Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

(1)

PERANAN KONSELOR DALAM PEMULIHAN KORBAN

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI RECOVERY

CENTER RUMAH SINGGAH CARITAS

PENGEMBANGAN SOSIAL

EKONOMI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RENTA ULI ANGELLINA 110902033

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Renta Uli Angellina

Nim : 110902033

Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan

Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

Medan, April 2015 PEMBIMBING SKRIPSI

(Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si) NIP. 19710207 200112 2 001

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P) NIP. 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. Badaruddin, M. Si) NIP. 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Ketua Penguji : ( )

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:

Nama : Renta Uli Angellina

NIM : 110902033

Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban

Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

Hari/Tanggal : , April 2015 Waktu : Wib s/d Wib

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI

NIP :

2. Penguji I : ( )

NIP :

3. Penguji II : ( )


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Renta Uli Angellina

Nim : 110902033

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.

Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya. Penyalahgunaan narkoba memang sulit diberantas. Yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas dan merugikan masa depan bangsa karena merosotnya kualitas sumber daya manusia. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan pemulihan bagi korban penyalahgunaan narkoba tersebut. Proses pemulihan tersebut melibatkan konselor yang dalam prosesnya tergantung dari bagaimana konselor dan peranannya saat sedang memberikan pelayanan. Konselor merupakan petugas yang lebih banyak berinteraksi langsung dengan korban penyalahgunaan narkoba diRecovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pengalaman individu (life story) dari subyek penelitian adalah 2 informan kunci yang terdiri dari Project Manager Divisi Kesehatan Khusus Rumah Singgah Caritas PSE Medan dan salah satu Konselor di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan, 3 informan utama yang terdiri dari para korban penyalahgunaan narkoba yang sudah ada menjalani program selama 50 hari atau lebih, dan 2 informan tambahan yang terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang sudah menyelesaikan programnya dan salah satu anggota keluarganya. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa konselor memiliki peranan yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Karena konselor adalah orang yang membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat menjalani pemulihan dengan baik. Konselor mengupayakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sehingga korban penyalahgunaan narkoba memiliki kehidupan yang lebih berkualitas. Dalam peranannya membantu korban penyalahgunaan narkoba, konselor melakukan beberapa hal yaitu asessmen, konseling, dan monitoring.


(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT SCIENCE OF SOCIAL WELFARE

Name : Renta Uli Angellina Nim : 110902033

ABSTRACT

This thesis is submitted in order to qualify a bachelor's degree of Social Welfare, with the title "The Role of Counselors In Recovery Drug Abuse In Recovery Center Shelter Home Caritas Medan Socio-Economic Development".

Cases of drug abuse increased rapidly in Indonesia, although the government and the community has made various efforts. Drug abuse is difficult to eradicate. That can be done is to prevent and control so that the problem is not widespread and detrimental to the future of the nation because of the decline in the quality of human resources. One of its efforts is to do a recovery for the victims of drug abuse. The recovery process involves counselors are in the process depends on how counselors and role while providing services. Counselors are officers who interact more directly with victims of drug abuse in the Recovery Center Shelter Socio-Economic Development Caritas Medan.

This research is a descriptive qualitative. Data collection method used in this research is to use the method of individual experience (life story) of the study subjects are two key informants consisting of Project Manager Division of Special Health Shelter PSE Caritas Medan and one counselor at Recovery Center Shelter PSE Caritas Medan , 3 key informants consisting of victims of drug abuse existing undergoing a 50-day or more, and 2 additional informants consisting of drug abusers who have completed the program and one of the members of his family. The data collected was analyzed using descriptive-qualitative analysis techniques are more concerned with the provisions and the adequacy of the data.

The results of the study explained that the counselor has an important role in the recovery process of victims of drug abuse. Because the counselor is a person who helps the recovery of victims of drug abuse in order to live a good recovery. Counselors seek to change behavior for the better so that the victims of drug abuse have a higher quality of life. In its role to help victims of drug abuse, counselors do some things that asessmen, counseling, and monitoring.


(6)

KATA PENGANTAR

Salam damai sejahtera…

Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah-Nya, penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU dan atas pertolongan-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan dalam menempuh Ujian Komprehensif sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua yang sangat saya cintai, Drs. P. Situmorang dan P.L. Tobing, yang telah menjadi semangat untuk saya, serta keluarga yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(7)

3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, serta telah bersedia mendidik dan membagi ilmunya dengan saya.

4. Ibu Dra. Berlianti, M.S.P, salah satu Dosen Favorit penulis di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat, mendidik, serta memberikan ilmunya dengan penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.

5. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. 6. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat Ka

Zuraidah dan Ka Sri.

7. Direktur dan seluruh staff di Yayasan Caritas PSE, terkhusus untuk Divisi Kesehatan Khusus yaitu Bang Ewok, Bang Eka, Bang Undi, Bang Andreas, Bang Yohannes, Bang Billy, dan Bang Jun yang sudah banyak membantu penulis dalam PKL II dan penulisan skripsi. Teruntuk Ka Kariz, Ka Henny, dan Ka Debora yang menjadi tempat penulis berbagi suka dan duka. Terima kasih banyak semuanya.

8. Para informan yang sudah bersedia meluangkan waktunya melakukan wawancara dalam penelitian skripsi untuk penulis.

9. Terkhusus buat kedua orang tua tercinta saya Drs. P. Situmorang dan P. L. Tobing dan dua abang terhebat saya David Kurniawan, S.Pd, Yonathan Alfonso, S.P serta juga adik-adik tersayang Kristina Wati, Wilopan, dan Sabda Felix Regan yang tak henti-hentinya mendoakan dan mendukung penulis baik dari materi, waktu dan semua hal.

10. Buat BFF, sahabat dari SMP N. 21 Medan yaitu Ayu, Bulan, Wanti Isa Dora, Chandra Sihombing, Bangun Dedo Samosir, dan Satria Afriyanto Sitanggang. Terima kasih buat hal-hal gila yang pernah kita lewatkan bersama-sama. Walau jarang ngumpul, tetapi sekalinya berkumpul pasti pantang pulang sebelum tanggal berhenti.

11. Buat Dyuz, sahabat SMA Nasrani 1 Medan, Ayu Elisa Simanjuntak, Desi Maria Bulan Siahaan, Ezra Hilda Desi Panggabean, dan my twin Manatap Ariesta Panjaitan. Terima kasih buat persahabatan kita dan dukungan semangat yang diberikan dalam mengerjakan skripsi ini. Rindu kalian selalu guys.


(8)

12. Buat Muhammad Iqbal dan Dina Rizki Triyanti “biru”, yang dari awal semester hingga akhir penulisan skripsi ini merupakan pasangan sahabat terbaik yang pernah penulis miliki. Terima kasih karena selalu ada di titik tertinggi sampai titik terendah yang pernah penulis rasakan.

13. Buat Stephanie Dwiyanti Siahaan “abu-abu” dan Neysa Rasenta Munthe “ungu”, yang dari awal semester selalu mendukung penulis. Terima kasih buat perjalanan persahabatan kita yang kita lewatkan bersama-sama. Sayang kalian selalu.

14. Buat KESAYANGAN DI DEPARTEMEN Bang Ria Lesmana, Ka Wan Debby Jhora Waker, Ka Juli Mutiara Sinaga, Ka Riza Pahlevi Tambunan, Kak Rina, dan Kak Natya. Terima kasih buat bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan oleh abang dan kakak semua mulai dari awal perkuliahan hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

15. Buat TEMAN-TEMAN BAIK SE-STAMBUK IKS 2011 FISIP USU, yang sama-sama mengawali jalinan keluarga selama perkuliahan yaitu Vindy Prananda (02), Mesa Ayu Nengsih (03), Evi Tamala Munte (05), Dina Rahmiana (06), Indra Fauzie Hasibuan (07), Sofia A Nst (08), Dewi Riris Natalia N (09), Simon L T W Sinaga (10), Arina Indah (11), Ukap Liboy Pane (12), Daniel Calti Siahaan (13), Tio Yunita Veronica (14), Nonivili J. Gulo (15), Erlia Puji Astuti (16), Agusman Harefa (17), Asa Mitra Imanuel (18), Abdul Halim (19), Febriany I. N. S. (20), Guster C P S (21), Sandi Ajibah (22), Ronni Situmorang (23), Alm. Muhammad Nur Ajie (24), Sonia E B Damanik (25), Rickianto P M (26), Wandro Sitanggang (27), Hongi Jatenra Manik (28), Nancy Agitha .S.(29), Reno Pumadiansyah (30), Eka Khaparistia (32), Sumihar Lia Violetta (34), Indah Ayu Mustika S (35), Irawati Sinaga (36), Debora (37), Chairi Firnanda (38), Diella Almira Nst (39), Eko Syahputra (40), Landsteiner (42), Feri Arif N Telaumbanua (43), Dimas R Panggabean (44), Loling Damanik (45), Anugerah Mubarak D (46), Muhammad Fikri Arifi (47), William Sonalawa L (48), Cindy C S (49), Ammar Yusuf Nasution (50), Revormanuel Isnu Pradana Duha (51), Elvana Pebrianti (52), Yudha Iqram Siregar (53), Kristian B Hutajulu (54), Topanoven (55), T.m. Haikal Aulia Chalik (56), Mario Vanricho (57), Herawati Anastasia (58), Fajar Hasibuan (59), Ricky Purba (61), Pipin


(9)

Sari (69), Poniman (70), Felix G K Zebua (71), Henny Sidabutar (72), Elisabeth Sidabutar (73), Katrina Sinaga (74), Yuni Risca Mawarni (75), Tito Anugraha Imam P (77), Denisa Tatiana Lado (78), Adelina Puspita Devi (80), M Fadhlan Nasution (81), Sona Zendrato (82), Adisti Lia Pradita (83), Gabriel Lamhot Yordani (84), Riasapta Oktavia Ley (84), Marcelinus Manurung (87), Elvin A J Zebua (88), Andri Martuah S (90), Sawitri M Manurung (91), Siti Mahyardani Nasution (93), Sausan Farras I (94), Rachel Friscilla (95), Tika Simanjuntak (96),Heriana Bangun (97), Desrina Nahampun (98). Semoga kita bisa menjadi pekerja sosial yah. VIVA KESSOS!

16. Buat seluruh keluarga besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU baik itu dari alumni, senior, dan junior. Terima kasih buat segala pembelajaran yang telah penulis dapatkan. Kita semua tetap jadi keluarga selamanya. VIVA KESSOS!

17. Buat seluruh panitia Charity Concert with Judika, terkhusus buat Bang Islah dan Bundo Yani, yang selalu mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

18. Buat Franky Febryanto Banfatin, yang menuliskan nama penulis secara lengkap di skripsinya. Kali ini giliran saya, broo. Terima kasih untuk segala hal yang kita lakukan bersama.

19. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak dan sukses buat kita semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya agar kedepan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, April 2015 Penulis

Renta Uli Angellina 110902033


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat penelitian ... 9

1.4 Sistematika Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konselor ... 11

2.1.1 Pengertian Konselor ... 11

2.1.2 Karakteristik Konselor ... 15

2.1.3 Peranan Konselor ... 18

2.2 Pengertian Peranan ... 21

2.3 Narkoba ... 22

2.3.1 Pengertian Narkoba ... 22

2.3.2 Penggolongan Narkoba ... 24

2.4 Penyalahgunaan Narkoba ... 35

2.5 Proses Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba ... 43

2.6 Kerangka Pemikiran ... 53

2.7 Definisi Konsep ... 56

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 58

3.1 Lokasi Penelitian ... 58

3.2 Informan Penelitian ... 59

3.3.1 Informan Kunci ... 59

3.3.2 Informan Utama ... 59

3.3.3 Informan Tambahan ... 59

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.4 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 62

4.2 Identitas Dan Nilai Pelayanan ... 63

4.2.1 Visi Pelayanan ... 64

4.2.2 Misi Pelayanan ... 64


(11)

4.2.5 Deskripsi Kerja ... 66

4.2.6 Struktur Organisasi ... 67

4.3 Rumah Singgah Caritas PSE ... 71

4.3.1 Sejarah Rumah Singgah Caritas PSE ... 71

4.3.2 Prinsip Dasar Rumah Singgah Caritas PSE ... 73

4.3.3 Kegiatan Rumah Singgah Caritas PSE ... 73

4.3.4 Deskripsi Kerja Rumah Singgah Caritas PSE ... 74

4.3.5 Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE 75 4.3.6 Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas PSE ... 86

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 87

5.2 Hasil Temuan ... 88

5.2.1 Informan Kunci I ... 88

5.2.2 Informan Kunci II ... 93

5.2.3 Informan Utama I ... 102

5.2.4 Informan Utama II ... 106

5.2.5 Informan Utama III ... 111

5.2.6 Informan Tambahan I ... 117

5.2.7 Informan Tambahan II ... 123

5.3 Analisis Data ... 127

5.3.1 Melakukan Asessmen ... 127

5.3.2 Melakukan Konseling ... 135

5.3.3 Melakukan Monitoring ... 140

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 143

6.2 Saran ... 145 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.2.6.1 Badan Pembina: ... 67 Tabel 4.2.6.2 Badan Pengawas ... 68 Tabel 4.2.6.3 Badan Pengurus: ... 68 Tabel 4.2.6.4 Badan Pelaksana dan Staf Caritas Pengembangan Sosial


(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan Alur Pikiran ... 55 Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi ... 86


(14)

LAMPIRAN

1) Daftar Wawancara

2) Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal Peneltian/ Peneltian Skripsi

3) Surat ACC Judul Proposal/ Penulisan Skripsi 4) Berita Acara Seminar Proposal Peneltian 5) Surat Izin Penelitian

6) Surat Balasan Izin Penelitian dari Kepala Desa Baru


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini. Hal ini mengakibatkan banyak kasus lain yang dapat bermunculan. Kematian jutaan jiwa yang dapat menghancurkan kehidupan keluarga dan kasus lainnya yang menunjukkan akibat dari permasalahan tersebut telah banyak menyebabkan kerugian, baik materi maupun non materi. Kejadian tersebut bisa saja seperti kasus perceraian, perampokan, pembunuhan atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian.

Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 2013 UNODC, yaitu organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan kriminal menyebutkan bahwa pada tahun 2011, diperkirakan antara 167 sampai dengan 315 juta orang (3,6 - 6,9% dari populasi penduduk dunia yang berumur 15 - 64 tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan Narkoba minimal sekali dalam setahun. Bahkan ada 200 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat narkoba (BNN, portal).

Di Indonesia sendiri angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang pada tahun 2011. Mereka terdiri dari pengguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Pada aspek pemberantasan peredaran gelap narkoba, menunjukkan adanya peningkatan hasil pengungkapan kasus dan tersangka kejahatan serta pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan narkoba. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah


(16)

terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117 orang. Hasil pengungkapan tindak pidana pencucian uang sebanyak 40 kasus dengan nilai aset yang disita sebesar Rp 163,1 miliar

Dewasa ini, jaringan peredaran narkoba ini telah merambah ke segala lini kehidupan masyarakat. Jumlah kerugian bahkan kerusakan yang diakibatkan tidak sedikit. Selain itu, saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat; baik anak kecil, remaja, hingga orang tua; dari yang masih berstatus pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran hingga pengangguran; dari rakyat biasa hingga pejabat negara.

Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat mencatat bahwa pada tahun 2013, korban penyalahgunaan Narkoba mencapai angka sebesar 2,2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia atau setara 4,2 juta jiwa. Korban penyalahgunaan itu berusia antara usia 10 sampai 59 tahun. Keadaan ini sungguh miris mengingat yang paling banyak menjadi korban adalah usia produktif (BNN-RI, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Puslitkes UI pada 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,2% atau setara dengan 4,2 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 2,8% (5,1 juta orang) pada 2015. Tren penyalahgunaan narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan obat-obatan Daftar G. Sepanjang 2012, BNN sudah 12 kali memusnahkan narkoba.


(17)

Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389 gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun (BNNP-Sumut, 2013)

Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang dimaksud. Keadaan inilah dalam kenyataan empiris pemakaiannya sering disalahgunakan dan tidak untuk kepentingan kesehatan tapi lebih jauh daripada itu, yakni dijadikan sebagai objek bisnis dan berdampak pada kegiatan merusak mental, baik fisik maupun psikis generasi muda.

Undang Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 mengamanatkan perubahan paradigma dalam melihat penyalahgunaan narkoba. Para pengguna narkoba wajib di rehabilitasi. Undang Undang sebelumnya menetapkan atau melihat korban penyalahguna narkoba sebagai seorang kriminal dan harus di penjara. Inilah perubahan mendasar dalam upaya menyelamatkan anak bangsa dari jeratan narkoba yang sangat ganas karena menghancurkan masa depan generasi muda. Tentu saja perubahan paradigma baru tersebut itu ditetapkan berdasarkan pertimbangan pemisahan yang jelas antara status pengguna dan pengedar(Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Dampak yang ditimbulkan membuat kita harus kerja keras untuk memeranginya tanpa kenal lelah. Semua sendi pemerintahan dan masyarakat digerakkan guna memerangi narkoba. Persoalan narkoba bukanlah menjadi


(18)

masalah orang-perorangan atau masalah mereka yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba saja melainkan sudah menjadi masalah negara. Mungkin bisa kita sebutkan sudah menjadi masalah yang mendunia dan menuntut kita untuk mencari jalan keluarnya bersama-sama.

Berbagai cara tentu harus diupayakan baik untuk mencegah peredaran gelap narkoba maupun pemulihan bagi korban-korban penyalahguna narkoba. Penyuluhan rutin berkelanjutan tentang topik narkoba adalah telur emasnya neraka hendaklah dilaksanakan baik di sekolah, kampus maupun masyarakat. Selain itu dapat juga dibuat forum (lokakarya dan seminar) secara sistematis, membantu law enforcement, memberikan informasi tentang penyalahgunaan narkoba, melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat rawan, melakukan penangkapan bila terlihat aksi penyalahgunaan narkoba, membantu menangani dan menyelamatkan korban, melakukan pemantauan terhadap penanganan kasus-kasus penyalahgunaan narkoba baik itu penangkapan, penyelidikan, tuntutan sampai pengadilan mengenai narkoba.

