Analisa Kinerja Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Teknik Modulasi M-PSK
TUGAS AKHIR
ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI
MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro
Oleh
MUHAMMAD FAHMI
0 4 0 4 0 2 0 8 1DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK
Oleh :
MUHAMMAD FAHMI 04 0402 081
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disetujui oleh : Pembimbing,
Maksum Pinem, ST. MT. NIP:19681004 200012 1 001
Diketahui oleh : Pelaksana Harian
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
2010
Prof. Dr. Ir. Usman Baafai NIP:19461022 197302 1 001
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAK
Pada sistem komunikasi bergerak adanya fenomena multipath fading dapat menurunkan kinerja sistem. Untuk mengatasi kerusakan yang diakibatkan oleh adanya multipath fading tersebut maka diterapkan teknik diversitas. Teknik diversitas Alamouti [2] adalah salah satu teknik diversitas yang diterapkan pada sisi pemancar, yang dapat mengurangi kompleksitas pada perangkat penerima serta memberikan gain yang efektif.
Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa kinerja Sistem Diversitas Alamouti pada beberapa variasi modulasi PSK (M-ary PSK). Kinerja yang diukur adalah perbandingan Bit Error Rate terhadap Signal to Noise Ratio, dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.
Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh bahwa penggunaan tingkat modulasi M-ary PSK yang lebih tinggi dapat menurunkan kinerja Sistem Diversitas Alamouti. Pada SNR = 20 dB modulasi BPSK memberikan BER = 0,0198. Sedangkan pada nilai SNR yang sama, modulasi QPSK, 8PSK dan 16PSK memberikan BER = 0,1300, 0,3701, dan 0,5762.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang penulis beri judul “Analisa Kinerja Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Teknik Modulasi M-PSK”.
Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ayahanda, Ir. Nazaruddin, ibunda, Siti Aisyah, Kakanda saya Eva Novita, serta adik-adik saya, Mutia Sovia, M. Rizal, Intan Purnama Sari, Ulfa sakinah dan Izzatul Azkia yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung
dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang. Firlina yang selalu mendukung dan membimbing penulis dengan doa dan kasih sayang yang tulus.
Selama masa perkuliahan sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
(5)
1. Bapak Maksum Pinem, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, yang dengan ikhlas dan sabar memberikan masukan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Satria Ginting, selaku Dosen Wali selama saya mengikuti perkuliahan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai, selaku Pelaksana Tugas Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU. 6. Teman-teman angkatan 2004, Firdaus, Salman, Alex, Willy, Imanuel, Dedi,
Syamsi, Fauzan, Hafiz, Aris, Bismo, Jhoni, Luthfi, Raul, Harry, Muhfi, Hans, Anhar, Wahyu, Eko, Sabri, dan teman-teman ’04 lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
7. Teman-teman di Kost, bang rudi, bang fajar, anto, varo, ibnu, mabrur, mirza, dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
(6)
Akhir kata, tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan kekurangan, namun penulis tetap berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pengembangan selanjutnya
Medan, Desember 2010 Penulis
Muhammad Fahmi NIM 040402081
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Metodelogi Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS 2.1 Karakteristik Kanal Nirkabel ... 5
2.1.1 Fading ... 6
2.1.2 AWGN ... 8
2.1.3 Kanal Rayleigh ... 11
2.2 Diversitas ... 13
2.2.1 Diversitas Ruang. ... 14
(8)
2.2.3. Diversitas Space-time Coding ... 16
BAB III DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK 3.1 Diversitas Transmit... 17
3.2 Diversitas Alamouti ... 19
3.2.1 Rancangan Combiner ... 21
3.2.2 Maximum Likelihood Detector ... 21
3.3 Modulasi M-ary PSK ... 22
3.3.1 Binary Phase Shift Keying (BPSK) ... 22
3.3.2 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)... 24
3.3.3 8 Phase Shift Keying (8PSK) ... 26
3.3.4 16 Phase Shift Keying (16PSK) ... 27
BAB IV ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK 4.1 Umum ... 28
4.2 Parameter Sistem Diversitas Alamouti ... 28
4.3 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti ... 30
4.4 Hasil Analisa ... 34
4.4.1 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK ... 34
4.4.2 Kondisi Kedua: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi QPSK ... 42 4.4.3 Kondisi Ketiga: Sistem Diversitas Alamouti
(9)
Menggunakan Modulasi 8PSK ... 36 4.4.4 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti
Menggunakan Modulasi 16PSK ... 39 4.4.5 Perbandingan Hasil dari Berbagai Kondisi ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 44 5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dua Jenis Fading ...6
Gambar 2.2 Grafik Kepadatan Spektral Daya ...9
Gambar 2.3 Penambahan Noise ke Sinyal Utama ... 10
Gambar 2.4 Grafik PSD Distribusi Rayleigh ... 12
Gambar 3.1 Skema Baru Alamouti ... 20
Gambar 3.2 Phase Shift Keying ... 22
Gambar 3.3 Konstelasi Sinyal BPSK ... 23
Gambar 3.4 Bentuk Gelombang BPSK (a) fc=2/T (b) fc=1,8/T ... 23
Gambar 3.5 Konstelasi Sinyal QPSK ... 24
Gambar 3.6 Bentuk Gelombang QPSK ... 26
Gambar 3.7 Konstelasi Sinyal 8PSK ... 27
Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem Diversitas Alamouti ... 29
Gambar 4.2 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti ... 30
Gambar 4.3 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK ... 35
Gambar 4.4 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi QPSK ... 37
Gambar 4.5 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 8PSK ... 39
Gambar 4.6 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 16PSK ... 41
(11)
Gambar 4.7 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Time Spreading of Signal ...7
Tabel 2.2 Karakteristik Time Variance of The Channel ...8
Tabel 2.3 Klasifikasi Kanal Fading ...8
Tabel 3.1 Proses Pengkodean ... 19
Tabel 3.2 Koordinat Sinyal QPSK ... 25
Tabel 4.1 Parameter Sistem ... 29
Tabel 4.2 BER vs SNR Modulasi BPSK... 34
Tabel 4.3 BER vs SNR Modulasi QPSK ... 36
Tabel 4.4 BER vs SNR Modulasi 8PSK ... 38
Tabel 4.5 BER vs SNR Modulasi 16PSK ... 40
(13)
ABSTRAK
Pada sistem komunikasi bergerak adanya fenomena multipath fading dapat menurunkan kinerja sistem. Untuk mengatasi kerusakan yang diakibatkan oleh adanya multipath fading tersebut maka diterapkan teknik diversitas. Teknik diversitas Alamouti [2] adalah salah satu teknik diversitas yang diterapkan pada sisi pemancar, yang dapat mengurangi kompleksitas pada perangkat penerima serta memberikan gain yang efektif.
Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa kinerja Sistem Diversitas Alamouti pada beberapa variasi modulasi PSK (M-ary PSK). Kinerja yang diukur adalah perbandingan Bit Error Rate terhadap Signal to Noise Ratio, dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.
Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh bahwa penggunaan tingkat modulasi M-ary PSK yang lebih tinggi dapat menurunkan kinerja Sistem Diversitas Alamouti. Pada SNR = 20 dB modulasi BPSK memberikan BER = 0,0198. Sedangkan pada nilai SNR yang sama, modulasi QPSK, 8PSK dan 16PSK memberikan BER = 0,1300, 0,3701, dan 0,5762.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sistem komunikasi nirkabel, teknik diversitas telah digunakan secara luas untuk meningkatkan kinerja transmisi data melalui kanal fading. Prinsip kerja diversitas adalah menyediakan beberapa replika dari informasi yang sama melalui kanal fading yang berbeda sehingga komponen sinyal terfading dapat dimitigasi. Salah satu teknik diversitas tersebut adalah diversitas ruang. Metode diversitas ruang yang popular adalah diversitas penerima, dimana konsepnya adalah menggabungkan beberapa sinyal yang diterima penerima, guna menigkatkan kemampuan rekonstruksi pesan informasi.
Metode diversitas penerima yang umum digunakan yaitu selection diversity (SD), equal gain combining (EGC), maximal ratio combining (MRC). Diantara ketiga metode tersebut MRC memberikan hasil mitigasi fading yang terbaik. Hal ini dikarenakan MRC mengaplikasikan pembobotan sinyal pada setiap cabang sesuai dengan rasio SNR yang diterima[1].
Selain ketiga teknik combining diatas, terdapat teknik maximal rational combining (MRRC) yang memanfaatkan informasi respon kanal agar mendapatkan gain diversitas dengan menggunakan antena jamak pada penerima.
Teknik diversitas juga dapat diimplementasikan pada sisi pengirim. Salah satu tekniknya menggunakan space time block coding (STBC). Rancangan STBC diperkenalkan oleh Alamouti [2] dengan nama “orthogonal simple transmit diversity
(15)
(STD)’. rancangan Alamouti diimplementasikan untuk dua buah antena pemancar dan satu antena penerima, sistem untuk antena penerima lebih dari satu juga diajukan pada paper yang sama. Metode ini sesungguhnya menyertakan waktu yang timbul dari adanya selisih waktu saat proses pembalikan bit. Dengan metode ini data dikodekan dan dikirimkan secara simultan dari kedua antena. Tidak ada mekanisme umpan balik pada transmisi menggunakan metode STD ini.
Pada tugas akhir ini penulis akan menganalisis kinerja STBC Alamouti pada beberapa tipe modulasi M-PSK (BPSK, QPSK, 8PSK dan 16PSK). Parameter yang diukur adalah hubungan antara Bit Error Rate(BER) dan Signal to Noise Ratio (SNR).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1. Apa saja karakteristik propagasi kanal wireless
2. Bagaimana cara mengatasi fading
3. Bagaimana prinsip kerja teknik diversitas Alamouti
4. Bagaimana pengaruh modulasi terhadap sistem diversitas Alamouti.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis kinerja sistem diversitas Alamouti dengan berbagai tipe modulasi M-PSK.
(16)
1.4 Batasan Masalah
Agar masalah dalam Tugas Akhir ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari topik yang ada, maka penulis perlu membatasi permasalahan sebagai berikut :
a. Analisis dilakukan pada sinyal baseband
b. Kanal yang digunakan adalah kanal flat fading terdistribusi rayleigh dan mengandung additive white Gaussian noise (AWGN)
c. Kinerja dihitung hanya untuk dua antena pemancar dan satu antena Penerima.
e. Hasil yang diamati adalah kurva BER vs SNR
1.5 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal-jurnal dan
artikel pendukung.
2. Perancangan sistem, membuat model, pembangkitan kanal Rayleigh, dan menyusun algoritma simulasi teknik diversitas Alamouti.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
(17)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS
Bab ini menjelaskan landasan teori propagasi beserta karakteristik pada kanal wireless, jenis-jenis dari fading beserta akibat yang ditimbulkannya, noise AWGN, kanal Fading Rayleigh, serta teknik Diversitas.
BAB III DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK
Bab ini menjelaskan mengenai diversitas Alamouti dan teknik modulasi M-PSK.
BAB IV ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK
Bab ini menjabar hasil dari perhitungan menggunakan MATLAB 7.5 dan menyampaikan analisa dari hasil yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis yang telah diperoleh.
(18)
BAB II
KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS
2.1 Karakteristik Kanal Nirkabel
Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan ruang bebas (free space propagation) kurang memenuhi untuk menggambarkan kanal dan memprediksikan kinerja sistem. Dalam sistem komunikasi nirkabel, sinyal merambat melalui pemantulan oleh berbagai objek dalam beragam lintasan sebelum sampai ke penerima (multiple reflective paths). Fenomena ini biasa disebut sebagai multipath fading. Efek dari multipath fading adalah fluktuasi dari amplituda, fasa, dan sudut dari sinyal yang masuk ke penerima.
Ada tiga mekanisme dasar yang terjadi pada propagasi sinyal dalam sistem komunikasi bergerak [3] , yaitu:
1. Refleksi, terjadi ketika gelombang elektromagnet yang merambat mengenai permukaan yang halus dengan dimensi besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal.
2. Difraksi, terjadi ketika lintasan radio terhalang oleh objek padat yang lebih besar daripada panjang gelombang sinyal. Biasa disebut juga dengan shadowing.
3. Hamburan, terjadi ketika gelombang elektromagnet yang merambat mengenai permukaan kasar dengan dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal atau mengenai permukaan berdimensi kecil.
(19)
2.1.1 Fading
Fading merupakan karakteristik utama dalam propagasi radio bergerak. Fading dapat didefenisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan level dari suatu sinyal terhadap waktu. Defenisi dasar dari suatu fading adalah yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan redaman dari gelombang radio. Kinerja dari suatu sistem komunikasi dapat turun akibat adanya fading.
Kanal fading terbagi dua [4], yaitu fading skala besar / large scale fading dan fading skala kecil / small scale fading. Fading skala besar merepresentasikan redaman / path loss karena pergerakan sinyal melalui area yang besar. Besar dari atenuasi oleh fading skala besar akan sebanding dengan jarak antara pengirim dengan penerima. Distribusi dari fading skala besar berbentuk lognormal. Fading skala kecil merupakan perubahan sangat cepat yang terjadi pada amplituda sinyal diterima di sekitar tingkat rata-rata sinyal. Fading skala kecil termanifestasi menjadi dua mekanisme, time spreading of the signal dan time variance of the channel. Distribusi dari small scale fading berbentuk Rayleigh pada umumnya dan Rician jika terdapat komponen Line of Sight (LOS). Manifestasi fading dapat dilihat pada Gambar 2.1:
(20)
Time spreading of signal menyatakan sinyal yang didapat penerima akan menjadi terduplikasi karena efek banyak jalur lintasan dengan keterlambatan /delay root mean square (rms) dinyatakan dengan τm. Karena jelas bahwa kanal nirkabel
yang praktis memiliki keterbatasan pita frekuensi / bandwidth (BW), maka apabila spektrum sinyal yang dikirimkan lebih kecil daripada BW sinyal, distorsi akan terjadi. Kanal demikian biasa disebut dengan kanal frequency selective dengan lawannya adalah kanal frequency non-selective. Terdapat batasan BW kanal di mana kanal akan memiliki korelasi yang tinggi bila dimasukkan sinyal dengan BW lebih kecil dari padanya, yaitu channel coherence bandwidth ( W0). W0 berelasi dengan
m
τ . Tabel 2.1 menjelaskan korelasi tersebut (Ts menunjukkan perioda simbol):
Tabel 2.1 Karakteristik time speading of signal
Perpindahan tempat dari pengguna yang bergerak akan mengubah karakteristik kanal nirkabel secara berkala / time variance of the channel. Variasi kanal ini dinyatakan dengan doppler spread ( f ). Seperti hubungan antara D τmdengan W , 0 terdapat juga hubungan sejenis antara f dengan channel coherence time (D T ). 0 T 0 adalah waktu dimana kanal dianggap tidak berubah / time invariant. Apabila T 0 lebih kecil dari perioda sinyal (T ), kanal dianggap fast fading, tapi bila terjadi s
sebaliknya kanal dianggap slow fading. Tabel 2.2 menjelaskan karakteristik dari time variance of the channel.
Karakterisasi Frequency Selective Flat fading Domain waktu τm>> Ts τm<< Ts Domain frekuensi W0 << W W0 > >W
(21)
Tabel 2.2 Karakteristik time variance of the channel
Sebagai kesimpulan, klasifikasi dari kanal fading ada pada Tabel 2.3: Tabel 2.3 Klasifikasi Kanal Fading
Model Kanal T0 << Ts T0 >>Ts
W0 << W Time Frequency selective fading
Frequency selective Time nonselective
W0 > >W
Time selective Frequency nonselective
Time Frequency nonselective
Masalah lain yang timbul dari kanal nirkabel adalah interferensi. Interferensi ialah gangguan yang muncul pada sinyal yang dikehendaki yang disebabkan oleh sinyal lain. Sinyal lain tersebut bisa berasal dari kanal yang bersebelahan (adjacent channel interference), maupun dari kanal lain yang memiliki frekuensi yang sama (co-channel interference). Sistem Alamouti dirancang untuk memberikan jarak cukup antara dua antena pengirim agar tidak terjadi interferensi.
