G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika
Penulisan BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT Bab ini berisikan Perjanjian pada umumnya yang terdiri dari Pengertian
Perjanjian, Syarat sahnya perjanjian, Berakhirnya perjanjian, dan Perjanjian Kredit, Pengertian Perjanjian Kredit, Jenis-jenis Kredit,
Tujuan dan Fungsi Kredit BAB III TINJAUAN TENTANG JAMINAN PERORANGAN
Bab ini berisikan Pengertian Jaminan Perorangan, Jenis-jenis Jaminan, Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan dan Fungsi Jaminan Dalam Pemberian
Kredit BAB IV PERJANJIAN KREDIT YANG OBJEKNYA JAMINAN
PERORANGAN STUDI PADA PT. BANK MANDIRI SYARIAH, KANTOR CABANG PEMBANTU KESAWAAN
Pada bab ini akan membahas tentang Pelaksanaan perjanjian kredit yang objeknya jaminan perorangan pada Bank Mandiri Syariah, Kantor
Cabang Pembantu Kesawaan dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit yang objeknya jaminan perorangan serta Perlindungan
Universitas Sumatera Utara
hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit yang objeknya jaminan perorangan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini
berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran
merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata digunakan istilah
perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 ayat 1 KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari Pasal 1313 ayat 1 KUH Perdata, dapat diketahui
bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu
luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu
perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri
sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga
Universitas Sumatera Utara
mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.
8
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.”
9
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.
10
Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan
yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja Pasal 1352
KUHPerdata dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena
suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang
berlawanan dengan Hukum Pasal 1353 KUH Perdata.
8
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumi. 2005, hal. 89.
9
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 27
10
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2005 hal 1
Universitas Sumatera Utara
2. Syarat sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya perjanjian adalah : a.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri Kesepakatan merupakan kesesuaian kehendak mereka yang mengikatkan
diri. Kata sepakat muncul dari kemauan bebas dari para pihak yang dinyatakan dalam isi perjanjian. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan secara tegas baik lisan
maupun tulisan. Kata sepakat yang diberikan karena penipuan, paksaan atau kekerasan
maka dapat diadakan pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari orang-orang yang berkepentingan
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Sesuai Pasal 1329 KUH Perdata, “Setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila laki-laki atau wanita yang telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah.
Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu :
1 Orang-orang yang belum dewasa
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c. Mengenai suatu hal tertentu Suatu hal tertentu menyangkut obyek umum perjanjian atau mengenai
bendanya. Obyek perjanjian harus jelas, syarat ini diperlukan untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak jika terjadi perselisihan.
Universitas Sumatera Utara
d. Suatu sebab yang halal Sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian, apakah isi perjanjian
dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata.
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyek atau pihak dalam perjanjian yang disebut syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat
adalah mengenai obyek perjanjian yang disebut syarat obyektif. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta
agar perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau memberikan sepakatnya dalam keadaan tidak bebas. Jadi
perjanjian yang dibuat tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang meminta pembatalan. Apabila syarat obyektif
tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan
para pihak yang mengadakan perjanjian untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal, sehingga tidak ada dasar hukum untuk saling menuntut di depan
hakim.
3. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian itu telah dicapai, dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi yang diperlukan
sebagaimna yang mereka kehendaki bersama-sama dalam perjanjian tersebut. Namun demikian, suatu perjanjian dapat juga berakhir karena hal-hal sebagai
berikut ;
Universitas Sumatera Utara
1. Lama waktu perjanjian yang ditentukan para pihak telah terlewati.
2. Batas maksimal berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-
undang. 3.
Ditentukan di dalam perjanjian oleh para pihak atau oleh undang-undang, bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu, maka perjanjian akan
berakhir. 4.
Dengan pernyataan penghentian oleh salah satu pihak opzegging. Misalnya perjanjian sewa-menyewa yang waktunya tidak ditentukan di
dalam perjanjian. Pernyataan penghentian ini harus dengan memperhatikan tenggang waktu pengakhiran menurut kebiasaankebiasaan
setempat. 5.
Karena putusan hakim. 6.
Adanya kesepakatan para pihak.
