Sumber Penelitian Metode Penelitian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 17 Asbab al Wurud, kedudukan Nabi saw ketika menyampaikan hadis, dan dapat menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekinian, sehingga diperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa kehilangan relevansinya dengan konteks kekinian. 30 Sedangkan upaya penyelesaian hadis yang tampak bertentangan, penulis menggunakan beberapa metode penyelesain yang telah ada dalam ilmu Mukhtalif al-h}adith, yakni yang baik berupa al-jam’u wa al-tawfiq menggabungkan dan mengkompromikan h}adith atau tarjih memilih dan mengunggulkan kulaitas h}adith yang lebih baik atau Nasakh – mansukh dan atau tawaquf menghentikan atau mendiamkan.

H. Sistematika Pembahasan

Masalah pokok yang disebutkan di atas, dalam penelitian ini terdiri dari lima bab pembahasan sebagaimana berikut: Bab pertama, Pendahuluan yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab ini digunakan sebagai pedoman, acuan dan arahan sekaligus target penelitian, agar penelitian dapat terlaksana secara terarah dan pembahasannya sesuai dengan tema penelitian. 30 Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil H{adith Paradikma InterkoneksiYogyakarta: Idea Press, 2008, xvi-xvii. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 18 Bab kedua, landasan teori yang berisi tentang Kaidah Ke- s}ah}ih}-an dan kehujjahan hadis, Kaidah Pemaknaan dan Mukhtalif al H{adith serta Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi. Bab ini merupakan landasan yang menjadi tolok ukur dalam penelitian ini. Bab ketiga, Sajian Data. Pada bab ini lebih didominasi oleh hadis tentang ‘azl dan kitab yang membahasnya, yakni meliputi biografi Imam Ahmad, kitab Musnad Ah}mad, hasil takhrij hadis tentang pembolehan ‘azl no. indeks 14346, dan hadis tentang penolakan ‘azl no. indeks 27447. Kemudian ditampilkan masing- masing i„tibar dari kedua hadis tersebut . Bab empat, merupakan bab yang paling krusial dalam penelitian ini. Dalam bab ini, lebih mengedepankan analisis dari Bab II dan Bab III, termasuk menjelaskan kritik sanad dan matan matan hadis tentang ‘azl no. indeks 14346 dan no. Indeks 27447, sehingga diketahui kualitas dan kehujjahannya. Dalam bab ini penulis juga akan menampilkan pemaknaan sekaligus penyelesaian kedua hadis tersebut. Dan pada poin terakhir akan dijelaskan implikasi dari hadis ‘azl terhadap metode kontrasepsi yang berkembang saat ini. Bab lima, penutup yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini yang merupakan jawaban dari rumusan masalah dan juga saran penulis dari penelitian ini untuk masyarakat Islam, dan masyarakat akademisi khususnya. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 19

BAB II KAIDAH

KES{AH{IHAN H{ADITH, ILMU MA‘ANI AL H{ADITH, MUKHTALIF AL H{ADITH SERTA TINJAUAN UMUM KONTRASEPSI

A. Kaidah Kes}ah}ih}an H{adith

Para ulama hadis mendefinisikan hadis s}ah}ih} sebagai hadis sanad-nya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi sempurna ingatanya sampai berakhir pada Rasulullah SAW, sahabat atau tabi„in, bukan hadis yang shadh dan tidak terkena ‘illat yang menyebabkan cacat di dalam penerimaannya. 1 Ke s}ah}ihan hadis merupakan hal yang harus dipenuhi dalam suatu pengamalan hadis, Ke s}ah}ihan hadis di sini tidak hanya mengacu pada segi sanadnya namun juga redaksi dari hadis tersebut. Ulama hadis baik itu kontemporer maupun salaf telah memberikan kriteria khusus mengenai syarat adanya Ke s}ah}ihan sebuah hadis. Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para muh}addithi}n maka dapat disimpulkan bahwa hadis s}ah}ih adalah hadis yang terpenuhi unsur-unsur Ke- s}ah}ih-an baik itu dalam segi sanad maupun matan, karena dimungkinkan sanad- nya s}ah}ih tetapi matan-nya tidak, atau sebaliknya.Adapun kreteria Ke-s}ah}ih-an hadis Nabi terbagi dalam dua pembahasan, yaitu kreteria Ke- s}ah}ih-an sanad hadis dan Ke- s}ah}ih-an matan hadis. Jadi, sebuah hadis dikatakan s}ah}ih apabila kualitas sanad dan matan-nya sama-sama bernilai s}ah}ih. 1 Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, 132. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 20

1. Kaidah Otentisitas Hadis Kritik Sanad

Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada definisi hadis s}ah}ih} di atas, maka suatu hadis dianggap s}ah}ih}, apabila sanad-nya memenuhi lima syarat: a. Ittis}al al-Sanad bersambungnya sanad. Yakni tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya yang mana ini terus bersambung sampai akhir sanad. 2 Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh langkah-langkah seperti berikut: 3 1 Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti 2 Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab Rijal al-Hadith dengan tujuan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad itu terdapat satu zaman dan hubungan guru murid dalam periwayatan hadis, dan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal ‘adil dan d}abit} dan tidak tadlis 3 Meneliti lafaz} yang menghubungkan antara periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad. Jadi suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila: 1 Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar thiqah „adil dan d{abit{ 2 Hasbi Ash-shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jakarta: Biulan Bintang, 1987, 322-337. 3 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah Jakarta: Bulan Bintang, 2005, 132-133. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 21 2 Antara masing-masing rawi dan rawi terdekat dalam sanad itu benar- benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan al-tah}{ammul wa al-ada’ al-hadi}th 4 b. ‘Adalat al-Rawi Rawinya bersifat „adil Kata adil dalam kamus bahasa Indonesia berarti tidak berat sebelah tidak memihak atau sepatutnya,tidak sewenang-wenang. 5 A l-Irshad menyatakan bahwa yang dimaksud „adil adalah berpegang teguh pada pedoman dan adab-adab shara‘. 6 Menurut pendapat ulama, seorang rawi bisa dinyatakan ‘adil jika memenuhi kriteria berikut: beragama Islam, mukallaf, memelihara muru’ah, dan melaksanakan ketentuan agama. 7 Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa kualitas pribadi periwayat hadis haruslah ‘adil. Ulama Muh}addithin berpendapat bahwa seluruh sahabat dinilai „adil berdasarkan al-Qur’an, hadis dan Ijma’. Namun demikian setelah dilihat lebih lanjut, ternyata ke- „adil-an sahabat bersifat mayoritas dan ada beberapa sahabat yang tidak adil. Jadi, pada dasarnya para sahabat Nabi dinilai „adil kecuali apabila terbukti telah berprilaku yang menyalahi sifat „adil. 8 4 Ismail, Kaidah Kesahihan, 133. 5 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia cet ke 8 Jakarta: Balai Pustaka, 1985, 16. 6 Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits Yogyakarta: Insan Madani, 2008, 9. 7 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 2007,64. 8 Ismail, Metodologi Penelitian, 160-168.