Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan
menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku Dirjen POM, 1994.
2.1.1 Jamu
Jamu adalah obat tradisional berupa ramuan yang berasal dari bahan- bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang akar-akaran, daun-
daunan, kulit batang, dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya Suyono, 1996. Jamu harus
memenuhi kriteria, yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu
yang berlaku Tjokronegoro, 1992. Jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita
bisa menjumpainya dalam herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan jamu godok sebagaimana dijajakan para penjual jamu
gendong. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi dalam kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini diracik
berdasarkan resep peninggalan leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris berdasarkan pengalaman turun
temurun Yuliarti, 2008.
2.2 Serbuk Obat Tradisional
Menurut SK Menkes 1994 pengertian dari serbuk obat tradisonal adalah sediaan obat tradisonal berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok;
Universitas Sumatera Utara
bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya. Sediaan serbuk ini penggunaannya dengan cara diseduh dalam air mendidih. Air seduhan
diminum sesuai kebutuhan. Karena serbuk berbahankan dari bahan obat tumbuh- tumbuhan yang dikeringkan secara alamiah ataupun merupakan campuran dua
atau lebih unsur kimia murni yang dibuat menjadi serbuk dalam perbandingan tertentu, maka serbuk harus memiliki persyaratan agar layak edar. Adapun
persyaratan serbuk yang akan diedarkan meliputi: Kadar air
: Tidak lebih dari 10 Angka lempeng total
: Tidak lebih dari 10
6
kolg Angka kapang dan khamir : Tidak lebih dari 10
4
kolg Mikroba patogen
: Negatif Aflatoksin
: Tidak lebih dari 30 bpj. Bahan tambahan
: Pengawet; serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet. Serbuk
dengan bahan baku sediaan galenik dengan penyari air atau campuran etanol-air bila
diperlukan dapat ditambahkan bahan pengawet. Pemanis; gula tebu gula pasir, gula aren, gula
kelapa, gula bit dan pemanis alam lainnya yang belum menjadi zat kimia murni. Pengisi; sesuai
dengan pengisi yang diperlukan pada sediaan galenik.
Universitas Sumatera Utara
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, disimpan pada suhu
kamar, di tempat kering dan terlindung dari sinar matahari Depkes RI, 1994.
2.3 Diabetes
Diabetes melitus adalah istilah kedokteran untuk sebutan penyakit yang di Indonesia kita kenal dengan nama penyakit gula atau kencing manis. Istilah ini
berasal dari bahasa Yunani. Diabetes artinya mengalir terus, melitus berarti madu atau manis. Jadi, istilah ini menunjukkan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu
adanya cairan manis yang mengalir terus Dalimartha, 2007. Penyebabnya ialah kekurangan hormon insulin untuk pembakaran glukosa
sebagai sumber energi dan untuk sintesa lemak; akibatnya terjadi hiperglikemik meningkatnya kadar gula darah Anief, 2010.
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal
hiperglikemia akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun alias kronis. Penderitanya dari semua lapisan umur
serta tidak membedakan orang kaya ataupun miskin Dalimartha, 2007 Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat
serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50 glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO
2
dan air, 5 diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40 diubah menjadi lemak. Pada
diabetes proses tersebut terganggu dimana glukosa tidak dapat masuk ke dalam
Universitas Sumatera Utara
sel, oleh karena itu energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak Handoko dan Suharto, 1995.
Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama di malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh
Waspadji, dkk., 2002. Secara klinis diabetes melitus dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
a. Diabetes melitus tipe 1 Penderita diabetes tipe 1 diperkirakan kurang dari 5-10 dari keseluruhan
populasi penderita diabetes Depkes RI, 2005. Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel beta pankreas, sehingga tidak dapat memproduksi insulin lagi dengan
akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah Tjay dan Kirana, 2007. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan
oleh lesi atau nekrosis sel beta berat. Hilangnya fungsi sel beta mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia atau karena proses destruksi
autoimun. Akibat dari destruksi sel beta, pankreas gagal memberi respons terhadap masukan glukosa. Diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen untuk
menghindari keadaan hiperglikemia yang dapat mengancam kehidupan Mycek, dkk., 2001.