2.1.2. AWGN
Salah satu jenis noise yang ada pada sistem komunikasi adalah noise thermal. Noise thermal ini disebabkan oleh pergerakan-pergerakan elektron di dalam
Karakterisasi Fast fading Slow fading Domain waktu
T0 << Ts T0 >>Ts
(22)
konduktor yang ada pada sistem telekomunikasi, misalnya pada perangkat penerima. Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektrum daya yang sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N0/2, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2(a) sedangkan fungsi kepadatan probabilitas AWGN ditunjukkan pada Gambar 2.2 (b).
(a) (b)
Gambar 2.2 (a) Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise (b) Fungsi Kepadatan Probabilitas AWGN
Karakteristik seperti ini disebut white. Noise yang memiliki karakteristik white disebut white noise, sehingga noise thermal merupakan white noise. Pergerakan elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya noise thermal juga berubah secara acak terhadap waktu. Perubahan secara acak tersebut dapat diperkirakan secara statistik, yaitu mengikut i Distribusi Gaussian, dengan rata-rata nol. Seperti yang terdapat pada Gambar 2.3, noise ini merusak sinyal dalam bentuk aditif, yaitu ditambahkan ke sinyal utama, sehingga noise thermal pada perangkat penerima ini disebut Additive White Gaussian Noise (AWGN).
(23)
Gambar 2.3 Penambahan Noise ke Sinyal Utama Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN, yaitu [6]:
2 2 2 ) ( 2 2 πσ σ π = e n
f (2.1)
Dimana: mean = 0 dan varians = σ2. Varians memiliki nilai:
b T N 2 0 2 = σ (2.2) Dimana: 2 2
0 kT B
N = s
adalah kerapatan spektral daya dari noise dan Tb adalah laju bit. Sehingga: b s T B kT 2 2 =
σ ` (2.3)
Dimana: k = konstanta Boltzman (1,38.10-23 J/K) Ts = temperatur noise (K)
(24)
2.1.3 Kanal Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless terdapat gangguan khusus berupa komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan. Multipath merupakan jalur propagasi yang berbeda-beda, yang dilalui sinyal antara pengirim dan penerima, yang disebabkan karena pantulan oleh halangan-halangan dan benda-benda yang ada di sepanjang jalur propagasi.
Perbedaaan jalur propagasi menimbulkan komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan tiba pada penerima melalui jalur propagasi yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula. Perbedaan waktu tiba pada penerima tersebut menyebabkan sinyal yang diterima mengalami interferensi, yang akan menimbulkan fenomena fluktuasi amplitude dan fasa sinyal yang diterima, dan menimbulkan fenomena mendasar yang disebut fading.
Fluktuasi amplitudo sinyal yang terjadi adalah acak dan tidak dapat ditentukan sebelumnya, besar dan kapan terjadinya. Namun berdasarkan penelitian, fading tersebut dapat diperkirakan secara statistic, berupa perubahan nilai secara acak dengan distribusi tertentu. Salah satu distribusi tersebut adalah Distribusi Rayleigh. Distribusi Rayleigh merupakan salah satu distribusi yang dapat menjadi model untuk mewakili fading, sehingga fading yang memiliki Distribusi Rayleigh ini disebut Fading Rayleigh. Pada Fading Rayleigh, setiba sinyal yang melalui jalur yang berbeda-beda tersebut, memberikan sejumlah energi yang sama terhadap sinyal gabungan yang ada pada penerima. Sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh yang sampai pada penerima dapat dipresentasikan dengan persamaan [5].
( ) ( )
t r t[
ft( )
t]
(25)
Dimana:
r(t)= fluktuasi amplitude sinyal e(t) sebagai fungsi waktu = e
( )
t( )
tθ = fluktuasi fasa sinyal e(t) sebagai fungsi waktu = ∠e
( )
tFluktuasi amplitude gelombang pembawa pada sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh mengikut i Distribusi Rayleigh, dengan persamaan:
( )
= − 22 2 2
σ
σ
r
e r t
p (2.5)
Dimana:
p(t)= fungsi kepadatan probabilitas munculnya r. r = amplitudo acak.
2
σ = variansi pdf.
Fungsi kerapatan probabilitas Distribusi Rayleigh dapat dilihat pada Gambar 2.4 :
(26)
2.2 Diversitas
Diversitas adalah teknik yang umum digunakan pada sistem komunikasi bergerak untuk mengatasi fading sinyal. Prinsip dasar dari diversitas adalah sebagai berikut: apabila beberapa replika sinyal yang membawa informasi diterima melalui beberapa kanal dengan kuat sinyal yang tidak sama (sebab terjadi fading yang independed) maka besar kemungkinan setidaknya satu atau lebih kombinasi sinyal yang diterima tersebut tidak akan melemah kurang dari ambang batas level sinyal yang dibutuhkan oleh penerima.
Tanpa teknik diversitas, pada kanal propagasi yang terfading kuat, pemancar harus memancarkan level daya yang lebih tinggi untuk menjaga link tetap optimal. Hal ini berarti pemborosan daya. Sebagian besar jaringan komunikasi seluler terbatas oleh interferensi, sehingga teknik mitigasi kanal dengan diversitas dapat mengurangi carrier to interference ratio (C/I), serta meningkatkan factor reuse dan kapasitas sistem.
Terdapat dua teknik umum untuk mendapatkan gain atas kanal fading. Pertama dengan mengirimkan sinyal berulang baik pada dimensi waktu maupun ruang. Kedua adalah sinyal dikirimkan sekali, namun memanfaatkan sifat time-spreading dari kanal dengan menambahkan korelator (seperti yang dipakai pada rake receiver). Pemanfaatan diversitas membutuhkan desain link komunikasi yang baik. Pada bagian penerima diperlukan teknik combining untuk menggabungkan sinyal diversitas sehingga bit error rate dapat ditekan.
(27)
Pada kenyataannya, fading sinyal pada masing-masing cabang diversitas tidak seratus persen independen. Cross-korelasi Envelope (ρ) antara sinyal-sinyal tersebut diukur berdasarkan derajat kebebasannya:
2 2 2 2 1 1 2 2 1
1 ][ ]]
[[ r r E r r E r r r r E − − − − = ρ (2.6)
Dimana r dan 1 r mewakili level amplitude dari sinyal ternormalisasi pada 2 dua penerima rN dan 1 rN . Cross korelasi 0,7 antar kedua envelope sudah cukup 2 untuk menghasilkan gain diversitas. Berdasarkan tipe diversitas yang digunakan, kedua kanal diversitas tersebut haruslah memiliki separasi dimensi diversitas yang cukup. Sebagai contoh, pada space diversity untuk memastikan korelasinya kurang dari 0,7 antena haruslah terpisah sejauh coherence distance. Pada diversitas frekuensi, pemisahan frekuensi harus lebih besar dari coherence bandwidth. Pada diversitas waktu, pemisahan kanal time reuse harus lebih besar dari coherence time. Coherence factors tersebut berubah sesuai dengan karakteristik kanal, antara lain angle sprea, delay spread, dan Doppler spread.
Teknik diversitas akan bekerja optimal untuk mengatasi link fading, oleh sebab itu apabila link fading yang terjadi tidak signifikan, seperti pada kasus line of sight misalnya, maka diversity combining tidak akan memberikan tambahan gain diversitas yang berarti.