B. Perjanjian Kredit
1. Pengertian Perjanjian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi, yakni credere yang artinya percaya,
11
bila dihubumgkan dengan bank, bahwa terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditor percaya meminjamkan uang kepada nasabah atau debitur,
karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.
12
1
Lihat Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank.Bandung: Alumni, 1978, hal. 19. Lihat juga Sidharta P. Soejardi, Segi-segi Hukum Perkereditan di Indonesia, Kertas Kerja
dalam Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan,BPHN dan Bina Cipta, 1987, hal.
Di Indonesia menjadi
Universitas Sumatera Utara
kredit, yang mempunyai arti kepercayaan. Seorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian dasar dari kredit adalah
kepercayaan.
13
Beberapa pakar juga mengemukakan mengenai pendapatnya mengenai definisi kredit, yakni H.M.A Savelberg menyatakan bahwa kredit merupakan
dasar setiap perikatan verbintenis dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan
itu. Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan
pembayaran, karena pembelian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, melainkan pengambilanya
dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
14
Mr. J.A.Levy merumuskan dari arti hukum dari kredit, yakni menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima
kredit penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu dibelakang hari.
15
Adapun Muchdarsyah Sinungan memberikan pengertian kredit, yakni suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada waktu tertentu disertai dengan suatu kontra pretasi berupa bunga.
16
Mgs. Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tujuan Yuridis Yogyakarta: Liberty, 1986, hal. 1.
14
Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 24.
15
Mgs. Edy Putra Tje’Aman. Op.cit. hal 13.
16
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kredit yang diberikan oleh Savelberg dan Muchdarsyah menunjukan pada pengertian
kredit pada umumnya, yang dapt dilihat pada kata setiap setiap perkatan atau prestasi itu terdapat terjadi atas uang, barang atau kedua-duanya. Adapun
pengertian kredit yang diberikan oleh Levy sudah menunjukan pada perjanjian pinjam uang.
Secara yuridis formal, ketentuan Pasal 1 angka 11 undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah ditegaskan pengertian kredit, yakni
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamaan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Adpun persetujuan atau kesepakantan pinjam-
meminjam antara bank atau pihak lain debitur dengan syarat-syarat kewajiban tertentuyang harus dipenuhi disebut perjanjian kredit. Pada prakteknya, didalam
perjanjian kredit, penerima kredit. Penguna kredit juga terkait pada program pemerintah didalam pembangunan.
17
Pengertian jaminan menurut Mariam Darus Badrulzaman adalh suatu tanggungan yang diberikan seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditor
untuk menjamin kewajibanyadalam suatu perkatan.
18
17
Edy Putra Tje’Aman, Op.cit., hal 2-3.
18
Mariam Darus Badrulzaman, “Permasalahan Hukum Hak Jaminan” dalam Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, hal. 12.
Adapun Suyatno, ahli hukum perbankan mendefinsikan jamianan adalah penyerahan kekayaan atau
pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu
Universitas Sumatera Utara
hutang.
19
Di sisi lain, Hartono Hadisaputro berpendapat bahwa jaminan adalah suatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa
kreditor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
20
Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut dikemukakan bahwa berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesangupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atu mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan
itulah yang diartikan sebagai Jaminan Kredit. Selanjutnya, Pasal 8 Undang- Undang Perbankan tersebut menyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan,
sebalum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian analisis terhadap watak, kemampuan, modal, angunan, dan prospek usaha dari debitur. Dari Pasal 8
tersebut dapat disimpulkan bahwa angunan itu hanya merupoakan salah satu unsur dari jaminan kredit. Bahkan di jelaskan pula bahwa bila berdasarkan unsur-unsur
Di dalam praktik perbankan masalah jaminan ini sangat penting artinya, terutama yang berhubung debgan kredit yang dilepas pada nasabahnya. Dalam
ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan sertak kesanggupan Nasabah Debutir untuk melunasi
hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
19
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan,Jakarta: Gramedia, 1998, hal. 70.
