kestabilan sosial bangsanya sehingga ia harus melepaskan bangsanya dari cengkraman penindas. Permintaan Barak agar Debora turut maju bersamanya dalam perang melawan
Kanaan membuktikan pengakuan akan peran Debora sebagai pemimpin bangsa Israel sangat dibutuhkan dalam perlawanan bangsa. Keputusannya sebagai pemimpin tidak
diperlukan hanya sekedar teori di belakang layar saja melainkan juga tindakan dalam memimpin bangsanya untuk kestabilan nasional.
4.3. Pengakuan sebagai Pemimpin
Debora sama sekali tidak berpengalaman dalam memimpin suatu pertempuran. Peran Debora sebagai pemimpin tidak lepas dari tugasnya yang lain sebagai seorang
nabiah dan hakim. Jabatan sebagai nabiah, hakim dan pemimpin militer bahkan disebut sebagai ibu di Israel. Debora bangkit menjadi pemimpin bangsa ketika bangsa Israel tidak
berdaya lagi menghadapi musuh mereka bangsa Kanaan yang menindas mereka selama duapuluh tahun Hakim-hakim 4:3. Debora membuat suatu terobosan di zamannya.
Debora menunjukkan bahwa perempuan juga makhluk publik sesuai dengan De Beauvoir yang menyatakan bahwa pada hakekatnya perempuan tidak diciptakan sebagai makhluk
inferior tetapi ia menjadi inferior karena struktur kekuasaan dalam masyarakat berada di tangan laki-laki.
12
Ia merupakan contoh nyata bahwa meskipun hidup dalam budaya patriarkhi yang menjunjung laki-laki sehingga perempuan dihormati karena
ayahsuamisaudaranya, Debora diakui kemampuan dan dihormati sebagai pemimpin bukan karena semua itu. Debora adalah Debora, perempuan yang diakui keberadaannya
12
Eka Warisma Wardani, Belenggu-Belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis Toni Morrison dalam The Bluest Eye, Semarang: FIB UNDIP, 2009, 36
di tengah bangsa patriarkhalnya sebagai pemimpin mereka tanpa didukung nama ayahsuamisaudaranya.
Debora menjadi pemimpin ketika laki-laki dalam bangsa Israel merasa putus asa dengan nasib yang dialami dan tidak ada keberanian untuk melawan para penindas.
Debora menjadi pemimpin ketika para laki-laki kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu demi melepaskan diri dari penderitaan dan ketika seakan tidak ada jalan keluar
bagi permasalahan bangsa. Debora menjadi seorang pemimpin bukan karena ia mengangkat dirinya menjadi pemimpin. Debora sadar atas budaya bangsanya yang
patriarkhal. Ia tidak mencoba mendapatkan pengakuan dari bangsanya untuk menobatkan dirinya sebagai pemimpin. Debora menjadi pemimpin karena kharisma yang ada di dalam
dirinya. Debora menjadi pemimpin tanpa melupakan statusnya sebagai perempuan dalam
tatanan masyarakat yang patriarkhal. Debora menyadari bahwa pengakuan laki-laki atas keberadaan perempuan dalam masyarakat secara publik masih sangat rendah dan
minoritas. Sebagai yang minoritas ini, Debora diam-diam menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai peluang yang sama dan kesamaderajatan di mata
Pencipta. Kesamaderajatan itu terbukti dengan adanya nabi dan nabiah, manusia yang dipakai sebagai media perantara untuk memberitahukan kehendakNya kepada umatNya.
Hal ini mendukung komentar Martin Noth seperti yang dikutip Evans mengenai Bilangan 11:12 yang merupakan fakta dukungan hierarki terhadap hubungan satu sama
lain antara laki-laki dan perempuan.
13
Kesamaderajatan yang telah ada sejak semula itu telah terkikis oleh budaya dunia yang lebih mementingkan laki-laki.
Debora mendapat pengakuan atas kepemimpinannya atas bangsa Israel. Debora yang bertindak sebagai nabiah dan hakim bersama dengan Barak sebagai pemimpin
pasukan bekerjasama membangun relasi yang baik untuk kemenangan pasukan Israel. Keduanya memimpin bangsa Israel dengan baik sehingga dapat mengalahkan pasukan
Sisera. Debora yang memberikan arahan, dukungan dan kehendak Allah kepada pasukan Israel bersama Barak yang bertindak sebagai pemimpin militer bangsa Israel. Kerjasama
yang dilakukan Debora ini mungkin yang memberikan ide kepada Friedan yang mendorong laki-laki dan perempuan untuk bekerja menuju masa depan yang androgini,
yang di dalamnya semua manusia akan mengkombinasikan di dalam dirinya sifat mental dan perilaku yang maskulin dan feminin.