b. Diabetes melitus tipe 2 Penderita diabetes tipe 2 mencapai 90-95 dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Penderita terutama yang berada pada tahap awal, umumnya
Universitas Sumatera Utara
masih terdapat jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi Depkes RI, 2005. Pada tipe ini, pankreas masih
mempunyai beberapa fungsi sel beta, yang menyebabkan kadar insulin bervariasi yang tidak cukup untuk memelihara homeostasis glukosa Mycek, dkk., 2001. Di
samping karena defisiensi fungsi insulin yang bersifat relatif, namun juga disebabkan sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin yaitu gangguan fungsi insulin yang ditandai dengan tidak responsifnya sel-sel tubuh
walaupun kadar insulin cukup tinggi. Resistensi insulin banyak terjadi di negara- negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas dan
gaya hidup kurang gerak Depkes RI, 2005. Bila tindakan umum diet, gerak badan dan penurunan berat badan tidak
atau kurang efektif untuk menormalkan kadar glukosa darah, perlu digunakan antidiabetika oral Tjay dan Kirana, 2007. Perbandingan perbedaan diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbandingan Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 DM Tipe 1
DM Tipe 2
Mula muncul Umumnya masa kanak-
kanak dan remaja, walaupun ada juga pada
masa dewasa 40 tahun Pada usia tua, umumnya
40 tahun
Keadaan klinis saat diagnosis
Berat Ringan
Kadar Insulin darah Rendah, tak ada
Cukup tinggi, normal Berat badan
Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan yang disarankan
Terapi Insulin, diet, olah raga
Diet, olah raga, hipoglikemik oral
Ditjen Bina Farmasi ALKES, 2005 2.3.1 Obat Hipoglikemik Oral
Apabila perencanaan makan, latihan jasmani, dan penurunan berat badan tidak cukup berhasil menurunkan kadar glukosa darah sampai ke batas normal
barulah penderita memerlukan obat. Obat untuk penderita diabetes mellitus
dikenal sebagai obat hipoglikemik atau obat yang menurunkan kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai tetapi harus digunakan sesuai
petunjuk dokter. Tidak diperbolehkan mengubah dosis atau mengganti jenis obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu. Bahaya yang terjadi bila dosis obat terlalu
rendah yaitu mengakibatkan timbulnya komplikasi kronis yang lebih dini. Dosis yang berlebih atau cara pemakaian yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia.
Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari penderita diabetes melitus. Hipoglikemia adalah kadar gula darah true glucose penderita yang sangat
rendah, yakni kurang dari 50 mgdl. Kadang-kadang gejala timbul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat
Universitas Sumatera Utara
cepat. Keadaan ini terjadi mendadak dan dapat dipastikan dengan mengukur kadar glukosa darah. Hipoglikemia yang terjadi harus diatasi dengan segera, bila tidak
akan cepat menjadi parah dan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dan kejang-kejang.
Ada 2 macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang dapat diminum. Yang berupa tablet, biasa disebut juga obat hipoglikemik
oral OHO atau oral antidiabetes OAD. Pemakaian istilah obat antidiabetes OAD pada beberapa pustaka sudah mulai ditinggalkan, karena memang tidak
ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes mellitus. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada penderita diabetes mellitus yang disertai gangguan fungsi ginjal
dan hati Dalimartha, 2007. Untuk sediaan Obat Hipoglikemik Oral terbagi menjadi 2 golongan :
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea
dan glinida meglitinida dan turunan fenilalanin. Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah GliburidaGlibenklamid, Glipizida, Glikazida,
Glimepirida, Glikuidon, Repaglinide, Nateglinide, Tolbutamid, dan Klorpropamid.
2. Sensitiser insulin obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara efektif. Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Metformin,
Rosiglitazone, Troglitazone, dan Pioglitazone.
Universitas Sumatera Utara
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe 2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung kepada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat
Ditjen Bina Farmasi ALKES, 2005. 2.3.2 Golongan Sulfonilurea
Obat yang termasuk golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel ß pankreas. Bila
pankreas sudah rusak sehingga tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah. Itulah sebabnya obat golongan
ini tidak berguna bila diberikan pada penderita DM tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien DM tipe II yang mempunyai berat badan normal
Dalimartha, 2007.
2.3.3 Glibenklamid
Glibenklamid adalah 1-[4-[2-5-kloro-2-metoksobenzamidoetil]benzen sulfonil]-3-sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro-N-[2-[4-
{{{sikloheksilaminokarbonil}amino}sulfonil}-fenil] etil]-2-metoksibenzamida dan sebagai 1-[[p-[2-5-kloro-o-anisamidoetil]fenil]sulfonil]-3-sikloheksilurea.
Sinonim glibenklamid adalah gliburid Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur Kimia Glibenklamid
Berat Molekul : 494,0 Pemerian
: Serbuk hablur, putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam eter; sukar larut dalam
etanol dan dalam methanol; larut sebagian dalam kloroform Depkes RI, 1995.
Cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya. Obat ini 200 kali lebih kuat dari Tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip sulfonilurea
lainnya. GliburidGlibenklamid dimetabolisme dalam hati, hanya 25 metabolit diekskresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja.
GliburidGlibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal pagi hari. Efek biologi GliburidGlibenklamid jelas menetap 24 jam setelah dosis tunggal pagi
hari pada pasien diabetes. Dosis awal yang biasa 2,5 mghari dan dosis pemeliharaan rata-rata 5-10 mghari yang diberiikan sebagai dosis tunggal pagi
hari, dosis pemeliharaan yang lebih dari 20 mghari tidak direkomendasikan. Bila pemberian dihentikan obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam Handoko dan
Suharto, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan terdiri atas bahan berbutir-butir fase diam ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas logam
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita titik awal. Setelah plat atau lapisan ditaruh dalam bejana
ditutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok fase gerak, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler pengembangan. Selanjutnya, senyawa yang
tidak berwarna harus ditampakkan dideteksi Depkes RI, 1995. Kromatografi lapis tipis mempunyai keuntungan yaitu, dalam
pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis,
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakannya setiap saat secara cepat.
Mengidentifikasi komponen dalam kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan
sinar ultra violet. Rohman, 2009. Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis diidentifikasi dengan
melihat florosensi dalam sinar ultraviolet. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf,
yaitu: 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga- harga Rf meskipun menggunakan fase gerak dalam larutan yang sama, tetapi
hasil akan dapat diperoleh jika menggunakan penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat kalau ada dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun dalam prakteknya tebal dan lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya,
tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari
plat. 4. Pelarut dan derajat kemurniannya fase gerak
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut
digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan. 5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
6. Teknik percobaan Arah gerakan pelarut di atas plat metode aliran penaikan yang hanya
diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan.
7. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi
penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada
harga-harga Rf.
Universitas Sumatera Utara
8. Suhu Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama
untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
9. Kesetimbangan Kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas,
hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila
digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang terbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-
tepi dari pada bagian tengah, keadaan ini harus dicegah. Alat kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal serba rata
dengan ukuran yang sesuai, umumnya 20 x 20 cm. Bejana kromatografi yang dapat memuat satu atau lebih lempeng kaca dan dapat ditutup seperti tertera pada
kromatografi menaik Sastromidjojo, 1985. 2.4.1 Komponen Kromatografi Lapis Tipis
2.4.1.1 Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-
30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya Rohman, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat umum dari penyerap-penyerap untuk kromatografi lapisan tipis adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat
yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya. Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang
digunakan kebanyakan diberi pengikat binder yang dimaksud untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat
yang digunakan kebanyakan kalsium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdangangan silika gel telah diberi pengikat. Jadi tidak perlu mencampur sendiri, dan diberi
nama dengan kode silika gel G Sastrohamidjojo, 1985.
2.4.1.2 Fase Gerak
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada
gaya kapiler. Yang digunakan hanya pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan digunakan sistem pelarut multi komponen ini harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding campuran yang dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa,
sehingga volume tetap 100, misalnya: benzen: kloroform: asam asetat 96 50 : 40 : 10.
2.4.1.3 Bejana Pemisah dan Penjenuhan
Bejana harus dapat menampung plat 200×200 mm dan harus tertutup rapat. Untuk kromatografi dalam bejana yang jenuh, secarik kertas saring bersih
yang lebarnya 18–20 cm dan panjangnya 45 cm ditaruh pada dinding sebelah
Universitas Sumatera Utara
dalam bejana dengan uap pelarut pengembangan mempunyai pengaruh yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram Stahl, 1985.
2.4.1.4 Penotolan Sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih dari pada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 μl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.
2.4.1.5 Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak bewarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dengan mereaksikan
bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk
mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi
sinar ultraviolet. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak berwarna pada lapisan yang
telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar
ultraviolet. Indikator fluoresensi yang paling berguna ialah sulfida anorganik yang memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm. Indikator fluoresensi terdapat
Universitas Sumatera Utara
dalam penjerap niaga dan lapisan siap pakai sekitar 1 dan tampaknya tidak
berperan dalam proses kromatografi Rohman, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian identifikasi bahan kimia obat Glibenklamid pada jamu Diates bentuk serbuk secara kromatografi lapis tipis dilakukan di Laboratorium Obat
Tradisional, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.
3.2 Alat
Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass, bejana, corong, corong pisah, erlenmeyer, gelas ukur, kertas perkamen, kertas saring, labu
tentukur, lemari asam, magnetic stirer with heating, neraca analitik, pemanas, pipet tetes, seperangkat alat klt, spatula, statif dan klem, syringe, dan vial.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah akuades, asam format, butil asetat, etanol, glibenklamid BPFI, H
2
SO
4
1 N, kloroform, NaOH 1 N, sampel Jamu Diates, dan toluen.
Universitas Sumatera Utara