20
Hartono Hadi sucipto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan .Yogyakarta: Liberty, 1984, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
yang lain Bank telah memperolehkan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan uangnya, angunan yang diserahkan dapat hanya berupa barang,
proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kredit itu merupakan
perjanjian pinjam-meminjam uang antara Bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadp
nasabah dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan dibayar lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi
menurut Mgs. Edy Putra Tje’Aman,
21
a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis.
merupakan suatu hal yang abstrak yang sukar diraba, karena masa antara pemberian dan peneriamaan prestasi tersebut
dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat juga berjalan beberapa tahun. Memeang dapat terjadi demikaian, karenadalam praktik banyak terjadi
nasabah tidak menepati waktu yang diperjanjikan dalam pengembalian pinjamanya dengan berbagai alasan. Oleh karena itu, dalam rumusan pengertian
kredit ditegaskan mengenai kewajiban nasabah untuk melunasi utangnnya sesuai dengan jangka waktunya disertai dengan kewajibannya yang alin yaitu berupa
bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan KUHPerdata,
maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari 2 dua segi pandang sebagai berikut :
b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.
21
Mgs. Edy Putra Tje’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis. Liberty: Yogyakarta, 1989, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian bernama dalam KUHPerdata yang disebut dengan perjanjian kredit. Karena itu,
yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian, tentunya ditambah dengan klausul-kalusul yang telah disepakati bersama dalam kontrak yang
bersangkutan. Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama
dalam tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka disamping terhadapnya berlaku ketentuan umum tentang perjanjian, berlaku juga ketentuan KUHPerdata
tentang perjanjian pinjam pakai habis. Hal ini berbeda dengan perjanjian pinjam pakai biasa, dimana yang harus dikembalikan oleh debiturnya adalah fisik dari
benda yang dipinjam, misalnya pinjam mobil, maka yang dikembalikan adalah mobil yang dipakai tersebut. Sementara dalam perjanjian pinjam pakai habis, yang
dikembalikan adalah nilai dari benda yang dipinjam pakai tersebut. “Kata kredit berasal dari bahasa Romawi ”credere” yang berarti
percaya.”
22
Didalam Pasal 1 angka 1 butir 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
Unsur dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan. Pihak yang memberi kredit Kreditor percaya bahwa penerima kredit Debitor akan sanggup
memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasinya dan kontraprestasinya.
22
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 233
Universitas Sumatera Utara
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Adapun pendapat para sarjana mengenai pengertian kredit adalah sebagai
berikut: 1.
Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman menyatakan kredit mempunyai dua arti antara lain :
23
a. Sebagai dasar dari setiap perikatan verbintenis dimana seseorang
berhak menuntut sesuatu dari orang lain. b.
Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang
diserahkan itu. Berdasarkan definisi-definisi kredit di atas, dapat dilihat bahwa pengertian
kredit yang diberikan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
menunjukkan kesamaan pendapat dengan pendapat Levy, yakni perjanjian pinjam uang. Bank memberikan pinjaman terhadap debitor dengan memberikan
kewajiban pada debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut secara bertahap berikut dengan bunga.
Kreditur percaya meminjamkan uang kepada debitur karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut di kemudian
hari. Dengan mengingat pengembalian dari kredit yang telah diberikan tersebut
23
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 24-25.
Universitas Sumatera Utara
tentunya bank disini tidak begitu saja mengabulkan setiap permohonan kredit. Karena itu bank hanya memberikan kredit kepada orang yang dianggap layak
untuk diberikan. Bank menilai suatu permintaan kredit berpedoman pada faktor- faktor 6 C, yaitu Character, Capacity to create sources of funding, Capital,
Collateral, Condition of economy and sector of business ,and Competence to borrow.