Upaya pengobatan secara medis tidak selalu memuaskan karena pecandu yang mengikuti program pengobatan, setelah beberapa minggu berhenti memakai narkoba jadi kambuh karena berhubungan dengan teman pecandu. Untuk mengatasi persoalan itu, dukungan dan sikap proaktif dari keluarga mutlak diperlukan (Kedaulatan Rakyat, 2007:17). Usaha-usaha tersebut juga bisa saja melibatkan para pihak penyuluh untuk bisa memberikan informasi bahaya narkoba kepada semua lapisan masyarakat khususnya para remaja dan mengajak para orangtua yang mempunyai anak pengguna narkoba untuk mau membawakan anaknya ke panti rehabilitasi yang telah disediakan pihak pemerintah maupun pihak swasta.


(19)

Dari data yang dilaporkan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat menjadi 4 juta orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta jiwa. Menurut Juru bicara BNN Sumirat Dwiyanto, angka pecandu ini meningkat dikarenakan jumlah pencandu yang melakukan rehabilitasi sangat minim. Dari 4 juta-an pencandu, hanya 18 ribu yang rehabilitasi. BNN mengingatkan masyarakat jika para pengguna melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak akan terkena jerat hukum sesuai UU Narkotika N0 35/2009. Pengguna yang melapor ke 130 puskesmas dan rumah sakit, 140 tempat rehabilitasi yang dikelola Kementerian Sosial serta 45 RS Polri yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan tidak akan terkena jerat hukum karena dilindungi Undang-Undang

2015 pukul 03.28).

Panti rehabilitasi merupakan pilihan yang baik untuk klien, khususnya mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan hidup tanpa menggunakan narkoba dan seringkali kambuh. Sampai saat ini, pemerintah masih membutuhkan 1000 panti rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Program ini adalah perawatan jangka panjang yang biasanya berlangsung antara 3-12 bulan dan diharapkan merupakan program lanjutan setelah dilakukan program detoksifikasi. Sasaran utama dari program ini adalah abstinentia atau sama sekali tidak menggunakan narkoba (Sumiati, 2009:25).

Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang ditempati sekitar 16.000 orang pengguna narkoba menjalani rehabilitasi


(20)

ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN menyediakan anggaran sebesar Rp1 triliun pada 2013 untuk penanganan narkoba (http://www.republika.co.id diakses pada tanggal 17 Februari 2015, pukul 04:00).

Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012, sebanyak 14.510 orang. Terbanyak pada umur 26–40 tahun, yaitu sebanyak 9.972 orang. Dari data yang diperoleh, sebanyak 4 juta jiwa anak Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba. Sementara yang mendapat rehabilitasi masih sekitar 15.000 jiwa, tentunya ini menjadi suatu masalah yang besar jika sisa dari penyalahgunaan itu tidak direhabilitasi (Portal kriminal, 2013).

Pengguna narkoba yang telah menjalani rehabilitasi di seluruh Indonesia baik di masyarakat, di dalam panti maupun di tempat rehabilitasi lain sebanyak 6.373 orang. Sedangkan, yang terdaftar di BNN hanya sebanyak 837 orang. Di Sumatera Utara sendiri yang terdata menerima pengobatan hanya sebanyak 287 orang, yang terdiri dari 237 orang di rehabilitasi di panti pemerintah dan 50 orang lainnya berada di luar panti (BNN, 2012).

Salah satu tempat rehabilitasi ketergantungan narkoba di Sumatera Utara adalah Yayasan Caritas PSE Medan yang didirikan oleh Keuskupan Agung Medan. Menurut pengurus yayasan tersebut sudah ratusan penghuni yang mendapat perawatan di Panti tersebut. Mereka yang menjadi korban ketergantungan obat terlarang itu umumnya para kawula muda yang masih berusia produktif.


(21)

Korban penyalahgunaan narkoba juga sudah sepantasnya mendapatkan pengobatan, perawatan, pembinaan dan dukungan keluarga karena mereka memang benar sakit, baik fisik dan psikisnya. Pada pelaksanaan pemulihan tahap rehabilitasi, dilibatkan tenaga profesional, salah satunya adalah konselor. Pada penanganan penyalahgunaan narkoba, sosok konselor bertugas memberikan konsultasi pada klien maupun keluarga klien, membantu atau membentuk perilaku yang positif untuk mereduksi atau bahkan menghilangkan perilaku-perilaku yang mendorong pada kecenderungan untuk menggunakan atau kecanduan.

Narkoba adalah suatu zat atau obat yang diproduksi untuk keperluan pengobatan dunia medis. Kerjanya sangat keras sehingga penggunaannya harus melalui resep dokter. Jika disalahgunakan akan mempengaruhi fisik dan psikis yang mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan yang berpengaruh pada susunan syaraf pusat dan tidak dibenarkan oleh budaya masyarakat Indonesia. Konselor narkoba adalah individu yang bekerja secara profesional di tempat rehabilitasi untuk menangani masalah penyalahgunaan narkoba dengan upaya memberikan evaluasi, informasi dan saran-saran yang diperlukan oleh penyalahguna narkoba agar dapat bebas dari penyalahgunaan narkoba (total abstinance), meningkatkan aspek positif yang mereka memiliki dan membentuk gaya hidup yang sehat.

Konselor memberikan konseling dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba. Konseling ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, melainkan secara profesional yaitu orang yang telah memperoleh pendidikan dan pelatihan konseling narkoba dan mempunyai keahlian di bidangnya masing-masing, termasuk juga pengetahuan tentang narkoba.


(22)

Konselor juga haruslah konselor yang aktif dan cekatan dalam membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini dikarenakan seseorang yang memakai narkoba dalam jangka waktu yang lama memiliki jaringan otak yang rusak sehingga menyebabkan korban tersebut sulit berpikir yang rasional.

Keberadaan konselor memberikan konsultasi pada korban maupun keluarga korban, membantu atau membentuk perilaku yang positif untuk mereduksi atau bahkan menghilangkan perilaku-perilaku yang mendorong pada kecenderungan untuk menggunakan atau kecanduan. Hal ini karena keadaan psikis dan mental pecandu tersebut sudah sangat rapuh sehingga perlu bimbingan dari konselor agar dia dapat lepas dari narkoba.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai apa saja peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Untuk itu peneliti membuat karya ilmihah yaitu skripsi untuk mengetahui dengan lebih jelas lagi. Skripsi ini berjudul Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta yang ada ke dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah peranan konselor dalam pemulihan korban


(23)

penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan:

1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial mengenai konsep pelayanan sosial.

2. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan informasi bagi peneliti untuk meningkatkan lagi pemahaman mengenai penyalahgunaan narkoba dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba dan juga lembaga lainnya yang berkecimpung di dunia narkoba agar dapat membuat suatu metode pelayanan sosial yang lebih baik kepada para korban penyalahgunaan narkoba.


(24)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, dan definisi konsep.

BAB III :METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Yayasan Caritas PSE, Visi dan Misi, sejarah berdirinya Rumah Singgah Caritas PSE, dan gambaran lokasi penelitian secara umum.

BAB V :ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI :PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konselor

2.1.1 Pengertian Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu, konselor juga bertindak sebagai penasihat, guru, konsultan yang mendampingi klien sampai klien dapat menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya (Lesmana, 2005). Maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa konselor adalah tenaga profesional yang sangat berarti bagi klien (Lubis, 2011: 22).

Konseling merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang (konselor) kepada orang lain (klien) dengan cara ilmiah (terencana, terprogram, terarah dan sistematis) untuk membantu klien agar ia dapat keluar dari masalah yang dihadapinya (Lubis, 2006:10). Dalam melakukan proses konseling, seorang konselor harus dapat menerima kondisi klien apa adanya. Konselor harus dapat menciptakan suasana yang kondusif saat proses konseling berlangsung. Posisi konselor sebagai pihak yang membantu, menempatkannya pada posisi yang benar-benar dapat memahami dengan baik permasalahan yang dihadapi klien (Lubis, 2011: 22).

Menurut Asosiasi Konselor dan ahli Psikoterapi Inggris (AKAPI), konseling dilakukan sesuai dengan seperangkat aturan dan pedoman yang telah digariskan oleh lembaga-lembaga konseling professional


(26)

yang mensyaratkan standar akreditasi dan tingkat kompetensi minimum. Konselor terikat dengan kode etik, yang menekankan sikap menghargai nilai, pengalaman, pandangan, perasaan, dan kemampuan klien untuk menentukan diri sendiri. Konselor bertujuan memberikan pelayanan terbaik kepada klien. Di samping itu, konselor terikat dengan kode etik yang menekankan pentingnya batas-batas hubungan konselor-klien, sifat hubungan mereka, dan tujuan aktivitas konseling (Geldard dan Geldard, 2004:8).

• Batas-batas hubungan konseling

Konseling umumnya dilakukan di tempat yang menjamin privasi dan kenyamanan fisik dan psikologis konselor dan klien. Konselor menjelaskan sifat dan tujuan konseling kepada klien, dan kedua belah pihak mematuhi batas-batas etika konseling. Misalnya, konselor tidak boleh melakukan kontak fisik yang berlebihan dengan klien selama proses konseling atau sesudahnya. Demikian juga, konselor dilarang menjalin hubungan dengan klien karena alas an-alasan pribadi.

• Kualitas hubungan konseling

Kualitas hubungan konselor – klien berbeda dengan sifat hubungan di mana keterampilan konseling digunakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial atau tempat kerja.

Konseling biasanya bertujuan untuk membantu klien menyelesaikan problem yang mengganggu mereka. Konseling dimaksudkan untuk membantu klien mengembangkan beragam cara


(27)

yang lebih positif dalam menyikapi hidup. Orang-orang meminta bantuan konseling dengan bermacam-macam sebab dan untuk berbagai tujuan (Geldard dan Geldard, 2004:11).