2.2.1 Diversitas Ruang
Sesungguhnya dimensi diversitas ini adalah yang paling umum digunakan untuk radio base station karena mudah untuk diaplikasikan dan tidak membutuhkan
(28)
tambahan alokasi spectrum frekuensi. Cara pengaplikasikannya dapat digunakan pada downlink maupun uplink. Gain diversitas didapatkan dengan menempatkan antena (pemancar maupun penerima) dengan jarak tertentu sedemikian sehingga didapatkan de-korelasi yang cukup. Jarak yang dibutuhkan antar antena tersebut bergantung terhadapa derajat multipath angle tersebar. Semakin besar sudut multipathnya maka jarak antena yang kecil sudahlah cukup dan sebaliknya. Berdasarkan pengukuran empiris, terdapat hubungan yang erat antar tinggi antena dengan jarak minimum antar antena. Semakin tinggi antena maka coherence distance yang dibutuhkan juga makin besar. Diversitas bias didapat baik dengan pemisahan antena secara horizontal maupun vertikal (asalkan dapat menghasilkan cross korelasi
ρ 0,7 atau lebih.
Untuk diversitas ruang pada sisi pemancar, apabila kanal forward tidak diketahui maka diversitas ruang ini perlu di transformasi ke diversitas dalam dimensi yang lain sehingga dapat diolah di penerima. Dalam tugas akhir ini, transformasi yang dimaksud adalah diversitas waktu.
2.2.2 Diversitas Waktu
Pada kanal komunikasi bergerak, pergerakan pesawat penerima dan adanya hamburan menyebabkan time selective fading pada sinyal sehingga envelope sinyal terdistribusi rayleigh. Fading sinyal yang terpisah sejauh coherence time memiliki korelasi rendah sehingga dapat dimanfaatkan untuk diversitas. Coherence time bergantung terhadap Doppler spread sinyal yang merupakan fungsi dari kecepatan penerima dan frekuensi carier.
(29)
Kelemahan dasar diversitas waktu adalah delay yang diperlukan untuk mengumpulkan replika sinyal. Apabila coherence time besar, sebagai contoh bila pesawat penerima bergerak lambat, maka delay yang dibutuhkan menjadi terlalu besar. Untuk kasus ideal dimana sekitar penerima terdapat penghambur maka fungsi autokorelasi untuk sinyal yang diterima x(t) adalah sbb:
) / 2 ( )] ( ) (
[x t x t τ J0 πτv λ
E + = (2.7)
Dimana x(t) adalah symbol yang dikirimkan pada waktu t. J adalah fungsi 0 Bessel orde 0 dan v adalah kecepatan penerima. τ adalah rentang pengiriman antar symbol.
2.2.3 Diversitas Space-time Coding
Pendekatan yang digunakan dalam space-time coding adalah memisahkan data yang telah dikodekan kedalam beberapa deretan dimana deretan ini dimodulasikan dan ditransmisikan secara simultan dari beberapa antena. Sinyal yang diterima adalah superposisi dari beberapa sinyal yang dikirimkan sebelumnya. Decoding kanal dapat digunakan untuk mendapatkan kembali informasi asli. Karena data yang telah dikodekan melalui kanal fading yang berbeda dengan korelasi rendah sebelum sampai ke penerima maka gain diversitas bisa didapatkan.
(30)
BAB III
DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK
3.1 Diversitas Transmit
Secara teoritis, teknik paling efektif untuk mengatasi fading adalah power control. Cara kerjanya sebagai berikut: apabila diketahui sinyal yang sampai ke penerima levelnya turun akibat fading, maka pengirim akan menaikkan daya yang dikirimkan untuk mengkompensasi efek fading tersebut. Metode ini kurang praktis karena daya yang dapat dipancarkan terbatas. Selain itu apabila kanal uplink dan downlink menggunakan frekuensi yang berbeda maka pengirim tidak akan memiliki informasi secara langsung mengenai fading yang terjadi. Apabila informasi power control tersebut didapatkan dari mekanisme umpan balik, maka throughtput bisa berkurang dan menambah kompleksitas sistem.
Pada kebanyakan kasus, diversitas antena adalah teknik yang praktis dan efektif untuk mengurangi efek multipath fading. Salah satu pendekatan klasik menggunakan beberapa antena pada penerima dan melakukan combining atau selection untuk meningkatkan kualitas sinyal yang diterima. Beberapa contoh teknik ini antara lain Selection Diversity (SD), Equal Gain Combining (EGC), Maximal Ratio Combining (MRC), dan Maximal Ratio Receiver Combining (MRRC). Kelemahan metode tersebut adalah ukuran, biaya, dan daya. Antena unit penerima disyaratkan terpisah sejauh jarak koherensi agar gain yang cukup bisa didapatkan. Akibatnya diversitas penerimaan ini penggunaanya terbatas diimplementasikan pada base station saja (pada komunikasi arah uplink).
(31)
Untuk diversitas arah downlink teknik yang diperkenalkan kemudian adalah dengan menggunakan beberapa antena disisi base station. Jadi gain diversitas juga dapat diperoleh untuk arah downlink. Terdapat dua teknik dasar yang diperkenalkan. Pertama menggunakan Space Time Trellis Code (STTC). Pada STTC, setiap data dikodekan sesuai state simbolnya kemudian hasil kode tersebut dibagi kedalam n aliran yang lalu dikirimkan secara simultan menggunakan n antena pengirim. Sinyal yang diterima merupakan superposisi linier dari n sinyal yang ditransmisikan ditambah dengan noise [6]. Teknik ini efektif karena menggabungkan secara langsung keuntungan dari forward error correction (FEC) koding dan gain diversitas. Namun begitu, cost tambahan pemrosesan sinyal meningkat secara eksponensial sebagai fungsi efesiensi bandwith (bit/s/Hz) dan orde diversitas. Akibatnya STTC tidak praktis bahkan tidak cost efektif.
Teknik kedua diperkenalkan oleh Alamouti. Metode tersebut memanfaatkan ortogonalitas yang diterapkan pada proses enkodingnya sehingga teknik decoding dipenerima menjadi sederhana. Desain sistem tersebut diterapkan untuk dua antena pengirim dan satu antena penerima yang dinamakan Simple Transmit Diversity (STD). Dalam paper yang sama desain tersebut juga dikembangkan untuk dua antena dan dua antena penerima. Tarokh pada paper [7] menggeneralisasi STD agar dapat digunakan untuk multi antena penerima. Pada paper tersebut Tarokh juga memberi nama teknik ini secara umum sebagai Space Time Transmit Diversity (STBC). Dinamakan demikian karena data pada saat pengkodean diwakili oleh simbol terbagi dalam blok-blok waktu dan ruang ( dalam hal ini diimensi ruang yang dimaksud
(32)
adalah antena pemancar yang berbeda). STBC mengkombinasikan teknik diversitas waktu dan ruang.
3.2 Diversitas Alamouti
Metode Alamouti ini adalah teknik yang dikembangkan pada sisi pemancar dengan satu buah antena penerima. Sebelum dipancarkan sinyal dikodekan terlebih dahulu dengan menggunakan Alamouti code. Sistem ini dapat mengirimkan dua simbol yang berbeda dalam satu waktu. Diasumsikan s dan 0 s adalah simbol yang 1 telah dimodulasi oleh PSK modulator. Pada waktu pertama (t) antena ke-1 mengirimkan sinyal berupa simbol s dan antena ke-dua mengirimkan sinyal berupa 0 simbol s . Kemudian pada waktu kedua (t+T) simbol dari masing-masing antena 1 pemancar tersebut dikonjuget sehingga menjadi simbol −s1* pada antena ke-1 dan simbol *
0
s pada antena ke dua, seperti pada Tabel 3.1 [2]. Tabel 3.1 Proses Pengkodean
Pada proses encoding sinyal yang dipancarkan dipengaruhi fading. Kemudian diterima oleh antena penerima dimana sinyal yang diterima tersebut juga dipengaruhi oleh noise. Kemudian sinyal tersebut masuk ke dalam Maximum
Antena 0 Antena 1
Waktu t s 0 s 1
(33)
Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1[2]
maximum likelihood detector
1 1
1 α θ
j e h= 0 s 1 − s 0 − s 1 s
Gambar 3.1 Skema baru Alamouti
Kanal pada time t terbentuk oleh complex multiplicative distortion (penyimpanan distorsi) h0
( )
t pada antena pemancar satu dan h1( )
t pada antena pemancar dua, bila diumpamakan dua simbol tersebut memiliki fading (pelemahan daya sinyal yang diterima) yang konstan maka dapat dituliskan sebagai berikut:h0
( ) ( )
t =h0 t+T =h0 =α0ejθ0 (3.1)
( ) ( )
11 1 1 1 θ α j e h T t h t
h = + = = (3.2)
Dimana T adalah simbol dari periode, kemudian sinyal pada antena penerima dapat dituliskan sebagai berikut:
(34)
( )
1 * 0 1 * 1 01 r t T h s hs n
r = + =− + + (3.4)
Dimana r dan 0 r adalah sinyal yang diterima pada antena penerima pada waktu t 1 dan t+T , n dan 0 n adalah simbol dari noise dan interferensi. 1
3.2.1 Rancangan Combiner
Sinyal-sinyal yang telah diterima pada antena penerima akan masuk ke alat yang disebut combiner. Sehingga sinyal menjadi:
1 * 1 0 * 0 0
~s =h r +h r (3.5)
* 1 * 0 0 * 1 1
~s =h r +h r (3.6)
apabila persamaan (3.1) dan (3.2) dimasukkan ke dalam persamaan (3.5) dan (3.6), dengan ketentuan h0 dan h1 adalah konstan untuk minimal dua perioda simbol, maka: 1 * 1 0 * 0 0 2 1 2 0
0 ( )
~s = α +α s +h n +h n (3.7)
0 * 1 * 1 0 1 2 1 2 0
1 ( )
~s = α +α s −h n +h n (3.8)
3.2.2 Maximum Likelihood Detector
Sinyal dari combiner akan masuk ke Maximum Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, dimana diharapkan sinyal yang didapatkan adalah sama dengan sinyal input, yaitu s dan 0 s . Sehingga apabila 1 sinyal yang didapat mendekati sinyal aslinya maka dianggap tidak terjadi kesalahan.
(35)
3.3 Modulasi M-ary PSK
Phase Shift Keying (PSK) adalah salah satu sistem modulasi digital yang mempunyai frekuensi dan amplitude yang sama tetapi memiliki sudut fase yang berbeda. Pada modulasi fasa ini memilki variasi PSK yang berbeda tergantung pada fase yang memodulasinya , yaitu BPSK, QPSK. 8PSK, 16 PSK. Secara umum sinyal yang dihasilkan oleh modulasi PSK diberikan oleh :
( )
[
t t]
Cos A t
Si( )= c ω +c θi (3.9)
Dengan :
i M i
π
θ = 2 dan ωc =2πfc
Dimana i = 0,1,...,M-1, f = frekuensi carrier, c θi= sudut fasa. Gambar 3.2
memperlihatkan bentuk gelombang sinyal salah satu modulasi M-PSK:
Gambar 3.2 Phase Shift Keying (PSK)
3.3.1 Binary Phase Shift Keying (BPSK)
Data biner ditunjukkan oleh dua sinyal dengan fasa yang berbeda pada BPSK. Dua sinyal ini adalah :
, 2 cos )
(
1 t A f t
s = π c 0 ≤ t ≤ T, untuk data 1 (3.10)
, 2 cos )
(
2 t A f t
s =− π c 0 ≤ t ≤ T, untuk data 0
(36)
Konstelasi sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 3.3, dimana s1(t) dan s2(t) ditunjukkan oleh dua titik pada sumbu horizontal.
Gambar 3.3 Konstelasi Sinyal BPSK
Bentuk gelombang sinyal BPSK yang dihasilkan untuk aliran data {10110} ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bentuk gelombangnya mempunyai frekuensi konstan dan fasanya secara umum tidak kontinu pada garis batas bit.
(37)
3.3.2 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
QPSK adalah teknik modulasi yang paling sering digunakan diantara teknik modulasi M-ary PSK lainnya karena tidak mengalami penurunan bit error rate (BER) ketika efisiensi bandwidth ditingkatkan. Sinyal QPSK didefenisikan sebagai :
), 2
cos( )
( c i
i t A f t
s = π +θ 0 ≤ t ≤ T, i = 1,2,3,4 (3.11) dimana,
4 ) 1 2
( π
θi = i− (3.12)
Fasa sinyal awal adalah π/4, 3π/4, 5π/4, 7π/4. Frekuensi pembawa dipilih sebagai
kelipatan dari symbol rate (laju simbol). Oleh karena itu, pada setiap interval simbol [kT,(k+1)T], fasa sinyal awal juga merupakan salah satu dari empat fasa sinyal QPSK.
Pada QPSK, bit data dibagi menjadi kelompok dari dua bit, disebut dibit. Ada empat kemungkinan dibit, yaitu 00, 01, 10, dan 11. Masing-masing dari empat sinyal QPSK melambangkan salah satu dibit. Konstelasi sinyal QPSK pada Gambar 3.5 [9] menggunakan Gray coding.
(38)
Koordinat dari titik-titik sinyal ditunjukkan pada Tabel 3.2 [8] Tabel 3.2 Koordinat Sinyal QPSK
Dibit Fasa θi
i
i E
s1 = cosθ si2 = Ecosθi
11 π/4 + E/2 + E/2
01 3π/4 − E/2 + E/2
00 -3π/4 − E/2 − E/2
10 -π/4 + E/2 − E/2
Sinyal QPSK untuk setiap saat pada sumbu t dapat ditulis sebagai : , 2 cos ) ( 2 2 cos ) ( 2 )
(t A I t fct A Q t fct
s = π − π -∞ < t < ∞ (3.13)
dimana I(t) dan Q(t) adalah deretan pulsa yang ditentukan oleh bit-urutan ganjil dan bit-urutan genap secara berturut-turut.
∑
=∞−∞ − =k
kp t kT
I t
I( ) ( ) (3.14)
∑
=∞−∞ −=
k
kp t kT
Q t
Q( ) ( ) (3.15)
dimana Ik = ±1 dan Qk = ±1. Pemetaan diantara logic data dan Ik atau Qk adalah 1 → 1 dan 0 → -1. p(t) adalah fungsi pembentukan sinyal rektangular yang didefenisikan pada [0, T]. Bentuk gelombang sinyal dengan menggunakan konstelasi sinyal QPSK ditunjukkan pada Gambar 3.6.
(39)
Gambar 3.6 Bentuk Gelombang QPSK
3.3.3 8PSK (8 Phase Shift Keying)
Pada modulasi 8 PSK memiliki fasa yang berbeda 450 derajat, Terdapat empat
perbedaan fasa, yaitu π/8, 3π/8, 5π/8, dan 7π/8. Gambar 3.7 menunjukkan konstelasi dari sinyal 8 PSK.
( )
(
0)
45 2
cos +
= A f t
t
(40)
Gambar 3.7 Konstelasi Sinyal 8PSK
3.3.4 16PSK (16 Phase Shift Keying)
Sinyal pada modulasi PSK dapat dikelompokkan ke dalam wilayah yang lebih kecil. sehingga sinyal sekarang mempunyai setiap bagian 22,50, memberikan 16PSK. Sehingga setiap simbol mewakili 4 bit. Kecepatan data sekarang 4 kali lebih besar dari BPSK untuk simbol yang sama
0 5 , 22 16
180 2 2
= =
= x
M i i
π
θ (3.17)
Sehingga
( )
(
0)
5 , 22 2
cos +
= A f t
t
(41)
BAB IV
ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK
4.1 Umum
Sistem diversitas Alamouti yang dianalisa terdiri dari empat bagian, yaitu: 1. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi BPSK
2. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi QPSK 3. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi 8PSK 4. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi 16PSK
Sistem diversitas Alamouti dengan keempat kondisi tersebut dianalisa kinerja yang berupa perbandingan BER terhadap SNR dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.
