Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat pada Penderita

Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 64 seseorang maka semakin rendah pula pengetahuannya tentang penyakit tuberkulosis, akan tetapi gagal atau berhasilnya pengobatan seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor dukungan keluarga. Pengobatan pasientuberkulosis yang disertai dengan dukungan penuh dari keluarga maka besar kemungkinan pasien tersebut akan sembuh dari penyakitnya, begitupula sebaliknya akan kecil kemungkinan untuk sembuh jika pengobatan dari pasien tidak disertai dengan dukungan keluarga terutama dalam hal minum obat. Pengetahuan penderita tuberkulosis tentang penyakitnya jugamerupakan faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis sebab pengetahuan yang baik tentang penyakit yang diderita akan membuat penderita tahu apa-apa yang harus dilakukan dan apa-apa yang tidak boleh dilakukan sehingga dapat membantu petugas kesehatan dalam memberantas. Penelitian oleh Sulianti 2001 menyatakan bahwa lamanya waktu pengobatan penyakit tuberkulosis yang harus dilakukan selama 6 bulan, mungkin saja dijadikan beban oleh penderita sehingga mereka malas untuk melanjutkan proses pengobatan. Tetapi bagi penderita yang memiliki pengetahuan yang cukup akan terhindar dan sembuh dari penyakit dan tetap akan melakukan pengobatan secara teratur.

2. Pengaruh Efek Samping Obat anti Tuberkulosis terhadap Kejadian

Default di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur Januari 2008- Mei 2010 Pengobatan yang tidak tuntas dapat mengakibatkan menurunnya sensitifitas kuman terhadap jenis obat yang telah diberikan resisten. Hal ini merupakan faktor penyulit bagi proses penyembuhan pada tahap berikutnya selain tingginya biaya yang harus dikeluarkan sehingga banyak penderita TB tidak dapat disembuhkan dan berakhir dengan kematian. Berdasarkan kerangka teori yang ada, banyak sekali faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya default, namun pada penelitian ini peneliti hanya memfokuskan pada satu faktor risiko saja yaitu efek samping OAT Setelah dilakukan pengontrolan terhadap variabel- variabel umur, penyakit penyerta, jenis obat, cara ambil obat, keberadaan PMO, jenis PMO, pendidikan PMO, cara bayar dan penyuluhan kesehatan, pada model akhir dalam analisis multivariat ditemukan tiga variabel konfounding yang mempengaruhi hubungan antara efek samping OAT dengan terjadinya default, yaitu penyakit penyerta, jenis obat dan cara bayar. Hubungan antara efek samping OAT dengan default setelah mengontrol variabel lainnya tersebut di atas terlihat sangat bermakna artinya pasien yang mempunyai keluhan efek samping OAT berisiko 4,07 untuk mengalami default dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai keluhan efek samping OAT setelah dikontrol oleh faktor penyakit penyerta, jenis obat dan cara bayar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, misalnya pada penelitian Tekle et al di Ethiophia tahun 2002 didapatkan OR 4,20 95CI: 1,51 – 11,66, dan penelitian di India tahun 2000 yang dilakukan oleh Santha et al diketahui OR sebesar 4,3 95CI: 2,5 – 7,4, demikian halnya hasil penelitian di China tahun 2005 yang dilakukan oleh Xiangin eta al yang membagi efek samping OAT ke dalam tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat. Masing- masing OR untuk efek samping OAT tersebut pada derajat kepercayaan 95 adalah 2,32 1,15-4,66 dan 4,47 2,46-8,12 dan beberapa penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa efek samping OAT sebagai salah satu penyebab default dalam program pengobatan TB paru.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat pada Penderita

Tuberculosis. a Pengaruh jenis kelamin terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 65 Laki-laki lebih rentan terkena penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena beban kerja mereka yang berat, istirahat yang kurang, serta gaya hidup yang tidak sehat di antaranya adalah merokok dan minum alkohol. Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa tingkat kepatuhan tidak mempunyai hubungan bermakna dengan jenis kelamin, dan dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa mayoritas penderita TB paru berjenis kelamin laki-laki 54,2, jadi dapat dikemukakan bahwa hal ini disebabkan karena laki-laki kurang memperhatikan kesehatannya dan gaya hidup yang tidak sehat. Penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih patuh berobat dibandingkan dengan wanita.8 Menurut beberapa teori mengatakan bahwa wanita lebih banyak melaporkan gejala penyakitnya dan berkonsultasi dengan dokter karena wanita cenderung memiliki perilaku yang lebih tekun daripada laki-laki. b Pengaruh umur terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Faktor umur bukan merupakan faktor penentu ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan karenamereka yang berusia muda maupun usia lanjut memiliki motivasi untuk hidup sehat dan selalumemperhatikan kesehatannya. Di samping itu, pekerjaan yang tidak terlalu sibuk membuatpenderita tetap dapat menjalankan pengobatan dan sebagian besar penderita bekerja sebagai petani.Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umurdengan kepatuhan berobat. Umur tua kepatuhan berobatnya semakin tinggi karena usia tua tidakdisibukkan dengan pekerjaan sehingga dapat datang berobat secara teratur. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh beberapa peneliti yang menyatakan bahwa umur tidakberpengaruh terhadap tindakan seseorang karena adanya faktor perantara seperti sikap seseorang dan faktor lain yang mempengaruhi kehendak seseorang. c Pengaruh pendidikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin tidak patuh penderita untuk berobat karena rendahnya pendidikan seseorang sangat mempengaruhi daya serap seseorang dalam menerima informasi sehingga dapat mempengaruhi tingkat pemahaman tentang penyakit TB paru, cara pengobatan, dan bahaya akibat minum obat tidak teratur. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa peneliti lain bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin besar kemampuan untuk menyerap, menerima atau mengadopsi informasi. Penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan penderita TB paru dengan kepatuhan berobat yang disebabkan karena kurangnya informasi yangditerima penderita, sehingga penderita tidak banyak mengetahui tentang bahaya penyakit TB tersebut. d Pengaruh pengetahuan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan terhadap ketidakpatuhan berobat. Semakin rendah pengetahuan maka semakin tidak patuh penderita TB paru untuk datang berobat, hubungan ini memiliki nilai koefisien korelasi positif. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fahruda yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan penderita yang rendah akan berisiko lebih dari dua kali terjadi kegagalan pengobatan dibandingkan dengan penderita yang memiliki pengetahuan tinggi. Ketidakpatuhan Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 66 talaksana pengobatan ini meliputi keteraturan pengobatan, pemeriksaan dahak ulang pada akhir pengobatanfase awal dan satu bulan sebelum akhir pengobatanfase lanjutan.Begitu pula yang dijelaskan oleh penelitian lainnya, bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan penderita dengan kepatuhan pengobatan, menyatakan bahwa rendahnya pengetahuan penderita menyebabkanketidakpatuhan penderita dalam pengobatan karena penderita kurang mendapatkan penyuluhan dan informasi KIE yang adekuat baik dari petugas kesehatan maupun media komunikasi lainnya. e Pengaruh pendapatan keluarga terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Ada pengaruh yang signifikan antara pendapatan keluarga terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Pendapatan keluarga yang sangat rendah dapat menentukan ketidakpatuhan penderita berobat dengan nilai p= 0,001 p 0,05. Penderita TB paru yang paling banyak terserang adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dalam pengobatan TB paru selain penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mereka masih harus mengeluarkan biaya transport untuk berobat di Puskesmas. Hal ini yang menyebabkan penderita tidak patuh dalam pengobatan. Beberapa penelitian mengkonfirmasikan hasil yang sama dengan penelitian ini yangmemperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan penderita dengan pendapatankeluarga. f Pengaruh lama sakit keluarga terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TBparu Ada pengaruh yang signifikan antara lama sakit terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif bermakna, artinya semakin lama keluhan yang diderita penderita maka akan semakin tidak patuh untuk datang berobat. Hal ini disebabkan karenakondisi kesehatan penderita yang lemah, gizi yang kurang dan keparahan penyakit yang diderita. Beberapa penelitian mengkonfirmasikan hasil yang sama dengan penelitian ini yang memperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan penderita dengan kondisi penyakit bahwa penderitamemutuskan menghentikan pengobatan secara sepihak meskipun belum terjadi konversi dahak. g Pengaruh efek samping obat terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB Ada pengaruh yang signifikan antara efek samping obat terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif bermakna artinya semakin penderita memiliki banyak keluhan semakin tidak patuh penderita untuk berobat.Pada umumnya gejala efek samping obat yang ditemukan pada penderita adalah sakit kepala, mual-mual, muntah, serta sakit sendi tulang.Gejala efek samping obat dapat terjadi pada fase intensif atau awal pengobatan bahwa obat yang harus diminum penderita jumlah banyak sehingga membuat penderita malas untuk minum obat. h Pengaruh kualitas pelayanan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan petugas pengobatan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru, dengan demikian bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru di antaranya pengetahuan, pendidikan, lama sakit, pendapatan keluarga, dan efek samping obat. Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas terhadap penderita tidak mempengaruhi ketidakpatuhan berobat padapenderita TB paru.Hal ini disebabkan karena petugas kesehatan memberikan perhatian khususserta memberikan informasi Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 67 yang jelas sehingga dapat menyebabkan baiknya hubungan dengan setiap penderita TB paru yang datang ke Puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa penelitian lain yang mengatakan bahwa sikap petugas tidak mempengaruhi kepatuhan penderita untuk berobat karena bahwa sikap dan perilaku petugas kesehatan sudah cukup baik dalam memberikan pelayanan pengobatan pada penderita, karena petugas telah mengikuti pelatihan teknis program dan penanggulangan penyakit TB paru. i Pengaruh peran PMO terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Tidak ada pengaruh yang signifikan peran PMO terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Dalam penelitian ini bahwa faktor peran PMO dalam pengobatan penderita tidak ada pengaruh yang signifikan, karena setiap penderita TB paru telah memiliki PMO dan peran PMO sudah maksimal dalam pengawasan pengobatan.Dalam pengawasan pengobatan, petugaskesehatan harus mengikutsertakan keluarga sebagai pengawas pengobatan agar penderita dapat berobat secara kontinyu.Dukungan masyarakat dan keluarga sebagai pengawas dan pemberi semangat kepada penderita mempunyai peran yang sangat besar dalam peningkatan pengobatan penderita.Beberapa penelitian mengatakan sumbangan terbesar dari seluruh variabel terhadap kepatuhanada pada dukungan keluarga. Beberapa penelitian juga mengkonfirmasikan bahwa penderita yang menjalani pengobatan secara tidak teratur 50 di antaranya tidak mempunyai PMO dan penderita TB paru yg berobat tidak teratur memiliki risiko tidak sembuh 6,91 kali. Hal ini menunjukkan bahwa peran PMO masih sangat rendah dalam pengawasan menelan obat dan kontrol secara teratur. j Pengaruh jarak rumah terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru Tidak ada pengaruh yang signifikan antara jarak rumah terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak rumah untuk menjangkau fasilitas kesehatan atau puskesmas bukan merupakan faktor penentu ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan. 4. Factors associated to referral of tuberculosis suspects by private practitionersto community health centres in Bali Province, Indonesia . Dari studi ini menunjukkan bahwa dari beberapa faktor yang diteliti didapatkan hasil yang paling banyak yaitu program yang didapatkan praktisi mandiri mendapatkan informasi tentang pengobatan yang diobservasi secara langsung short-course DOTS strategy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian informasi tentang strategi DOTS danrujukan dari penderita TB yang penting yaitu untuk meningkatkan rujukan dari penderita TB oleh praktisi swasta ke pusat-pusat kesehatan masyarakat.penderita TB yangtelah dikunjungi oleh petugas TB, telah menerima informasi tentang strategi DOTS, dan memiliki bentuk rujukan yang tersedia dari para praktisi yang tidak disebutkan oleh seorang penderita TB. Seorang petugas TB, ketika mengunjungi seorang praktisi swasta, diharapkan untuk mengingatkan praktisi tentang peran mereka dalam menemukan penderita TB dan tentang pentingnya mengirimkan penderita TB ke fasilitas kesehatan publik untuk evaluasi mikroskopis.Sebuah studi di Myanmar menyimpulkan bahwa faktor keberhasilan praktisi swasta kontribusi untuk pengendalian TB yang pelatihan dan pengawasannya oleh sektor publik dan penyediaan obat-obatan dan bahan habis pakai secara gratis oleh NTP. Probandari, 2011. Sebuah studi tentang proses kolaborasi antara NTP dan rumah sakit di Yogyakarta, Indonesia, mengungkapkan kemitraan yang dapatdibentuk jika dimulai dengan proses yang intensif interaksi termasuk perantara aktor yaitu, orang mendekati Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Komunitas “Pera Perawat dala Pelaya a Kesehata Pri er e uju Masyarakat Eko o i ASEAN “ Semarang, 7 November 2015 68 rumah sakit swasta dan advokasi program kemitraan untuk mendekati NTP dan rumah sakit Chakaya, 2008. Penelitian lain dari berbagai negara dan pada benua yang berbeda menunjukkan bahwa keberhasilan proyek campuran publik-swasta sangat tergantung pada tingkat interaksi antara penyedia layanan kesehatan swasta dan publik Malborg, 2011; Maung, 2006.

5. How Do Patients Who Fail First-Line TB Treatment but Who Are Not Placed on an