Pembiayana bagi pemberdayaan perempuan miskin
PEMBIAYAAN BAGI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
MISKIN
(Studi pada Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor )
Oleh:
ILHAM RUHYAT
NIM. 103046128263
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
PEMBIAYAAN BAGI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN
(Studi pada Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
ILHAM RUHYAT
NIM. 103046128263
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc. MA NIP. 150270614
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Pembiayaan bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 01 Februari 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Jakarta, 01 Februari 2010 Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag (...) NIP. 197107011998032002
Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH (...) NIP. 197407252001121001
Pembimbing : Dr. Hj. Amany Lubis, Lc, MA (...) NIP. 15027614
Penguji I : Dr. Euis Nurlaelawati, MA, Ph.D (...) NIP. 197007041996032002
Penguji II : Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag (...) NIP. 150277991
(4)
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salh satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasl karya saya ayau merupakan hasil jiplak dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Desember 2009
(5)
Judul : Pembiayaan bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin Pada Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor
Koperasi baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang dikelola oleh Yayasan Baytul Maal Bogor sebagai lembaga pengelola ZIS bersama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh'afin (Yayasan Peramu) yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah. Model LKMS ini menarik perhatian peneliti karena program ini secara statistik menunjukkan perkembangan yang positif. Kajian lebih dalam dilakukan oleh peneliti melalui sebuah penelitian evaluasi dengan judul Pembiayaan bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin (Studi pada Koperasi baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor.
Rumusan pertanyaan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah: (1) Bagaimana mekanisme pembiayaan untuk pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)? (2) Apakah hasil dari pembiayaan yang telah diberikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor? (3) Faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatan dalam, penyaluran pembiayaan bagi perempuan miskin?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yaitu dari Bulan Februari sampai dengan Bulan Juli 2009. Untuk memperoleh informan dari kalangan penerima manfaat program peneliti melakukan pemilihan informan dalam 2 tahap atau kombinasi, yaitu:. Data-data diperoleh dengan teknik pengumpulan data: (1) Studi kepustakaan atau analisis dokumen. (2) Wawancara mendalam (in-depth interviews) (3) Observasi langsung atau observasi lapangan.
Berdasarkan temuan lapangan dan hasil analisis, kesimpulan yang dapat diambil adalah: (1) program Ikhtiar telah membawa perubahan pada informan penerima manfaatnya yang seluruhnya perempuan, tidak hanya manfaat materiil, yaitu kredit yang bisa mereka akses, tapi juga manfaat yang bersifat non materiil, Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa masukan bagi pelaksana program sebagai berikut (1) merumuskan kembali outcomes yang ingin dicapai oleh program beserta indikator-indikatornya (2) menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang secara spesifik dapat mendorong anggota Koperasi Baytul Ikhtiar agar mau dan mampu melakukan usaha produktif, (3) melibatkan secara langsung kaum laki-laki atau suami melalui kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk menumbuhkan kesadaran akan kesetaraan gender, dan (4) merekomendasikan
(6)
(7)
alam, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah kenabian untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya islam yang terang benderang.
Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepaa semua pihak yang turut andil dalam penulisan skripsi ini, baik lanngsung maupun tidak langsung tanpa bantuan dan dukungan mereka mustahil skripsi ini akan dapat diselesaikan.
Secara khusus ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhamnad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.A, dan Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag.,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau serta senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama melakukan bimbingan di tempat kediaman beliau yang indah dan damai, sayup terdengar hening dan keharmonisan keluarga menambah ketenangan jiwa dan batin penulis.
4. Kedua orang tua penulis Baesusi dan Opay Sopariyah yang tercinta, yang telah bersusah payahdalam memberikan dukungan moril dan materiil
(8)
ii
tukar pikiran dan menjadi teman diskusi dalam penulisan skripsi ini khususnya M. Syaidil Mursalin, Abdullah Alawi (Abah), Nuril Huda, Rahman Nurhakim (Mamo), dan Mirawati yang selalu menemani penulis dalam keadaan apapun terima kasih atas segala dukungan yang selalu kalian berikan di saat penulis mengalami kebuntuan.
6. Teman-teman seperjuanagan angkatan 2003 Perbankan Syariah B khususnya M. Hidayat, Badi’u Rajab, Dede Miftahudin, M. Irfansyah, Cipta kurnia Aji dan kepada semua yang tidak penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis serahkan, semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas-Nya. Sebagaimana tak ada gading yang tak retak, skripsi inipun tak lepas dari kekurangan. Karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saranagar skripsi ini menjadi lebih sempurna.
Jakarta, 10 Desember 2009
(9)
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Metode Penelitian ... 5
E. Kajian Studi Terdahulu ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II PEREMPUAN DAN PELUANG-PELUANG EKONOMI A. Pengertian Gender . ... 12
B. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan ... 14
C. Ekonomi dan Perempuan ... 26
BAB III KOPERASI BAYTUL IKHTIAR A. Koperasi Syariah ... 34
B. Koperasi Baytul Ikhtiar ... 38
1. Kelembagaan ... 38
2. Tujuan Pendirian Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor ... 39
(10)
iv
BAB IV PEMBIAYAAN BAGI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR (BAIK)
A. Jenis Unit Usaha yang dibiayai oleh Koperasi Baytul Ikhtiar ... 45 B. Skema Pemberian Pembiayaan ... 48 C. Kebijakan yang diberikanoleh Koperasi Baytul Ikhtiar pada
Perempuan Miskin ... 56 D. Tingkat Keberhasilan Anggota ... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN
(11)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan pada millennium ini bukan hanya persoalan negara dunia ketiga tetapi telah menjadi concern seluruh dunia. Melihat kemiskinan sebagai suatu akibat dari penurunan kemampuan dasar, yang meliputi pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Secara sederhana kemiskinan didefinisikan sebagai
”ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan standar hidup yang layak”.
Keterbatasan akses terhadap sumber-sumber daya ekonomi dan pasar banyak dijumpai pada pelaku usaha mikro.1
Salah satu isu penting menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender, isu penting gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial.2
Bahkan beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan baik di media masa maupun buku-buku atau kegiatan-kegiatan seperti seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi tersebut terjadi di semua tingkatan dan sektor, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial (kemasyarakatan), budaya ekonomi sampai pada tingkat rumah tangga.
1
Warta Gubernur, 2007, Jurnal Otonomi dan Pengembangan Daerah, Bogor : APPsi, Vol 2
2
J.Dwi Narwoko dan Bagos Suyanto, Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta, Prenada Media, 2004, Cet. Pertama, hal.312
(12)
Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu dalam hal ini perempuan disebabkan oleh perbedaan gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta meaknisme proses marginalisasi perempuan karena perbedaan gender. Dari aspek misalnya, marginalisasi atau pemiskinan perempuan dapat bersumber dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, tradisi atau kebiasaan bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
Revolusi hijau (green revolution) misalnya, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya dan kehilangan pekerjaan perempuan miskin di desa termarginalisasi, sehingga semakin miskin dan tersingkir karena tidak memperoleh pekerjaan di sawah. Hali ini berarti bahwa program revolusi hijau direncanakan tanpa mempertimbangkan aspek-aspek gender.3
Kaum perempuan Indonesia tampak belum sepenuhnya berperan sebagai sumber daya pelaku ekonomi. Hal ini ditunjukan oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha, serta rendahnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi seperti teknologi, informasi pasar, kredit dan modal kerja. “ Kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya dapat diwujudkan sebab masyarakat kita masih melekat dengan pengaruh soisal budaya yang patriarkhi. Nilai-nilai ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak merata.4
3
J. Dwi Narwoko dan Bagog Suyanto, sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, hal.313
4
Byarlina Gymirti, “Bias Gender Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Artikel diakses pada 27 November 2008 dari http://Sinarharapan.co.id.
(13)
Meskipun penghasilan perempuan pekerja memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarga, perempuan masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan pekerja keluarga. Semuanya itu berdampak pada masih rendahnya partisipasi, akses dan manfaat yang dinikmati perempuan dalam pembangunan. Hal ini antara lain ditandai oleh rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yakni 45,6 % dibandingkan laki-laki yakni 73, 5 % (BPS, SAKERNAS 1999).5
Dengan kehadiran dan berkembangnya Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) di Bogor akan sangat membantu sekali untuk pengembangan usaha kecil khusunya perempuan miskin di Bogor melalui pembiayaan yang diberikan, sehingga dapat melayani kebutuhan pengusaha kecil. Dari model pembiayaan tersebut yang dikeluarkan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) , diharapkan dapat membantu para pengusaha kecil khusunya perempuan miskin dalam menjalankan usahanya baik berupa pembiayaan maupun tabungan.
Aktivasi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) yang paling mendasar adalah pada kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penghimpunan dana berarti bahwa Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) siap untuk menampung dana masyarakat, terutama para agniya yang kelebihan dana. Sedangkan penyaluran dana, berarti bahwa Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) siap untuk menyalurkan kembali dana yang sudah tersedia kepada masyarakat yang membutuhkan untuk modal usahanya, dan dalam hal ini Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) menggunakan sistem bagi hasil sesuai dengan syariat islam.
5
Gymirti, “Bias Gender Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Artikel diakses pada 27 November 2008 dari http://Sinarharapan.co.id.
(14)
Berdasarkan permaslahan-permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ Pembiayaan Bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin pada Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor “.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah pada penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi pada pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin. Yaitu, sesuai dengan skripsi yang ingin diangkat adalah “ Pembiayaan bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin pada Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor”.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mekanisme pembiayaan untuk pemberdayaan perempuan yang
dilaksanakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor?
2. Apa hasil dari pembiayaan yang telah diberikan oleh koperasi baytul ikhtiar bagi pemberdayaan perempuan miskin di Bogor?
3. Faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatan dalam penyaluran pembiayaan bagi perempuan miskin?
C. Tujuan dan manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jawaban terhadap masalah yang muncul melalui batasan pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan.
Sifatnya merupakan pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan, adapun tujuan penelitian ini adalah :
(15)
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembiayaan untuk pemberdayaan perempuan miskin ?
2. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari Pembiayaan yang telah diberikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar bagi Pemberdayaan Perempuan Miskin di Bogor?
3. Untuk mengetahui apa saja factor-faktor yang menjadi kendala dan hambatan dalam penyaluran pembiayaan untuk pemberdayaan perempuan miskin ?
Sedangkan manfaat penelitian ini diupayakan memberikan kontribusi bagi berbagai pihak yang terkait diantaranya adalah :
1. Secara Teoritis : Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang ekonomi Islam khususnya tentang pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin. 2. Secara Praktis : Bermanfaat khusunya bagi peneliti dan umumnya bagi
masyarakat Muslim agar mengetahui dan mengenal pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Agar dapat mempertahankan nilai-nilai Islami, guna menegakkan syariah islam.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah deskripsi analisis kualitatif, yaitu sebuah metode di mana penulis menggambarkan permasalahan yang didasari pada data yang telah diperoleh, kemudian mengenalisa data tersebut lebih lanjut. Proses analisa dari membaca, mempelajari dan menelaah data secara seksama, selanjutnya diambil kesimpulan dari hasil analisa tersebut.
(16)
2. Pendekatan Penelitian
Secara keseluruhan penulis dalam mengerjakan skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian survey atau penulisan yang tidak mengadakan perhitungan melainkan penekanan ilmiah.
3. Sumber Data
Yang menjadi bahan acuan atau sumber data dalam penelitian ini penulis membaginya dalam 2 kategori yaitu :
1. Data primer adalah data yang langsung berkaiatan dengan objek penelitian.Yang menjadi data primer adalah koperasi baytul ikhtiar (BAIK) Bogor yaitu penulis mewawancarai langsung secara mendalam 2. Data sekunder adalah digunakan untuk mendukung data primer, dalam hal
ini peneliti menggunakan data sekunder berupa dokumentasi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin seperti : buku-buku, hasil penelitian, majalah dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian.
a. Penelitian Kepustakaan (Library Researsch)
Yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari data dan informasi kepustakaan yang diperlukan. Sumber data berasal dari buku-buku majalah, kitab, surat kabar, artikel, media internet dan sumber kepustakaan lainnya yang mendukung dan ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas. Khususnya yang berkaitan dengan mekanisme pembiayaan, pemberdayaan
(17)
perempuan, koperasi syariah, masyarakat serta seluk beluknya. Di samping itu, penulis juga menggunakan bahan-bahan dokumen yang ada di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor.
b. Penelitian Lapangan
Yakni penulis terjun langsung ke lokasi penelitian Yaitu Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor, metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua (2) cara, Yaitu :
1. Observasi
Observasi dilakukan guna mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Tentang hal-hal yang dilakukan dalam observasi adalah mengenai keadaan di lokasi penelitian yang berkaitan dengan pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin.
Dengan dilakukannya observasi, maka diperoleh gambaran jelas mengenai pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor.
2. Wawancara
Penulis menggunakan teknik wawancara untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan data-data tentang pembiayaan bagi pemberdayaan perempuan miskin di Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor
(18)
5. Teknis Analisa Data
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolut untuk mengolah dan menganalisis data .
Langkah selanjutnya adalah melakukan koding, yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari
Setelah itu data dianalisis untuk mengidentifikasi pola pengalaman informan selama terlibat di dalam program, karakteristik pola partisipasi selama terlibat di dalam program dan dan pola perubahan yang terjadi pada informan.
6. Pedoman Penulisan Skripsi
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “ Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan beberapa pengecualian :
a. Dalam penulisan daftar pustaka, Al-qur’an ditempatkan pada urutan pertama
b. Terjemahan Al-qur’an dan Hadis ditulis satu spasi sekalipun kurang dari enam baris.
E. Kajian Studi Terdahulu
Berdasarkan teknik yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwa masalah pokok dalam penelitian ini tampaknya masih kurang mendapat perhatian dari peneliti untuk tidak mengatakan belum pernah diteliti sama sekali.
(19)
Berikut beberapa tinjauan (review) studi terdahulu yang penulis dapati : No Nama Penulis Judul Skripsi Tempat
penelitian Hasil Penelitian 1. Latif Wicaksono Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Sumber dan Penggunaan Dana Koperasi Pedagang Pasar (KOPPAS)
karet Padurenan
Koperasi merupakan lembaga ekonomi yang berwatak sosial, karena disamping untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya lembaga ini juga harus memperhatikan kehidupan sosial dan anggotanya
2. Siti Irma Fatimah Analisis Strategi Koperasi Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas Subang Jawa Barat
Upaya Koperasi Pondok Pesantren dalam pemberdayaan ekonomi diwilayah tersebut maju dan berkembang dengan pembekalan
pemberdayaan yang telah diberikan oleh koperasi Pondok Pesantren tersebut dan berhasil
membentuk ekonomi rakayat yang mandiri 3 Cecep Suyudja Starategi Nirlaba
dalam Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) Lembaga Nirlaba Syariah Masyarakat Mandiri
Parung - Bogor
Dompet dhuafa sebagai sebuah lembaga yang
menjaring Dana-dana (ZIS) berperan aktif dalam mengatasi kondisi sosial masyarakatdalam bidang kesejahteraan ekonomi yang tidak merata
Dalam kumpulan skripsi di atas penulis beranggapan tentang skripsi mereka sangat berhubungan dengan skripsi yang penulis tulis.
(20)
Secara prinsipil penulis di sini menggambarkan tentang dampak atau pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh sebuah koperasi syariah pada pemberdayaan ekonomi, dan fokus skripsi ini berorientasi pada pemberdayaan perempuan miskin berbeda dari kebanyakan skripsi-skripsi terdahulu yang banyak membahas tentang pemberdayaan yang sifatnya umum atau kerakyatan.
F. Sistematika penulisan
Penulis membagi kerangka tulisan ini ke dalam lima (5) bab. Di antaranya sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kajian studi terdahulu dan sistematika penulisan
BAB II : PEREMPUAN MISKIN DAN PELUANG-PELUANG EKONOMI
Pada bab ini penulis membahas mengenai pengertian gender, pemberdayaan ekonomi, ekonomi dan perempuan.
BAB III : KOPERASI BAYTUL IKHTIAR (BAIK) BOGOR
Pada bab ini penulis membahas mengenai pengertian koperasi syariah, sejarah berdirinya koperasi BAIK, misi dan visi koperasi BAIK, letak geografis, BAIK dan Struktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor
(21)
BAB IV : PEMBIAYAAN BAGI PEREMPUAN MISKIN DI BAIK
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai jenis usaha apa saja yang dibiayai, skema pemberian kredit, kebijakan yang diberikan koperasi kepada perempuan dan tingkat keberhasilan anggota
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini penulis membahas mengenai kesimpulan dan sran-saran yang berdasarkan hasil dan evaluasi mengenai masalah yang telah dibahas.
(22)
BAB II
PEREMPUAN DAN PELUANG-PELUANG EKONOMI 1. Pengertian Sex dan Gender
Kata sex berasal dari bahasa inggris sex, berarti jenis kelamin1 pemahaman ini diperjelas dalam kamus lainnya bahwa “sex is the haracteristic which distinguish the male from tehe female”, yakni cirri-ciriyang membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Menurut bahasa, kata gender diartikan sebagai “the grouping of wards into nasculine, feminine and neuter according as they are regarded as male, female or without sex” artinya : gender adalah kelompok kata yang mempunyai sifat maskulin, feminine atau tanpa keduanya, netral2.
Di dalam Ensyclopedia of Feninism dikatakan untuk seks dan gender
bahwa :
Gender adalah sebuah istilah yang menunjukan pembagian peran social anatara laki-laki dan perempuan dan ini mengacu kepada pemberian cirri emosional dan psikologis yang diharapkan oleh budaya tertentu yang disesuaikan dengan pisik laki-laki dan perempuan. Adapun istilah seks mengacu kepada perbedaan secara biologis dan anatomis anatara laki-laki dan perempuan3
Mengacu pada pendapat tersebut, berarti semua hal yang yang dapat dipertukarkan, anatar sifat perempuan dan sifat laki-laki, yang bias berubah dari masa kemasa serta berbeda dari lokasi kelikasi lainnya, maupun berbeda dari
1
. John. M.Echols ad Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
2
Hornby, A. S, The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, London, 1965
3
(23)
suatu komunitas ke komunitas yang lain; itulah yang dikenal dengan konsep gender . Pada dasarnya gender berada di alam bawah sadar setiap masyarakat . individu-individu secara tidak sadar membawa harapan dan ambisinya untuk membaangun masa depan dan masyarakatnya berdasarkan pemahaman tertentu dengan gender
Dari penjelasan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan kodrat tuhan. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dan seks (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelamin anatara laki-laki dan perempuan adalah kodrat tuhan secara permanent tidak berubah dan merupakan ketetntuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan tingkah laku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk (socially constructed). Perbedan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang.
Identitas (atribut ) gender dapat dikenali semenjak anak dilahirkan, apakah ia berkelamin laki-laki atau perempuan. Selanjutnya keduanya segera diberi peran sesuai dengan apa yang dikonsepsikan oleh masyarakat kepada masing-masing.
Siafat yang dibentuk secara sosial (socially contructed) seperti emosional, cengeng, kuat, dan rasional merupakan siafat-sifat yang dapat melekat baik pada laki-laki maupun perempuan.4
Arief Budiman menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempertahankan pembagian peran dan/atau kerja laki-laki dan perempuan yakni pertama, factor sosial ekonomi yang didasarkan pada kebutuhan nyata dari sistem masyarakat itu.
4
Asriati dan Amany Lubis, “Pengantar Kajian Gender” Jakarta, Pusat Studi Wanita (PSW) dan Mcgill-ICIHEP .2003.
(24)
Kedua, faktor ideologi atau sistem patriarki yang bukan hanya sekedal sistem kepercayaan abstrak belaka akan tetapi didukung oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan yang menyebarkan, mengembangbiakan dan melestarikannya. 5
2. Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an atau akhir abad 20.6
Beberapa konsep pemberdayaan yang dapat disebutkan antara lain adalah menurut Adi bahwa suatu proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang terkait dengan diri mereka. Dalam hal ini termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.7
Oleh sebab itu pemberdayaan dimaknai sebagai upaya menumbuhkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk meningkatkan posisi tawar
(bargaining power), sehingga memiliki akses dan kemampuan untuk mengambil
5
Arif Budiman , Pembagian Kerja Secara Seksual, sebuah pembahasan Sosiologi
tentang Peran Wanita di dalam masyarakat. Jakarta PT.Gramedia 1981.
6
A.M.W. Pranarka dan Vindyandika Moeljarto, Pemberdayaan (Empowerment) dalam
Pemberdayan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta, Lembaga Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI. 1996. h. 44 .
7
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan
(25)
keuntungan timbal-balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Keempat bidang ini saling terkait. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat juga berarti memberikan wewenang dan pelayanan sehingga kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam empat bidang tersebut dapat berkembang. Pemberdayaan masyarakat harus pula berarti membangkitkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakatnya.
Sumodiningrat menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan umum (universal) dan pendekatan khusus (ideal). Dengan pendekatan umum, bantuan baik berupa dana, prasarana, dan sarana diberikan kepada semua daerah dan semua penduduk secara merata.8 Pendekatan ini keuntungannya adalah mudah diterapkan. Namun, pendekatan ini sangat mahal dan mempunyai resiko kebocoran yang cukup tinggi. Sedangkan dengan pendekatan khusus, bantuan diberikan kepada penduduk atau daerah yang benar-benar memerlukan, dan kebocoran dapat ditekan sekecil mungkin. Berdasarkan pendekatan ini, perencanaan dalam penggunaan bantuan ditentukan sendiri oleh masyarakat.
Masalah kemiskinan mendapat perhatian khusus dalam pemberdayaan karena memiliki korelasi yang sangat kuat dengan munculnya berbagai masalah sosial. Persoalan ini sudah lama meresahkan seluruh bangsa di dunia. Sejak tahun 1973, Combs dan Ahmed melaporkan bahwa masalah kemiskinan telah
8
Gunawan Sumodiningrat, Pemberdaaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial.
(26)
mencekam sepertiga dari seluruh umat manusia.9 Pada dekade kini, dari 6 milyar penduduk bumi, sekitar 2,8 milyar orang hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2 per hari.10
Dalam pengertian konvensional, kemiskinan memang (hanya) dimaknai sebagai permasalahan pendapatan (income) individu, kelompok, komunitas, masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.11 Hal ini terlihat pula pada batasan yang dikemukakan UNDP bahwa seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Oleh Karena itu, upaya penanganan kemiskinan yang dilakukan pada negara dunia ketiga baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah, pada umumnya hanya bertumpu pada upaya peningkatan pendapatan12. Itu sebabnya, berbagai upaya penanganan kemiskinan itu tidak menyelesaikan masalah dan cenderung gagal.
Untuk itu, menurut Zikrullah sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang perlu di fahami oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap upaya penanggulangan masalah kemiskinan, yaitu: (a) kemiskinan subsitensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal; (b) kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk, (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah; (c) kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk,
9
Philip H. Combs dan Manzoor Ahmed, Memerangi Kemiskinan di Pedesaan melalui
Pendidikan Non-Formal. Jakarta, CV. Rajawali. 2003. h. vii
10
World Bank, International Program for Development Evaluation Traning (IPDET).
Washington Dc. The World Bank Group, Carleton University, IOB/Ministry of Affairs, Nedtherlands. 2004. h. 3
11
Y. Adam Zikrullah, Struktur Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan, Media Partisipatif – P2kp, N.07 Edisi Oktober. 2002. h. 11
12
Cox. Poverty Alleviation Program in the Asia-Pasific Region, Seminar, 3rd March, Jakarta. 2004.
(27)
terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan; (d) kemiskinan partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas; (e) kemiskinan identitas, terbatasnya perbauran antara kelompok sosial, terfragmentasi; dan (f) kemiskinan kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas.13
Syahyuti pun berpendapat bahwa orang menjadi miskin karena ia tidak dapat melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. 14 Oleh karena itu, maka kunci penanggulangan kemiskinan menurutnya adalah dibukanya akses orang-orang miskin, yaitu akses terhadap lembaga pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep kemandirian dan partisipasi. Hubungan pemberdayaan dengan kedua faktor tersebut adalah bahwa partisipasi merupakan faktor pendorong bagi kebangkitan kemandirian dalam proses pemberdayaan. Adanya partisipasi merupakan sarana efektif sebagai pembangkit semangat untuk dapat menolong diri sendiri keluar dari belenggu kemiskinan.
kebebasan manusia didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Nilai ini membentuk prilaku yang berani mempertanggung jawabkan secara pribadi atas apa yang telah dibuatnya. Berkaitan dengan kebebasan individu dam
13
Zikrullah. Struktur Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan. H. 11..
14
Syahyuti, 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian:
Penjelasan tentang Konsep, Istilah, Teori, dan Indikator serta variabel. Jakarta, PT. Bina Rena
(28)
berimprovisasi dan berkreativitas dalam kehidupannya ditegaskan dalam Q.S ar-ra’ad : 11 yaitu :15
“ ……….Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri……….
Jadi pembedayaan adalah upaya membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkakan harkat dan martaat lapisan masyarakat dalam kondisi yang kurang mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan . dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.16 Pemberdayaan diarahka guna meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat secara produktif shingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan lebih besar.
Meskipun pada kenyataannya manusia dilahirkan secara sama, dalam perkembangannya mereka bisa berlainan, tergantung dari bakat, keterampilan lingkungan, pengalaman hidup dan sebagainya. Bakat dan kesempatan yang dimiliki manusia akan berimplikasi pada danya kemampuan berbeda dan kemampan yang berbeda akan berimplikasi pada pembagian kerja dalam masyarakat.
15
M.Arifin Hamid, MH.DR.H, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia : Perspektif
Sosioyuridis , Jakarta : eLSAS, 2007., h. 135.
16
(29)
Itulah sebabnya Islam memberikan petunjuk yang mengesankan mengenai penegakan keadilan sosial agar jurang antara mereka yang miskin dan yang kaya tidak terjadi atau tidak membiarkan harta itu hanya beredar pada orang kaya saja. Itulah tanggung jawab kita semua
Yunus berpendapat bahwa jika tujuan pembangunan ekonomi mencakup perbaikan standar hidup secara umum, mengurangi kemiskinan, menciptakan peluang kerja dan mengurangi kesenjangan, maka lumrah saja untuk melakukannya melalui perempuan. Bukan saja karena sebagian besar kaum miskin, menganggur dan kurang beruntung secara sosial ekonomi itu adalah kaum perempuan, tetapi kaum perempuan juga lebih siap dan berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan anak-anak dan suaminya. Pengalaman dalam menyalurkan kredit mikro melalui Grameen Bank menunjukkan bahwa kredit mikro yang disalurkan kepada perempuan lebih cepat membawa perubahan dari pada yang disalurkan kepada laki-laki.17
Dengan demikian, peran perempuan dalam upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat diabaikan. Menurut Tjondronegoro sudah selayaknya jika deklarasi Microcredit Summit yang diselenggarakan di Washngton D.C. pada tanggal 2-4 Februari 1997 menyatakan suatu tekad untuk menghapuskan kemiskinan dengan mendukung sepenuhnya proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap kelompok masyarakat yang paling miskin, yaitu kaum perempuan.18
17
Yunus, Muhammad, Bank Kaum Miskin (Terjemahan), Serpong Marjin Kiri, 2007. h. 71.
18
Tjondronegoro, Sediono M P, Diskusi Ahli: Pemberdayaan dan ReplikasiAspek
Finansial Usaha Kecil di Indonesia ( Kata Pengantar ) disunting oleh Erna Ermawati Chotim dan
(30)
Tidak hanya dalam bidang ekonomi, Siregar mengemukakan bahwa dalam bidang kesehatan keluarga dan lingkungan pun, perempuan dalam hal ini kaum ibu, berada di garis depan. Kesehatan keluarga berada di tangan para ibu yang mengatur dan melaksanakan ketertiban rumah tangga, kebersihan dan kerapihannya. Ibulah yang menentukan derajat kesehatan keluarganya melalui belanja rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Ibu pula yang menjadi pengasuh dan pendidik utama anak-anak bahkan perilaku anak dibentuk sejak masih di dalam kandungan. Oleh karena itu kesadaran akan kebersihan dan kelestarian lingkungan menjadi sangat penting dimiliki oleh seorang ibu. Pola pikir dan pola sikap ibu yang berwawasan lingkungan akan menurun pada anak.19 Melihat pentingnya peran perempuan baik dalam kehidupan rumah tangga maupun lingkungannya dan dengan berbagai kondisi yang dialaminya, maka pemberdayaan perempuan menduduki posisi yang sangat strategis. Menurut Dewayanti dan Chotim, pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk memperbesar akses dan kontrol perempuan atas sumberdaya ekonomi, politik (pengambilan keputusan) dan budaya (perumusan nilai, simbol dan ideologi). Pemberdayaan perempuan pengusaha mikro terkait tidak hanya dengan persoalan mempertahankan kelangsungan usaha demi pemenuhan kebutuhan keluarganya dan dengan persoalan gender, tapi juga terkait dengan upaya pengurangan kemiskinan.20
19
Ameilia Zuliyanti Siregar, Pemberdayaan Wanita dalam Mengelola Lingkungan.
Medan, Departement Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. 2007. h. 9-10.
