Haemoglobin Kadar Haemoglobin pada Penyakit Jantung Bawaan

2009. TAB ini terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup dan ini sering timbul pada bayi dari ibu yang menderita diabetes Brenstein, 2000.

2.1.4. Diagnosis

Pada umumnya diagnosis PJB ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar dan lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk PJB adalah foto dada, elektrokardiografi dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan untuk PJB ini adalah ekokardiografi dan kateterisasi jantung Roebiono, 2007.

2.1.5. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penanganan PJB harus dilakukan sedini mungkin, untuk mencegah terjadinya kondisi yang buruk. Berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung bawaan dan mempunyai harapan hidup yang lebih panjang. Pada umumnya penatalaksanaan penyakit jantung bawaan ini di tatalaksana dengan teknik non bedah dan teknik bedah. Tatalaksana non bedah yaitu tatalaksana medikamentosa dan juga kardiointervensi. Tatalaksanan medikamentosa ini umumnya sekunder dikarenakan sebagai akibat dari komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau adanya akibat dari kelainan yang menyertai. Dalam hal ini tujuan medikamentosa ini untuk menghilangkan gejala disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan ini tergantung pada jenis PJB yang dihadapi. Tatalaksana bedah jantung ini merupakan bagian yang sangat penting dalam penanganan PJB kemajuan dalam bidang bedah jantung ini memungkinkan bayi dalam keaadan umumnya yang buruk dapat bertahan hidup, sementara itu perkembangan diagnostik telah mampu mendeteksi dini kelainan jantung pada bayi baru lahir bahkan sejak dalam kandungan dengan ekokardigrafi janin Madiyono dan Djer, 2000.

2.2. Haemoglobin

Haemoglobin Hb merupakan protein yang sangat berperan dalam transport oksigen ke jaringan dan karbondioksida ke paru-paru. Dalam darah, Hb Universitas Sumatera Utara memiliki empat buah subunit polipeptida, yang dikenal juga sebagai tetramer Kennely, Rodwell, 2009. Tiap subunit memiliki suatu bagian heme dan satu poliptida globin. Setiap subunit memiliki dua pasang rantai polipeptida yang berbeda. Pada dewasa normal, Hb terdiri dari polipeptida α dan β. Semua jenis ini disebut haemoglobin A dengan kode � 2 dan � 2 . Hb dibentuk dari heme dan globin yang membentuk struktur tetrametrik. Sintesis globin dimulai dari translasi MRNA dari inti sel di ribosom yang kemudian dirakit menjadi asam amino pembentukan globin. Sedangkan heme dibentuk dari hasil siklus asam sitrat, yakni asam amino glisin dan subsinil koA δ- aminolevulinat ALA yang terbentuk di mitokondria direaksikan kembali di sitoplasma menjadi coproporhyrinogen hasil akhir ini dari kemudian dibawa ke mitokondria lagi untuk ditambahkan besi ferro ke cincin protoporphyrin. Kennelly, Rodwell, 2009. Tabel 2.1. Kadar Haemoglobin diagnosis anemia pada Penyakit Jantung Bawaan Amoozgar, 2011 Jenis PJB Anemia PJB Asianotik PJB Sianotik 12gdl 15gdl 2.3. Anemia 2.3.1. Definisi Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia dapat dilihat dari penurunan kadar hemoglobin atau hematokrit Bakta, 2009.

2.3.2. Etiologi dan klasifikasi Anemia

Universitas Sumatera Utara Anemia bukan suatu keadaan yang spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh berbagai macam-macam reaksi patologis dan fisiologis Irawan, 2013. Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis Bakta, 2009 A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit a. Anemia defisiensi besi b. Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan penggunaan utilisasi besi b. Anemia akibat penyakit kronik c. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloplastik c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik e. Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia akibat kekurangan eritropoetin: anemia pada gagal ginjal kronik. B. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia paska perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membrane eritrosit membranopati b. Gangguan enzin eritrosit enzimopati: anemia akibat defisiensi G6PD Universitas Sumatera Utara c. Gangguan hemoglobin hemoglobinopati - thalassemia - hemoglobinopati structural : Hbs, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ektrakorpuskuler a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan: Bakta, 2009. 1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV 80 fl dan MCH 27 pg. 2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg. 3. Anemia makrositer, bila MCV 95 fl. Klasifikasi berdasarkan etiologi dan morfologi bila digabungkan akan sangat membantu dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia. Tabel 2.3. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi Bakta, 2009. 1. Anemia hipokromik mikrositer a. Anemia defisiensi besi b. Thalasemia mayor c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemia sideroblastik 2. Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia aplastik c. Anemia hemolitik didapat Universitas Sumatera Utara d. Anemia akibat penyakit kronik e. Anemia pada gagal ginjal kronik f. Anemia pada sindrom mielodisplastik g. Anemia pada keganasan hematologic 3. Anemia makrositer b. Anemia bentuk megaloblastik 1. Anemia defisiensi asam folat 2. Anemia defisiensi vitamin B12 c. Bentuk non-megaloblastik 1. Anemia pada penyakit hati kronik 2. Anemia pada hipotiroidisme 3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