Selanjutnya Corey (dikutip dari Lubis, 2011:67) menyatakan bahwa tujuan-tujuan konseling yang digunakan berdasarkan masing-masing pendekatan yang digunakan dalam proses konseling adalah seperti berikut.

1. Pendekatan Psikoanalisis Tujuan konseling meliputi:

• Membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari

• Merekonstruksi kepribadian dasar

• Membantu klien menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dengan menembus konfilk yang direpresi

2. Pendekatan Ekstensial-Humanistis Tujuan konseling meliputi:

• Memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan

• Menghapus penghambat aktualisasi diri dan pertumbuhan

• Menghapus klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri

• Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri

3. Pendekatan Client-Centered Tujuan konseling meliputi:


(28)

• Menyadarkan penghambat pertumbuhan dan aspek pengalaman pribadi diri yang sebelumnya diingkari atau didistorsi

• Membantu klien agar mampu bergerak ke arah keterbukaan terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup

4. Pendekatan Gestalt

Tujuan konseling meliputi:

• Membantu klien memperoleh kesadaran atas pengalaman dari waktu ke waktu

• Menantang klien agar menerima tanggung jawab 5. Pendekatan Tingkah Laku

Tujuan konseling meliputi:

• Menghapus pola tingkah laku maladaptif

• Mempelajari pola tingkah laku konstruktif

• Mengubah tingkah laku 6. Pendekatan Rasional-Emotif

Tujuan konseling meliputi:

• Menghapus pandangan hidup klien yang melemahkan diri

• Membantu klien memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional

7. Pendekatan Realitas Tujuan konseling meliputi:


(29)

• Membimbing klien mempelajari tingkah laku realistis dan bertanggung jawab serta mengembangkan “identitas keberhasilan”

• Membantu klien membuat pertimbangan nilai tingkah lakunya sendiri dan merencanakan tindakan untuk perubahan

2.1.2 Karakteristik Konselor

Setiap konselor pada masing-masing pendekatan teknik konseling yang digunakannya memiliki karakteristik dan peran yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari konsep pendiri teori yang dijadikan landasan berpijak. Misalnya, pada konselor yang menggunakam pendekatan behavioristik, konselor berperan sebagai fasilitator bagi klien. Hal tersebut tidak berlaku bagi konseling yang menggunakan pendekatan humanistis di mana peran konselor bersifat holistis (Lubis, 2011:22).

Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) menyebutkan ada tiga karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu

congruence, unconditional positive regard, dan empathy.

a) Congruence

Seorang konselor haruslah terintegrasi dan kongruen. Pengertiannya di sini adalah seorang konselor terlebih dahulu harus memahami dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan, dan pengalamannya harus serasi. Konselor harus sungguh-sungguh


(30)

menjadi dirinya sendiri, tanpa menutupi kekurangan yang ada pada dirinya sendiri.

Misalnya, seorang konselor yang memiliki fobia terhadap ketinggian bersedia berbagi pengalaman kepada klien dengan keluhan ketakutan pada hewan berbulu. Konselor tidak berpura-pura mengatakan bahwa ia berani dan telah berhasil mengalahkan ketakutannya pada ketinggian. Hal ini akan membuat klien merasa bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki masalah takut pada suatu objek.

b) Unconditional positive regard

Konselor harus dapat menerima/respek kepada klien walaupun dengan keadaan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Setiap individu menjalani kehidupannya dengan membawa segala nilai-nilai dan kebutuhan yang dimilikinya. Rogers mengatakan bahwa setiap manusia memiliki tendensi untuk mengaktualisasikan dirinya ke arah yang lebih baik. Untuk itulah, konselor harus memberikan kepercayaan kepada klien untuk mengembangkan diri mereka.

Brammer, Abrego, dan Shostrom (dikutip dari Lesmana, 2005) juga mengatakan bahwa klien akan mengalami perubahan efektif apabila ia berada dalam situasi yang kondusif untuk pertumbuhan. Situasi yang kondusif ini misalnya pengalaman penerimaan (acceptance) yaitu pengalaman dipahami, dicintai, dan dihargai tanpa syarat.


(31)

Situasi konseling harus menciptakan hubungan kasih sayang yang mendatangkan efek konstruktif pada diri klien sehingga klien dapat memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima cinta. Menurut Lesmana (2005), acceptance dalam konseling sama dengan bentuk cinta, yaitu bentuk cinta seseorang ketika berusaha membantu orang lain untuk berkembang. Menurutnya, acceptance

juga bersifat tidak menilai, artinya konselor bersikap netral terhadap nilai-nilai yang dianut klien.

c) Empathy

Rogers (dikutip dari Willis, 2009) mengartikan empati sebagai kemampuan yang dapat merasakann dunia pribadi klien tanpa kehilangan kesadaran diri. Ia menyebutkan komponen yang terdapat dalam empati meliputi: penghargaan positif (positif regard), rasa hormat (respect), kehangatan (warmth), kekonkretan (concreteness), kesiapan/kesegaran (immediacy), konfrontasi (confrontation), dan keaslian (congruence/genuiness).

Misalnya, mampu memahami bagaimana dilemanya seorang klien yang melakukan hubungan seksual pranikah dengan tidak langsung menilainya sebagai perbuatan tercela dan menghakimi klien sebagai manusia hina.

Secara umum, karakteristik kepribadian konselor yang berlaku di Indonesia telah diuraikan secara mendetail oleh Willis (2007) seperti berikut:


(32)

1. Beriman dan bertakwa 2. Menyenangi manusia

3. Komunikator yang terampil dan pendengar yan baik

4. Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang baik dan kompeten

5. Flesksibel, tenang, dan sabar

6. Menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi 7. Memahami etika profesi

8. Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai 9. Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat 10.Fasilitator dan motivator

11.Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu 12.Objektif, rasional, logis, dan konkret

13.Konsisten dan bertanggung jawab

Walaupun terdapat beberapa perbedaan pada beberapa sisi, tetapi tujuan dari penggolongan karakteristik tersebut memiliki kesamaan yang jelas. Kesamaan tersebut adalah untuk dijadikan panduan para konselor agar dapat menjadi konselor yang efektif (Lubis, 2011:31).

2.1.3 Peranan Konselor

Menurut Baruth dan Robinson, peran adalah apa yang diharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor dan persepsi dari orang lain terhadap posisi konselor tersebut. Misalnya, seorang konselor harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah klien. Sedangkan Corey (2009) menyatakan bahwa tidak ada satu pun jawaban sederhana yang mampu menerangkan


(33)

bagaimana sebenarnya peran konselor yang layak. Ada beberapa faktor yang diperhitungkan dalam menentukan peran konselor, yaitu tipe pendekatan konseling yang digunakan, karakteristik kepribadian konselor, taraf latihan, klien yang dilayani, dan setting konseling (Lubis, 2011: 31-32).

Konselor dalam upaya rehabilitasi adalah sebagai berikut (Wibhawa dkk, 2010:39):

a. Mendapat latihan dan/atau pendidikan dalam bidang psikologi pendidikan b. Memiliki keterampilan dalam menggunakan atau melakukan pengetesan c. Memfokuskan perhatian serta kemampuannya pada individu

d. Konselor biasanya melakukan konsultasi singkat dengan kliennya

Adapun peranan konselor dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba:

1. Melakukan Asesmen

Sebelum membantu pemulihan pecandu dan keluarganya, terlebih dahulu perlu diadakan penilaian permasalahan, yang disebut asesmen, dengan cara mengumpulkan informasi, terutama melalui wawancara. Asesmen yaitu menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk menetapkan diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya (Martono & Joewana, 2008: 93).

Asesmen berarti meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya dan sebagainya. Asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya. Asesmen sebaiknya diperoleh dengan metode yang komprehensif, sistematis, dan memperhitungkan fleksibilitas. Asesmen dapat dilakukan dengan tes


(34)

terstandar, pelaporan diri, observasi,dan sebagainya, tergantung pada situasi dan kebutuhannya.

2. Melakukan Konseling

Konseling merupakan aktivitas yang dilakukan dalam rangka memberikan berbagai alternative pemecahan masalah. Hubungan ini biasanya bersifat individual meskipun terkadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu korban memahami dan memperjelas masalah yang dihadapinya. Sehingga korban dapat membuat pilihan yang bermakna sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya (Zulkarnain, 2014: 78).

Dalam konseling terjadi hubungan antara konselor dan klien untuk saling menerima dan membagi, yaitu dalam pengertian bahwa mereka dapat :

1) Bersepakat untuk menyukseskan hubungan tersebut 2) Berbagi pengalaman

3) Saling mendengarkan secara aktif 4) Mendorong pemikiran kreatif

5) Saling menghargai nilai-nilai dan tujuan hidup masing-masing Konseling sangat penting pada terapi adiksi dan pencegahan relaps yang memerlukan komitmen seorang konselor. Konseling berbeda dengan psikoterapi yang melibatkan pengalaman masa kecil dan kejadian trauma yang dialami klien. Peran konselor adalah menciptakan suasana yang memungkinkan konfrontasi pada klien dan klien dapat menyelesaikan masalahnya. Konseling narkoba merupakan hubungan antara konselor dengan penyalahguna dalam rangka membantu meningkatkan kesadaran akan masalah yang dimilikinya yang dapat digunakan dalam melakukan perubahan


(35)

perilaku, mengatasi kesulitan, dan menentukan keputusan (Zulkarnain, 2014: 78).

