1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era reformasi dan desentralisasi sekarang ini, good governance, khususnya transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintahan baik pusat
maupun daerah telah menjadi isu sentral yang menjadi sorotan dari berbagai pihak. Kebebasan politik telah mendorong media massa dengan bebas
membeberkan berbagai kasus dan peristiwa yang menyangkut keuangan pemerintah yang sebelumnya hampir tidak tersentuh oleh mata dan telinga publik.
Perhatian terhadap isu transparansi pengelolaan keuangan yang berujung pada tingkat akuntabilitas pemerintah semakin meningkat seiring dengan peningkatan
sistem teknologi, informasi dan keterbukaan publik dekade terakhir ini. Sejak disahkan dan diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah telah mengalami reformasi fundamental, baik secara politis, administratif, teknis maupun keuangan
dan ekonomi. Berdasarkan pasal 1 ayat 6 dari undang-undang tersebut menyatakan bahwa daerah otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintah dan kepentingan masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan demikian pemerintah
daerah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Dalam hal
pengelolaan keuangan yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi kemudian berubah menjadi desentralisasi dengan diberlakukannya UU No.33 tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
2 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Dengan demikian pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kotakabupaten harus melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi
haknya berdasarkan perundang-undangan. Sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya,
maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No.58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kementerian Dalam Negeri yang membawahi pemerintah daerah kemudian melakukan tindak lanjut atas Peraturan
Pemerintah No.58 tahun 2005 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan ini mengatur mengenai pedoman pengelolaan keuangan daerah sesuai reformasi tata kelola keuangan negara atau daerah. Perubahan yang paling
mendasar pada peraturan ini adalah bergesernya fungsi bagian keuangan ke masing-masing satuan kerja perangkat daerah SKPD dan SKPD sebagai
accounting entity diwajibkan untuk membuat laporan keuangan. Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur pengelolaan keuangan daerah mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pelaporan dimana pemerintah daerah berkewajiban membuat laporan keuangan yang sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, basis akuntansi di Indonesia mengalami pergeseran yang sebelumnya berbasis kas berubah menjadi berbasis
Universitas Sumatera Utara
3 akrual. Standar Akuntansi Pemerintahan SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah PP No.712010 Pasal 1 ayat 3. Dijelaskan lebih jauh SAP berbasis akrual adalah
SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan
dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBNAPBD PP No.712010 Pasal 1 ayat 8. Pada pendahuluan tepatnya
mengenai peranan pelaporan keuangan pada PP No.71 tahun 2010, disebutkan bahwa laporan keuangan disusun untuk menyajikan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan
untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Entitas
pelaporan itu sendiri adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
menyajikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari :
a Pemerintah pusat b Pemerintah daerah
c Masing-masing Kementrian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat
Universitas Sumatera Utara
4 d Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusatdaerah atau organisasi
lainnya. Setiap entitas pelaporan tanpa terkecuali pemerintah daerah baik pemerintah
provinsi maupun pemerintah kotakabupaten mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi dan
keseimbangan antargenerasi. Sistem desentralisasi dan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah
dalam pengelolaan keuangan menimbulkan konsekuensi dimana pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan baik pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupatenkota, harus dapat meningkatkan akuntabilitas melalui transparansi pengelolaan keuangan yang mampu menyediakan semua informasi yang relevan
secara jujur dan terbuka kepada publik yang juga dapat diakses oleh publik dalam rangka melaksanakan amanat rakyat. Reformasi pengelolaan keuangan daerah
telah lama dilaksanakan. Berbagai persoalan dan proses pembelajaran menuju pengelolaan keuangan daerah yang baik memang belum mencapai kestabilan yang
sempurna. Namun, terlihat transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Membaiknya kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan kemajuan signifikan membaiknya opini audit BPK selama ini, merupakan modal yang kuat untuk
membangun transparansi pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan berkualitas juga merupakan salah satu unsur penting
Universitas Sumatera Utara
5 dalam mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Sebagai
komitmen pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah, pada tahun 2005 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 58 PP 582005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Dalam PP 58 2005 dinyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Transparansi menjadi salah satu asas umum pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan PP 58 2005, sekaligus dapat menjadi kunci penyelenggaraan asas-
asas lainnya. Pengertian lebih jauh tentang transparansi itu sendiri, terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Permendagri 13
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Transparansi diartikan sebagai prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui
dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Salah satu bentuk tanggungjawab pengembangan keuangan daerah dapat diwujudkan
dengan menyediakan informasi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat luas. PP No. 562005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, sebagaimana
telah diubah dengan PP No. 652010 tentang Perubahan Atas PP No. 562005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, telah menetapkan bahwa daerah
menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah, dalam hal ini disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri
Dalam Negeri. Dengan kemajuan teknologi dan informasi information technologyIT yang demikian pesat serta potensi pemanfaatan secara luas, hal
Universitas Sumatera Utara
6 tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan
mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan tetap mampu menjawab
tuntutan perubahan secara efektif. Namun, salah satu kelemahandalam Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah LKPD terletak pada ketidakmampuan menyajikan data yang konsisten dan terintegrasi mulai dari data aset, anggaran, gaji, serta proses penatausahaan,
sehingga menimbulkan banyak ketidakakuratan data dalam proses akuntansi yang menghasilkan LKPD baik neraca, Laporan Realisasi Anggaran LRA, Arus Kas,
laporan operasional, laporan saldo anggaran lebih, maupun Catatan atas Laporan Keuangan CaLK. Kelemahan lain pada pengelolaan keuangan daerah adalah
tidak tersedianya unit arsip data pengelolaan keuangan yang baik sehingga banyak data penting yang hilang. Disamping itu, saat ini laporan keuangan cenderung
masih dianggap sebagai dokumen rahasia sehingga publikasi atas laporan keuangan melalui internet, surat kabar atau akses publik lainnya yang menjadi
sarana publik untuk menilai transparansi pemerintah, belum menjadi hal yang umum untuk dilaksanakan.
Penelitian mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang dipengaruhi oleh penyajian laporan keuangan daerah pernah
dilakukan oleh peneliti terdahulu Hanim 2009. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara penyajian laporan keuangan daerah terhadap
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Marjuki 2011 pada pemkab
Universitas Sumatera Utara
7 Samosir dengan penambahan variabel aksesibilitas laporan keuangan daerah
dimana ada pengaruh positif baik secara parsial maupun simultan antara penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah
terhadap transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan daerah. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul : “Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap
Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota Medan.”
1.2 Perumusan Masalah