4.2 Parameter Sistem Diversitas Alamouti
Sistem diversitas Alamouti secara umum digambarkan pada Gambar 4.1. Gambar tersebut mempunyai tiga sektor utama, yaitu transmitter, kanal, dan receiver. Pada tugas akhir ini, sistem diversitas Alamouti yang akan dibahas yaitu pengaruh modulasi dan demodulasi M-PSK yang ada pada bagian transmitter dan receiver terhadap sistem.
(42)
Bit Generator
Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem Diversitas Alamouti
Dimana parameter-parameter umum untuk sistem diversitas Alamouti adalah seperti yang ditunjukkan Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Parameter Sistem
Parameter Nilai
Jumlah Bit 100000
Perioda Simbol 0,01ms
Frekuensi Doppler 25 Hz
Modulasi
M-PSK
(BPSK,QPSK,8PSK, dan 16PSK)
Parameter-parameter pada Tabel 4.1 diperoleh dari asumsi sistem menggunakan frekuensi carrier 900 MHz, MS bergerak pada kecepatan 30 Km/jam, dan laju bit 100 kbps, yang memenuhi standarisasi teknologi GSM/EDGE [9].
(43)
4.3 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti
Dari Gambar 4.1 dapat dibuat algoritma sistem diversitas Alamouti yang ditunjukkan pada gambar 4.2.
mulai
Inisiasi parameter
awal
Pembangkitan Data
Pembangkitan Koefesien fading sebanyak jumlah
kanal
Modulasi Data Alamouti code Sinyal terfading Koefesien fading
Sinyal diterima + AWGN
ML combining
Demodulasi Data
Perhitungan BER
Plot BER vs SNR
(44)
Tahapan-tahapan simulasi dari Algoritma pada gambar 4.2 adalah: 1. Pembangkitan Data
Tahap pertama membangkitkan sinyal input, yaitu barisan bilangan 1 dan 0. Dibangkitkan dengan menggunakan fungsi “randint”.
Pada simulasi dituliskan:
%input data
data=randint(1,bitnum,[0,M-1]);
2. Mapping Simbol (Modulasi)
Data yang dibangkitkan tersebut kemudian masuk ke dalam blok modulasi. MATLAB 7.5 telah menyediakan fungsi built-in “modem.psk” dan “modulate” untuk membangkitkan sinyal modulasi M-PSK.
Pada simulasi dituliskan:
%modulasi
pskmod=modem.pskmod(M);
pskdemod=modem.pskdemod(pskmod); ytx=modulate(pskmod,data);
ytx=ytx./sqrt(2);
3. Alamouti Code
− * 0 1 * 1 0 s s s s
Mengacu pada matriks diatas maka cara kerja skema ini dapat diketahui. Pada time-slot pertama, antena 1 akan mentransmisikan simbol s dan antena kedua akan 0
mentransmisikan simbol s , sedangkan pada time-slot kedua antena pertama akan 1 mentransmisikan symbol −s1* dan antena kedua akan mentransmisikan simbol s*0. Untuk menjaga fairness maka daya sinyal dibagi dengan 2.
(45)
Pada simulasi dituliskan:
%proses alamouti antena 1 bit1=[]; bit2=[]; for n=1:length(ytx)/2; bit1(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,1+(n-1)*2); bit1(1,2+(n-1)*2)=-conj(ytx(1,2+(n-1)*2)); end bit1=bit1(1,:)./sqrt(2); %proses alamouti antena 2 for n=1:length(ytx)/2;
bit2(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,2+(n-1)*2);
bit2(1,2+(n-1)*2)=conj(ytx(1,1+(n-1)*2)); end
bit2=bit2(1,:)./sqrt(2);
4. Koefisien Fading dan AWGN
Pada blok ini akan dihasilkan koefisien fading dan penambahan noise AWGN.
Pada simulasi dituliskan:
%generate koefisien kanal
%kanal transmitter 1 dan receiver fad1=fading(length(bit1)/2,fd,ts)';
%kanal transmitter 2 dan receiver fad2=fading(length(bit2)/2,fd,ts)';
%asumsi kanal konstan for n=1:length(bit1)/2; fading1(1,1+(n-1)*2)=fad1(1,n); fading1(1,2+(n-1)*2)=fad1(1,n); end for n=1:length(bit2)/2; fading2(1,1+(n-1)*2)=fad2(1,n); fading2(1,2+(n-1)*2)=fad2(1,n); end %fading tx1faded=(bit1.*fading1); tx2faded=(bit2.*fading2); %penambahan AWGN noise1_i=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); noise1_j=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); rx=tx1faded+tx2faded+(noise1_i+j*noise1_j);
(46)
5. Combining
Pada perangkat penerima akan dilakukan proses combining. Pada simulasi dituliskan:
%combining
for n=1:length(rx)/2;
r1(1,n)=rx(1,1+(n-1)*2); r2(1,n)=rx(1,2+(n-1)*2); end
6. Demodulator
MATLAB telah menyediakan fungsi built-in untuk melakukan blok ini, yaitu “Modem.pskmod”.
Pada simulasi dituliskan:
%demodulasi
zsym=demodulate(pskdemod,received_signal);
7. Kalkulasi BER
Kalkulasi BER dilakukan dengan membandingkan data yang diterima dengan data yang dikirim. Jumlah kesalahan bit dibagi dengan jumlah total bit yang dikirim.
Pada simulasi dituliskan:
%calculation of error err=sum(zsym~=data); BER(c)=BER(c)+(err);
(47)
4.4 Hasil Analisa
Pada perhitungan ini akan dianalisis sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi BPSK, QPSK, 8PSK, dan 16PSK.
4.4.1 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK
Pada kondisi yang pertama ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi BPSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 BER vs SNR Modulasi BPSK
SNR BER
2 0.3619
4 0.3350
6 0.3072
8 0.2785
10 0.2598
12 0.2009
14 0.1379
16 0.1139
18 0.0731
20 0.0198
22 0.0096
24 0.0023
26 0.0007
(48)
Dari Tabel 4.2 maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.3:
Gambar 4.3 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi BPSK
Gambar 4.3 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 20 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 28 dB.
(49)
4.4.2 Kondisi kedua: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi QPSK
Pada kondisi yang kedua ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi QPSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 BER vs SNR Modulasi QPSK
SNR BER
2 0.6412
4 0.6335
6 0.6050
8 0.5302
10 0.4488
12 0.3578
14 0.3537
16 0.3426
18 0.2487
20 0.1300
22 0.1069
24 0.0232
26 0.0085
28 0.0038
30 0.0003
32 0.0000
Dari Tabel 4.3 diatas maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.4:
(50)
Gambar 4.4 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi QPSK
Gambar 4.4 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 26 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 32 dB.
4.4.3 Kondisi Ketiga: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 8PSK Pada kondisi yang ketiga ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi 8PSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.4.
(51)
Tabel 4.4 BER vs SNR Modulasi 8PSK
SNR BER
2 0.8162
4 0.7872
6 0.7797
8 0.7675
10 0.7543
12 0.7026
14 0.5803
16 0.4514
18 0.5078
20 0.3701
22 0.3274
24 0.1935
26 0.1082
28 0.0570
30 0.0331
32 0.0130
34 0.0039
36 0.0006
38 0.0000
Dari Tabel 4.4 diatas maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.5:
(52)
Gambar 4.5 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi 8PSK
Gambar 4.5 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 34 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 36 dB.
4.4.4 Kondisi Keempat: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 16PSK
Pada kondisi yang keempat ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi 16PSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.5.
(53)
Tabel 4.5 BER vs SNR Modulasi 16PSK
SNR BER
2 0.9064
4 0.9051
6 0.8460
8 0.8511
10 0.8407
12 0.8142
14 0.8434
16 0.7888
18 0.6714
20 0.5762
22 0.5989
24 0.4082
26 0.4505
28 0.4038
30 0.2344
32 0.1300
34 0.0572
36 0.0309
38 0.0075
40 0.0021
42 0.0006
44 0.0000
Dari Tabel 4.5 diatas maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.6:
(54)
Gambar 4.6 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi 16PSK
Gambar 4.6 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 38 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 44 dB.