3. Melakukan Monitoring

Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke waktu, pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa terhadap proses berikut objek atau untuk mengevaluasi kondisi atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas efek tindakan dari beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen yang sedang berjalan diakses tanggal 22 februari pukul 00.45).

Monitoring adalah kegiatan yang berkesinambungan. Dalam proses ini, terjadi pemantauan terhadap resident yang didasari dari keadaan fisik, emosional, spiritual, dan psikologis. Monitoring dilakukan oleh konselor dalam kegiatan sehari-hari resident.

2.2. Pengertian Peranan

Menurut Bidle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan


(36)

bisa memberi anjuran, memberi penilaian dan memberi sanksi. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. Kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan keduanya saling ketergantungan artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran, seperti halnya status setiap orang mempunyai berbagai macam peran dengan berasal dari pola pergaulan hidupnya (Syarbaini, 2009:60).

Peranan sendiri berkaitan erat dengan fungsi sosial seseorang baik secara formal maupun informal. Peranan sendiri digunakan dalam setiap bagian kehidupan, baik itu masyarakat, pekerjaan dan sekolah. Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan yang merupakan panti rehabilitasi milik swasta turut andil dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba.

2.3. Narkoba

2.3.1. Pengertian Narkoba

Istilah narkoba sesuai dengan Surat Edaran Badan Narkotika Nasional (BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim dari NARkotika, psiKOtropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang (Zulkarnain, 2014:1).

Secara umum sebenarnya narkoba itu adalah singkatan dari Narkotika dan Bahan-bahan Berbahaya. Bahan-bahan berbahaya ini juga termasuk didalamnya zat-zat kimia, limbah-limbah beracun,


(37)

pestisida, atau lain-lainnya. Dari waktu ke waktu istilah narkoba ditambah dengan alkohol sering disebut sebagai NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), tetapi kemudian muncul obat-obatan yang sejenis dengan narkotika hanya saja tidak ada kandungan narkotika didalamnya. Kini banyak beredar di pasaran illegal disebut dengan Psikotropika. Dengan demikian belakangan ini disebut dengan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Zat adiktif yang dimaksud disini adalah zat-zat pada umumnya yang dapat membuat orang adictive atau ketergantungan atau kecanduan seperti Nicotin pada tembakau dan Kafein pada kopi (Willy, 2005: 4).

Narkoba (Narkotika dan Obat/Bahan Berbahaya) adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal). Napza (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif Lain) adalah istilah kedokteran untuk sekelompok zat yang ketika masuk ke dalam tubuh menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh pada kerja otak (psikoaktif), termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur undang-undang dan perturan hukum lain maupun tidak, tetapi sering disalahgunakan, seperti alkohol, nikotin, kafein, dan juga inhalasia/solven. Istilah ini lebih tepat, karena mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai narkotika dan psikotropika (Martono & Joewana, 2008:5).

Selain itu ada juga pengertian lain mengenai narkoba, narkoba adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan syaraf pusat dan


(38)

digunakan sebagai pengurang rasa sakit pada dunia kedokteran. Sedangkan obat terlarang biasa disebut dengan psikotropika, yakni obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku. Biasanya digunakan untuk terapi gangguan psiatrik (Sitompul,

et.al., 2004:88).

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya merupakan zat yang berguna untuk keperluan dalam bidang pengobatan, ilmu pengtahuan dan lainnya. Sayangnya zat tersebut sering disalahgunakan hingga menuimbulkan ketagihan dan ketergantungan yang berdampak buruk terhadap fisik dan psikis.

2.3.2. Penggolongan Narkoba

Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penggolongannya sebagai berikut:

1. Narkotika golongan I: hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Opium, Ganja, Katinon, MDMDA/Ecstasy.

2. Narkotika golongan II: berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan


(39)

dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon. 3. Narkotika golongan III: berkhasiat untuk pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfin.

Lahirnya UU RI Nomor 35 tahun 2009 meskipun tidak secara langsung membatalkan UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, namun telah membawa perubahan pada penggolongan psikotropika. Dalam pasal 153 huruf b UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang tersebut lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut menegaskan bahwa Psikotropika golongan I dan II sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika digolongkan menjadi Narkotika golongan I berdasarkan UU RI Nomor 35 tahun 2009.


(40)

Berdasarkan sejarah dan prosesnya, narkoba terdiri dari tiga (3) jenis yaitu narkoba alamiah, narkoba buatan (sintetis) dan narkoba campuran (semi sintetis).

Narkoba alamiah berasal dari tumbuhan yaitu jenis narkoba yang masih alamiah karena belum diolah atau dicampur dengan bahan kimia lain. Jenis ini masih asli dari alam, yaitu dengan cara ditanam.Yang termasuk narkoba alamiah adalah ganja, opium, koka, alkot dan lain-lain.

Narkoba buatan (sintetis) yaitu hasil dari proses dengan mencampurkan bermacam-macam bahan kimia. Yang termasuk jenis narkoba buatan ini seperti ekstasi, rohipnol, shabu-shabu dan lain-lain.

Narkoba campuran (semi sintetis) yaitu hasil olahan (proses) dengan mencampurkan narkoba alamiah dengan bahan kimia. Jenis narkoba campuran ini seperti heroin, kokain dan lain-lain (Nasution, 2004: 4).

Berikut adalah jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan : 1) Ganja

Suatu tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai 4 meter dan dikenal lebih dari 100 spesies tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dan daerah beriklim sedang seperti India, Thailand, Sumatera, Nepal, Jamaika, Kolumbia, Korea, Iowa (AS), dan Rusia bagian selatan.

Dikenal dengan nama Cannabis, Mariyuana, Hassish, Gelek, Budha Stick, Cimeng, Grass, Rumput, dan Sayur. Bentuknya berupa tanaman yang dapat dikeringkan. Daun ganja bentuknya


(41)

memanjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daun memanjang ditengah pangkal hingga ujung, bila diraba bagian muka halus dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai daun ganja selalu ganjil yaitu 5,7 atau 9 helai.

Warna daun ganja hijau tua segar dan berbuah coklat bila sudah lama dibiarkan karena kena udara dan panas. Sedangkan penggunaannya dapat dihisap dari gulungan menyerupai rokok atau dapat juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok. Daun ganja mengandung zat THC (Tetrahydro-Cannabinol), yaitu suatu zat penyebab terjadinya halusinasi. Getah yang kering disebut Hasish. Apabila dicairkan dikenal dengan minyak kanabis.

Efek yang diteimbulkan saat menggunakannya adalah denyut jantung semakin cepat, temperatur badan menurun, mata merah, nafsu makan bertambah, santai, tenang dan melayang-layang, fikiran selalu rindu pada ganja, daya tahan menghadapi problema menjadi lemah, malas, apatis, tidak peduli dan kehilangan semangat untuk belajar maupun bekerja, presepsi waktu dan pertimbangan intelektual maupun moral terganggu.

Efek yang paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis dapat menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar pada ganja jauh lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau. Dan penggunaan ganja dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan kejiwaan (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:10).


(42)

2) Kokain

Kokain adalah alkaloida yang berasal ari tanaman Eritrosilon koka yang tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng pegunungan Andes, di Amerika Selatan.

Bentuknya berupa bubuk, daun coca, biah coca, cocain Kristal. Warna cairan berwarna putih/tidak berwarna, kristal dan tablet berwarna putih, sedangkan bubuk atau serbuk berwarna seperti tepung.

Penggunaannya dengan cara menghirup melalui hidung dengan menggunakan penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar bersama-sama dengan tembakau (rokok), ditelan bersama minuman atau disuntikan pada pembuluh darah.

Efeknya membuat pemakai tidak bergairah kerja, tidak bisa tidur, halusinasi, tidak nafsu makan, berbuat dan berfikit tanpa tujuan, serta merasa gelisah dan cemas berlebihan.

Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau takaran yang berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap serangan jantung. Di samping itu juga dapat menimbulkan keracunan pada susunan syaraf sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang, tingkah laku yang kasar, fikiran yang kacau dan mata gelap. Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan kokain dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak atau stroke (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:11).


(43)

3) Morfin atau Heroin

Nama lainnya adalah putaw, Smack, Junk, Horse, H, PT, Etep, Bedak, dan Putih.Morfin dan heroin berasal dari getah opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver Somniferum. Dengan melalui proses pengolahan dapat menghasilkan Morfin. Kemudian dengan proses tertentu dapat menghasilkan Heroin yang mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.

Bentuknya berupa serbuk dengan warna putih, abu-abu, kecoklatan hingga coklat tua. Penggunaannya dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar diatas kertas timah pembungkus rokok (sniffing) atau dengan menyuntikkannya langsung kepembuluh darah setelah heroin dilarutkan dalam air.

Efeknya menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan “dungu”, jalan mengambang, rasa sakit seluruh badan, badan gemetar, jantung berdebar-debar, susah tidur, nafsu makan berkurang, matanya berair dan hidungnya selalu ingusan, problem pada kesehatan seperti bengkak pada daerah menyuntik, tetanus, HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan paru-paru, serta sulit buang air besar, dan pada wanita mengganggu sirkulasi menstruasi.

Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga yang bersangkutan akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin. Oleh karena itu pecandu heroin akan berusaha dengan cara apapun dan resiko apapun guna memperoleh heroin. Mereka tidak


(44)

segan-segan melakukan tindakan-tindakan kekerasan atau kejahatan, misalnya mencuri, menodong, merampok dan melakukan pembunuhan. Telah banyak remaja yang terlibat pelacuran (menjual diri) hanya sekedar untuk mendapatkan uang guna membeli heroin.

Pecandu heroin sangat sulit untuk menghentikan pemakaian heroin dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah atau dosis semakin bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over dosis (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:12).

4) Ekstasy

Dikenal dengan nama Inex, Kancing, Huge Drug, Yuppie Grug, Essence, Clarity, Butterfly, dan Black Heart. Bentuknya berupa tablet dan kapsul dengan warna yang bermacam-macam dan penggunaannya dengan ditelan.

Efeknya timbul rasa gembira secara berlebihan. Banyak orang mengkonsumsi ekstasy untuk tujuan bersenang-senang. Ekstasy biasanya digunakan oleh anak-anak muda agar dapat berpesta/ diskotik sepanjang malam. Karena saking gembira kadang-kadang sampai lepas kendali sehingga tidak malu-malu melakukan pesta seks. Efek lainnya seperti merasa cemas, tidak mau diam (hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, mengalami keringat dan gemetaran, susah tidur, sakit kepala dan pusing-pusing, mual dan muntah.

Pemakaian ekstasy dapat mendorong tubuh untuk melakukan aktifitas yang melampaui batas kemampuannya. Akibatnya dapat


(45)

menyebabkan kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi) karena terlalu banyak menggerakkan tenaga dan terlalu banyak berkeringat.

Pada pemakaian yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan penglihatan kabur, mudah tersinggung (pemarah), tekanan darah meningkat, nafsu makan berkurang, dan denyut jantung bertambah cepat. Kematian sering terjadi karena pemakaian yang berlebihan, yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak (Badan Narkotika Nasional RI, 2007: 14).

5) Shabu

Dikenal dengan nama Kristal, Ubas, SS, Mecin dengan bentuk berupa Kristal dan berwarna putih. Penggunaannya dibakar dengan menggunakan aluminium foil dan asapnya dihirup melalui hidung. Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus (bong) dan disuntikan.

Efek penggunaan shabu ini adalah badan pemakai merasa lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina), tidak mau diam (hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, rasa ingin diperhatikan orang lain, nafsu makan berkurang akibatnya badan semakin kurus, susah tidur, jantungnya berdebar-debar, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pada fungsi sosial dan pekerjaan.

Penggunaan shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas yang melampaui batas kemampuan fisik/berkeringat secara


(46)

berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).

Bagi mereka yang sudah ketagihan, apabila pemakaiannya dihentikan (putus zat) akan timbul gejala-gejala seperti merasa lelah dan tidak berdaya (stamina menurun), kehilangan semangat hidup (ingin bunuh diri), merasa cemas dan gelisah secara berlebihan, kehilangan rasa percaya diri dan susah tidur (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:15).

6) Inhalansia atau Solven

Yang termasuk adalah gas dan zat pelarut yang mudah menguap berupa senyawa organik. Inhalansia dan solven terdapat pada berbagai barang-barang keperluan rumah tangga, kantor, dan pelumas mesin.

Inhalansia yang terdapat pada lem dan pengencer cat (thinner) ini digunakan dengan cara dihirup yang dapat mengakibatkan kematian mendadak, seperti tercekik (sudden sniffing, death syndrome). Efeknya dapat menghilangkan ingatan, tidak dapat berfikir, mudah berdarah dan memar, kerusakan sistem syaraf utama, kerusakan hati dan ginjal, sakit maag, sakit pada waktu buang air kecil, serta kejang-kejang otot dan batuk-batuk.

Penggunaan inhalansia dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan otot, syaraf, dan organ tubuh lain. Menghirup sambil menggunakan obat tidur, alkohol, akan meningkatkan resiko over dosis dan dapat mematikan. Jika pengguna melakukan


(47)

aktifitas normal seperti berlari atau berteriak dapat mengakibatkan kematian karena gagal jantung (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:16).

7) Alkohol

Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol sudah dikenal manusia sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol merupakan penekan susunan syaraf pusat tertua, dan bersama-sama kafein dan nikotin merupakan zat kimia yang paling banyak digunakan manusia.

Alkohol yaitu minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi atau destilasi, baik melalui perlakuan sebelumnya, menambah bahan lain, mencampur konsentrat dengan ethanol ataupun dengan proses pengenceran minuman yang mengandung ethanol.

Efeknya dapat menyebabkan depresi pada sistem syaraf pusat, jika penggunaan dicampur dengan obat lain si pemakai akan pingsan atau kejang-kejang tidak sadar diri, menyebabkan oedema otak (pembengkakan dan terbendungnya darah dari otak), menimbulkan halusinasi, toleransi dan ketagihan (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:16).

Alkohol terdapat pada minuman keras, yang kadar etanolnya berbeda-beda. Minuman keras golongan A berkadar etanol 1-5% seperti bir, minuman keras golongan B berkadar 5-20% seperti


(48)

anggur, minuman keras golongan C berkadar 20-45% seperti rum, gin, dan Manson House (Martono & Joewana, 2008:10).

8) Lysergic Acid (LSD)

LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk psikotropika golongan I. Nama yang sering digunakan adalah

acid, red dragon, blue heaven, sugar cubes, trips, dan tabs. Bentuknya seperti kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar, atau berbentuk pil dan kapsul. Cara pemakaiannya adalah dengan meletakan LSD pada lidah.

Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan berubah secara dramatis, dengan mengalami flashback atau trips

(halusinasi/penglihatan semu) berulang tanpa peringatan sebelumnya. Pupil melebar, tidak bisa tidur, selera makan hilang, suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan darah naik, koordinasi otot terganggu dan tremor. Dapat merusak sel otak, gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang diikuti meningkatnya resiko kejang, serta kegagalan pernapasan dan jantung (Martono & Joewana, 2008:11).

9) Nikotin

Nikotin terdapat pada tanaman tembakau atau Nicotiana Tabacum L. yang diduga berasal dari argentina, berupa tanaman perdu setinggi 1-3 meter.

Nikotin yang terdapat pada tembakau termasuk stimulansia. Selain nikotin, tembakau mengandung tar dan CO yang


(49)

berbahaya, serta zat lain,seluruhnya tak kurang dari 4000 senyawa. Jika nikotin adalah penyebab ketregantungan, maka tar menjadi penyebab kanker.

Survey menunjukan bahwa merokok pada anak/remaja adalah pintu gerbang masuk kepada pemakaian ganja, heroin, ekstasy, dan shabu yang banyak disalahgunakan. Oleh karena itu, pencegahan penyalahgunaan narkoba harus dimulai dengan mencegah merokok atau menunda usia merokok (Martono dan Joewana, 2008:12).

2.4. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikosial (Afiatin, 2008:12). Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang digunakan tidak hanya untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya. Karena pengaruhnya itulah narkoba disalahgunakan. Sifat pengaruh itu sementara, sebab setelah itu timbul rasa tidak enak. Untuk menghilangkan rasa tidak enak, ia menggunakan narkoba itu lagi. Karena itu, narkoba mendorong seseorang memakainya lagi (Martono dan Joewana, 2008: 15).

Penyalahgunaan narkoba tidak terjadi begitu saja, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya penyalaggunaan narkoba ini, antara lain:

1) Faktor Individu

Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, hal ini di karenakan proses perkembangan yang terjadi di tiap-tiap individupun


(50)

tidak sama. Usia yang berbeda dan rasa ingin tahu yang pada akhirnya membawa individu pada persepsi yang salah mengenai narkoba.

2) Faktor Keluarga

Keluarga sebagai wadah pertama bagi anggota keluarga untuk bersosialisasi, maka komunikasi yang baik antar anggota keluarga sangatlah penting guna membangun karakteristik anggota keluarga yang kuat. Keluarga yang tidak harmonis dimana selalu terjadi konflik dan orang tua yang otoriter merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang dalam penggunaan narkoba.

3) Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan yang rawan dan tidak sehat dimana seseorang bergaul dan bersosialisasi dapat menjadi pendorong bagi perkembangan yang menyimpang atau dengan sederhananya dapat dikatakan terikut dengan arus pergaulan yang tidak benar.

4) Tersedianya Narkoba

Selain faktor pendorong ada pula faktor yang memicu penyalahgunaan narkoba, yaitu ketersediaan narkoba yang sangat mudah untuk didapatkan di setiap jenjang masyarakat. Para penjual narkoba berkeliaran disetiap sudut kehidupan, baik di gang sempit, warung makan, sekolah, tempat nongkrong, permukiman masyarakat dan sebagainya.

Ketergantungan tidak berlangsung seketika, tetapi melalui rangkaian proses penyalahgunaan. Ada beberapa tahapan atau pola pemakaian narkoba, yaitu sebagai berikut :


(51)

1) Pola coba-coba

Karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh kelompok sebaya sangat besar, yaitu teman dekat atau orang lain yang menawarkan atau membujuk untuk memakai narkoba. Ketidakmampuan berkata ‘tidak’ mendorong anak untuk mencobanya, apalagi jika ada rasa ingin tahu atau ingin mencoba.

