Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan pada millennium ini bukan hanya persoalan negara dunia ketiga tetapi telah menjadi concern seluruh dunia. Melihat kemiskinan sebagai suatu akibat dari penurunan kemampuan dasar, yang meliputi pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Secara sederhana kemiskinan didefinisikan sebagai ”ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan standar hidup yang layak”. Keterbatasan akses terhadap sumber-sumber daya ekonomi dan pasar banyak dijumpai pada pelaku usaha mikro. 1 Salah satu isu penting menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender, isu penting gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. 2 Bahkan beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan baik di media masa maupun buku-buku atau kegiatan-kegiatan seperti seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi tersebut terjadi di semua tingkatan dan sektor, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial kemasyarakatan, budaya ekonomi sampai pada tingkat rumah tangga. 1 Warta Gubernur, 2007, Jurnal Otonomi dan Pengembangan Daerah, Bogor : APPsi, Vol 2 2 J.Dwi Narwoko dan Bagos Suyanto, Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta, Prenada Media, 2004, Cet. Pertama, hal.312 Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu dalam hal ini perempuan disebabkan oleh perbedaan gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta meaknisme proses marginalisasi perempuan karena perbedaan gender. Dari aspek misalnya, marginalisasi atau pemiskinan perempuan dapat bersumber dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, tradisi atau kebiasaan bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Revolusi hijau green revolution misalnya, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya dan kehilangan pekerjaan perempuan miskin di desa termarginalisasi, sehingga semakin miskin dan tersingkir karena tidak memperoleh pekerjaan di sawah. Hali ini berarti bahwa program revolusi hijau direncanakan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek gender. 3 Kaum perempuan Indonesia tampak belum sepenuhnya berperan sebagai sumber daya pelaku ekonomi. Hal ini ditunjukan oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha, serta rendahnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi seperti teknologi, informasi pasar, kredit dan modal kerja. “ Kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya dapat diwujudkan sebab masyarakat kita masih melekat dengan pengaruh soisal budaya yang patriarkhi. Nilai-nilai ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak merata. 4 3 J. Dwi Narwoko dan Bagog Suyanto, sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, hal.313 4 Byarlina Gymirti, “Bias Gender Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Artikel diakses pada 27 November 2008 dari http:Sinarharapan.co.id. Meskipun penghasilan perempuan pekerja memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarga, perempuan masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan pekerja keluarga. Semuanya itu berdampak pada masih rendahnya partisipasi, akses dan manfaat yang dinikmati perempuan dalam pembangunan. Hal ini antara lain ditandai oleh rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK perempuan yakni 45,6 dibandingkan laki-laki yakni 73, 5 BPS, SAKERNAS 1999. 5 Dengan kehadiran dan berkembangnya Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK di Bogor akan sangat membantu sekali untuk pengembangan usaha kecil khusunya perempuan miskin di Bogor melalui pembiayaan yang diberikan, sehingga dapat melayani kebutuhan pengusaha kecil. Dari model pembiayaan tersebut yang dikeluarkan Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK , diharapkan dapat membantu para pengusaha kecil khusunya perempuan miskin dalam menjalankan usahanya baik berupa pembiayaan maupun tabungan. Aktivasi Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK yang paling mendasar adalah pada kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penghimpunan dana berarti bahwa Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK siap untuk menampung dana masyarakat, terutama para agniya yang kelebihan dana. Sedangkan penyaluran dana, berarti bahwa Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK siap untuk menyalurkan kembali dana yang sudah tersedia kepada masyarakat yang membutuhkan untuk modal usahanya, dan dalam hal ini Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK menggunakan sistem bagi hasil sesuai dengan syariat islam. 5 Gymirti, “Bias Gender Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Artikel diakses pada 27 November 2008 dari http:Sinarharapan.co.id. Berdasarkan permaslahan-permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ Pembiayaan Bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin pada Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK Bogor “. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk mempermudah pada penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi pada pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin. Yaitu, sesuai dengan skripsi yang ingin diangkat adalah “ Pembiayaan bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin pada Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK Bogor”. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mekanisme pembiayaan untuk pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar BAIK Bogor? 2. Apa hasil dari pembiayaan yang telah diberikan oleh koperasi baytul ikhtiar bagi pemberdayaan perempuan miskin di Bogor? 3. Faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatan dalam penyaluran pembiayaan bagi perempuan miskin?

C. Tujuan dan manfaat Penelitian