20
Ratih Dewayanti dan Erna Ermawati , Marjinalisasi dan Eksploitasi Perempuan
(31)
Oleh karena itu, menurut Noerdin, program-program penanggulangan kemiskinan seharusnya memuat strategi dan langkah-langkah untuk secara signifikan mengurangi jumlah perempuan miskin.21 Lebih lanjut Noerdin menjelaskan bahwa penggunaan analisis gender dalam program penanggulangan kemiskinan akan membantu mengidentifikasi ketimpangan akses dan kontrol atas beragam sumberdaya antara perempuan dan laki-laki sebagai aspek yang penting dari kemiskinan. Beberapa indikator yang berbasiskan pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan pada perempuan, antara lain adalah:
1. Perempuan bukan sebagai pengambil keputusan dalam rumah tangga, komunitas, masyarakat, dan negara.
2. Perempuan mendapatkan gaji yang lebih rendah untuk pekerjaan yang sama.
3. Perempuan seringkali terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan domestik yang tidak dibayar atau dibayar rendah sehingga jam kerja perempuan lebih tinggi daripada jam kerja laki-laki, sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki..
4. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan. 5. Perempuan tidak punya hak atas tanah yang ditinggalinya, karena tanah
dan aset lainnya atas nama suami, bapak, saudara laki-laki atau kakek. 6. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usahanya sendiri.
Program penanggulangan kemiskinan yang responsif gender tidak bisa dibuat hanya dengan menyisipkan beberapa program pemberdayaan perempuan.
21
Noerdin, Edriana, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, Jakarta, Women Research Institute, 2006.
(32)
Keseluruhan proses perencanaan, implementasi, dan pemantauan program tersebut haruslah berperspektif gender. Dengan memetakan hubungan antara ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, program pengentasan kemiskinan akan mampu menurunkan angka kemiskinan kaum perempuan dengan jalan, sebagai berikut :
1. Meningkatkan akses perempuan terhadap kesempatan kerja dan berusaha, akses terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan yang murah dan bermutu, akses terhadap sumberdaya modal, bahan baku dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan pada berbagai level.
2. Keterlibatan perempuan dalam mengontrol proses perencanaan, pelaksanaan, pengalokasian anggaran dan memantau jalannya kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
3. Meningkatkan penerimaan manfaat dari bermacam-macam program pemberdayaan perempuan baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik dalam rangka penanggulangan kemiskian.22
Sedangkan Zarida, menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang memberikan kemungkinan bagi setiap perempuan agar dapat menunaikan tugas aktualisasi eksistensinya dengan seluas-luasnya dan setinggi-tingginya. 23 Jika dilihat lebih jauh lagi, pemberdayaan perempuan mempunyai tingkatan (level) yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu sebagai berikut:
22
Noerdin, Edriana, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan. Jakarta, Women Research institute, 2006. h. 27.
23
Zarida, dkk, Pemberdayaan Terhadap Wanita Pedagang Kecil di Pasar Tradisional
(33)
Tingkatan pertama, adalah welfare (kesejahteraan). Pada tingkat ini yang menjadi ukuran adalah nutrisi, pendapatan dan makanan. Ukuran yang dipakai pada tingkatan ini lebih bersifat statistik dari pada kemampuan individu untuk merubah dirinya. Pada tingkatan ini pendekatan pemberdayaan pada perempuan sulit dilakukan.
Tingkatan kedua adalah access (akses). Perbedaan kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan menimbulkan ketidaksamaan akses terhadap sumber-sumber pendapatan seperti tanah dan kredit maupun pelayanan. Pada tingkat ini, laki-laki mempunyai akses yang lebih besar dari pada perempuan dalam memperoleh pendidikan, pelayanan dan keterampilan. Adapun perbedaan antara laki-laki dan perempuan tersebut pada dasarnya merujuk pada rendahnya pemanfaatan terhadap kesempatan dan sumber-sumber pendapatan. Untuk mengatasi perbedaan ini perempuan harus mempunyai akses yang sama dengan laki-laki dalam memperoleh kesempatan.
Tingkatan ketiga adalah conscientitation (kesadaran moral) Perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada tingkat ini dipercaya sebagai perbedaan yang datangnya dari Tuhan, yaitu bahwa posisi perempuan secara sosial dan ekonomi lebih rendah dari laki-laki. Pemberdayaan dalam tingkat ini berarti memberi kesadaran pada perempuan bahwa perbedaan tersebut sebenarnya terbentuk (dibangun) oleh masyarakat dan dapat dirubah (dikurangi).
Tingkatan keempat adalah partisipation (partisipasi). Pada tingkatan ini yang diperhatikan adalah partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi ini dapat dilihat melalui program dimana perempuan turut terlibat
(34)
mulai dari perencanaan, manajemen, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Keterlibatan perempuan dalam suatu komunitas masyarakat merupakan hasil dari pemberdayaan yang dilakukan.
Tingkatan kelima adalah control (kontrol). Pada tingkatan ini perbedaan antara laki-laki dan perempuan terlihat pada posisi (kekuasaan) mereka terutama dalam rumah tangga dan masyarakat. Kesamaan dalam hal kontrol terhadap rumah tangga dan masyarakat akan membuat perempuan memperoleh peningkatan akan akses terhadap sumber-sumber pendapatan. Dengan demikian kesejahteraan mereka dapat meningkat pula.
Perempuan secara langsung menunjuk pada salah satu dari dua jenis kelamin, meskipun di dalam kehidupan sosial selalu dinilai sebagai the other sex
yang sangat menentukan mode representasi sosial tentang statusdan peran perempuan. Marginalisasi perempuan yang muncul kemudian menunjukan bahwa perempuan menjadi the second sex seperti juga sering disebut “ Warga kelas dua”
yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan . dikotomi nature dan culture
misalnya telah digunakan untuk menunjukan pemisahan dan stratifikasi diantara dua jenis kelamin ini, yang satu memiliki status lebih rendah dari yang lain.24
Pergeseran peran perempuan dari peran domestik ke publik perempuan merupakan tanda penting dari perkembangan realitas sosial, ekonomi dan politik perempuan. Kesadaran perempuan tentu semakin meningkat terhadap peran nondomestik, terlepas didasari oleh kepentingan apa dan siapa. Namun, keterlibatan bukan berarti hak perempuan semakin diperhatikan karena
24
Dr. Irwan Abdullah, ed. Sungkan Peran Gender (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1997 ) Cet. 1. h. 3.
(35)
keterlibatan perempuan dimanfaatkan oleh laki-laki dan oleh berbagai kepentingan lain, seperti negara dan kapitalis. Perempuan telah menjadi faktor penting dalam ekonomi rumah tangga, terutama pada saat laki-laki “ Kehilangan kesempatan terlibat akibat segemantasi pasar tenaga kerja. Bagi negara, perempuan telah menjadi sumber devisa atas keterlibatannya sebagai tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Perempuan juga tidak lebih sebagai korban dari struktur ekonomi yang semakin kompetitif, karena upah rendah yang diberikan kepada perempuan telah memungkinkan perusahaan bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Selain itu, perempuan secara umum masih dipandang sebagai the other sex atau orang asing dalam dunia kerja.. hal ini tampak dari berbagai bentuk pengingkaran sosial (social exclusion) yang dilakukan oleh laki-laki atau institusi-institusi pendukung terhadap kaum perempuan. Kekerasan dan pelecehan seksual serta aturan-aturan kerja yang tidak jelas merupakan tanda pemgingkaran ini. Meskipun muncul reaksi dari kalangan perempuan dan kaum feminis, melalui berbagai protes dan tindakan-tindakan penolakan, seperti berhenti kerja atau pindah bekerja di tempat lain, tekanan semacam ini masih sulit dihilangkan.25
Perempuan akhirnya melihat dunia kerja semacam dunia baru yang masih rawan dan tidak aman bagi mereka. Belum lagi kendala yang dihadapi dalam keluarga, suatu persoalan yang muncul akibat keterlibatan mereka di luar rumah. Keluhan kaum perempuan banyak disamping dalam berbagai kesempatan.
Hubungan laki-laki dan perempuan ternyata tidak hanya menjadi masalah di tempat kerja atau di luar rumah, tetapi justru di dalam rumah. Rumah di mana
25
(36)
perempuan mendapatkan kebahagian akhirnya berubah menjadi “ dunia lain “ bagi perempuan sendiri, padahal satu kaki perempuan sudah terlanjur berada di luar rumah.
Kendala lain yang penting untuk perjuangan perempuan mendapatkan tempat yang proporsional dalam dunia publik, berasal dari kaum perempuan sendiri.banyak perempuan dan institusi yang notebenenya membantu perempuan malah menyalahkan perempuan dengan mendorong mereka mundur kembali ke kodratnya sebagai perempuan. Hal semacam ini telah memecah belah keyakinan perempuan tentang “ apa yang sesungguhnya mereka inginkan”. Berbagai persoalan, baik yang bersifat sosial, kultural, ekonomi maupun politik, justru semakin menjauhkan perempuan dari “ potret diri” yang sedang mereka cari. Atau jangan-jangan kita semua telah menciptakan diskursus yang semakin jauh dari nilai acuannya, sehingga menguburkan potret yang sesungguhnya sangat jelas terlihat oleh si pemiliknya. 26
3. Ekonomi dan Perempuan
Salah satu program yang mempunyai potensi yang besar dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan perempuan adalah program penyaluran kredit mikro. Pelayanan keuangan mikro (kredit mikro) terus berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran dan pemahaman mengenai masyarakat miskin. Pada masa pemberian kredit pertanian bersubsidi antara tahun 1950-an sampai 1970-an, masyarakat miskin dipandang sebagai petani kecil yang tersisihkan dan biasanya laki-laki, sehingga perlu ditingkatkan produktivitasnya
26
(37)
melalui pemberian kredit. Pada era 1980-an masyarakat miskin lebih banyak dipandang sebagai pengusaha mikro yang umumnya perempuan, yang tidak memiliki aset untuk dijadikan jaminan walaupun usahanya mempunyai prospek untuk dikembangkan. Oleh karena itu banyak dikembangkan upaya, terutama oleh lembaga non pemerintah untuk menyediakan kredit mikro bagi perempuan.
