Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Patofisiologi Diagnosis Penatalaksanaan

Hingga kini belum diketahui penyebabnya dengan pasti Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al., 2009. Tetapi adanya pengaruh genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota keluarga Rudolph, Hoffman dan Rudolph, 2007. Insdiensi pada orang tua berkisar antara 8 dan 22 dan pada saudara kandung antara 9 dan 17. Angka concordance pada kembar monozigotik jauh lebih tinggi daripada kembar dizigotik yang angkanya mendekati angka pada saudara kandung.

2.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project dalam Deliana 2002 adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Tabel 2.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam 2006 No. Klinis Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks 1. Durasi 15 menit 15 menit 2. Tipe kejang Umum tonik klonik Fokal 3. Episode berulang 24 jam 1 kali 1 kali

2.5 Patofisiologi

Menurut Redjeki 2014, kejang merupakan manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia, maupun anatomi. Kejang demam terjadi karena peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi- reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis sehingga terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga natrium intrasel dan kalium ekstrasel meningkat. Apabila neurotransmiter eksitator lebih dominan daripada inhibitor, maka akan terjadi depolarisasi post sinapsis. Adanya peristiwa sumasi dan fasilitasi mengakibatkan Universitas Sumatera Utara keadaan depolarisasi diperbesar dan apabila mencapai nilai ambang akan terjadi potensial aksi pada neuron post sinapsis. Apabila potensial aksi meluas dan terjadi sinkronisasi akan menimbulkan bangkitan kejang demam.

2.6 Diagnosis

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam 2006, pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan proses intrakranial misalnya meningitis dan ensepalitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: 2.6.1 Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2.6.2 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 2.6.3 Bayi 18 bulan tidak rutin Pemeriksaan elektroensefalografi EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. Sedangkan foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan CT-scan atau Magnetic Resonance Imaging MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 2.6.4 Kelainan neurologik fokal yang menetap hemiparesis 2.6.5 Paresis nervus VI 2.6.6 Papiledema

2.7 Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. 2009, ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu : Universitas Sumatera Utara 2.7.1 Pengobatan fase akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkanuntuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mgKgBBkali dengan kecepatan 1- 2 mgmenit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazeapam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5 mg BB10 kg atau 10 mg BB10 kg. Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mgKgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mgKgBBmenit. Setelah pemberian fenitoin harus dilakukan pembilasan dengan natrium klorida fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular.Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan. 2.7.2 Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. 2.7.3 Pengobatan Ada 2 cara pemberian profilaksis, yaitu 2.7.3.1 Anti-konvulsan pada kejang demam sederhana Universitas Sumatera Utara Pemberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mgKgBBhari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal setiap 8 jam sebanyak 5 mgBB10 kg dan 10 mgBB10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 o C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia. 2.7.3.2 Profilaksis dengan antikonvulsan setiap hari pada kejang demam kompleks Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mgKgBBhari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mgKgBBhari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

2.8 Prognosis