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, keseriusan menjadikan pesantren sebagai lembaga pelaksana Wajardikdas semakin dibuktikan dengan lahirnya suatu Sub Direktorat tersendiri di bawah naungan Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren, sehingga terasa semakin digarap intensif di suatu wadah yang lapang. Dengan pendidikan kesetaraan diupayakan perluasan akses terhadap wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, sekaligus memberikan layanan pendidikan menengah bagi mereka yang membutuhkan pendidikan lanjutan yang tidak memungkinkan melalui jalur pendidikan formal. Salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan adalah pada kebijakan alokasi anggaran. Anggaran pendidikan yang rendah kerap kali berbanding lurus dengan mutu pendidikan yang juga rendah. Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu jalan, harus ditunjang pemenuhan kebutuhan finansial yang kuat. Menteri Agama Maftuh Basyuni pernah menegaskan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin, 10 Juli 2006. Kebijakan Menag untuk program BOS dirancang untuk pemberdayaan mutu lembaga pendidikan di lingkungan Depag, yaitu madrasah MI dan MTs, pondok pesantren salafiyah tingkat Ula setara dengan MI, Wustho setara dengan MTs, dan sekolah keagamaan non-Islam penyelenggara Wajar Dikdas 9 tahun yang setara SD dan SMP. Memandang pesantren sebagai lembaga pendidikan yang menguntungkan di satu sisi lantaran dibangun dan dibiayai oleh masyarakat itu sendiri. Ada tiga kebijakan umum yang digariskan dalam pengembangan pendidikan Islam oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun 2004-2009, Pertama, peningkatan akses untuk mengikuti pendidikan. Kedua, peningkatan kualitas pendidikan. Ketiga, tata kelola atau pengembangan tata kelola, akuntabilitas, transparansi dan pencitraan.

V. MADRASAH KEJURUAN