4.4.5 Perbandingan Hasil dari Berbagai Kondisi
Setelah hasil dari kondisi pertama sampai dengan kondisi keempat didapatkan, maka untuk melihat pengaruh dari teknik modulasi M-ary PSK terhadap sistem diversitas Alamouti, perlu dilakukan pembandingan nilai BER terhadap SNR dari berbagai kondisi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6:
(55)
Tabel 4.6 Perbandingan BER vs SNR , menggunakan modulasi M-ary PSK
SNR BER
BPSK QPSK 8PSK 16PSK
2 0.3619 0.6412 0.8162 0.9064
4 0.3350 0.6335 0.7872 0.9051
6 0.3072 0.6050 0.7797 0.8460
8 0.2785 0.5302 0.7675 0.8511
10 0.2598 0.4488 0.7543 0.8407
12 0.2009 0.3578 0.7026 0.8142
14 0.1379 0.3537 0.5803 0.8434
16 0.1139 0.3426 0.4514 0.7888
18 0.0731 0.2487 0.5078 0.6714
20 0.0198 0.1300 0.3701 0.5762
22 0.0096 0.1069 0.3274 0.5989
24 0.0023 0.0232 0.1935 0.4082
26 0.0007 0.0085 0.1082 0.4505
28 0.0000 0.0038 0.0570 0.4038
30 0.0000 0.0003 0.0331 0.2344
32 0.0000 0.2487 0.0130 0.1300
34 0.0000 0.1300 0.0039 0.0572
36 0.0000 0.0000 0.0006 0.0309
38 0.0000 0.0000 0.0000 0.0075
40 0.0000 0.0000 0.0000 0.0021
42 0.0000 0.0000 0.0000 0.0006
44 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Dari tabel diatas maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.7:
(56)
Gambar 4.7 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi M-ary PSK
Dari Gambar 4.7 diperoleh bahwa jenis modulasi M-ary PSK yang memberikan nilai Bit Error Rate paling rendah adalah modulasi BPSK. Atau dapat juga dikatakan bahwa penggunaan tingkat modulasi M-ary PSK yang lebih tinggi dapat menambah besar Bit Error Rate pada sistem diversitas Alamouti. Pada SNR = 20 dB modulasi BPSK memberikan BER = 0,0198. Sedangkan pada nilai SNR yang sama, modulasi QPSK, 8PSK dan 16PSK memberikan BER = 0,1300, 0,3701, dan 0,5762.
(57)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Adanya fading dan noise AWGN pada propagasi kanal nirkabel
mengakibatkan terjadinya kerusakan sinyal yang diterima. Hal ini bisa diatasi dengan penerapan sistem teknik diversitas, salah satunya adalah diversitas Alamouti yang dikembangkan pada sisi pemancar.
2. Diversitas alamouti dapat memitigasi fading dengan efektif serta memberikan solusi atas masalah separasi antena pada pesawat penerima. Perangkat penerima pada diversitas Alamouti hanya membutuhkan antena tunggal untuk mendapatkan gain diversitas. Hal tersebut menjamin kepraktisan pesawat penerima.
3. Sistem Diversitas Alamouti memberikan kinerja paling baik dengan menggunakan teknik modulasi BPSK dibandingkan modulasi QPSK, 8PSK, dan 16PSK. Pada SNR = 20 dB modulasi BPSK memberikan BER = 0,0198. Sedangkan pada nilai SNR yang sama, modulasi QPSK, 8PSK dan 16PSK memberikan BER = 0,1300, 0,3701, dan 0,5762.
(58)
5.2 Saran
1. Penelitian pada tugas akhir ini mengasumsikan setiap koefesien fading dibangkitkan secara independen. Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan evaluasi kinerja sistem diversitas Alamouti menggunakan koefisien korelasi tertentu yang lebih mewakili keadaan sebenarnya.
2. Penelitian bisa dilanjutkan dengan menganalisa pengaruh modulasi M-PSK pada sistem diversitas extended Alamouti, yang menggunakan lebih dari 2 antena pada pemancar dan penerima.
(59)
DAFTAR PUSTAKA
1. Paulraj, A.J. “Diversity-Mobile Communication Handbook,” CRC Press LLC, 1999.
2. Alamouti, S.M. “A Simple Transmit Diversity Technique for Wireless Communication,” IEEE, JSAC, vol. 16 no. 8, 1998
3. T. S. Rappaport, “Wireless Communications : Principles and Practice”, Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 1996.
4. Skalr, B. “Rayleigh fading channels in mobile digital communication system part I : characterization”, IEEE Communications Magazine, September 1997.
5. Jhon G Proakis, 1995, “Digital Communications”, McGraw-Hill. New York. 6. V. Tarokh, H.Jafarkhani, A.R.Calderbank, “Space-Time Block Coding for
Wireless Communications: Performance Results”, IEEE J. Select. Areas Comm.vol.17, no.3, p.451-460, Mar. 1999.
7. Machado, R and Bartolomeu F. “A hybrid transmit Antenna/Code Selection Scheme Using Space-Time Block Code,” IEEE WCNC, 2004.
8. Xiong, Fuqin. “Digital Modulation Techniques”, ARTECH HOUSE, 2006. 9. Hakaste, Markus. “GSM/EDGE Standars Evolution”, 2003.
(60)
LAMPIRAN
Pembangkitan Fading
function y=fading(len, fd, T); %T=T*1e-3; N=34; N0=(N/2-1/2); alpha=pi/4; xc=zeros(len,1); xc=zeros(len,1); sc=sqrt(2)*cos(alpha); ss=sqrt(2)*sin(alpha); ts=0:len-1; ts=ts'.*T+round(rand(1,1)*10000)*T; wd=2*pi*fd; xc=sc.*cos(wd.*ts); xs=ss.*cos(wd.*ts); for x=1:N0 wn=wd*cos(2*pi*x/N); xc=xc+(2*cos(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); xs=xs+(2*sin(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); end
y = (xc + i.*xs)./sqrt(N0+1);
Diversitas Alamouti 2Tx vs 1Rx Menggunakan Modulasi BPSK, QPSK, 8PSK, dan 16PSK %simulasi MISO %inisiasi parameter clear; clc; bitnum=100000; fd=25; ts=1e-5; SNR=0:2:100; cek=1; while cek==1
M=input('masukkan jenis modulasi (BPSK=2, QPSK=4, 8-PSK=8, 16-PSK=16) = ');
if M==2||M==4||M==8||M==16 break else continue end end
(61)
for c=1:length(SNR); BER(c)=0; for d=1:5; %input data data=randint(1,bitnum,[0,M-1]); %modulasi pskmod=modem.pskmod(M); pskdemod=modem.pskdemod(pskmod); ytx=modulate(pskmod,data); ytx=ytx./sqrt(2); %proses alamouti antena 1 bit1=[]; bit2=[]; for n=1:length(ytx)/2; bit1(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,1+(n-1)*2); bit1(1,2+(n-1)*2)=-conj(ytx(1,2+(n-1)*2)); end bit1=bit1(1,:)./sqrt(2); %proses alamouti antena 2
for n=1:length(ytx)/2;
bit2(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,2+(n-1)*2);
bit2(1,2+(n-1)*2)=conj(ytx(1,1+(n-1)*2)); end
bit2=bit2(1,:)./sqrt(2); %generate koefisien kanal
%kanal transmitter 1 dan receiver
fad1=fading(length(bit1)/2,fd,ts)'; %kanal transmitter 2 dan receiver
fad2=fading(length(bit2)/2,fd,ts)'; %asumsi kanal konstan
for n=1:length(bit1)/2; fading1(1,1+(n-1)*2)=fad1(1,n); fading1(1,2+(n-1)*2)=fad1(1,n); end for n=1:length(bit2)/2; fading2(1,1+(n-1)*2)=fad2(1,n); fading2(1,2+(n-1)*2)=fad2(1,n); end %fading tx1faded=(bit1.*fading1); tx2faded=(bit2.*fading2); %penambahan AWGN noise1_i=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); noise1_j=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); rx=tx1faded+tx2faded+(noise1_i+j*noise1_j); %combining for n=1:length(rx)/2; r1(1,n)=rx(1,1+(n-1)*2); r2(1,n)=rx(1,2+(n-1)*2); end %decoding stbc for n=1:length(r1); received_signal(1,1+(n-1)*2)=conj(fad1(1,n))*r1(1,n)+ fad2(1,n)*conj(r2(1,n));
(62)
received_signal(1,2+(n-1)*2)=conj(fad2(1,n))*r1(1,n)- fad1(1,n)*conj(r2(1,n));
end %demodulasi
zsym=demodulate(pskdemod,received_signal); %calculation of error
err=sum(zsym~=data); BER(c)=BER(c)+(err); end
BER(c)=BER(c)/(5*bitnum); end
semilogy(SNR,BER,'*-'); grid on;
xlabel('SNR') ylabel('BER') if M==2
title('Simulasi MISO dengan modulasi BPSK'); elseif M==4
title('Simulasi MISO dengan modulasi QPSK'); elseif M==8
title('Simulasi MISO dengan modulasi 8-PSK'); else
title('Simulasi MISO dengan modulasi 16-PSK'); end
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Adanya fading dan noise AWGN pada propagasi kanal nirkabel
mengakibatkan terjadinya kerusakan sinyal yang diterima. Hal ini bisa diatasi
dengan penerapan sistem teknik diversitas, salah satunya adalah diversitas
Alamouti yang dikembangkan pada sisi pemancar.