2) Pola pemakaian sosial

Yaitu pemakaian narkoba untuk kepentingan pergaulan (kumpul, acara tertentu) dan keinginan untuk diakui atau diterima kelompoknya. 3) Pola pemakaian statuasional

Yaitu karena situasi tertentu, seperti kesepian dan stres. Tahapan ini disebut juga tahap instrumental, karena dari pengalaman pemakaian sebelumnya, disadari bahwa narkoba dapat menjadi alat untuk mempengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hatinya. Di sini pemakaian narkoba telah mempunyai tujuan, yaitu sebagai cara mengatasi masalah (compensatory use). Pada tahap ini pemakai berusaha memperoleh narkoba secara aktif.

4) Pola habituasi (kebiasaan)

Pada tahap ini telah mencapai tahap pemakaian teratur atau sering. Terjadi perubahan pada tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti teman pecandu. Kebiasaan, pakaian, pembicaraan, dan lain-lain berubah. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, sulit tidur, atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-cita semula menjadi hilang. Sering membolos sekolah atau bekerja menyebabkan prestasi merosot. Lebih


(52)

suka menyendiri dari pada berkumpul bersama keluarga. Meskipun pemakaiannya masih terkendali, telah terjadi gejala awal ketergantungan. Inilah penyalahgunaan narkoba secara klinis.

5) Pola ketergantungan (kompulsif)

Dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleransi dan atau gejala putus zat. Ia berusaha untuk selalu memperoleh narkoba dengan berbagai cara: berbohong, menipu, dan mencuri. Ia tidak dapat lagi mengendalikan dari dalam penggunaannya, sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman rusak. Pada pemakaian beberapa jenis narkoba seperti putaw ketergantungan terjadi sangat cepat (Martono & Joewana, 2008: 15).

Sedangkan dampak penyalahgunaan narkoba secara umum adalah sebagai berikut :

Dampak Fisik :

a) Badan kurus karena pola makan yang tidak teratur b)Gagal ginjal

c) Pelemakan hati, pengkerutan hati, kanker hati d)Radang paru-paru, radang selaput paru, TBC Paru

e) Rentan terhadap berbagai penyakit hepatitis B, C, dan HIV/AIDS f) Cacat janin

g)Impotensi

h)Gangguan menstruasi i) Pucat akibat kurang darah j) Penyakit lupa ingatan


(53)

k)Kerusakan otak l) Radang pancreas m)Radang syaraf n)Mudah memar

o)Gangguan fungsi jantung p)Menyebabkan kematian

Dampak Psikologis : a) Emosi tidak terkendali

b)Curiga berlebihan (tidak sejalan antara fikiran dengan kenyataan) c) Selalu berbohong

d)Tidak merasa aman

e) Tidak mampu mengambil keputusan yang wajar f) Tidak memiliki tanggung jawab

g)Kecemasan yang berlebihan dan depresi h)Ketakutan yang luar biasa

i) Hilang ingatan

Dampak Sosial :

a) Hubungan dengan keluarga, guru, dan teman serta lingkungan terganggu

b)Mengganggu ketertiban umum

c) Selalu menghindari kontak dengan orang lain

d)Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan positif e) Melakukan hubungan seks secara bebas


(54)

f) Tidak peduli dengan norma dan nilai yang ada

g)Melakukan tindakan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual h)Mencuri (Nasution, 2004: 36).

Akibat penyalahgunaan narkoba adalah: 1. Bagi diri sendiri

a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja

• menurunnya daya ingat sehingga mudah lupa

• menurunnya perhatian sehingga sulit berkonsentrasi

• menurunnya persepsi sehingga member perasaan semu/khayal

• menurunnya motivasi sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot, persahabatan rusak, serta minat dan cita-cita semula padam

Oleh karena itu, narkoba menyebabkan perkembangan normal mental-emosional dan sosial menjadi terhambat

b. Intoksikasi (keracunan), yakni gejala yang timbul akibat pemakainan narkoba dalam jumlah yang cukup, berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya tergantung pada jenis, jumlah, dan cara penggunaan. Istilah yang sering dipakai pecandu adalah

pedauw, fly, mabuk, teller, dan high.

c. Overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan (heroin) atau perdarahan otak (amfetamin, sabu). OD terjadi karena toleransi sehingga perlu dosis yang lebih


(55)

besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan.

d. Gejala putus zat, yakni gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaiannya. Berat atau ringannya gejala tergantung pada jenis zat, dosis, dan lama pemakaian.

e. Berulang kali kambuh, yakni ketergantungan menyebabkan

craving (rasa rindu pada narkoba), walaupun telah berhenti pakai. Narkoba dan perangkatnya, kawan-kawan, suasana, dan tempat-tempat penggunaannya dahulu mendorongnya untuk memakai narkoba kembali. Itulah sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh.

f. Gangguan perilaku/mental-sosial, yakni acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluarga/sesama terganggu. Terjadi perubahan mental: gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala

Parkinson.

g. Gangguan kesehatan, yakni kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh seperti hati, jantung, paru, ginjal, kelenjar endokrin, alat reproduksi; infeksi (hepatitis B/C (80%), HIV-AIDS (40-50%), penyakit kulit dan kelamin; kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang.

h. Kendornya nilai-nilai, yakni mengendornya nilai-nilai kehidupan agama-sosial-budaya, seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya (penyakit kelamin, kehamilan tak diinginkan). Sopan


(56)

santun hilang. Ia menjadi asosial, mementingkan diri sendiri, dan tidak mempedulikan kepentingan orang lain.

i. Masalah ekonomi dan hukum, yakni pecandu terlibat utang, karena berusaha memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual barang-barang milik pribadi atau keluarga. Jika masih sekolah, uang sekolah digunakan untuk membeli narkoba, sehingga terancam putus sekolah. Jika bekerja, ia terancam putus hubungan kerja. Mugkin juga ia ditahan polisi atau bahkan dipenjara.

2. Bagi keluarga

Suasana nyaman dan tenteram terganggu. Keluarga resah karena barang-barang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tak bertanggung jawab, hidup semaunya, dan asosial. Orang tua malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak.

Masa depan anak tidak jelas. Ia putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan. Stres meningkat. Orang tua putus asa sebab pengeluaran uang meningkat karena pemakaian narkoba atau karena anak harus berulang kali dirawat, bahkan mungkin mendekam di penjara. Keluarga harus menanggung beban sosial-ekonomi ini (Martono & Joewana, 2008:18-20).

Berdasarkan uraian tersebut semakin jelaslah bahwa narkoba bukan saja berdampak pada diri si pemakai melainkan kerusakan eksternal yang berpengaruh pada lingkungan masyarakat sekitarnya.


(57)

2.5. Proses Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba (drugs abuse) adalah suatu pemakainan non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan narkoba (narkotik dan obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya. Manusia pemakai narkoba bisa dari berbagai kalangan, mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, para penjahat, pekerja, ibu-ibu rumah tangga, bahkan sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih khusus lagi anak dan remaja (Willis, 2010:156)

Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan kebergantungan zat narkoba, yang jika dihentikan maka si pemakai akan sakaw/withdrawal. Penyalahgunaan narkoba perlu melakukan berbagai pendekatan, terutama bidang psikiatri, psikologi, dan konseling. Bidang psikiatri akan menanggungjawabi gangguan mental dan perilaku yang disebabkan narkoba yang mengganggu sinyal penghantar syaraf (disebut neurotransmitter) di dalam susunan syaraf sentral (otak). Gangguan neurotransmitter ini akan mengganggu fungsi kognitif (daya pikir dan memori), fungsi afektif (perasaan dan mood), psikomotorik (perilaku gerak), dan komplikasi medik terhadap fisik seperti kelainan paru-paru, lever, jantung, ginjal, pankreas, dan gangguan fisik lainnya (Willis, 2010:157).

Dadang Hawari adalah seorang psikiater yang amat handal dalam masalah narkoba dan berkomentar bahwa orang yang telah bergantung pada narkoba, maka hidupnya mengalami gangguan jiwa sehingga tidak lagi mampu berkomunikasi secara wajar di masyarakat (Republika, Juli 2003). Kondisi demikian dapat dilihat dari rusaknya fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah, serta


(58)

tidak mampu mengendalikan diri. Terutama jika putus narkoba maka si pemakai akan mengalami gejala withdrawal (sakaw). Pada peristiwa ini timbul gejala-gejala seperti air mata berlebihan (lakrimasi), cairan hidung berlebihan (rhinorea), puril mata melebar (dilatasi pupil), keringat berlebihan, mual, muntah, diare, bulu kuduk berdiri, menguap, tekanan darah naik, jantung berdebar, insomnia (tak bias tidur), mudah marah, emosional, serta agresif (Willis, 2010:157).

Pemulihan adalah suatu proses yang dinamis dan progresif, sebagai perjalanan panjang dan menyakitkan, dari ketergantungan seseorang terhadap narkoba kearah gaya hidup sehat tanpa narkoba. Pemulihan dimulai dengan berhenti menggunakan narkoba (abstinensia). Akan tetapi, tidak cukup hanya berhenti memakai.Gaya hidup juga harus berubah. Perubahan-perubahan yang terjadi memengaruhi keadaan tubuh, jiwa dan rohaninya, serta mengubah gaya hidupnya dengan hidup sehat dan memuaskan. Proses ini disebut “pemulihan seluruh pribadinya”.

