Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dampak Narkotika yang dapat menyebabkan “ Lost Generation ”dan mampu mengarahkan sebuah bangsa pada negara yang gagal failed state, menyadarkan berbagai negara untuk memerangi Narkotika. Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar nomor 4 empatdi dunia yang menjadi pangsa internasionalberbagai komoditi termasukperedaran gelapNarkotika. Setiap hari dalam pergaulan masyarakat terjadi hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peraturan hukum. Salah satu contoh dari peristiwa tersebut adalah penyalahgunaan yang pada akhir-akhir ini sudah sangat mencemaskan kita. Masalah penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah nasional maupun internasional yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Hampir setiap hari, terdapat berita mengenai masalah penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, emosi maupun sikap dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi bahwa narkotika bahkan telah mengancam masa depan remaja penerus bangsa, sehingga remaja menjadi korban dalam penyalahgunaan . Korban penyalahgunaan narkotika pada umumnya berada disegala usia. Namun bila dilihat secara khusus, korban penyalahgunaan berada di rentang usia remaja hingga dewasa awal dengan rentang usia 15-24 tahun. Hasil survei BNN pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi korban penyalahgunaan di kalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7 atau sekitar 921.695 orang BNN, 2014. 1 Seiringdenganperkembangannya, pemerintahtelahmemberlakukanUndang-UndangNomor 35 Tahun 2009 TentangNarkotika. DalamUndang- Undanginidisebutkanbahwasetiappengguna yang setelahvonispengadilanterbuktitidakmengedarkanataumemproduksinarkotika , dalamhalinimerekahanyasebataspenggunasaja, makamerekaberhakmengajukanuntukmendapatkanpelayananrehabilitasi. Melihathaltersebut, Undang-Undanginimemberikankesempatanbagi para pecandu yang sudahterjerumusdalampenyalahgunaannarkotika agar dapatterbebasdarikondisitersebutdandapatkembalimelanjutkanhidupnyasecar asehatdan normal. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undang-undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna pengedar, bandar,maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna atau pecandu narkotika menurut 1 Lydia Harlina dan Satya Joewanaa, 2006, pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba berbasis sekolah, Jakarta, PT. Balai pustaka persero, Hal 95. undang-undang sebagai pelaku tindak pidana narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku penyalahgunaan narkotika. Kemudian di sisi lain dapat dikatakan bahwa menurut Undang-Undang Narkotika, pecandu narkotika tersebut merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. 2 Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika terdapat setidaknya dua jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 1 butir 17 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa: Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam menangani masalah rehabilitasi, BNN mempunyai deputi yang khusus menanganinya yaitu Deputi Bidang Rehabilitasi. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 20 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Pasal 103 ayat 2 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional yang menyatakan bahwa: Deputi Bidang Rehabilitasi adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi dibidang rehabilitasi berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala BNN. Dalam melaksanakan tugas Deputi Bidang Rehabilitasi menyelenggarakan fungsi, hal ini sesuai dengan Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional. Untuk mengantisipasi lebih parahnya kasus penyalahgunaan narkotika, dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara institusi pendidikan, aparat penegak hukum, lingkungan, termasuk disini orang tua dan generasi muda. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, akhirnya penulis mengambil kesimpulan untuk mengambil judul ini yaitu FUNGSI REHABILITASI SOSIAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL TERHADAP REMAJA YANG MENJADI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana wujud deputi bidang rehabilitasi sosial Badan Narkotika Nasional terhadap remaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika? 2. Apa hambatan deputi bidang rehabilitasi sosial Badan Narkotika Nasional terhadap remaja yang menjadi korban penyalagunaan narkotika ? C. TujuanPenelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui wujud deputi bidang rehabilitasi sosial Badan Narkotika Nasional terhadap remaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika 2. Untuk mengetahui hambatan deputi bidang rehabilitasi sosial Badan Narkotika Nasional terhadap remaja yang menjadi korban penyalagunaan narkotika

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian