Tingkat Risiko Jatuh M01891

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 238 kemampuan lansia perempuan dalam mengembalikan stabilitas tubuh Lord, 2007. Hal tersebut didukung oleh penelitian Yuna Ariawan 2011 menunjukan dari 52 responden lansia terdapat prevalensi kejadian jatuh sebesar 17,3 atau 9 lansia dan 6 lansia 67 diantaranya wanita dan 3 lansia 33 sisanya laki-laki Ariawan, 2011. Data usia responden menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden masuk dalam kategori lanjut usia tua yaitu usia 75-90 tahun sebanyak 110 lansia 62,1. Keseimbangan berkurang seiring bertambahya usia karena perubahan yang terjadi pada lansia. Semakin tinggi usia seseorang akan lebih berisiko mengalami masalah kesehatan karena adanya faktor-faktor penuaan lansia dan akan mengalami perubahan baik dari segi fisik, ekonomi, psikososial, kognitif dan spiritual Sihvonen,2004. Risiko jatuh juga meningkat dari 25 pada usia 70 tahun menjadi 35 setelah berusia lebih dari 75 tahun Stanley, 2006. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Setyo Harsoyo 2012 menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat usia dengan risiko jatuh pada lansia dengan p-value 0,00 Harsoyo, 2012. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden telah tinggal di panti selama lebih dari 1 tahun. Lansia yang tinggal di panti selama kurang lebih 1 tahun sebanyak 24 lansia 13,6, 2 tahun sebanyak 30 lansia 16,9 dan 3 tahun sebanyak 22 lansia 12,4. Peneliti mengobservasi bahwa lansia yang telah lama tinggal di panti telah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta mereka mampu beradaptasi dengan tenaga caregiver di panti. Lansia yang telah mampu beradaptasi dengan lingkungan maupun sosial di panti lebih dapat menempatkan dirinya agar lebih berhati-hati dalam beraktivitas Hana dan Ismail, 2009. Hasil penelitian menunjukan dari keseluruhan lansia yang menderita hipertensi yaitu sebanyak 47 lansia 40,7. Riwayat penyakit yang diderita lansia dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia seperti gangguan kardiovaskuler, persarafan, penglihatan, psikologi, muskuloskeletal dan lain-lain Stanley, 2006. Prevalensi hipertensi akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Terjadinya hipertensi pada lansia disebabkan oleh menurunya elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kaku dan kemampuan jantung untuk memompa darah menurun 1 setiap tahun setelah berumur 20 tahun Xiaohua, 2012. Hasil penelitian Anne Ambrose 2013 menyatakan bahwa keseimbangan dan gaya berjalan berhubungan dengan tekanan darah dan detak jantung. Hal tersebut sejalan dengan dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa tingkat risiko jatuh tinggi dimiliki oleh penderita hipertensi sebanyak 11,9 atau 21 lansia.

2. Tingkat Risiko Jatuh

Penelitian ini menunjukan bahwa tingkat risiko jatuh responden mayoritas menggambarkan tingkat risiko jatuh tinggi yaitu sebanyak 77 lansia 43,5 sedangkan, sebesar 33,9 atau 60 lansia memiliki tingkat risiko jatuh rendah dan sebanyak 40 lansia 22,6 tidak memiliki risiko jatuh. Jatuh yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor penyebab jatuh yang berasal dari diri lansia sendiri seperti penglihatan buram, kekuatan otot ekstrmitas berkurang dan lain-lain sedangkan, faktor ekstrinsik adalah faktor lingkungan Nugroho, 2008. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 239 Pada penelitian ini sebagaian besar lansia yang tinggal di panti memiliki gangguan kesehatan dan beberapa diantaranya menggunakan alat bantu berjalan seperti tongkat, walker, kursi roda maupun berpegangan pada benda di sekitar untuk membantu para lansia ketika beraktivitas. Penggunaan alat bantu dapat menjadi faktor risiko jatuh yang berbeda pada lansia. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 42 lansia 23,7 menggunakan alat bantu kruktongkatwalker dan sebanyak 78 lansia 44,1 memilih untuk berpegangan pada benda sekitar saat berjalan. Risiko jatuh lebih tinggi dimiliki oleh lansia yang berpegangan pada benda disekitar saat berjalan dibanding dengan lansia yang menggunakan alat bantu. Berdasarkan observasi peneliti lansia yang memilih untuk berpegangan dengan benda disekitar lebih memiliki risiko jatuh karena ada beberapa benda yang belum diketahui tingkat keamanannya bagi lansia. Selain kondisi lingkungan, status mental pada lansia juga perlu diperhatikan karena lansia rentan mengalami depresi. Depresi dapat membuat lansia kurang aktif bersosialisasi sehingga kurang beraktivitas. Aktivitas yang kurang dapat mengakibatkan otot menjadi kaku Tamher dan Noorkasiani, 2009. Status mental dan emosional pada lansia mempengaruhi kesadaran, penilaian gaya berjalan, keseimbangan dan proses informasi yang diperlukan untuk mobilisasi atau berpindah secara aman. Perilaku