24
Pemberian kredit oleh bank pada dasarnya harus dilandasi keyakinan bank atas kesanggupan dan kemampuan debitor untuk melunasi utangnya. Kredit
diartikan sebagai pemberian prestasi berupa uang atau barang dengan balas prestasi kontra prestasi yang akan terjadi pada waktu tertentu dengan pemberian
bunga, dengan demikian pengertian kredit adalah adanya unsur mempunyai sifat atau pertimbangan tolong menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditor, unsur
yang penting dalam kegiatan kredit adalah untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan kontra prestasi, sedangkan bagi debitor adalah
adanya bantuan dari kreditor untuk menutupi kebutuhannya berupa prestasi yang diberikan oleh kreditor. Hanya saja, antara prestasi dengan kontra prestasi tersebut
ada suatu masa yang memisahkannya sehingga ada tenggang waktu tertentu. Kondisi ini menyebabkan adanya risiko yang berupa ketidak tentuan sehingga
oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut. Terdapat adanya beberapa unsur dalam pemberian kredit yang timbul akibat dari
Kriteria ini penting bagi bank untuk memberikan kepastian baginya agar kredit tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah
dibuat.
24
Sutojo, Siswanto, Analisa Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995, hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari menyebabkan semakin lama kredit
diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya. Hal ini disebabkan karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu akan masih
selalu terdapat unsur ketidak tentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko.
Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang
ditawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap
formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku facta sun servanda yang
pengaturannya terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata.
25
1. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitor untuk
melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Ketentuan mengenai perjanjian kredit pada Undang-undang Perbankan diatur dalam Pasal 8 yang berisi sebagai berikut :
25
T ri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia, 2006, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
2. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Walaupun tidak secara terang menyebutkan mengenai perjanjian kredit namun pada Ayat 2 dikatakan “sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia”. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain :
26
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis; b.
Bank harus memiliki keyakian atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor; c.
Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur
dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; e.
Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitor danatau
pihak-pihak terafiliasi; f.
Penyelesaian sengketa
26
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah , Jakarta : Suka Buku, 2010, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis-jenis Kredit
Jenis kredit tidak bisa dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang digariskan sesuai dengan pembangunan. Pada mulanya, kredit berdasarkan
kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan, karena kedua belah pihak saling mengenal. Dengan berkembangnya waktu, akhirnya berkembang pula
unsur-unsur lain yang menjadi landasan kredit, sehingga selanjutnya berkembang pula jenis kredit yang ada.
Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari criteria lembaga pemberi-penerima kredit, jangka waktu, serta penggunaan kredit,
kelengkapan dokumen perdagangan, atau dari berbagai kriteria lainnya. 1.
Segi lembaga pemberi-penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, jenis kredit terdiri dari:
a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan untuk
konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan
atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.
b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada
bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Pelaksanaan
kredit ini merupakan operasi Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas yang diembannya, yaitu untuk memajukan urusan perkreditan,
sekaligus bertindak mengadakan pengawasan terhadap urusan perkreditan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dengan demikian Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk menentukan batas-batas kuantitatif di bidang perkreditan bagi bank yang
ada. c.
Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan
kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina,
atau pihak ketiga lainnya. 2.
Segi penggunaan kredit, jenis-jenis kredit terdiri dari: a.
Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Pemerintah atau swasta yang diberikan kepada perorangan untuk membiayai konsumsinya
untuk kebutuhan sehari-hari. b.
Kredit Produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit Investasi, adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai
pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin- mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, dan ekspansi. Adapun jangka
waktunya 5 lima tahun atau lebih. Di Indonesia, jenis kredit ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan
dimulainya Repelita 1 sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah. Kredit eksploitasi, adalah kredit yang
ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhin,
barang dalam proses produksi serta piutang, sedangkan jangka waktunya
Universitas Sumatera Utara
berlaku pendek. Di Indonesia, jenis kredit ini sudah ada sejak tahun 1950an.
c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif.
3. Segi adanya dokumen, dikenal kredit yang sangat terikat dengan dokumen-
dokumen berharga yang memiliki substitusi nilai jumlah uang, dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak
digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat. Jenis kredit ini terdiri dari:
a. Kredit ekspor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan
bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek, maupun
kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor. b.
Kredit impor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor, baik dalam bentuk kredit langsung maupun tidak
langsung dan jangka panjang atau jangka pendek. 4.
Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki dan lain sebagainya, dikenal jenis
kredit: a.
Kredit Kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Kredit Usaha Kecil ini diberikan
kepada pengusaha kecil untuk menambah modal kerja dan atau untuk memenuhi kebutuhan investasi
Universitas Sumatera Utara
b. Kredit Menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
assetnya lebih besar daripada pengusaha kecil. c.
Kredit Besar 5.
Dari Jangka Waktunya, dikenal jenis kredit:
27
a. Kredit Jangka Pendek short term loan, yaitu kredit yang berjangka
maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembelian dan kredit wesel.
b. Kredit Jangka Menengah medium term loan, yaitu kredit yang berjangka
waktu antara 1 tahun sampai dengan tiga tahun. c.
Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan
menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi perluasan, pendirian proyek baru.
6. Segi jaminan, jenis kredit dapat dibedakan menjadi:
28
a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blangko unsecured loan. Jenis kredit ini
mungkin saja direalisir karena UU Perbankan tidak menentukan secara ketat bahwa kredit harus memiliki jaminan. UU Perbankan hanya
menyarankan bahwa dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi
utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. b.
Kredit dengan jaminan secured loan, untuk kredit yang diberikan, pihak kreditor mendapat jaminan bahwa debitor dapat melunasi utangnya. Di
27
Sutojo, Siswanto. Analisa Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995, hal. 25.
28
Ibid., hal 26
Universitas Sumatera Utara
dalam memberikan kredit, bank menanggung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, maka diperlukan jaminan dalam pemberian kredit. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan,
maupun jaminan perorangan
3. Tujuan dan Fungsi Kredit
Terdapat beberapa fungsi kredit antara lain sebagai berikut : kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua
belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit
harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya.
29
Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh kepada tahapan yang
lebih baik, maksudnya baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat menggambarkan apabila mereka memperoleh
keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan dan masyarakatpun atau Adapun bagi
pihak yang memberi kredit, secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan
secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
29
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia Bandung: Citra Aditya Bakti 2000, hal 372
Universitas Sumatera Utara
Negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian, dan perdagangan antara lain sebagai berikut:
1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.
a. Para pemilik uangmodal dapat secara langsung meminjamkan uangnya
kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.
b. Para pemilik uangmodal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-
lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Kredit uang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel, sehingga apabila
pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel maka akan dapat meninngkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang
ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan berkembang pula
3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat.
Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari suatu tempat
Universitas Sumatera Utara
dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu
barang.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain:
a. Pengendalian inflasi,
b. Peningkatan ekspor, dan
c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.
Setiap orang harus berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan
kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat
meningkatkan usahanya. 6.
Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas
usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkann tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-
proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila
Universitas Sumatera Utara
perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenagatenaga
kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. 7.
Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapat
memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga Negara-
negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuann dalam bentuk kredit kepada negara-
negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar Negara yang
bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN TENTANG JAMINAN PERORANGAN
A. Pengertian Jaminan Perorangan
Kata jaminan dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu
utang. Dengan demikian jaminan perorangan mengandung adanya kekayaan materiil maupun pernyataan kesanggupan immaterial yang dapat dijadikan
sumber pelunasan utang. Di sini kata “Jaminan” mengandung pengertian sebagai suatu transaksi, suatu penyerahan atau kesanggupan untuk menyerahkan
barangnya sebagai pelunasan hutangnya. Dalam pemberian kredit, jaminan merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya.
30
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerhei-dessteling atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang
lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan,
meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian
hukum jaminan. Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan dalam H. Salim HS, SH,
30
Muhamad Djumhana, op cit hal, 218 dikutip dari Thomas Suyatno et. Al, Dasar-dasar Perkreditan,Cetakan Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1990, hal 12-13
Universitas Sumatera Utara
MS mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah :“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda
yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum jaminan bagi lembaga-lembaga
kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan
jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.
31
1. Adanya kaidah hukum
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah :
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak
tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat
pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan; 2.
Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan, adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini, adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas
kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang
31
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 5.
Universitas Sumatera Utara
bertindak sebagai penerima jaminan ini, adalah orang atau badan hukum. Badan hukum, adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga
perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan.
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan immateriil. Jaminan materiil, merupakan jaminan yang berupa hak-
hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil, merupakan jaminan non kebendaan
4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit, merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaaan, dalam
arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya
bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit padanya
B. Jenis-jenis Jaminan