musuh. Hal menegakkan hukum dan keadilan dalam negeri bagi para hakim hanya tugas sampingan, di mana satu-satunya yang dikatakan benar-benar memegang jabatan hakim
adalah Debora.
7
Dengan demikian, Debora memang sosok yang sangat berbeda dengan yang lain. Tanggung jawabnya yang besar kepada bangsa Israel dalam lingkup sosial dan
agama membuatnya layaknya mendapat pengakuan dalam sejarah Bangsa Israel sebagai nabiah dan hakim.
4.2. Pengakuan dalam Konflik antara Israel dan Kanaan
Sesuai karakternya yang berapi-api dan penuh semangat menurut Newsom dan Ringe,
8
Debora sebagai nabiah yang sering menyampaikan kehendak Tuhan kepada bangsa turut prihatin dengan keadaan bangsanya yang ditindas. Apalagi dengan
jabatannya sebagai nabiah, ia sering didatangi orang-orang untuk dimintai nasihat atas masalah mereka sehingga kemudian Debora juga menjadi hakim atas Israel. Sebagai
seorang hakim di tengah konflik, Debora mau tidak mau harus bertindak seperti para hakim pendahulunya yang membebaskan bangsa dari tekanan bangsa lain. Tanggung
jawab Debora menjadi lebih berat. Di satu sisi, ia seorang nabiah yang harus meminta petunjuk dari Tuhan atas keselamatan bangsanya yang tertindas dan menyampaikan
kepada bangsanya. Di sisi lain, ia juga seorang hakim yang harus berani memimpin bangsanya dalam keadaan damai maupun perang.
9
7
ibid, 95-96
8
Carol A. Newsom and Sharon H. Ringe, The Women’s Bible Commentary, Kentucky: WestminsterJohn Knox Press, 1992, 69
9
Deborah dalam http:www.womeninthebible.net
diunduh 19 september 2012
Debora bukan tidak ingin maju memimpin peperangan namun Debora sadar bahwa meskipun ia pemimpin, ia hidup dalam suatu budaya patriarkhal yang lebih
mempercayai laki-laki menjadi pemimpin. Dalam budaya Israel menurut King dan Stager, laki-laki dalam bangsa Israel mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dengan menjadi pemimpinkepala dalam keluarga maupun kaumnya. Laki-laki yang telah berkeluarga merupakan seorang tuan
dalam keluarganya, tuan atas perempuan istrinya, anak-anak, hamba-hambanya, ternak dan harta miliknya. Singkatnya, laki-laki yang berkuasa atas semua yang bergerak
maupun tak bergerak.
10
Penulis berpendapat mungkin ini menjadi salah satu alasan Debora memanggil Barak untuk memimpin pertempuran. Mungkin saja apabila Debora
sebagai perempuan yang mengajukan diri untuk memimpin, Debora akan dipandang sebelah mata oleh bangsa Israel karena berani mengajukan diri memimpin mereka,
menimbang situasi duapuluh tahun terakhir dalam penindasan tanpa bisa diselamatkan oleh seorang laki-laki pun, apalagi seorang perempuan yang dianggap lemah dan perlu
dilindungi dalam masyarakat.
Debora tetap menghormati budaya bangsanya. Ia tidak tergesa-gesa untuk menunjukkan bahwa ia bisa memimpin. Dilihat dari catatan sejarahnya, jabatannya
sebagai nabiah mengantarnya menjadi hakim yang memerintah Israel bukan karena ia yang meminta tetapi orang-orang bangsanya yang datang kepadanya untuk mencari
pemecahan atas masalah mereka. Penulis menemukan karakter baru Debora dalam
10
Philip J. King Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah terj.Robert Setio, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2010, 39
sikapnya ini. Selain bijaksana, Debora adalah seorang yang rendah hati dan menghormati budaya. Debora merupakan seorang tipe adaptif. Ia tahu membaca situasi dengan tepat
dan menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Ia tahu bahwa bangsanya perlu digerakkan hatinya agar semangat mereka bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan
yang dialami. Debora paham akan situasi bahwa bangsanya yang menyimpang dari Tuhan masih menjadi umat pilihan Tuhan dan masih ditunggu pertobatannya kembali.
Debora menyadari kewajibannya sebagai seorang nabiah dan hakim mempunyai pengaruh untuk menggerakkan hati bangsanya. Peran Debora yang berlipatganda ini juga
membawa pengaruh besar dalam semangat berjuang pasukan Israel yang akan maju berperang.
Otoritasnya sebagai nabiah yang meminta petunjuk Tuhan sebelum melaksanakan segala sesuatu dalam komunitas bangsanya membuatnya yakin terhadap apa yang akan
terjadi di masa depan dan menunjang otoritasnya sebagai hakim yang membuat keputusan bagi bangsanya tanpa sedikitpun keraguan akan apa yang dikatakannya.
Tindakan Debora ini merupakan tindakan kepemimpinan yang menurut Keating memahami bahwa kepemimpinannya sebagai pelayanan bagi kesejahteraan orang-orang
yang dipimpinnya dan memandang kepemimpinannya sebagai fasilitas agar dapat melayani dengan lebih baik lagi.
11
Debora benar-benar diuji kepemimpinannya dalam konflik yang terjadi antara Israel dan Kanaan. Debora menunjukkan bahwa ia memang seorang pemimpin bangsa yang
harus melepaskan bangsanya dari situasi apapun. Ia harus bertanggungjawab atas
11
Charles J. Keating, Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya Terj. A.M.Mangunhardjana, Yogyakarta: Kanisius, 1986
kestabilan sosial bangsanya sehingga ia harus melepaskan bangsanya dari cengkraman penindas. Permintaan Barak agar Debora turut maju bersamanya dalam perang melawan
Kanaan membuktikan pengakuan akan peran Debora sebagai pemimpin bangsa Israel sangat dibutuhkan dalam perlawanan bangsa. Keputusannya sebagai pemimpin tidak
diperlukan hanya sekedar teori di belakang layar saja melainkan juga tindakan dalam memimpin bangsanya untuk kestabilan nasional.
4.3. Pengakuan sebagai Pemimpin