Menurut Mayoux sejak awal tahun 1970-an gerakan-gerakan perempuan di beberapa negara mulai menyadari bahwa tidak adanya akses atas kredit untuk modal usaha menjadi faktor penghambat utama bagi perempuan untuk memperoleh pendapatan.27 Ketidakmampuan perempuan berkontribusi secara ekonomi terhadap rumah tangganya membuat posisi perempuan lemah baik dalam rumah tangga maupun komunitasnya. Oleh karena itu, gerakan-gerakan perempuan tersebut menjadi begitu tertarik pada program-program dan koperasi-koperasi yang memberikan kredit yang secara khusus ditujukan untuk orang miskin dan banyak dimanfaatkan oleh perempuan. Sejak itu pula banyak organisasi-organisasi perempuan di seluruh dunia mulai memanfaatkan program kredit dan tabungan sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan pendapatan perempuan dan menyadarkan perempuan terhadap isu-isu gender yang lebih luas.
Pada perkembangan selanjutnya, di era 80-an muncullah lembaga-lembaga keuangan mikro (microfinance intitutions) yang mulai menjadikan kaum perempuan miskin sebagai kelompok sasaran penerima program. Bahkan menurut Aryo pada pertengahan tahun 1990-an program keuangan mikro secara umum telah membidik perempuan sebagai kelompok sasarannya sebagai sebuah
27
Linda Mayoux, What Do We Want to Know? Selecting Indicators From Impact Assesment to Sustainable and Participatory Practical Learning: A Guide for Enterprise Development Open University Working Paper, Milton Keynes. 2001 .h. 5.
(38)
upaya sistematis untuk menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan perempuan.28 Salah satu contoh program keuangan mikro untuk perempuan yang paling populer saat ini adalah Grameen Bank di Bangladesh. Menurut Khudori, model Grameen Bank yang dikembangkan oleh Muhammad Yunus di Bangladesh merupakan contoh upaya pemberdayaan perempuan yang dinilai sangat berhasil mengangkat harkat dan martabat perempuan sehingga peran dan kedudukannya dihargai baik dalam rumah tangga maupun dalam komunitasnya.29
Grameen Bank menjadikan kaum perempuan yang miskin sebagai kelompok
sasaran utama. Muhammad Yunus melakukan hal itu karena beberapa alasan.
Pertama, dari segi ketenagakerjaan, umumnya perempuan dianggap bukan tenaga
kerja produktif, sehingga dengan bantuan kredit mereka bisa melakukan kegiatan usaha produktif di sela-sela kesibukan mengurus rumah tangganya. Kedua, secara kultural, perempuan terbiasa mengurus ekonomi rumah tangga (manajer keuangan dalam rumah tangganya). Hal ini memberikan peluang yang lebih besar terhadap keberhasilan pengelolaan kredit yang yang disalurkan untuk rumah tangga miskin.
Ketiga, secara emosional, perempuan lebih dekat dengan anak-anaknya. Pada saat perempuan memperoleh pendapatan maka ia akan memanfaatkan pendapatan ini untuk keperluan anak-anaknya sebagai prioritas utama. Perempuan menjadi kunci pembentukan kualitas sumber daya manusia anak-anaknya. Keempat, kredit merupakan jembatan emas menuju persamaan hak kaum perempuan dengan
28
Bagus Aryo, Pemberdayaan Perempuan Melalui Microfinance : Suatu Telaah
Kebijakan Penangulangan Kemiskinan. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Jilid 4, Nomor 1. Depok
Laboratorium Kesejateraan Sosial, Departement Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2006. h. 2.
29
Khudori, Yunus dan Pemberdayaan ekonomi Rakyat, Dalam harian Koran Tempo. Edisi 18 Oktober 2006 .
(39)
laki. Selama ini ketimpangan gender terjadi karena perempuan dianggap tidak memberikan kontribusi ekonomi terhadap rumah tangganya.
Perempuan merupakan klien atau mitra yang tepat untuk microfinance
(kredit mikro) karena dengan memfokuskan pada perempuan, pihak yang terbantu pada hakekatnya tidak hanya perempuan tapi juga keluarganya dan masyarakat secara umum30. Begitu pun Mayoux dalam salah satu laporan penelitiannya mengungkapkan bahwa peningkatan akses terhadap kredit dan tabungan dapat menjadi pintu pembuka dan memperkuat setiap mata rantai pemberdayaan perempuan karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Perempuan dapat menggunakan kredit dan tabungan tersebut untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan aset rumah tangganya. Hal itu akan membuat perempuan memiliki kontrol atas pendapatan dan aset tersebut.
2. Adanya kontribusi ekonomi dapat meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan (decision making) ekonomi di dalam rumah tangga menuju kesejahteraan yang lebih baik bagi perempuan, anak-anak dan juga laki-laki (suami).
3. Meningkatnya peran perempuan dalam perekonomian rumah tangga dapat membawa perubahan peran-peran gender dan meningkatkan statusnya dalam rumah tangga dan komunitasnya.31
30
Aryo, Pemberdayaan Perempuan Melalui Microfinance : Suatu Telaah Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan . h. 4.
31
(40)
Sedangkan menurut Hastuti et all. upaya pengembangan usaha mikro yang dilakukan oleh perempuan melalui penyaluran kredit ini menjadi penting, karena perempuan berhadapan dengan kendala-kendala tertentu yang dikenal dengan istilah “tripple burden of women”, yaitu ketika mereka ‘diminta’ menjalankan fungsi reproduksi, produksi, sekaligus fungsi sosial di masyarakat pada saat yang bersamaan. Hal tersebut menyebabkan kesempatan perempuan untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang ada menjadi sangat terbatas. 32
Sebagian besar perempuan masih berkiprah di sektor informal atau pekerjaan yang tidak memerlukan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang spesifik. Pekerjaan-pekerjaan ini biasanya kurang memberikan jaminan perlindungan secara hukum dan jaminan kesejahteraan yang memadai, di samping kondisi kerja yang memprihatinkan serta pendapatan yang rendah. Beberapa studi menurut Hastuti et al. mengindikasikan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu studi menunjukkan bahwa upah perempuan sekitar 70% dari upah laki-laki. Dilihat dari akses terhadap kredit, pengusaha perempuan diperkirakan mempunyai akses yang lebih kecil, 11% dibandingkan laki-laki, 14%.33
Program penyaluran kredit mikro tidak hanya memberikan perempuan akses untuk meminjam dan menabung, tapi juga telah mencapai jutaan orang di seluruh dunia dan membawa mereka bersama-sama ke dalam kelompok-kelompok yang terorganisasi. Program ini telah memberikan sumbangannya yang
32
Hastuti et all, Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi
Perempuan (Sukabumi, Bantul, Kebumen, Padang, Surabaya dan Makasar). Laporan Penelitian
Dalam http://www.smeru.devnet.anu.edu.au. Yang diakses pada tanggal 28 Februari 2009
33
Hastuti et all, Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi
Perempuan (Sukabumi, Bantul, Kebumen, Padang, Surabaya dan Makasar). Laporan Penelitian
(41)
sangat signifikan terhadap upaya-upaya untuk membangun kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pembangunan yang pro rakyat miskin (pro-poor development) dan penguatan civil society. Melalui kontribusinya yang besar dalam membangun kemampuan perempuan memperoleh pendapatan, program penyaluran kredit mikro ini sangat potensial untuk terus dikembangkan dalam rangka pemberdayaan ekonomi, peningkatan kesejahteraan perempuan dan keluarganya serta pemberdayaan sosial politik yang lebih luas.
Oleh karena itu Mayoux berkesimpulan bahwa program kredit mikro kini dapat dikembangkan sebagai strategi kunci yang secara simultan dapat mengurangi kemiskinan sekaligus memberdayakan perempuan.34 Pada saat program ini mulai menyentuh kaum perempuan dan mereka mulai mengembangkan usaha mikronya maka ada beberapa dampak yang secara potensial akan timbul, antara lain:
1. Peningkatan pendapatan dan kontrol atas pendapatan tersebut menuju level dimana perempuan tidak lagi tergantung secara ekonomi.
2. Kemampuan perempuan mengakses jaringan dan pasar memberikan mereka pengalaman yang berharga mengenai dunia di luar rumah, akses terhadap informasi dan kemungkinan perkembangan peran-peran sosial politik dalam komunitasnya.
3. Peningkatan pemahaman mengenai pentingnya kontribusi perempuan atas pendapatan rumah tangga dan kesejahteraan keluarga.
34
(42)
4. Peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga yang berkaitan pengeluaran atau belanja.
5. Perubahan positip pada cara pandang dan perilaku yang berkaitan dengan peran-peran perempuan dalam rumah tangga dan komunitas.
Namun demikian, Mayoux mengakui bahwa program kredit mikro tidak hanya memberikan dampak yang positif tapi juga dampak negatif bagi perempuan. 35 Beberapa diantaranya adalah:
1. Kondisi yang lebih buruk muncul pada saat usaha yang dikembangkan oleh perempuan penerima kredit hanya memberikan sedikit peningkatan pendapatan, sementara beban kerja bertambah berat ditambah dengan munculnya tekanan untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu.
2. Dalam banyak kasus, pinjaman digunakan oleh laki-laki (suaminya) untuk mengembangkan usaha rumah tangga di mana kontrol perempuan atasnya sangat kecil. Dengan demikian perempuan berperan tidak lebih sebagai debt
collector yang tidak dibayar yang menjadi penghubung antara suaminya
dengan pihak program.
3. Pada kasus yang lain, meningkatnya kemandirian perempuan sebagai dampak program kredit mikro hanya bersifat sementara tanpa dukungan kaum laki-laki (suami). Ketergantungan yang lebih parah muncul pada saat suami menarik dukungannya.
35
(43)
4. Peningkatan pendapatan perempuan menimbulkan ketakutan akan berkurangnya kontribusi laki-laki (suami) dalam beberapa jenis pengeluaran rumahtangga.
Oleh karena itu Mayoux menyimpulkan bahwa dampak program kredit mikro baik yang positif maupun negatif sangat bervariasi antar individu perempuan. Perbedaan dampak ini dapat terjadi karena perbedaan jenis kegiatan produktif yang dilakukan dan perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan perbedaan itu tetap bisa muncul walaupun jenis kegiatan produktif yang dilakukan dan latar belakang sosial, ekonomi, serta budaya individu tersebut hampir sama.36
36
(44)
BAB III
KOPERASI BAYTUL IKHTIAR (BAIK) BOGOR 1. Koperasi Syariah
Dilihat dari segi bahasa secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu, cum yang berarti dengan, dan aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah co dan operation yang dalam bahasa belanda disebut dengan istilah cooperation peregening yang berarti bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.1 Sedangkan dari segi terminologi koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang hukum yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan
Istilah bekerja sama berdasarkan atas asas kekeluargaan, secara otentik juga digunakan dalam konstitusi Negara UUD 1945 sebagai tipologi sistem perekonomian nasional. Dalam penjelasannya, istilah usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan disebut koperasi. Dalam Undang-undang 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa yang dimaksud koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan atas asas kekeluargaan.2
Koperasi dalam fikih islam dikenal dengan syirkah Ta’awuniyah atau semakna dengan al-Ikhtilat, yaitu perserikatan/perkongsian dalam ekonomi yang
1
R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Cet. Pertama, h.1.
2
Undang-undang Perekoperasian nomor 25 Tahun 1992 pasal 1, Yogyakarta, Pustaka
(45)
berorientasi kepada kebersamaan. Adapun dilihat dari segi istilah, koperasi adalah akad antara orang-orang untuk berserikat modal dan keuntungan.3 Jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah ialah telah ada sejak abad III Hijriyah di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Bahkan, secara teoritis telah dikemukakan oleh filosof islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mubsuth, sebagaimana dinukil oleh M.Nejatullah Siddiqi dalam Pamership and Profit Sharing in Islamic Law, ia meriwayatkan bahwa Rasulallah saw, pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, diantranya dengan Sai bin Syarik di Madinah4.
Sedangkan Syirkah atau Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua orang pihak atau lebih, untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihakMemberikan kontribusi dana (amal/ekpertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.5
Dilihat dari segi falsafah atau etika yang mendasari gagasan koperasi banyak terdapat segi-segi yang mendukung persamaan dan dapat diberi rujukan dari segi ajaran islam. Persamaan falsafah atau etik itu ditemukan dalam penekanan pentingnya kerjasama dan tolong menolong (ta’awun), persaudaraan
(ukhuwah) dan pandangan hidup demokrasi (musyawarah) seperti dalam
Al-Qur’an menyuruh manusia bekerjasama dan tolong menolong dengan menegaskan bahwa kerjasama dan tolong-menolong itu hanyalah dilakukan dalam kebaikan dan mencerminkan ketaqwaan kepada tuhan.
3
Junaedi B.SM.,Islam dan Interprenedrialisme : Suatu Studi Fiqh Ekonomi Bisnis
Modern, Jakarta, Kalam Mulia 1993,.h.147.
4
Koperasi Dalam Islam, “Artikel diakses tanggal 25 November 2008 dari http.//setiadi.wordpress.com/2007/02/07 koperasi-dalam-islam/ .
5
Ibnu Rusd, Bidayatul Mujyahidwa Nihayatul Muqtashid, Beirut, Darum Qalam, 1988, h. 253-257.
(46)
Determinasi institusional badan usaha koperasi dalam perspektif yuridis konstitusional di atas secara esensial banyak mengandung aspek-aspek yang menjadi titik taut dengan prinsip syariah dalam kegiatan usaha perkoperasian. Bahkan, hamper secara totalitas memiliki kesamaan prinsip yang justru “bersenyawa” dengan sistem operasional prinsip syariah. Secara esensial titik temu dimaksud antara lain terletak pada : 6
a. Eksistensi badan usaha koperasi sebagai suatu konsep sistem gerakan ekonomi kerakyatan sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi, secara ekslusif berperan dalam membangun dan mengembangkan kemampuan potensial ekonomi dan memajukan kesejahteraan anggotanya, melainkan juga berperan serta dalam mewujudkan kualitas kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat yang maju, adil dan makmur.
b. Karakteristik badan koperasi tidak sekedar persekutuan orang, melainkan sangat potensial untuk dapat dikembangkan menjadi persejutuan sosial dan modal.
c. Sietem pengelolaan usaha berdasarkan prinsip open management
d. Kontruksi skim permodalan yang meniscayakan keikutsertaan seluruh anggotanya sebagai pilar utama usaha pemupukan modal, selain tetap dimungkinkan skim permodalan berasal dari pinjaman dan penyertaan.
6
Faisal, dkk, Prospek Operasional Syariah dalam Kegiatan Usaha Perkoperasian : Analisis Upaya Konversi Intan Bandar Lampung Menjadi Koperasi Berdasarkan Prinsip Syariah,
(47)
e. Sistem pemberian jasa yang terbatas terhadap modal dan sistem pembagian sisa hasil usaha yang dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggotanya.
f. Spesifikasi kegiatan usaha yang berkaitan langsung dengnan kepentingan anggota, untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota selain tetap diniscayakan melakukan layanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menjalankan kegiatan usaha di segala bidang ekonomi rakyat. Secara garis besar antara koperasi konvensional dan koperasi syariah mempunyai pengertian yang sama, yaitu :
a. Badan Usaha/Lembaga (untuk kerjasama) b. Terdiri dari anggota
c. Mempunyai landasan hukum d. Tidak ada paksaan
e. Modal bersama berdarkan profit and sharing loss sharing
Perbedaan anatara keduanya yaitu :
Pertama, Koperasi Syariah/Koperasi dalam islam belum meiliki hukum
format atau material. Belum ada yurisprudensia-nya berdasarkan fikih sosial yang berkembang di Indonesia.
Kedua, Perbedaan pokok anatar koperasi Simpan Pinjam (KJKS) dengan
Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah larangan untuk membayar dan menerima bunga melekat pada pinjaman, maka KJK syariah tidaj menggunakan skema pinjaman dalam penyeluran
(48)
dananya. Pinjaman hanya digunakan sebagai aktifitas sosial tanpa meminta imbalan, karena setiap pinjaman yang disertai dengan imbalan adalah riba.
Ketiga, dalam menanggung resiko perbedaan anatara keduanya yaitu jika
pada KJKS konvensional menerapkan bahwa resiko dalam menjalankan usaha berada pada anggota, dan tidak ikut menanggung dan berbagi kerugian kepada anggotanya yang usahanya mengalami kerugian secara konvensional.7
2. Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor
1. Kelembagaan
Program Ikhtiar adalah suatu usaha yang berbasis/berdasarkan pemberdayaan masyarakat melalui pelayanan mikro dengan menerapkan partisipasi kelompok, yang mana sasarannya adalah perempuan dari kalangan keluarga miskin atau yang berpendapatan rendah. Kelompok Ikhtiar adalah suatu asosiasi (perkumpulan) kredit dan perputaran tabungan yang dikelola oleh koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) yang memprakarsai kelompok pinjaman bagi masyarakat miskin.
Inti dari pendekatan program Ikhtiar adalah dengan berhasilnya menggabungkan “ Konsep Grameen Bank dan Konsep Keuangan Mikro Syariah”. Pembentukan awal kelompok telah didirikan pada akhir tahun 1999 di Desa Sukaluyu, kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor sampai dengan bulan juli Tahun 2008 Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) telah memiliki 5,488 anggota, dari
7
Siti Fatimah, “ Analisa Strategi Koperasi Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat (Studi pada Komponen Al-Ikhlas Subang “ Skripsi SI Fakulatas Syariah dan
(49)
376 Majlis, yang berada pada 30 desa di Kabupten dan Kota Bogor serta Kabuapten Sukabumi
Sejak permulaan kelompok Ikhtiar didirikan pada tahun 1999 dan pengelolaan Grameen Bank dari tahun 2003 sampai dengan Juli 2009, pelayanan Koperasi Baytul Ikhtiar untuk kelompok miskin telah membuat/menghasilkan beberapa prestasi yaitu :
1. Program ini telah memberikan pelayanan lebih dari 6600 anggota yag meliputi : 5,488 anggota, 376 majlis/kelompok yang berada di 30 Desa dari 13 Kecamatan pada Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kabupaten Tasikmalaya.
2. Program Ikhtiar sampai dengan saat ini telah mencairkan dana sampai sebesar Rp.1.9 Miliyar dari 3653 anggota sejak Januari tahun 2008 sampai dengnan Oktober tahun 2008, dengan outstanding portofolio 1 Miliyar pada bulan Oktober 2008, PAR bulan Oktober 2008 hanya ,85%
3. Total asset program sebesar 2,7 Miliyar, tabungan lancar anggota 395 juta, asset tetap sebesar 250 juta dan dana lain untuk dana bergulir sebesar Rp. 2,1 juta
4. Program ini dilaksanakan oleh 28 staff & 21 F.O yang bertempat pada 1 (satu) kantor pusat dan 2 (dua) kantor cabang
2. Tujuan Pendirian Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Bogor
Program ini memiliki sasaran/tujuan untuk meningkatkan ekonomi dan sosial dari keluarga yang berpendapatan rendah dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan asset rumah tangga dan keluarga, oleh karena itu
(50)
dikemudian hari mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya : makanan (Pangan), rumah, pendidikan dan kesehatan dll.