Pada pemulihan dimulailah proses dipertahankannya keadaan bebas dari narkoba, terjadinya perubahan-perubahan pribadi, dan hubungan dengan sesamanya. Banyak hal yang harus dipulihkan, yaitu keadaan jasmani, psikologi atau kejiwaan, hubungan sosial, keadaan rohani, pekerjaan, pendidikan, dan bahkan masalah keuangan dan hukum. Semuanya harus dilakukan secara bertahap.

Pemulihan adalah upaya yang dilakukan secara bertahap, untuk mempelajari keterampilan baru dan tugas-tugas yang mempersiapkan klien menghadapi tantangan hidup bebas tanpa narkoba. Jika gagal, ia beresiko untuk kambuh.


(59)

Motivasi atau kemauan pecandu untuk berhenti memakai narkoba memang penting dalam keberhasilan pemulihan, karena pecandulah yang harus mengambil keputusan untuk berhenti memakai dan mengubah gaya hidupnya. Motivasi adalah keadaan siap dan keinginan kuat untuk berubah. Akan tetapi, hal itu sering berubah-ubah dan berfluktuasi dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi.

Oleh karena itu, kemauan saja tidak cukup bagi pemulihan, karena pada kenyataannya pecandu sulit mengendalikan pemakaiannya dan perilakunya. Pemberontakan adalah ciri khas pecandu. Jika ingin pulih, ia harus menyerah dan mengakui ketidakberdayaannya. Mengakui dan menerima adalah kunci pemuliham. Orang harus mau mengakui dan merima keadaannya jika mau berubah. Manusia memang harus mau berubah, agar dapat mengikuti, menyesuaikan diri, dan mengahadapi tantangan arus perubahan zaman (Martono & Joewana, 2008:89).

Sejak 2011, SAMHSA (Substance Abuse and Mental Health Service Administration) suatu badan yang berperan dalam layanan narkoba dan gangguan jiwa di kementerian kesehatan Amerika mengenalkan istilah “recovery”. Istilah ini merupakan penyatuan definisi kerja bagi pemulihan pecandu narkoba dan gangguan jiwa yang kompleks dan perjalanan penyakitnya bersifat kronis-jangka panjang. Dengan pendekatan ini maka pemahaman dan pemulihan pecandu narkoba lebih menyeluruh atau komprehensif.

Istilah ini menempatkan pecandu sebagai agent of recovery, titik sentral dalam pemulihan dirinya dan mantan pecandu lebih tepat disebut recovering addict atau orang dalam pemulihan. Pecandulah yang memegang peran utama dan aktif dalam upayanya menjadi bebas dari narkoba (drug free), sehat fisik dan


(1)

9. Apa saja pendekatan konseling yang disediakan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?

10. Apakah klien berhak memilih konselornya sendiri?

11.Seperti apa jatah pembagian konselor dengan pembagian klien yang ada?

12.Apakah setiap kegiatan yang dilakukan oleh konselor yang berkaitan

dengan korban penyalahgunaan narkoba harus anda ketahui juga?

2. INFORMAN KUNCI II Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis Kelamin :

c. Usia :

d. Alamat :

1. Apa yang menjadi tujuan dari program pemulihan Recovery Center

Rumah Singgah Caritas PSE?

2. Apa yang anda lakukan saat pertama sekali mengadakan pertemuan

dengan klien?

3. Apa saja yang anda terapkan kepada klien selama berada di rehabilitasi? 4. Pendekatan seperti apa yang anda lakukan terhadap klien agar klien mau

terbuka terhadap anda?

5. Pengetahuan apa saja yang anda berikan kepada klien agar tidak

mengalami relaps?

6. Apakah pernah terjadi keluarga menarik klien keluar dari Recovery

Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan sebelum masa rehabilitasi selesai? Jika pernah, bagaimana anda menjelaskan pada keluarga klien?


(2)

7. Dalam rencana kegiatan untuk keluarga, setelah 1 bulan keluarga dapat bertemu dengan klien. Mengapa begitu?

8. Bagaimana peran konselor dalam pemulihan klien yang menjalani

pemulihan?

9. Bagaimana konselor melakukan assessment terhadap klien?

10.Bagaimana konselor melakukan konseling terhadap klien? 11.Bagaimana konselor melakukan monitoring terhadap klien?

12.Bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi di antara sesama klien?

13.Apakah ada klien yang kembali menggunakan narkoba setelah selesai

menjalani program pemulihan? Jika ada, seperti apa anda menanggapinya?

14.Bagaimanakah hubungan konselor dengan klien yang sudah

menyelesaikan program pemulihannya?

15.Bagaimana metode pemulihan yang diterapkan di Recovery Center

Rumah Singgah Caritas PSE?

3. INFORMAN UTAMA (RESIDENT) Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis Kelamin :

c. Tempat/Tanggal Lahir :

d. Usia :

e. Pekerjaan :

f. Agama :


(3)

1. Apa yang menyebabkan saudara mengkonsumsi narkoba?

2. Apakah sebelumnya saudara mengetahui apa narkoba itu?

3. Siapa yang mengenalkan atau mengajak saudara pertama kali untuk

menggunakan narkoba?

4. Bagaimana pergaulan saudara dengan teman-teman saudara sehari-hari?

5. Jenis narkoba apa yang telah saudara gunakan?

6. Kapan saudara mulai mengkonsumsi narkoba?

7. Sudah berapa lama saudara mengkonsumsi narkoba?

8. Kenikmatan apa yang saudara rasakan ketika sedang menggunakan

narkoba?

9. Bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal saudara?

10.Apakah tempat tinggal saudara memiliki banyak pengedar narkoba?

11.Apakah daerah tempat tinggal saudara dekat dengan tempat hiburan

malam?

12.Bagaimana hubungan saudara dengan keluarga sebelumnya?

13.Apakah keluarga saudara mengetahui tentang narkoba sebelumnya?

14.Apakah keluarga saudara pernah juga terlibat narkoba sebelumnya?

15.Darimana orang tua saudara mengetahui bahwa saudara telah

menggunakan narkoba?

16.Bagaimana reaksi keluarga ketika mengetahui saudara telah

menggunakan narkoba?

17.Siapa yang membawa saudara masuk Recovery Center Rumah Singgah

Caritas PSE Medan?

18.Kapan saudara masuk Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE


(4)

19.Sudah berapa lama saudara menjalani rehabilitasi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?

20.Adakah perubahan yang saudara rasakan dari dampingan konselor selama

proses rehabilitasi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan? Perubahan seperti apa yang anda rasakan?

21.Adakah pengaruh terhadap saudara selama melakukan konseling dengan

konselor di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?

22.Setelah selesai menjalani proses rehabilitasi dan keluar dari Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan, apa yang ingin saudara lakukan?

4. INFORMAN TAMBAHAN I Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis Kelamin :

c. Tempat/Tanggal Lahir :

d. Usia :

e. Pekerjaan :

f. Agama :

g. Alamat :

1. Apa yang menyebabkan saudara mengkonsumsi narkoba?

2. Apakah sebelumnya saudara mengetahui apa narkoba itu?

3. Siapa yang mengenalkan atau mengajak saudara pertama kali untuk


(5)

4. Bagaimana pergaulan saudara dengan teman-teman saudara sehari-hari sebelum dan sesudah menjalani proses rehabilitasi?

5. Jenis narkoba apa yang pernah saudara gunakan?

6. Kapan saudara mulai mengkonsumsi narkoba?

7. Berapa lama saudara pernah mengkonsumsi narkoba?

8. Sudah berapa lama saudara tidak mengkonsumsi narkoba?

9. Kenikmatan apa yang saudara rasakan ketika sedang menggunakan

narkoba?

10.Bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal saudara?

11.Apakah tempat tinggal saudara memiliki banyak pengedar narkoba?

12.Apakah daerah tempat tinggal saudara dekat dengan tempat hiburan

malam?

13.Bagaimana hubungan saudara dengan keluarga sebelum dan sesudah

menjalani proses rehabilitasi?

14.Apakah keluarga saudara mengetahui tentang narkoba sebelumnya?

15.Apakah keluarga saudara pernah juga terlibat narkoba sebelumnya?

16.Darimana orang tua saudara mengetahui bahwa saudara telah

menggunakan narkoba?

17.Bagaimana reaksi keluarga ketika mengetahui saudara telah

menggunakan narkoba?

18.Siapa yang membawa saudara masuk Recovery Center Rumah Singgah

Caritas PSE Medan?

19.Kapan saudara masuk Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE


(6)

20.Berapa lama saudara pernah menjalani rehabilitasi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?

21.Adakah perubahan yang saudara rasakan dari dampingan konselor selama

proses rehabilitasi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan? Perubahan seperti apa yang anda rasakan?

22.Adakah pengaruh terhadap saudara selama melakukan konseling dengan

konselor di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan?

23.Setelah selesai menjalani proses rehabilitasi dan keluar dari Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan, apa yang telah saudara lakukan?

24.Bagaimana saudara tetap menjaga pemulihan sampai saat ini?

25.Seperti apa saudara menerapkan pengetahuan yang saudara dapat selama

menjalani proses rehabilitasi di kehidupan saudara?

26.Bagaimana saudara memandang penyalahgunaan narkoba? Apakah ada

keinginan untuk menggunakannya kembali?

5. INFORMAN TAMBAHAN II Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis Kelamin :

c. Tempat/Tanggal Lahir :

d. Usia :

e. Pekerjaan :

f. Agama :