2.3.3. Gejala Klinis Anemia

Gejala anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apabila kadar hemoglobinnya dibawah normal. Gejala umum anemia timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Berat ringannya suatu gejala umum anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung dan paru sebelumnya. Gejala anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dapat mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku Bakta, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Pendekatan Diagnosis Anemia

Anemia pada anak biasanya berkaitan dengan gannguan psikomotor, kognitif, prestasi disekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan juga perkembangan. Oleh karena itu diperlukannya anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seminimal mungkin Irawan, 2013. Tabel 2.4. Pemeriksaan fisik pada pasien anemia Irawan, 2013 Organ Tanda dan Gejala Kemungkinan Anemia Kulit Pucat Hiperpigmentasi Jaundice Petekie, purpura Hemangioma kavernosus Anemia berat Anemia aplastik fancori Anemia hemolitik akut atau kronis, hepatitis, anemia aplastik. Anemia hemolitik autoimun dengan trombositopenia, haemolytic uremic syndrome, aplasia atau inflitrasi sumsum tulang. Anemia hemolitik mikroangiopati Kepala dan Leher Tulang frontal yang menonjol, tulang malar yang menonjol Hematopoiesis ekstramedular thalasemia mayor, anemia sickle cell, Universitas Sumatera Utara Sclera ikterus Stomatitis angularis radang pada mukosa mulut Glositis peradangan lidah anemia hemolitik congenital lainya. Anemia hemolitik kongenital dan krisis hiperhemolitik yang berkaitan dengan infeksi defisiensi enzim eritrosit, defek membrane eritrosit, thalasemia, hemoglobinopati. Defisiensi besi Defisiensi besi atau vitamin B12 Dada Ronkhi, gallop, takikardi, murmur Gagal jantung kongesti, anemia akut atau berat Ekstremitas Diplasia alat gerak radius Spoon nails kuku sendok Triphalangeal thumbs Anemia aplastik fancori Defisiensi besi Aplasia eritrosit Limpa Splenomegali Anemia hemolitik congenital, infeksi, keganasan hematologis, hipertensi portal Universitas Sumatera Utara

2.4. Kadar Haemoglobin pada Penyakit Jantung Bawaan

Anemia yang digambarkan pada kadar haemoglobin yang rendah merupkan faktor resiko penting untuk morbiditas dan mortalitas pada pasien penyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik. Pada pasien asianotik dengan gagal jantung dapat diperparah dengan anemia. Pada PJB sianotik terjadi penurunan saturasi oksigen dan jumlah sel darah merah yang cukup tinggi. Bedasarkan jenis PJB nya, anemia pada PJB asianotik adalah bila kadar Hb 12 gdl, sedangkan anemia pada PJB sianotik adalah bila kadar Hb 15 gdl Amoozgar et al, 2011. Anemia pada PJB dapat terjadi sebagai dari akibat kehilangan darah akut atau kronis akibat hemostasis yang abnormal, perdarahan pembuluh darah malformasi arteriovenouse atau pembuluh kolateral, penggunaan antikoagulan dan antitrombosit, hemolisis, intervensi, atau operasi. Mengurangi hemopoiesis adalah mekanisme lain anemia pada PJB. Produksi eritropoietin berkurang dan dikaitkan dengan disfungsi ginjal, yang baru-baru ini terbukti pada PJB. Anemia penyakit kronis adalah penyebab lain anemia pada PJB. Aktivasi kekebalan akut atau juga kronis dasar anemia penyakit kronis, seperti sitokin dan system retikuloendotelial yang mempengaruhi homeostasis besi, Produksi eritropoietin, dan durasi hidup dari eritrosit. Aktivasi kekebalan meningkatkan konsentrasi hepsidin. Hepsidin adalah suatu protein yang dilepaskan dari hati oleh IL 6 yang menghambat ferroportin protein yang di temukan dalam usus halus dan bertanggung jawab untuk pelepasan besi. Apabila ferroportin ini di hambat maka akan menghambat penyerapan dari zat besi. Hasilnya zat besi rendah dan terjadi penurunan besi ke sumsum tulang, sehingga menyebabkan anemia kekurangan zat besi. Dengan zat besi yang tidak memadai maka akan mengakibatkan penurunan dari kadar hemoglobin, dan mempengaruhi penurunan kapasitas Universitas Sumatera Utara pembawa oksigen sebagai hasil dari berkurangnya kadar hemoglobin Dimopoulos, 2009.

2.5. Polisitemia pada Penyakit Jantung Bawaan