14
Debora menunjukkan bahwa ia memang perempuan yang hidup dalam budaya patriarkhi. Budaya yang mengharuskan perempuan untuk berperan dalam sektor domestik
sehingga ia memiliki keterampilan dalam mengatur rumah dan mengasuh anak. Keterampilan yang ia terapkan kepada bangsa yang dipimpinnya sehingga ia dapat
mengorganisir dengan baik serta mengetahui bagaimana cara untuk merangkul suku-suku Israel menjadi satu. Debora memang layak mendapat sebutan sebagai ibu di Israel
Hakim-hakim 5:7. Kaitannya dengan sebutan yang diberikan kepada Debora sebagai ibu di Israel, dapat penulis lihat dari perjuangannya menjadi pemimpin yang dapat
13
Mary J. Evans, Woman in The Bible, Illinois: Intervarsity Press Downers Grove, 1983, 22
14
Rosemarie Putnam Tong, Feminis Thought, Yogyakarta Bandung: Jalasutra, 2006, 46
merangkul suku-suku bangsa Israel untuk bersatu melawan penindas mereka. Sebutan yang pantas diberikan kepada Debora mengingat keikutsertaannya dalam perang
melawan Kanaan membangkitkan semangat suku-suku Israel untuk bersatu melawan Kanaan. Beberapa suku bergabung menjadi satu bagai anak-anak yang berkumpul atas
panggilan ibunya untuk melawan musuh mereka. Debora bisa saja menolak untuk tidak maju bersama Barak dengan alasan bahwa
dirinya adalah seorang perempuan yang lemah. Alasan yang bisa diterima kala itu, tetapi kewajiban sebagai hakim yang memerintah Israel lebih unggul. Debora turut maju karena
permintaan Barak agar Debora ikut serta menuju medan perang menunjukkan bahwa meskipun sebagai perempuan, kehadiran Debora dalam pasukan Israel memberikan suatu
keberanian dan semangat bagi pasukan bangsa Israel untuk bertempur melawan pasukan Kanaan yang berkereta perang dan memang tidak sia-sia, keputusan Debora untuk turut
maju membawa kemenangan yang gemilang bagi bangsa Israel. Kemenangan yang membuktikan bahwa kepemimpinan patrnership yang terjalin antara Debora dan Barak
sukses terjalin. Kemitraan antara Debora dan Barak membawa Israel kepada kemenangan. Debora dengan petunjuk akan strategi perang dan Barak yang mengerahkan
pasukan Israel ke titik perlawanan. Dengan demikian, Debora dan Barak membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan dapat berpartner dalam masyarakat untuk kemajuan
bangsa. Kesempatan sebagai pemimpin secara utuh yang diberikan kepada Debora dan
diterimanya pada kenyataannya tidak mengecewakan meskipun Debora adalah seorang perempuan yang tidak berpengalaman dalam perang. Dengan keikutsertaannya dalam
perang dengan Kanaan menunjukkan kepemimpinannya yang patut diakui. Debora bukan sekedar pemimpin di belakang layar yang hanya memberi perintah namun turut maju
memimpin secara langsung para anggotanya. Pengakuan akan peran Debora sebagai pemimpin memberikan suatu sumbangan keteladanan dalam kepemimpinan perempuan.
Sumbangan Debora sebagai perempuan dalam kepemimpinan di tengah-tengah budaya patriarkhi yang patut diteladani ialah bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin
dengan tetap menunjukkan kekhasannya sebagai perempuan yang mempunyai sikap melakukan segala sesuatu dengan hati, disamping karakter-karakter lain yang harus
dimiliki seperti rendah hati, bertanggungjawab, berani mencoba, percaya diri dan menghormati orang lain. Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya, perempuan harus
bisa menjalin relasi yang baik dengan laki-laki sebagai partner dalam menjalani kepemimpinan yang baik.
4.4. Refleksi Teologis