Manfaat utama dari program ini adalah untuk keluarga miskin yang berasal dari pedesaan/perkotaan, yang masih memiliki usaha yang aktif (produktif) yang diantaranya masih memiliki tenaga kerja tidak ahli/buruh dan pengusaha kecil.
a. Visi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
Oraganisasi keuangan mikro syariah yang memperdayakan masyarakat miskin dengan pelayanan dan pendidikan kepada ibu-ibu yang teroganisir melalui metode simpan pinjam dan pendampingan secara kelompok
b. Misi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
• Memperluas jangkauan pelayanan keuangan mikro syariah kepada masyarakat miskin
• Melakukan pendampingan dan pelayanan secara berkelompok yang terorganisir
• Mewujudkan kemandirian keuangan operasional yang berkesinambungan dan teratur dalam penggunaanya
• Membentuk jaringan untuk memperkuat pelayanan dan pendampingan dengan NGO, ZIZ,s LKM, Pemerintah, Swasta dan Perorangan
c. Keberhasilan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
• Memperluas jangkauam pelayanan keuangan syariah ke-30 ribu ibu-ibu miskin dalam 5 tahun ( lima ratus Ibu-ibu Miskin, Tim Pendampin
(51)
Lapangan/bulan) di Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Selatan, Kota Bogor dan Sukabumi
• Meningkatkan pendampingan di bidang Pendidikan Kader atau Kepemimpinan, Kesehatan, ERT, URT dan Kewarganegaraan
• Merwujudkan kemandirian keuangan operasional melalui diversifikasi produk, penyesuaian princing dan peningkatan kualitas SDM
• Membangun jaringan dengan 10 mitra strategis untuk sumber pendanaan, knowledgesharing dan advokasi hak-hak sosial dasar
• Mempunyai status badan hukum termasuk pendanaan, laporkan keuangan, MIS dan sistem kepegaiwan Juni 2008
3. Kinerja Program
Dimulai dengan pilot project sebanyak 35 (3 majlis) pasa tahun 1999 di Desa Sukaluyu, maka sampau dengan juli 2009, anggota ikhtiar telah berkembang menjasi 5.488 orang (376 majlis) yang tersebar di 30 Desa pada 13 Kecamatan di Kabupaten, Kota Bogor dan Sukabumi.
Tabel. 2.1 Jumlah dan Sebaran Anggota Per Juli 2009
No Kecamatan Desa, Kelurahan Jumlah
Majlis Anggota
A. Kabupaten Bogor
1 Tamansari Sukajadi, Sukajaya, Sukaluyu, Sukaresmi, Taman Sari
125 1776
2 Ciomas Sukamakmur, Laladon, Ciomas Padasuka 31 494
3 Tenjolaya Gunung Malang 35 533
4 Cibungbulang Ciaruteun Ilir, Cijujumg 39 555 5 Darmaga Sukadamai, Sukawening 15 218
5 Ciampea Ciampea 23 370
6 Rumpin Cidokom 19 316
B Kodya Bogor
8 Bogor Tengah Cibogor 2 24
9 Tanah Sereal Kedung Badak, kedung Jaya, Kebon Pedes 23 290 10. Bogor Barat Gunung Batu, Cilendek Timur, Cilendek
Barat
(52)
11. Bogor Selatan Mulyaharja, Cikaret 12 181 12. Bogor Utara Tanah Baru, Bantar Jati, Tegal Gundil,
Ciluar
31 428
C. Kab. Sukabumi
13. Cicurug Cisaat 4 65
J u m l a h 376 5,488
Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar
4. Letak Geografis Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) terletak di Jl. Gagak Blok EEI No.7 Taman Pagelaran, Ciomas Bogor, Jawa Barat.
5. Sruktur Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
1. Rapat Anggota
2. Pengawas :
• Juhariah
• Erna Indriastuti
• Hoerudin
3. Pengurus :
• Latif Efendy
• Aziz M. Abduh
• Asep Zaenal Umami
• Hipni Permadi
• Titin Prasetywati
4. Manajer :
• Titin Prasetywati
5. Supervisi Wilayah :
• M. Syukur Sekarmaji
• Dini Yusrom
(53)
6. Kabag Operasional :
• Yahya Supriadi
7. Pembukuan :
• Dera Rahayu
8. Adm P :
• Nurmayati
• Mariam Jamilah
9. Kas /Teller :
• Abdul Rohman
10.TPL :
• Nurlaela
• Yadi Mulyadi
• Tati Dwi yantini
• Neneng Rodiah
• Sumiati
• Wulan Sari
• Yusup
• Yurnia
• Sundari
• Suheri
• Komarudin
• M. Nunu
• Reno
(54)
Diagram 1.1 Struktur Oganisasi Koperasi Baytul Ikhtiar (Bogor)
STRUKTUR ORGANISASI
KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
RAPAT ANGGOTA
Sumber : Hasil Wawancara diolah oleh Peneliti
MANAJER
PENGAWAS PENGURUS
SUPERVISI WILAYAH KABAG OPERASIONAL
TPL PEMBUKUAN AdmP KAS
(55)
BAB IV
PEMBIAYAAN BAGI PEREMPUAN MISKIN DI KOPERASI BAYTUL IKHTIAR (BAIK)
A. Jenis Usaha yang dibiayai oleh Koperasi Baytul Ikhtiar
Sebagian besar anggota telah memanfaatkan pinjaman dan pembiayaan yang telah digulirkan (total portofolio th. 2009) tidak kurang dari Rp 1,188 milyar. Perguliran ini telah menstimulir peningkatan akumulasi tabungan anggota l.k. Rp 593 juta, atau naik 93% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 303 juta. Sejak pertama kali diinisiasi sampai kini (2009), perguliran telah mencapai Rp 3,370 milyar. 1
Dana yang telah digulirkan kepada anggota yang tercatat sejak tahun 2006 hingga 2009 telah mencapai Rp. 3,554,996,000,- Selama tahun 2009, Koperasi Baytul Ikhtiar telah membukukan total penyaluran Rp 1.189.850.000, atau tumbuh 36% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 874.750.000. Total transaksi menjadi 2355 transaksi, atau naik 45% dari sebelumnya yang hanya 1620 transaksi di tahun 2005, seiring dengan pertambahan keluarga miskin yang menjadi anggota. Besar pinjaman yang diterima berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta. Jumlah penerima pinjaman berdasarkan plafon pinjaman dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Dari total portofolio tersebut, 45% (Rp 538.050.000)-nya adalah pinjaman yang relatif tidak menghasilkan profit (qordh hassan bagi pemula), sisanya 55% (Rp 650.500.000) adalah pembiayaan berprofit rendah
1
Titin Prasetyawati, Manajer Kopeasi Baytul Ikhtiar (BAIK), Wawancara Pribadi,
(56)
untuk ukuran LKM (with pricing 10% p.a.) dengan tunggakan hanya 3,27% dari total portofolio (Rp 38.883.500).
Tabel 3. Jumlah penerima pinjaman berdasarkan besar pinjaman
No. Plafon (Rp) Total %
1 100.000
26 1.12%
2 > 100.000 s/d 300.000
860 36.93%
3 > 300.000 s/d 500.000
696 29.88%
4 > 500.000 s/d 750.000
371 15.93%
5 > 750.000 s/d 1.000.000
363 15.59%
6 > 1.000.000 s/d 1.500.000
4 0.17%
7 > 1.500.000
9 0.39%
Grand Total
2,329 100.00% Pinjaman yang diberikan kepada anggota digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan penambahan modal usaha rumahtangga. Alokasi pinjaman dapat dilihat dalam tabel 5 berikut2 :
Tabel 4. Jumlah penerima pinjaman berdasarkan alokasi pinjaman
No. Alokasi pinjaman Total %
1 Usaha
1,584 68.01%
2 Pendidikan
320 13.74%
3 Perumahan
182 7.81%
4 Kesehatan
29 1.25%
2
Titin Prasetyawati, Manajer Kopeasi Baytul Ikhtiar (BAIK), Wawancara Pribadi,
(57)
5 Aset Rumah Tangga
72 3.09%
6 Lain-Lain
142 6.10%
Grand Total
2,329 100.00% Tingkat Risiko Pinjaman yang diberikan kepada anggota dihitung berdasarkan keterlambatan pembayaran angsuran. Dalam bulan Desember 2008, tingkat pinjaman berisiko berjumlah 8,78 % dengan besar risiko tunggakan (portofolio at risk/ PAR) senilai Rp 56.257.900, dari total pagu pembiayaan.
Diagram 3.1 Skema Penghimpunan dan Penyaluran pada Koperasi Baytul Ikhtiar
ALOKASI DANA SUMBER DANA
TABUNGAN
• Tabungan Sukarela PEMBIAYAAN
• Modal Bergulir
• Sewa/Leasing
• Jual Beli
• Bagi Hasil
PEMBIAYAAN MULTIGUNA (kebutuhan rumah tangga) DANA KERJASAMA PROGRAM
• Hibah
• Pinjaman
NON PROFIT LOAN Pinjaman Kebajikan (Qardh AL-Hasan)
DANA AMANAH:
• Zakat
• Infaq
• Shadaqah
KOP. BAIK
Kontribusi Anggota
ANGGOTA & MASYARAKAT SEKITAR
Usaha mikro, Keluarga berpenghasilan rendah, Termiskin di antara yang miskin
(58)
B. Skema Pemeberian Pembiayaan
1. Penentuan Wilayah Sasaran atau Lokasi Program
Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah kantong kemiskinan di pedesaan, atau pemukiman kumuh di perkotaan, yang merupakan pusat kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan.Beberapa indikator yang menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan lokasi program adalah sebagai berikut:
1) Secara fisik, wilayah tersebut memiliki keterbatasan dalam sarana jalan dan angkutan, sarana pendidikan dan kesehatan masyarakat, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, akses terhadap air bersih, listrik dan telepon umum, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.
2) Secara statistik, wilayah sasaran memiliki indikator kesejahteraan yang rendah yang dapat diukur berdasarkan tingkat kematian balita dan ibu melahirkan, tingkat pendidikan dan angka putus sekolah, angka kemiskinan penduduk, dan sebagainya.
3) Secara teknis, kelayakan suatu wilayah sebagai calon lokasi program didasarkan pada beberapa pertimbangan teknis, yaitu potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif minimal 30% dari total populasi penduduk, potensi pelayanan sebanyak 300 – 500 KK, memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu maksimum 30 menit dari kantor pelayanan.3
3
Titin Prasetyawati, Manajer Kopeasi Baytul Ikhtiar (BAIK), Wawancara Pribadi,
(59)
Proses assesment wilayah diawali dengan observasi wilayah oleh Fasilitator Wilayah untuk mengumpulkan informasi lapangan dan dokumen data mengenai kesejahteraan penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti BPS, Dinas Kependudukan, BKKBN, Bappeda, dan sebagainya. Kegiatan selanjutnya adalah menyusun analisa kelayakan yang terdiri dari sketsa wilayah, pendataan potensi wilayah dan rekomendasi kegiatan persiapan sosial. Hasil analisa tersebut dibahas dalam oleh Rapat Komite Program sehingga dapat diputuskan rencana tindak lanjut. Bila sebuah wilayah dianggap layak maka segera disusun Rencana Kerja Anggaran yang kemudian divalidasi oleh Rapat Komite Program.