dan kemampuan kognitif juga dapat mempengaruhi risiko jatuh seseorang dan kemungkinan penyebab jatuh Stanley, 2006. Berdasarkan penelitian ini dari 177 responden terdapat 38 lansia 21,5 mengalami keterbatasan daya ingat atau tidak dapat mengungkapkan tentang kondisi dirinya dan beberapa diantaranya pernah mengalami jatuh. Hasil penelitian dari Nasution Zulkarnaen 2014 menyatakan bahwa adanya hubungan antara keadaan status mental dengan meningkatnya risiko jatuh p=0,002. Seiring lanjutnya usia seseorang didapatkan penurunan yang kontinyu dalam kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi baru serta kecepatan bereaksi terhadap stimuls sederhana maupun kompleks . Perubahan status mental pada lansia yang berupa berkurangnya kontrol sistem saraf pusat dapat menurunkan persepsi dan sensori, kesadaran atau perhatian yang mengakibatkan lansia kesulitan terlambat dalam mengantisipasi kejadian yang tiba- tiba, yang akan memudahkan lansia terjatuh Zulkarnaen, 2014. Kesimpulan Hasil peneitian didapatkan jenis kelamin responden dalam penelitian ini yaitu sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 146 lansia 82,5, usia responden sebagian besar masuk dalam kategori lanjut usia tua kisaran umur 75-90 tahun sebanyak 110 lansia 62,1, riwayat penyakit hipertensi adalah salah satu penyakit yang diderita oleh mayoritas responden yaitu sebanyak 47 lansia 40,7 dan mayoritas responden tinggal di panti selama kurang lebih 2 tahun yaitu sebanyak 30 lansia 16,9. Gambaran tingkat risiko jatuh responden yakni sebagian besar menggambarkan tingkat risiko jatuh tinggi sebanyak 77 lansia 43,5 sedangkan, sebesar 33,9 atau 60 lansia memiliki tingkat risiko jatuh rendah dan 40 lansia 22,6 tidak berisiko. Kejadian jatuh memiliki dampak negatif dan serius bagi lansia baik untuk kesehatan dan kualitas hidup lansia. Pihak Panti Wredha perlu menginstrusikan kepada para pengasuh lansia untuk melakukan langkah-langkah pencegahan jatuh. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi Panti Wredha dalam menilai risiko jatuh dan mengurangi kejadian jatuh serta cedera pada lansia. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 240 Daftar Pustaka Ambrose AF. Risk Factors for Falls Among Older Adults: A riview of the literature. Elsevier Matur. 2013;751:51 –61. Ariawan Y et al. Hubungan Antara Activities Specific Balance Confidence Scale Dengan Umur Dan Falls Pada Lansia Di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah Denpasar. J Penyakit Dalam. 2011;121. Badan Pusat Statistik Kota Semarang . 2013 . Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Semarang. Diakses pada 15 Maret 2015 di http:semarangkota.bps.go.id Hadi dan Kris . 2009 . Buku Ajar Boedhi - Darmojo Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Hana dan Ismail . 2009 . Memahami Krisis Lanjut Usia: Uraian Medis dan Pedagogis- Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia Kementrian Kesehatan RI . 2013 . Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Bakti Husada Lord et al. Epidemiology of Falls and Fall-Related Injuries in: fall in Older People: Risk Factors and Strategies for Prevention. Cambridge Univ Press. 2007;3 –5. Mauk K . 2010 . Gerontological Nursing: Competencies for Care. 2nd ed. Sudbury, Masschusetts: Jones and Bartlett Publisher Michael and Mehmet. 2009. Staying Young : Jurus Menyiasati Kerja Gen Agar Muda Sepanjang Hidup. Bandung: Qanita Miller CA . 1995 . Nursing Care Of Older Adult . : Philadelphia: J.B. Lippincott Company Zulkarnaen, N . 2014. Hubungan Status Mental Dengan Risiko Jatuh Pada Lansia. Universitas Darma Agung Nugroho, W. 2008 . Keperawatan Gerontik dan Geriatik Ed.3 . Jakarta: EGC Pangkahila W. 2007 . Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Kompas Setyo H. Hubungan antara Usia dan Resiko Jatuh Pada Lansia di Posyandu Lansia RW 09 Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang. Poltekes Kemenkes Malang; 2012. Sihvonen S. 2004. Postural Balance and Aging. Finland: University Of Jyvaskyla Stanley M. 2006 . Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Ed. 2. Jakarta: EGC Tamher dan Noorkasani . 2009 . Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Xiaohua . 2012 . Risk Factors For Accidential Falls in the Elderly and Intervention Strategy. J Med Coll PLA 27. 299 –305. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 241 PELAKSANAAN PROGRAM ANTENATAL CARE OLEH PERAWAT PADA IBU HAMIL Muchammad Nurkharistna Al Jihad jihad_selalu1990gmail.com Abstrak Latar Belakang. Kualitas pelayanan antenatal merupakan faktor penentu penting dari kesehatan ibu. Tujuan. Penelitian bertujuan mengetahui Antenatal Care antara petugas kesehatan yaitu perawat yang baik berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan ibu hamil. Metoda. Desain artikel ilmiah ini menggunakan sistematik review. Tipe study dalam artikel ini adalah deskriptif yang berusaha menggambarkan, menjelaskan dan menafsirkan kondisi saat ini. Data yang didapatkan dari kebiasaan atau perilaku seseorang untuk memahami mengapa dan bagaimana keputusan dibuat. Hasil. Hasil kajian perempuan yang menghadiri layanan perawatan antenatal Usia rata-rata perempuan adalah 25 tahun penelitian, 9 di bawah 18 tahun, dan 8 lebih dari 33 tahun. Perawat perlu melakukan berbagai kegiatan penyediaan pelayanan antenatal termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penyelidikan laboratorium.Ibu hamil yang memanfaatkan palayanan antenatal care masih belum maksimal. Kesimpulan. Temuan penelitian ini berkelanjutan dari standar perawatan kualitas dan perbaikan lebih lanjut yang ada dalam profesi keperawatan dan pelayanan keperawatan.Penelitian ini mungkin memiliki implikasi untuk beberapa bidang program keperawatan termasuk: praktik keperawatan, pendidikan keperawatan, dan penelitian keperawatan untuk perbaikan lebih lanjut layanan perawatan antenatal. Kata kunci: antenatal care, ibu hamil, perawat Pendahuluan Indonesia berkomitmen untuk mencapai tujuan MDGs, khususnya menurunkan AKI dari 359 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, tujuan ini diharapkan tercapai di tahun menurun di tahun 2015. Kota Semarang sebagai Ibu Kota Jawa Tengah menjadi kota yang ikut serta menyumbangkan angka kematian ibu sebanyak 29 kasus pada tahun 2013 Sumber: DKK Kota Semarang. Data deskriptif dari 2007 Indonesia Demografis dan Survei Kesehatan SDKI telah menunjukkan bahwa, seperti di lain negara-negara berkembang, pelayanan antenatal di Indonesia masih kurang dimanfaatkan. Sekitar 95 dari ibu hamil di Indonesia sekurang-kurangnya satu kunjungan pemeriksaan kehamilan, namun hanya 66 dari perempuan memiliki empat kunjungan antenatal seperti yang direkomendasikan, yang lebih rendah dari target nasional dari 90 wanita memiliki setidaknya empat kunjungan antenatal care. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah salah satu pointnya adalah dalam peningkatan kualitas antenatalcare yaitu penggunaan Buku KIA pada ibu hamil, pelayanan antenatal terpadu di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar dan rujukan, pencegahan dan penanganan malaria pada kehamilan, pencegahan dan penanganan anemia pada kehamilan, pencegahan dan penanganan Kurang Energi Kronis KEK pada kehamilan, pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, prevention of Mother to Child Transmission of HIV PMTCT. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Primer menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 242 Pelayanan antenatal care penting bagi ibu hamil untuk mempersiapkan kelahiran dengan baik. Menurut Depkes RI 2010, pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian antenatal care adalah perawatan kehamilan.Pelayanan perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal care yang sudah ditetapkan. Sedangkan tujuan pelaksanaan pelayanan antenatal antara lain memantau kemajuan kehamilan serta memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta janin, mengenali secara dini kelainan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, mempersiapkan persalinan cukup bulan; melahirkan dengan selamat dan mengurangi sekecil mungkin terjadinya trauma pada ibu dan bayi, mempersiapkan ibu untuk menjalani masa nifas dan mempersiapkan pemberian asi eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran dan tumbuh kembang bayi. Pelayanan antenatal yang berkualitas dapat mandeteksi terjadinya risiko pada kehamilan yaitu mendapatkan akses perawatan kehamilan berkualitas, memperoleh kesempatan dalam deteksi secara dini terhadap komplikasi yang mungkin timbul sehingga kematian maternal dapat dihindari Mufdlilah, 2009.Dari sini kita perlu mengetahui bagaimana kualitas antenatal care yang dilakukan, terutama peran perawat dalam melakukan pelayanan antenatal care.Kualitas pelayanan antenatal diberikan selama masa hamil secara berkala sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan ibu selama hamil jika sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.Apakah kualitas pelayanan antenatalcare yang dilakukan oleh perawat berhubungan dengan kunjungan pemeriksaan ibu hamil. Tujuan Tujuan Umum Mengetahui Antenatal Care antara petugas kesehatan yaitu perawat yang baik berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan ibu hamil Tujuan Khusus 1. Memahami karakteristik dan hambatan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan Antenatal Care 2. Mengetahui tindakan keperawatan terkait pemeriksaan Antenatal Care 3. Mengetahui kualitas fasilitas kesehatan terkait layanan Antenatal Care

4. Mengetahui hasil ibu hamil yang memanfaatkan layanan