2.
Diversitas alamouti dapat memitigasi fading dengan efektif serta memberikan
solusi atas masalah separasi antena pada pesawat penerima. Perangkat
penerima pada diversitas Alamouti hanya membutuhkan antena tunggal untuk
mendapatkan gain diversitas. Hal tersebut menjamin kepraktisan pesawat
penerima.
3.
Sistem Diversitas Alamouti memberikan kinerja paling baik dengan
menggunakan teknik modulasi BPSK dibandingkan modulasi QPSK, 8PSK,
dan 16PSK. Pada SNR = 20 dB modulasi BPSK memberikan BER = 0,0198.
Sedangkan pada nilai SNR yang sama, modulasi QPSK, 8PSK dan 16PSK
memberikan BER = 0,1300, 0,3701, dan 0,5762.
(2)
5.2 Saran
1.
Penelitian pada tugas akhir ini mengasumsikan setiap koefesien fading
dibangkitkan secara independen. Untuk penelitian lebih lanjut dapat
dilakukan evaluasi kinerja sistem diversitas Alamouti menggunakan koefisien
korelasi tertentu yang lebih mewakili keadaan sebenarnya.
2.
Penelitian bisa dilanjutkan dengan menganalisa pengaruh modulasi M-PSK
pada sistem diversitas extended Alamouti, yang menggunakan lebih dari 2
antena pada pemancar dan penerima.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Paulraj, A.J. “Diversity-Mobile Communication Handbook,” CRC Press LLC,
1999.
2.
Alamouti, S.M. “A Simple Transmit Diversity Technique for Wireless
Communication,” IEEE, JSAC, vol. 16 no. 8, 1998
3.
T. S. Rappaport, “Wireless Communications : Principles and Practice”,
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 1996.
4.
Skalr, B. “Rayleigh fading channels in mobile digital communication system
part I : characterization”, IEEE Communications Magazine, September
1997.
5.
Jhon G Proakis, 1995, “Digital Communications”, McGraw-Hill. New York.
6.
V. Tarokh, H.Jafarkhani, A.R.Calderbank, “Space-Time Block Coding for
Wireless Communications: Performance Results”, IEEE J. Select. Areas
Comm.vol.17, no.3, p.451-460, Mar. 1999.
7.
Machado, R and Bartolomeu F. “A hybrid transmit Antenna/Code Selection
Scheme Using Space-Time Block Code,” IEEE WCNC, 2004.
8.
Xiong, Fuqin. “Digital Modulation Techniques”, ARTECH HOUSE, 2006.
9.
Hakaste, Markus. “GSM/EDGE Standars Evolution”, 2003.
(4)
LAMPIRAN
Pembangkitan Fading
function y=fading(len, fd, T); %T=T*1e-3; N=34; N0=(N/2-1/2); alpha=pi/4; xc=zeros(len,1); xc=zeros(len,1); sc=sqrt(2)*cos(alpha); ss=sqrt(2)*sin(alpha); ts=0:len-1; ts=ts'.*T+round(rand(1,1)*10000)*T; wd=2*pi*fd; xc=sc.*cos(wd.*ts); xs=ss.*cos(wd.*ts); for x=1:N0 wn=wd*cos(2*pi*x/N); xc=xc+(2*cos(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); xs=xs+(2*sin(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); end
y = (xc + i.*xs)./sqrt(N0+1);
Diversitas Alamouti 2Tx vs 1Rx Menggunakan Modulasi BPSK, QPSK, 8PSK, dan
16PSK
%simulasi MISO %inisiasi parameter clear; clc; bitnum=100000; fd=25; ts=1e-5; SNR=0:2:100; cek=1; while cek==1M=input('masukkan jenis modulasi (BPSK=2, QPSK=4, 8-PSK=8, 16-PSK=16) = ');
if M==2||M==4||M==8||M==16 break else continue end end
(5)
for c=1:length(SNR); BER(c)=0; for d=1:5; %input data data=randint(1,bitnum,[0,M-1]); %modulasi pskmod=modem.pskmod(M); pskdemod=modem.pskdemod(pskmod); ytx=modulate(pskmod,data); ytx=ytx./sqrt(2); %proses alamouti antena 1 bit1=[]; bit2=[]; for n=1:length(ytx)/2; bit1(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,1+(n-1)*2); bit1(1,2+(n-1)*2)=-conj(ytx(1,2+(n-1)*2)); end bit1=bit1(1,:)./sqrt(2); %proses alamouti antena 2
for n=1:length(ytx)/2;
bit2(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,2+(n-1)*2);
bit2(1,2+(n-1)*2)=conj(ytx(1,1+(n-1)*2)); end
bit2=bit2(1,:)./sqrt(2); %generate koefisien kanal
%kanal transmitter 1 dan receiver
fad1=fading(length(bit1)/2,fd,ts)'; %kanal transmitter 2 dan receiver
fad2=fading(length(bit2)/2,fd,ts)'; %asumsi kanal konstan
for n=1:length(bit1)/2; fading1(1,1+(n-1)*2)=fad1(1,n); fading1(1,2+(n-1)*2)=fad1(1,n); end for n=1:length(bit2)/2; fading2(1,1+(n-1)*2)=fad2(1,n); fading2(1,2+(n-1)*2)=fad2(1,n); end %fading tx1faded=(bit1.*fading1); tx2faded=(bit2.*fading2); %penambahan AWGN noise1_i=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); noise1_j=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); rx=tx1faded+tx2faded+(noise1_i+j*noise1_j); %combining for n=1:length(rx)/2; r1(1,n)=rx(1,1+(n-1)*2); r2(1,n)=rx(1,2+(n-1)*2); end %decoding stbc for n=1:length(r1); received_signal(1,1+(n-1)*2)=conj(fad1(1,n))*r1(1,n)+ fad2(1,n)*conj(r2(1,n));
(6)
received_signal(1,2+(n-1)*2)=conj(fad2(1,n))*r1(1,n)- fad1(1,n)*conj(r2(1,n));
end %demodulasi
zsym=demodulate(pskdemod,received_signal); %calculation of error
err=sum(zsym~=data); BER(c)=BER(c)+(err); end
BER(c)=BER(c)/(5*bitnum); end
semilogy(SNR,BER,'*-'); grid on;
xlabel('SNR') ylabel('BER') if M==2
title('Simulasi MISO dengan modulasi BPSK'); elseif M==4
title('Simulasi MISO dengan modulasi QPSK'); elseif M==8
title('Simulasi MISO dengan modulasi 8-PSK'); else
title('Simulasi MISO dengan modulasi 16-PSK'); end