2. Persiapan Sosial
Tahap persiapan sosial dimaksudkan untuk menumbuhkan awareness
kelompok sasaran terhadap program dengan cara mengenalkan tujuan dan mekanisme program. Keberhasilan tahap ini akan meningkatkan penerimaan dan dukungan masyarakat sasaran terhadap program. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam persiapan sosial antara lain: kunjungan dan diskusi dengan tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh seperti kepala desa, ketua RT/RW, tokoh agama; presentasi pada acara-acara pertemuan warga seperti pengajian, kelompok Posyandu dan kelompok arisan ibu-ibu.4
Pada tahap ini dilakukan pula pendataan awal yang biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan bakti sosial, seperti santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan sebagainya. Kegiatan ini diharapkan menghasilkan data dasar
4
Titin Prasetyawati, Manajer Kopeasi Baytul Ikhtiar (BAIK), Wawancara Pribadi,
(60)
calon peserta program, kelompok pendukung dan calon tenaga pendamping lokal. Tahap ini bisa berlangsung cepat tapi bisa juga berlangsung selama berbulan-bulan. Karakter sosial masyarakat sasaran sangat mempengaruhi keberhasilan tahap ini. Berdasarkan pengalaman pelaksana masyarakat kota cenderung lebih cepat memahami manfaat program daripada masyarakat pedesaan.
3. Penerimaan Anggota Ikhtiar
Proses penerimaan anggota dilakukan dengan mencatatkan diri secara berkelompok minimal 15 orang dan maksimal 20 orang kepada petugas lapangan lokal (TPL). Setelah itu dilakukan uji kelayakan (UK) dengan menggunakan indikator indeks rumah, indeks pendapatan & kemampuan menabung, serta indeks aset rumah tangga. Rumah tangga yang dikategorikan tidak miskin atau rumah tangga miskin tanpa sumber pendapatan tidak menjadi target group pelayanan program. Rumah tangga yang lulus dalam uji kelayakan akan mengikuti Latihan Wajib Kelompok (LWK) selama tiga hari berturut-turut dengan lama pertemuan maksimum 1 jam. Ada pun materi yang diberikan dalam LWK adlah sebagai berikut:
Hari pertama berisi pengenalan program dengan menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan program. Untuk menguji kejujuran calon anggota, di akhir acara setiap orang diberi amanah untuk menyimpan uang sebesar Rp. 1.000 yang dicatat nomor serinya oleh pendamping lapang tanpa sepengetahuan calon anggota.
(1)
16
Sesudah
Sama saja. Kalau dalam pertemuan mingguan majlis sebelum TPL datang kan kita sudah harus ngumpul ya sambil nunggu TPL datang kita suka ngobrol-ngobrol dulu mengenai apa saja. Seringnya sih masalah perekonomian rumah tangga seperti harga-harga semua naik, minyak tanah susah didapat wah macam-macam..
− Menurut ibu, apa manfaat mengetahui berita itu bagi ibu dan rumah tangga ibu?
Sebelum Jadi ahu pe Sesudah
Jaditahu [erkembangan − Berita mengenai apa yang menarik perhatian ibu? Sebelum
Mengenai apa saja pokoknya ada kaitannya dengan perekonomian Sesudah
Mengenai kenaikan harga BBM soalnya itu kan berhubungan langsung dengan usaha suami saya.
(2)
Lampiran 3
Pedoman Wawancara dengan Pelaksana Program Ikhtiar
I. Ketua Yayasan Peramu.
Daftar pertanyaan terbuka yang akan diajukan kepada informan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Yayasan Peramu?
2. Apa yang menjadi visi, misi, dan tujuan Yayasan Peramu?
3. Seperti apa struktur organisasi Yayasan Peramu beserta fungsinya? 4. Program-program apa yang telah dan sedang dikembangkan oleh Yayasan
Peramu?
5. Sejauh mana pencapaian program-program tersebut?
6. Mengapa memilih syariah sebagai basis penyelenggaraan program?
II. Manajer Program Ikhtiar.
Daftar pertanyaan terbuka yang akan diajukan kepada informan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang penyelenggaraan Program Ikhtiar? 2. Apa yang menjadi outputs dan outcomes Program Ikhtiar? 3. Siapa yang menjadi sasaran Program Ikhtiar?
4. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan untuk mencapai outputs dan outcomes Program Ikhtiar?
5. Indikator apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Program Ikhtiar dalam mencapai outputs dan outcomes?
6. Apa saja tahap-tahap pelaksanaan kegiatan Program Ikhtiar?
7. Bagaimana hasil monitoring dan evaluasi yang pernah dilaksanakan terhadap Program Ikhtiar?
III. Fasilitator Wilayah dan Tim Pendamping Lapangan (TPL).
Daftar pertanyaan terbuka yang akan diajukan kepada informan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan di lapangan? 2. Apa saja yang menjadi kendala selama ini?
3. Bagaimana anda mengatasi kendala itu?
4. Menurut anda faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian outputs dan outcomes Program Ikhtiar?
5. Perubahan apa yang yang terjadi pada anggota UPK Ikhtiar setelah terlibat dalam program?
6. Siapa-siapa saja anggota UPK Ikhtiar yang dapat menjadi informan penelitian ini? Mengapa?
(3)
Lampiran
Pedoman Wawancara dengan Penerima Manfaat Program Ikhtiar
Identitas Subyek
• Nama :
• Nama Majlis :
• Usia :
• Pendidikan :
Wawancara ke :
Hari/tanggal :
Jam :
Tempat :
Proses wawancara didahului dengan meminta informan untuk menggambar beberapa gambar diri (minimal 2 buah). Salah satu gambar menggambarkan kondisi mereka sebelum menjadi anggota UPK Ikhtiar dan gambar yang lain menggambarkan kondisi mereka sesudah menjadi anggota UPK Ikhtiar. Selanjutnya informan diminta menjelaskan gambar diri tersebut dengan panduan pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti.
Berikut adalah daftar pertanyaan terbuka yang akan diajukan kepada informan. Masing-masing pertanyaan diajukan dua kali, bagaimana sebelum menjadi anggota UPK Ikhtiar dan sesudah menjadi anggota UPK Ikhtiar.
a. Self-Esteem dan Self-Confidence
− Dalam berbagai acara pertemuan ibu-ibu atau warga pada umumnya, apa yang ibu lakukan kalau mempunyai pendapat atau usulan tentang sesuatu hal yang menurut ibu lebih baik? Kepada siapa ibu sampaikan pendapat atau usulan tersebut?
− Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, ibu berperan sebagai apa? Misalnya sebagai peserta biasa, moderator atau pemimpin rapat.
− Apa yang ibu lakukan kalau punya masalah atau kebutuhan yang berkaitan dengan pribadi dan rumah tangga? Kepada siapa ibu biasanya membicarakan hal tersebut?
b. Proses Interaksi sosial
− Selain dengan keluarga inti dengan siapa biasanya ibu sering berhubungan?
− Dalam kapasistas sebagai apa ibu berhubungan dengan orang-orang tersebut
(4)
− Dari orang-orang tersebut siapa menurut ibu orang yang paling penting bagi ibu? Siapa yang mempunyai kedudukan yang penting di masyarakat? − Jika ibu atau rumah tangga ibu mengalami kesulitan kepada siapa ibu akan
meminta bantuan? Berikan urutan mulai dari yang paling sering hingga yang paling jarang dimintai bantuan!
− Bagaimana ibu berhubungan dengan dengan pihak-pihak pemasok atau pelanggan?
c. Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga
− Bagaimana pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga berkaitan dengan bidang-bidang berikut:
• Bidang produksi, misalnya pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, cara penjualan dan sebagainya.
• Bidang pengeluaran dalam kebutuhan pokok, misalnya makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumah tangga, perawatan kesehatan dan sebagainya.
• Bidang pembentukan keluarga (family formation), misalnya jumlah anak, pendidikan anak, pembagian kerja antara anak-anak, sosialisasi anak, pendidikan, dan sebagainya.
• Bidang kegiatan sosial sesuai dengan apa yang ada dalam masyarakat, misalnya: selamatan, kegiatan gotrong-royong dan sambatan, pengeluaran untuk pengajian, arisan, koperasi, lumbung desa, dan sebagainya.
d. Akses dan Kontrol
− Kepada siapa biasanya ibu meminjam uang untuk keperluan rumah tangga dan modal usaha?
− Siapa yang menggunakan pinjaman itu secara langsung? Apa alasannya? − Apa manfaat yang ibu rasakan dari pinjaman itu?
e. Partisipasi
− Bagaimana pengalaman berpartisipasi dalam penyelenggaraan suatu kegiatan atau organisasi di masyarakat?
− Apa alasan ibu berpartisipasi dalam kegiatan dan organsiasi tersebut? − Hambatan apa yang ibu alami saat ibu berpartisipasi dalam kegiatan dan
organisiasi tersebut?
(5)
− Menurut ibu, apa manfaat mengetahui berita itu bagi ibu dan rumah tangga ibu?
− Berita mengenai apa yang menarik perhatian ibu?
(6)
Lampiran
Lembar Observasi Pertemuan Anggota Majlis
Item pengamatan:
1. Gambaran kondisi fisik tempat pertemuan majlis:
2. Gambaran suasana pertemuan (misalkan gaduh, tegang, sepi, atau tenang):
3. Ringkasan kejadian sepanjang proses pertemuan majlis mulai dari pembukaan sampai penutupan
4. Gambaran perilaku calon informan yang sedang diobservasi (misalnya: apakah ia lebih sering diam, lebih sering berbicara dalam konteks ngobrol atau menyampaikan pendapat, atau mendominasi pembicaraan dalam majlis):
5. Topik pembicaraan yang paling hangat diperbincangkan atau disampaikan dalam pertemuan, baik secara formal maupun non formal: