Kajian interaksi masyarakat desa sekitar taman nasional gunung rinjani provinsi nusa tenggara barat (studi kasus di desa pengadangan, desa loloan dan desa sembalun lawang)

(1)

KAJIAN INTERAKSI MASYARAKAT DESA SEKITAR

TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 11 April 2006

Baharuddin


(3)

© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(4)

KAJIAN INTERAKSI MASYARAKAT DESA SEKITAR

TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(5)

Judul

N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi

: Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

: Baharuddin : E. 051040345

: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas

Disetujui; Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc


(6)

ABSTRAK

BAHARUDDIN. Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.


(7)

ABSTRACT

BAHARUDDIN. Study on Interaction of Local People at Gunung Rinjani National Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang diberikan kepada kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan bantuan tersebut.

Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.

Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.

Bogor, April 2006


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Timoreng Panua-Sidrap, Sulawesi Selatan pada tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm) dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB, lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.


(10)

DAFTAR ISI

Hal DAFTAR TABEL ……….……… DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ……….………… PENDAHULUAN

Latar Belakang ……….... Rumusan Masalah ………..……….……... Kerangka Berpikir ………..………. Tujuan ……….………... Manfaat……… TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ……… Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ……… Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………... Partis ipasi Masyarakat ……… Kemiskinan dan Petani Miskin ……….……….. Kemiskinan masyarakat Hutan ………... Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... … Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………... Karakteristik Sosial Budaya ……… KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………... Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………... Profil Desa Lokasi Penelitian ... METODOLOGI

Batasan Penelitian ………... Waktu dan Lokasi………... Pengumpulan Data………..….…... Analisis Data………... i ii iii 1 3 5 6 7 8 11 14 15 16 19 19 22 23 27 28 30 34 34 35 37


(11)

BAHARUDDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 11 April 2006

Baharuddin


(13)

© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(14)

KAJIAN INTERAKSI MASYARAKAT DESA SEKITAR

TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(15)

Judul

N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi

: Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

: Baharuddin : E. 051040345

: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas

Disetujui; Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc


(16)

ABSTRAK

BAHARUDDIN. Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.


(17)

ABSTRACT

BAHARUDDIN. Study on Interaction of Local People at Gunung Rinjani National Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang diberikan kepada kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan bantuan tersebut.

Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.

Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.

Bogor, April 2006


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Timoreng Panua-Sidrap, Sulawesi Selatan pada tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm) dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB, lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.


(20)

DAFTAR ISI

Hal DAFTAR TABEL ……….……… DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ……….………… PENDAHULUAN

Latar Belakang ……….... Rumusan Masalah ………..……….……... Kerangka Berpikir ………..………. Tujuan ……….………... Manfaat……… TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ……… Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ……… Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………... Partis ipasi Masyarakat ……… Kemiskinan dan Petani Miskin ……….……….. Kemiskinan masyarakat Hutan ………... Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... … Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………... Karakteristik Sosial Budaya ……… KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………... Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………... Profil Desa Lokasi Penelitian ... METODOLOGI

Batasan Penelitian ………... Waktu dan Lokasi………... Pengumpulan Data………..….…... Analisis Data………... i ii iii 1 3 5 6 7 8 11 14 15 16 19 19 22 23 27 28 30 34 34 35 37


(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden ………...….……... Pola Pemanfaatan Lahan Hutan ………..…... Pola Pemanfaatan Hasil Hutan ………..…….. Distribusi/Pemasaran Hasil Pemanfaatan Kawasan Hutan …….……… Nilai Pemanfaatan Hasil Hutan dan Lahan Hutan ………..…… Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan ..………..……….. Perbandingan Kontribusi di Dalam dengan di Luar Kawasan Hutan…. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ………...………..……. Saran ………... DAFTAR PUSTAKA ………...……… LAMPIRAN ………..…………

41 45 56 67 72 75 79

82 83 84 88


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah KK Responden Tiap Desa ... 37 2 Rata-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga

Responden pada Masing-Masing Desa Pemelitian ... 41 3 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat

Desa Pengadangan ... 45 4 Pemanfaan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat

Desa Pengadangan………. 47 5 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat

Desa Loloan ………... 50 6 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat

Desa Loloan ………..…… 52 7 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat

Desa Sembalun Lawang ……….. 55 8 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat

Desa Sembalun Lawang ... 56 9 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat

Desa Pengadangan ... 57 10 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat

Desa Loloan ... 59 11 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat

Desa Sembalun Lawang ... 62 12 Nilai Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat

Desa Penelitian ... 72 13 Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden

Masyarakat Desa Penelitian... 75

14 Kontribusi Kawasan Hutan terhadap Pendapatan Total per Kepala Keluarga Responden Masyarakat Desa Penelitian ... 79


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6 2 Letak Administrasi Taman Nasional Gunung Rinjani .. ... 28 3 Hubungan Antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Barang

Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 44 4 Aktivitas Pertanian Masyarakat di Luar Kawasan Hutan ... 46 5 Kebun Masyarakat di dalam Kawasan Hutan ... 49 6 Pembersihan Lahan (Land clearing) ... 53 7 Lahan Siap ditanami ... 54 8 Pemeliharaan dan Panen Padi Ladang ... 54 9 Sekumpulan Sapi Masyarakat yang Diliarkan dalam kawasan TNGR 67 10 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Pengadangan ... 70 11 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Loloan ... ... 71 12 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Sembalun Lawang ... 72 13 Aktivitas Masyarakat di Dalam Kawasan TNGR Sektor Pariwisata... 81


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Profil Penduduk Desa Penelitian ... 102 2 Potensi Desa Sektor Pertanian ... 104 3 Pedoman dan Daftar Pertanyaan... 4 Kuesioner Penelitian ...

5 Identitas Responden Desa Pengadangan ... 105 6 Identitas Responden Desa Loloan ... 106 7 Identitas Responden Desa Sembalun Lawang... 107 8 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Pengadangan ... 108 9 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Loloan... 109 10 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Sembalun Lawang ... 110 11 Jadwal Kegiatan Bertani Masyarakat ... 111 12 Jadwal Pengambilan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat ... 112


(25)

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Keywords : taman nasional, interaksi, masyarakat sekitar hutan, sumberdaya hutan

Growth of resident, abundant exploitation and existence of ketidakadilan in accessing to natural sumberdaya have come to cause the happening of degradation of amount and quality of sumberdaya natural,

like damage of forest which progressively extend fastly damage 20.000 ha / year and have caused critical farm [in] tired NTB 161.193 ha.

Destroy him of sumberdaya forest have caused [at] loss of wellspring source counted 440 dots from 702 dot during 15 the last year. If this condition continue to take place, hence some years forwards Lombok islands will experience of water crisis. National Park Mount of Rinjani ( TNGR) is one of [the] conservation area and potency

development of especial to specified Provinsi NTB with a purpose to maintain function of hidrologi micro climate and [of] Lombok island, maintaining the source of plasma of nutfah, habitat various flora type and fauna which some endemic among others. TNGR have vital role for ecological system [of] Lombok island remember Lombok island of[is including isle category ( 5656 km2) dwelt ± 3 million [soul/ head] 600.000 [soul/ head] among others remain around Mount of Rinjani. To lessen negative impact of interaction. hence needing studies which totally

concerning society interaction with forest area and remain to pay attention isn't it prosperity of society [about/around].

Technique which used in intake of data is approach qualitative pickaback by quantitative data collecting. Approach qualitative [pass/through] field observation, interview. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted. Data is qualitative processed [by] lah and analysed with step [do/conduct] data verification, classification, moderation, and penelurusan of pengaitan between theme and presented descriptively as according to solution theme to support in withdrawal of conclusion or determination of follow-up recommendation.

Study result indicate that society have pattern exploiting of conservation area farm in the form of intensive agriculture for the crop of food and in the form of annual crop garden. Pattern exploiting of forest result [done/conducted] seasonally, depended existence of sumberdaya in forest. . Depended society to sumberdaya in very high national park area [of] this matter is shown with earnings contribution height of national park area to total earnings reach 54,5%. Society interaction with area of


(26)

TNGR the uppermostness is intake of timber and firewood, pengembalaan of livestock in area and perambahan of forest for agriculture. This pressure as impact of demand requirement of society to fulfill the requirement of life of Despitefully society have social norms and knowledge in have interaction [to] with positive valuable area to be developed and accommodated in management of area of TNGR for example knowledge produce honey.


(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial politik sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan konservasi. Di sisi lain keberadaan kawasan konservasi harus tetap dipertahankan karena memegang peranan yang strategis sebagai penyangga kehidupan, perlindungan keanekaragaman hayati dan segala ekosistemnya, dan menunjang pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya. Dalam mempertahankan keberadaan potensi kawasan konservasi, maka salah satu konsep pengelolaan yang diterapkan adalah mengeluarkan segala kegiatan masyarakat dari kawasan konservasi, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan. Konsep mengeluarkan aktivitas masyarakat tersebut banyak dipilih oleh pengelola kawasan konservasi karena dinilai memiliki dampak yang lebih kecil terhadap kerusakan ekosistem hutan. Akan tetapi konsep tersebut juga memiliki banyak kekurangan yaitu tertutupnya akses masyarakat sekitar terhadap kawasan hutan yang selama ini menjadi sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari- hari. Dampak dari terputusnya akses tersebut adalah masyarakat mencoba merambah hutan/kawasan konservasi dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara illegal yang berakibat pada semakin rusaknya kawasan konservasi.

Keberhasilan pelestarian kawasan konservasi dengan konsep ini sangat tergantung pada keberhasilan dalam menangani masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Gangguan terhadap kawasan konservasi akan berkurang bila kesejahteraan masyarakat sekitar sudah dapat dipenuhi dari hasil usaha di luar pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi-solusi terhadap berkurangnya/ tertutupnya akses masyarakat terhadap kawasan hutan/konservasi, sebab masyarakat telah hidup di sekitar kawasan konservasi tersebut jauh sebelum kawasan ini dijadikan kawasan konservasi. Pemahaman terhadap kepentingan masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab masyarakat berpotensi sebagai pendukung upaya konservasi sekaligus ancaman


(28)

2

terhadap upaya konservasi. Daerah dimana kawasan konservasi sebagai penghalang dan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar akan menjadi ancaman. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi pendukung dalam usaha pelestarian kawasan.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mengingat hampir semua sungai di Lombok berhulu pada TNGR. Fungsi lainnya adalah mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. Kekayaan biodiversitas yang dimiliki TNGR berupa fauna dan flora yang telah diinventarisasi 66 jenis flora dan 126 jenis fauna (Kitchner et al. 1990; Haryono et al. 1994; Coates BJ and Bishop 1997). Flora yang terdapat di TNGR antara lain adalah beringin (Ficus sp), jelateng (Laportea stimulan), jambu-jambuan (Syzigium spp), randu hutan (Gossampinus heptophylla), anggrek (Vandan, sp), bunga abadi (Anaphalis viscida). Sedangkan fauna yang terdapat dalam kawasan TNGR diantaranya babi hutan, kera abu-abu (Macaca fascicularis), lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Rusa timor (Cervus timorensis), landak (Hystrix javanica), kakatua jambul kuning (Cacatua shulphurea parvula) dan masih banyak ya ng lainnya (Dinas Kehutanan NTB 1997).

TNGR sebagai salah satu aset daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis dan ekonomis yang harus dikelola untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok. Kerusakan atau degradasi sekecil apapun kawasan TNGR akan berdampak negatif pada sistem ekologis Pulau Lombok yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Keberadaan dan kelestarian TNGR menjadi semakin penting mengingat Pulau Lombok dikategorikan sebagai pulau kecil (5656 km2), sehingga sangat rentan dan labil akan perubahan. Gambaran mengenai labil dan rentannya Pulau Lombok (yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal di sekitar Gunung Rinjani) sebagai pulau kecil dapat diabstraksikan sebagai sebuah jaring laba-laba, satu komponen dengan kompenen lainnya saling berhubungan dan


(29)

3

saling tergantung. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan berdampak luas pada sumberdaya yang lainnya seperti air, tanah dan udara.

Namun demikian dalam pengelolaannya masih dijumpai beberapa permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik. Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (RPTNGR 1998-2023), bahwa issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak dalam kawasan, tumpang tindih kawasan di Pesugulan untuk jalan Pesugulan-Sembalun dan permasalahan pengelolaan yaitu masalah institusional (organisasi yang belum tertata dengan baik, belum ditetapkannya pembagian zonasi), sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, database yang minim, pendanaan dan masalah teknis lainnya.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sejumlah mata air. Data Bappeda NTB (2003) menyebutkan bahwa dalam kurung waktu 15 tahun telah terjadi kehilangan titik mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik. Jika kondisi ini terus berlangsung, tanpa ada usaha nyata untuk menahan laju kerusakan hutan, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Permasalahan kawasan yang dihadapi TNGR seperti yang disebutkan di atas semakin meningkat volume dan intensitasnya sebagai dampak dari interaksi masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan, sehingga akan mengancam kelestarian fungsi- fungsi tersebut dan mengancan kelangsungan ekologis Pulau Lombok secara keseluruhan. Untuk dapat mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh terhadap interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.


(30)

4

Perumusan Masalah

Perencanaan taman nasional dapat mengarah pada dua kemungkinan yakni

pertama, meningkatkan manfaat taman dan melestarikan ekosistem jika perencanaannya tepat, serta kedua menimbulkan dampak negatif pada tama n dan masyarakat yang selanjutnya berdampak pada ketidaklestarian jika perencanaannya kurang tepat. Tolok ukur yang menjadi pedoman keberhasilan adalah seperti yang disebutkan dalam UU no 5/1990 yakni keberlanjutan fungsi taman nasional dalam menunjang kehidupan manusia. Keadaan saat ini adalah banyaknya terjadi penurunan kualitas taman nasional, di sisi lain juga kurang terlihat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan keberadaan taman sehingga untuk ke depan, manajemen partisipatif dan menyeluruh sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi taman nasional (MacKinnon et al. 1993; Wells et al. 1992)

Tujuan pengelolaan TNGR yang dituangkan dalam RPTN 1998-2023 adalah mempertahankan keutuhan dan fungsi kawasan serta keanekaragaman hayatinya, meningkatkan upaya penelitian dan pendidikan konservasi, meningkatkan peran TNGR bagi kegiatan budidaya dan pariwisata, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan me ngintegrasikan pengembangan taman nasional dengan pembangunan daerah. Tujuan ini mengacu pada tujuan penetapan taman nasional yang diamanatkan oleh IUCN dan UU no 5/1990. Namun demikian dalam RPTN belum tertuang secara jelas tentang peranserta masyarakat dan belum mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan terlihat hanya dilakukan oleh taman nasional saja sehingga terkesan bersifat top down, searah, kurang memotivasi/ membangkitkan partisipasi masyarakat dan kurang terintegrasi. Permasalahan yang sering menjadi penyebab gagalnya atau kurang berhasilnya upaya mengurangi ketergantungan masyarakat atau mengurangi dampak negatif dari interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi adalah kurang memadainya pemahaman dan informasi tentang karakteristik interaksi masyarakat sekitar kawasan dengan kawasan konservasi atau kawasan hutan secara umum.

Sebagai indikator kegagalan program pembinaan yang selama ini diterapkan adalah tetap tingginya tingkat pencurian kayu, perambahan hutan lindung dan terjadinya konflik di beberapa tempat antara pengelola kawasan dengan


(31)

5

masyarakat sekitar. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, maka terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan bagi taman nasional untuk menjamin terciptanya kondisi ideal bagi taman nasional.

Dengan demikian secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR dalam hal

pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan ditinjau dari segi bentuk pemanfaatan, jenis, motivasi dan nilai ekonomi sumberdaya yang dimanfaatkan, dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat

2. Bagaimana kalender musim kegiatan masyarakat dalam berinteraksi dengan kawasan TNGR.

Kerangka Pemikiran

Kemampuan untuk menggali semua potensi desa seperti potensi sumberdaya manusia, potensi sosial budaya, sumberdaya alam dan memaksimalkan potensi tersebut akan sangat mendukung dalam menyusun suatu program pemberdayaan (Kristian, 2004). Dalam menggali potensi ini berbagai pihak dapat dilibatkan seperti Pemerintah Daerah, LSM dan Perguruan tinggi, serta masyarakat itu sendiri. Potensi yang perlu digali adalah karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi. Pada umumnya bentuk interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi berupa pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan kawasan konservasi. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, dapat diketahui kecenderungan bentuk pemanfaatan kawasan konservasi, motivasi pemanfaatan, jenis dan volume hasil hutan, waktu pemanfaatan. Dengan demikian pengelola kawasan dapat mengetahui sumberdaya hutan yang dimanfaatkan/ dibutuhkan masyarakat sekitar, sehingga dapat mengupayakan program pengadaan jenis sumberdaya tersebut. Program pengadaan dapat dilakukan di dalam kawasan ataupun di luar kawasan. Di samping itu dengan mengatahui karakteristik interaksi masyarakat dengan kawasan, pengelola kawasan dapat menyusun jadwal pengaturan pemanfaatan serta melakukan pengamanan terhadap kawasan dan potensinya.


(32)

6

Penelitian ini difokuskan pada analisis interaksi masyarakat desa sekitar taman nasional dengan kawasan taman nasional dalam memanfaatkan sumberdaya dalam kawasan taman nasional. Tahapan-tahapan penelitian adalah sebagai berikut : inventarisasi kegiatan masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan, analisis dan pengelompokan data, analisis interaksi. Kerangka pemikiran ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Tahapan Penelitian Sintesis Interaksi

Masyarakat Sekitar Taman Nasional TNGR

Kondisi faktual Interaksi

Upaya Penanggulangan

Pilihan-Pilihan Program

Analisis Interaksi

Akses pemanfaatan

Peningkatan kesejahteraan


(33)

7

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi yang terjadi antara masyarakat sekitar TNGR dengan sumber daya alam yang terdapat di dalam kawasan taman nasional khususnya dalam hal pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan oleh masyarakat desa sekitar TNGR ditinjau dari segi jenis pemanfaatan, waktu pemanfaatan, intensitas pemanfaatan, volume dan nilai ekonomi dari hasil hutan yang diambil, kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat.

Manfaat

1. Bagi pengelola kawasan konservasi dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan bentuk atau jenis dan waktu pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi.

2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan motivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang mereka miliki, dan dapat merupakan suatu pembelajaran bagi masyarakat untuk memahami arti penting melestarikan kawasan hutan.


(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya

Istilah dan konsep taman nasional sudah diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. IUCN (1985) mendefinisikan taman nasional sebagai areal yang cukup luas dimana: 1) Satu atau beberapa ekosistem tidak berubah oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan; spesies flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang memiliki nilai lanskap alam dengan keindahan yang tinggi, 2) Pemerintah memandang perlu dan memberikan perhatian untuk mencegah kegiatan eksploitasi atau penyerobotan lahan serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan kepentingan ekologi, geomorfologi atau keindahan alamnya, dan 3) Pengunjung diperbolehkan masuk dalam kondisi tertentu dengan tujuan mendapatkan inspirasi, pendidikan, kebudayaan dan rekreasi.

Definisi tersebut sejalan dengan definisi taman nasional Indonesia yang dinyatakan dalam UU no 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Dalam UU no 5/1990 dinyatakan bahwa taman nasional merupakan “kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi”.

Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa kegiatan pengelolaan dimungkinkan untuk dilakukan pada taman nasional. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang eksploitatif seperti pariwisata dan kegiatan budidaya walaupun harus dilakukan secara terbatas. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh lanjutan dari sisi ekonomis maupun ekologis dalam berbagai aspek. Kegiatan pengelolaan harus benar-benar mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi taman nasional dengan kata lain harus dijaga kesesuaian antara tujuan perlindungan dengan pilihan pemanfaatannya.

Dari sisi sejarah, pembentukan taman nasional dimulai dengan tujuan sebagai penyangga kawasan produktif sehingga keseimbangan ekologis dalam suatu wilayah regional tetap terjaga. Penetapan kawasan taman nasional biasanya


(35)

9

dilakukan pada lahan- lahan marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh pembangunan intensif. Beberapa dasar yang umum digunakan untuk menetapkan suatu kawasan sebagai taman nasional adalah (MacKinnon et al. 1993 : 1) Kharakteristik atau keunikan ekosistem, 2) Mempunyai keanekaragaman spesies atau spesies khusus yang ‘bernilai’, 3) Mempunyai lanskap dengan ciri geofisik atau estetik yang ‘bernilai’, 4) Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air, iklim lokal), 5) Mempunyai sarana untuk rekreasi alam dan kegiatan wisata, dan 6) Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan purbakala dan lain sebagainya).

Fungsi taman nasional sangat beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama kaitannya yang relevan dengan tujuan pembangunan ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan antara lain berupa: 1) Pemeliharaan contoh yang memiliki unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) Pemeliharaan keragaman ekologi dan hukum lingkungan, 3) Pemeliharaan sumberdaya genetika, 4) Pemeliharaan obyek, struktur dan tapak warisan kebudayaan, 5) Perlindungan keindahan panorama alam, 6) Penyediaan fasilitas pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan dalam areal alamiah, 7) Penyediaan fasilitas rekreasi dan turisme, 8) Pendukung pembangunan dan pengembangan daerah pedesaan serta penggunaan laha n marginal secara rasional, 9) Pemeliharaan produksi daerah aliran sungai, dan 10) Pengendalian erosi dan sedimentasi serta melindungi investasi daerah hilir (Miller 1978).

Berkenaan dengan hal tersebut, Alikodra (1987) menyatakan bahwa tujuan pengelolaan taman nasional dapat dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu

konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan. Tujuan diatas selanjutnya harus dituangkan dalam kebijaksanaan pengelolaan yang memperhatikan kepentingan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian maka sistem taman nasional memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi lainnya yakni dibentuk untuk kepentingan masyarakat, konsep pelestarian didasarkan atas perlindungan ekosistem sehingga mampu menjamin eksistensi unsur-unsur pembentuknya dan dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga pendidikan cinta alam, kegiatan rekreasi dan fungsi- fungsi lainnya dapat dikembangkan secara efektif.


(36)

10

Bentuk pengelolaan yang cocok dan efektif dengan tujuan pembentukan taman nasional sampai saat ini adalah sistem zonasi atau permintakatan yakni pembagia n kawasan taman nasional berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya (Alikodra 1987). Menurut UU no 5/1990, beberapa zona yang dimungkinkan terdapat dalam suatu taman nasional adalah zona pemanfaatan yakni daerah dalam kawasan taman nasional yang menjadi pusat kegiatan (terutama rekreasi). Berikutnya adalah zona inti yakni bagian dari kawasan taman nasional yang mutlak untuk dilindungi dan memiliki kemurnian hewan dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah, daerah ini tidak boleh diganggu kecuali untuk penelitian.

Selanjutnya adalah zona penyangga, yakni wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional yang penggunaan tanahnya terbatas untuk lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan taman nasional dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya (kegiatan budidaya seperti pertanian, perkebunan, atau pemanfaatan hutan produksi). Ada juga yang menetapkan zona rimba dalam taman nasional yakni kawasan hutan yang berperan atau berfungsi sebagai pelindung daerah inti dari perusakan, fungsinya hanya sebagai kawasan lindung.

Tujuan perencanaan taman nasional sendiri relatif luas dan mencakup kegiatan yang beraneka ragam seringkali merepotkan organisasi pengelola taman nasional. Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan sendiri seluruh kegiatan yang menjadi tujuan perencanaan tersebut karena berbagai macam keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Pentingnya partisipasi masyarakat tersebut sejalan dengan pendapat McNelly (1988) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat sekitar kawasan taman nasional perlu dikembangkan dan memperoleh prioritas di dalam kawasan tersebut, karena masyarakat sekitar memberikan sumbangan yang besar bagi kesinambungan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan. Sayangnya hal ini sering menimbulkan konflik penggunaan ruang dalam taman nasional. Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya inovasi perencanaan dan sistem pengelolaan yang meningkatkan sistem perlindungan sumberdaya alam dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan.


(37)

11

Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya

Dilihat dari sejarahnya pengelolaan sumberdaya telah mengalami beberapa pergeseran model dari yang bersifat sederhana menuju pada kolaborasi pengelolaan antar stakeholder (Nikijuluw 2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama merupakan model pengelolaan pertama atau yang paling tradisional. Kondisi ini memungkinkan karena kelimpahan sumberdaya dengan jumlah pengelola yang relatif sedikit sehingga setiap orang memiliki akses terbuka terhadap sumberdaya tersebut. Paradigma kedua adalah pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (PSBM) yang secara definitif terjemahkan sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggungjawab dan kesempatan pada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan dan aspirasinya. PSBM menyangkut pula pemberian tanggungjawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan mereka.

Masyarakat dalam konteks ini adalah komunitas atau kelompok dengan tujuan yang sama. Peran pemerintah adalah mendorong dan memberikan fasilitas kepada masyarakat dan memproses gagasan- gagasan masyarakat kedala m bentuk kelembagaan. Keberhasilan pelaksanaan PSBM dapat ditentukan oleh beberapa hal pokok yaitu (Nikijuluw 2002: 1) Adanya kepercayaan diantara anggota masyarakat. Kepercayaan ini biasanya sangat kuat karena umumnya merupakan tradisi, 2) Tertulis atau tercatatnya aturan agar dapat memperkenalkannya pada generasi berikut, 3) Teknologi yang digunakan merupakan teknologi lokal yang telah umum difahami dan dipraktekkan, 5) Otonomi pengelolaan oleh masyarakat anggota

Keunggulan PSBM adalah mudah dijalankan karena sesuai aspirasi dan budaya lokal, diterima masyarakat lokal dan lebih mudah pengawasannya. Namun demikian terdapat juga beberapa kelemahan didalamnya yaitu tidak mengatasi masalah interkomunitas, bersifat lokal, mudah dipengaruhi faktor eksternal (seperti migrasi, perubahan komposisi usia penduduk, perkembangan perdagangan dan perubahan pemerintahan), sulit mencapai skala ekonomi karena hanya melibatkan anggota dan tingginya biaya institusionalisasi (misalnya untuk edukasi, penyadaran


(38)

12

dan sosialisasi PSBM, pembentukan aturan, pembentukan organisasi dan lain sebagainya).

Paradigma ketiga adalah pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah (POP) yang dilakukan dengan alasan efisiensi, keadilan dan alasan administratif. POP dilaksanakan karena pada prinsipnya seluruh negara melakukan pengelolaan sumberdaya diwilayahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam pelaksanaannya selain keuntungan berupa efisiensi terdapat beberapa kelemahan POP yang umum terjadi antara lain kegagalan pemerintah dalam mencegah over exploitation sumberdaya karena kelambatan regulasi, kesulitan dalam penegakan hukum, kebijakan yang kurang tepat atau saling bertentangan satu dengan lainnya, wewenang yang terbagi dalam beberapa lembaga atau departemen, data dan informasi yang kurang tepat/akurat dan kegagalan dalam merumuskan keputusan manajemen.

Paradigma pengelolaan keempat adalah kolaborasi pengelolaan atau co-management yang didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya (Nikijuluw 2002). Definisi lain dikemukakan oleh NRTEE (1998) yang menyatakan bahwa co-management merupakan pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat, dunia usaha dengan masyarakat ataupun LSM dengan masyarakat dalam mengelola sumberdaya. Berdasarkan definisi tersebut maka masyarakat dengan mitra co-management-nya harus secara bersama-sama bertanggungjawab dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan. Feyerabend et al. (2000), bahwa co-management

adalah suatu situasi dimana dua aktor atan lebih bernegosiasi untuk mendefinisikan dan menjamin pembagian yang adil (fair sharing) terhadap fungsi management, pembagian hak dan tanggung jawab pada wilayah atau erea tertentu atau sumberdaya alam tertentu. Co-management memiliki empat elemen penting yaitu : Multi aktor dengan kepentingan masing- masing, ada konsensus/ kesepakatan dan komitmen , ada proses negosiasi antar pihak, memegang prinsip-prinsip transpansi dan berkeadilan. Diperlukan kejujuran dan transparansi untuk memunculkan kepercayaan dari masyarakat (Fukuyama 1999). Konsep co-management terdapat prinsip tanggung jawab yang harus dilakukan, hal ini memungkinkan setiap masyarakat untuk bertindak sesuai dengan wewenang tersebut (Bourdieu 1986)


(39)

13

Apa yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing- masing pihak menentukan tipe atau bentuk kolaborasi yang dianut. Dalam hal ini, kerjasama merupakan inti dari co-management. Dari beberapa praktek yang telah dilakukan, secara hirarki co-management dapat ditentukan sebagai berikut (Nikijuluw 2002): 1. Instruktif. Dalam bentuk ini tidak banyak informasi yang saling dipertukarkan

diantara pemerintah dan masyarakat. Hanya sedikit dialog antar kedua pihak namun dialog yang terjadi lebih kepada instruksi karena pemerintah lebih dominan peranannya.

2. Konsultatif. Menempatkan masyarakat pada posisi yang hampir sama dengan pemerintah. Masyarakat mendampingi pemerintah dalam co-management. Oleh karenanya ada mekanisme yang membuat pemerintah berkonsultasi dengan masyarakat. Walaupun demikian keputusan ada di pemerintah.

3. Kooperatif. Menempatkan pemerintah dan masyarakat pada posisi yang sama atau sederajat.

4. Advokasi atau pendampingan. Peran masyarakat cenderung lebih besar dari pemerintah. Masyarakat memberikan masukan pada pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat juga dapat mengajukan usul rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh pemerintah, kemudian pemerintah mengambil keputusan serta menentukan sikap resminya berdasarkan usulan atau inisiatif masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat mendampingi masyarakat.atau memberikan advokasi kepada masyarakat tentang apa yang mereka kerjakan.

5. Informatif. Pada satu pihak pemerintah perannya makin berkurang dan pada pihak lain masyarakat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan empat bentuk kolaborasi lainnya. Pemerintah hanya memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang sepatutnya dikerjakan oleh masyarakat. Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah me netapkan delegasinya untuk bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan sumberdaya.


(40)

14

Kawasan Konservasi dan Permasalahannya

Konservasi adalah suatu upaya untuk untuk menjamin suatu sumberdaya agar tetap tersedia baik dalam kua ntitas dan kualitas yang tidak terkurangi sebagai suatu alat pemuas kebutuhan dalam jangka panjang. Sehingga dalam konsep konservasi terkandung unsur pemeliharaan dan pemanfaatan secara lestari. Kawasan pelestarian jika dikelola dengan baik akan memegang peranan penting dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993)

Permasalahan yang dialami oleh hampir semua kawasan konservasi di Indonesia adalah permasalahan interen pengelolaan dan permasalahan dengan keberadaan masyakarakat sekitar kawasan. Permasalahan interen pengelolaan kawasan biasanya berkaitan dengan manajemen populasi tumbuhan dan satwaliar, peningkatan kualitas habitat, manajemen wisata, dan profesionalisme pengelolaan kawasan. Permasalahan yang diakibatkan dengan keberadaan masyarakat sekitar kawasan dapat berupa pemukiman penduduk di dalam kawasan, penggunaaan kawasan untuk kepentingan lain, pengembalaan ternak dalam kawasan, pengambilan dan perburuan hasil hutan secara tidak terkendali. Permasalahan yang datang dari luar kawasan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk. Masuknya seseorang ke kawasan hutan untuk mengambil hasil hutan disebabkan oleh terdesak kebutuhan sehari-hari, sumberdaya alam tersebut tidak tersedia disekitar mereka, tingkat kepemilikan tanah yang rendah, kesempatan kerja dan produk tivitas lahan rendah (Soekmadi 2004).

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TNGR dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan kawasan dan permasalahan pengelolaan. Permasalahan kawasan berupa kondisi tapal batas kawasan taman nasional tidak jelas, perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak, penanggulangan kebakaran. Jika dilihat permasalahan ini semua merupakan tekanan yang dihadapi TNGR dari masyarakat sekitar. Permasalahan kedua adalah pengelolaan berupa sumberdaya manusia pengelola yang masih terbatas, kordinasi pengelolaan yang tidak berjalan dan tumpang tindih pengelolaan, minimnya sarana dan prasarana, minimnya pendanaan dan belum adanya perencanaan yang mantap terhadap kawasan secara terpadu (Dinas Kehutanan NTB 1997).


(41)

15

Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dalam pembangunan berarti peranserta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan yang memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan atau menikmati hasil-hasil pembangunan (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan ha nya berarti pengerahan tenaga kerja masyarakat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya masyarakat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki kualitas hidup mereka.

Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena (1) me lalui partisipasi masyarakat, dapat diperoleh informasi mangenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan akan gagal, (2) bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengerti seluk beluk program tersebut dan akan memiliki program tersebut, (3) adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika prasyarat untuk berpartisipasi terpenuhi yaitu (1) kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2) kemauan, adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk untuk termotivasi untuk berpartisipasi, misalnya manfaat yang dapat dirasakan atas partisipanya, (3) kemampuan, adanya kesadaran atau kenyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik berupa pikiran, tenaga, waktu, biaya ataupum materi lainnya. Jika salah satu dari prasyarat tersebut tidak dipenuhi, maka partisipasi dalam arti sebenarnya tidak akan terjadi (Arimbi dan Santoso, 1994)

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mengenai dua hal yaitu hubungan-hubungan struktural dan pentingnya pengembangan keterampilan dalam rangka memperbaiki kehidupan mereka, metode dan teknik dimana masyarakat lokal dapat mengambil bagia n dan mengembangkan perannya dalam program


(42)

16

pembangungan. Hal ini dapat menjamin bahwa persepsi masyarakat lokal, pola sikap dan pola pikir serta nilai- nilai dan pengetahuannya ikut dihargai dan dipertimbangkan secara penuh, hal ini berangkat dari satu pemahaman bahwa pendekatan pembangunan partisipatif harus dimulai dari masyarakat yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri (Arimbi dan Santoso, 1994). Dalam pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat merupakan suatu proses ketika masyarakat itu sendiri atau bersama dengan pihak luar terlibat dalam suatu proses belajar satu dengan yang lainnya yang dilandasi semangat kesetaraan dan saling memberi. Proses belajar ini harusnya masyarakat yang aktif dan mengacu sepenuhnya kepada kebutuhan masyarakat. Melalui proses belajar yang partisipatif dalam semangat kesetaraan, saling belajar dan memberi, maka masyarakat berdaya dapat dicapai.

Kemiskinan dan Petani Miskin

Kemiskinan penduduk atau rumah tangga dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor dari dalam masyarakat sendiri (internal factors) seperti rendahnya pendidikan dan keterampilan yang menyebabkan rendahnya tingkat upah dan gaji yang dapat mereka terima. Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh eksternal factors seperti buruknya sarana dan prasarana, rendahnya aksesibilitas terhadap modal, rendahnya kualitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi yang terbatas, sistem kelembagaan yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima masyarakat (Sutomo 1995).

Di kalangan ilmuwan sosial terdapat 3 kelompok besar pemikiran yang pernah berkembang untuk mengidentifikasi kemiskinan, yaitu kolempok konservatif, kelompok liberal dan kelompok radikal. Kelompok konservatif

memandang kemiskinan masyarakat tidak bermula dari struktur sosial, tetapi berasal dari karakteristik khas dari masyarakat itu sendiri. Menurut pemikiran ini, ada semacam budaya kemiskinan, sehingga suatu kelompok masyarakat tertentu tetap melarat. Kelompok liberal sebaliknya memandang manus ia sebagai ma hkluk yang baik namun dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut asumsi ini, bila kondisi sosial ekonomi diperbaiki dengan menghilangkan diskriminasi dan memberikan peluang yang sama, maka budaya kemiskinan segara pula hilang dan ditinggalkan.


(43)

17

Sementara kaum radikal memandang munculnya kemiskinan masya rakat adalah karena struktur sosial, ekonomi dan politik memang melestarikan kondisi kemiskinan pada sebagaian penduduk, orang menjadi miskin karena dieksploitasi oleh kelompok dominan atau kelas capitalis (Sarman 1997). Terdapat lima ketidakberuntungan pada kelompok masyarakat miskin adalah yaitu keterbatasan kepemilikan asset (poor), kondisi fisik yang lemah (physically weak), keterisolasian

(isolation), kerentanan (vulnerable) dan ketidakberdayaan (powerless). Dalam kaitan ini fenomena kemiskinan dilihat dalam perspektif ya ng lebih konprehensif (Chambers 1983).

Berbagai sudut pandang dalam memahami kemiskinan di Indonesia pada dasarnya merupakan upaya orang luar untuk memahami tentang kemiskinan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengkaji masalah kemiskinan dari sudut pandang kelompok miskin itu sendiri. Sampai saat ini belum ada keriteria yang baku dalam mengidentifikasi penduduk miskin. Pengertian dan keriteria kemiskinan begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan. Misalnya bagi dinas sosial, mereka yang dianggap miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada disekitar garis kemiskinan (Saharudin dan Nomba 2002).

Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga diantaranya; Marsuki (1997) menyatakan bahwa secara ekonomis, kemiskinan menggambarkan keadaan rumah tangga atau penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan ya ng digunakan sebagai ukuran, sekalipun bersifat objektif tetap mengandung kenisbian, kerena kebutuhan hidup bisa berbeda menurut ruang, waktu dan kebiasaan hidup masyarakat. Karena itu pembatasan kemiskinan merupakan hasil persepsi dan kesepakatan yang bisa berbeda antara seseorang dengan orang lainnya di masyarakat dan dalam waktu yang sama. BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Faturochman dan Molo (1994), mengemukan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu


(44)

18

dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sarman (1997), kemiskinan sebagai suatu kondisi hidup serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebut uhan akan sandang-pangan-papan, kebutuhan akan hidup sehat dan kebutuhan akan pendidikan dasar anak-anak.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu rumusan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidakberdayaan dan keterbatasan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kriteria petani miskin sebagaimana yang dikeluarkan ADB (2002) diacu dalam Deptan (2002) adalah petani yang memiliki tanah produksi kurang dari 0,1 ha dan pada umumnya menanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sering menggunakan sumberdaya alam terbuka “open access” seperti laut dan hutan untuk menambah pendapatan mereka yang seringkali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Marzuki (1997), ciri petani miskin adalah pendapatannya rendah, luas tanah garapannya sempit (kurang dari 0,5 ha), produktivitas tenaga kerja rendah, modalnya kecil dan keterampilannya rendah.

Departemen Pertanian (1989), bahwa petani miskin adalah petani pemilik pengelola lahan yang sempit, petani penggarap, buruh tani yang mengelola usahataninya dengan peralatan sederhana. Mereka biasanya dikenal dengan ciri-ciri sebagai berikut : rumah dan barang-barang yang dimilikinya terbatas dan sangat sederhana dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, produktivitas tenaga kerja rendah, keterampilan dibidang usaha kurang, kurang tanggap terhadap pembaharuan dan kurang memperoleh kesempatan turut serta dalam pembangunan.

Dari berbagai pengertian tersebut, yang dimaksud dengan penduduk petani miskin dalam kajian ini adalah petani pemilik pengelola lahan sempit kurang dari 0,5 ha atau petani tidak punya lahan (petani penggarap/buruh tani), tingkat pendidikan dan keterampilannya rendah, produktivitas kerja rendah dengan modal kecil dan pendapatannya rendah, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.


(45)

19

Kemiskinan Masyarakat Hutan

Penduduk pulau lombok saat ini berjumlah ± 3 juta jiwa, dan 27,7% termasuk kategori miskin. Keberadaannya menyebar pada berbagai wilayah, namun pada umumnya terkonsentrasi pada kantong-kantong kemiskinan, yaitu pada pinggiran hutan, daerah tanah kering dan daerah pesisir. Penduduk yang tinggal pada tiga kawasan ini hidupnya tergantung pada sumber daya alam setempat (BPS NTB 2004). Penduduk yang tinggal dikawasan rinjani sekitar 600 ribu jiwa atau 19% yang sebagian besar termasuk kategori miskin.

Masyarakat sekitar kawasan gunung rinjani merupakan suatu komunitas sosial yang sangat besar interaksinya terhadap kawasan taman nasional. Interaksi ini didasari oleh desakan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, di pihak lain kemampuan produksi hutan semakin terbatas. Tingginya interaksi ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengambilan kayu, perladangan liar, dan penyerobotan kawasan (occupation) untuk berbagai kepentingan yang kesemuanya itu merupakan fenomena sosial yang menjadi tekanan bagi kelestarian kawasan rinjani.

Kemiskinan yang melekat pada masyarakat sekitar kawasan rinjani, memiliki kecenderungan lebih kompleks jika dibandingkan dengan komunitas di kawasan lain, karena secara fisik kondisi masyarakatnya lebih terisolir, sehingga rendah dalam memperoleh kesempatan pelayanan publik dan memanfaatkan akses lainnya. Di samping itu kawasan hutan adalah kawasan yang sarat dengan nuansa konflik kepentingan yang dapat bermuara pada munculnya konflik hukum dan kebijakan dalam pengelolaan hutan. Artinya masyarakat hutan memiliki hambatan yang lebih tinggi dalam memanfaatkan sumberdaya disekitarnya dibandingkan dengan masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan lahan kering, sebagai akibat banyaknya rambu-rambu yang menjadi penekan dan pembatas dalam pengelolaan sumberdaya yang ada disekitarnya (Markum et al. 2004).

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan sumberdaya. Konflik dapat timbul antar individu, antar kelompok atau antar


(46)

20

lembaga. Konflik pengelolaan sumberdaya hutan yang sering terjadi yakni konflik antara masyarakat di dalam atau pinggir hutan dengan berbagai pihak di luar hutan yang dianggap memiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan. Konflik antar kelompok masyarakat jarang terjadi karena dalam kelompok masyarakat pada dasarnya sudah mengenal batas-batas wilayah masing- masing dalam mengambil sumberdaya hutan (Markum et al. 2004). Sedangkan Shris Mitchel (1981) diacu dalam Fisher et al. (2000), mengemukakan bahwa konflik adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.

Hugo van der Merwe (1997) diacu dalam Fisher et al. (2000) mengemukakan teori mengenai penyebab konflik yaitu ; 1) Teori Hubungan Masyarakat: teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada, 2) Teori Negosiasi Prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, melancarkan proses pencapaian kesepatan yang menguntungkan semua pihak, 3) Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,mental,sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi, sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah membantu untuk mengidentifikasi dan mengupayakan kebutuhan bersama yang tidak terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 4) Teori Transformasi Konflik

berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah- masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan, ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi,


(47)

21

meningkatkan jalinan hubungan dan mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan-perdamaian-keadilan-pengakuan.

Menurut Fisher et al. (2000), terdapat lima pemicu konflik yaitu : Pertama

konflik hubungan adalah konflik yang terjadi karena adanya hubungan yang disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah paham, tidak ada komunikasi, perilaku emosional; Kedua adalah konflik data adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan informasi tentang prihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak yang berkonflik;

Ketiga, konflik nilai (value conflict) adalah suatu kondisi dimana pihak yang berkonflik mempunyai menganut nilai- nilai yang berbeda yang melandasi tingkah laku masing- masing yang tidak diakui kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan (interest conflict) adalah pertentangan mengenai substansi yang diperkarakan; Kelima, konflik struktural (structural conflict) adalah keadaan dimana secara struktural atau suatu keadaan di luar kemampuan kontrol dari pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status, kekuatan, otoritas yang tidak berimbang.

Penanganan konflik dapat dilakukan melalui pembagian tugas dan wewenang yang jelas, penentuan prioritas serta pengenalan prosedur yang lebih baik dari yang sebelumnya. Sedangkan konflik kepentingan umumnya yang dipermasalahkan adalah pembagian barang atau sumberdaya yang langka. Metode penanganan konflik yang dapat digunakan adalah menyerahkan persoalan kepada lembaga atau kelompok yang lebih tinggi tingkatan hirarkinya serta menciptakan kesadaran dan pengertian pihak yang terlibat bahwa sumberdaya tersebut untuk kepentingan bersama, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kelestariannya ( Markum 2001 )

Konflik antar pelaku yang berkepentingan pada derajat tertentu akan merusak interaksi antar pelaku yang bersangkutan. Dalam hampir semua kasus, hal ini bermuara pada pembagian terhadap aspek pelestarian sumberdaya hutan yang bersangkutan. Karena itu pengadaptasian praktek manajemen kolaboratif merupakan bentuk yang perlu dikembangkan. Pemerintah dan masyarakat lokal memiliki kepentingan yang sama dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu menginginkan produktivitas, kelestarian dan tidak ada konflik (Tadjudin 2000).


(48)

22

Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No.5 Th 1990; MacKinnom et al. 1993 ). Tujuan pengelolaan taman nasional adalah ; 1) Mempertahankan contoh ekosistem dalam kondisi alaminya, 2) Mempertahankan keanekaragaman ekologis dan pengaturan lingkungan, 3) Melestarikan sumberdaya plasma nutfah, 4) Melestarikan kondisi tangkap air, 5) Menyediakan pelayanan rekreasi dan pariwisata, 6) Melindungi objek dan tempat warisan budaya, sejarah dan purbakala, 7) Melindungi keindahan alam dan tempat terbuka, 7) Mendorong pemanfaatan rasional dan berkelanjutan dari kawasan marjinal dan pembangunan pedesaan (MacKinnon et al. 1993).

Pengelolaan taman nasional menggunakan sistem zonasi, kawasan taman nasional dibagi menjadi beberapa zona yaitu zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan (UU No.5 Th 1990), masing- masing zona memiliki fungsi yang berbeda-beda. Zona penyangga dapat didefinisikan sebagai kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi yang penggunaan tanahnya terbatas, untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993). Sedangkan dalam UU No.5 Th 1990 disebutkan bahwa daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam, baik saebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam, dimana pengelolaannya tetap berada ditangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Menurut MacKinnon et al. (1993), zona penyangga memiliki dua fungsi utama yaitu penyangga perluasan dan penyangga sosial. Penyangga perluasan berfungsi memperluas kawasan habitat yang terdapat dalam kawasan yang dilindungi ke dalam zona penyangga. Dengan harapan bertambahnya populasi tumbuhan dan satwa yang berkembangbiak. Penyangga seperti ini dapat berupa hutan produksi, kawasan buru, kawasan terlantar, dan padang pengembalaan. Penyangga sosial adalah kawasan pemanfaatan sumberdaya alami bagi masyarakat


(49)

23

setempat namum pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan tujuan pengelolaan kawasan.

Menurut MacKinnon et al. (1993), tipe zona penyangga kawasan dilindungi adalah :

1. Zona pemanfaatan tradisional di dalam kawasan yang dilindungi, hal ini terjadi pada saat tidak ada lagi areal di luar kawasan yang cocok ditetapkan sebagai daerah penyangga.

2. Zona penyangga hutan yaitu daerah pemanfaatan untuk masyarakat di luar kawasan konservasi guna memenuhi kebutuhan akan kayu, daerah dapat juga berupa perkebunan dimana penekanannya adalah memaksimalkan hasil yang berkelanjutan.

3. Zona penyangga ekonomi adalah lahan yang diperuntukkan untuk kegiatan produktif masyarakat termasuk kegiatan pertanian yang penekanannya adalah memaksimalkan keuntungan bagi penduduk desa guna meningkatkan taraf hidupnya.

4. Zona rintangan fisik ditempuh jika sudah tidak ada lagi areal diluar kawasan, maka batas kawasan itulah yang berfungsi sebagai zona penyangga dapat berupa kanal, selokan, pagar

Karakteristik Sosial Budaya

Menurut Zakaria (2000), bahwa Lembaga Adat Bayan di Kecamatan Bayan Lombok Barat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya hutan telah menciptakan aturan-aturan tertentu mengenai pola hubungan masyarakat dengan hutan. Bentuk aturan tersebut berupa larangan melakukan eksploitasi hutan bagi kepentingan pribadi. Hutan merupakan bahan baku bagi keperluan adat (perbaikan rumah adat dan masjid kuno) begitu pula dengan pemanfaatan aset adat lainnya (sawah, kebun dan ladang).

Ada dua jenis hutan yang berada dalam kekuasaan Lembaga Adat Bayan, yaitu Hutan Adat dan Hutan Tutupan Desa. Untuk kasus Hutan Adat (Pawang Bangket Bayan dan Pawang Gedeng Lauq) diterapkan perlakuan khusus, dengan menempatkan petugas khusus yang disebut Perumbak yang tinggal menetap di dalam hutan dan tidak boleh keluar selama masa jabatannya. Secara filosofis,


(50)

24

Perumbak sebenarnya hanya menjaga satwa hutan (kera, babi, burung dan hama lainnya) yang dapat mengganggu tanaman manusia. Menurut Kamardi (1999) dalam perkembangannya sekarang, Perumbak telah memegang mandat dari tetua adat untuk menegakkan sanksi adat bagi pelanggaran terhadap aturan adat yang berhubungan dengan hutan baik karena pemanfaatan airnya maupun pemanfaatan hasil kayunya. Untuk kasus Hutan Tutupan Desa, penegakkan aturan adat ditugaskan kepada pejabat wilayah (Pemangku). Perbedaannnya, Pemangku tidak tinggal menetap di dalam hutan, akan tetapi bertanggung jawab penuh bila terjadi kerusakan hutan.

Sebenarnya terdapat persamaan pada kedua jenis hutan adat tersebut, yaitu dalam hal pola interaksi masyarakat terhadap hutan yang bersifat tidak eksploitatif. Sedangkan perbedaannya adalah pada hutan adat, hasil hutan, baik berupa kayu maupun no n kayu tidak boleh di bawa keluar kawasan hutan. Berbeda dengan hutan tutupan desa yang hasilnya boleh dibawa keluar kawasan hutan dengan syarat hanya untuk keperluan perbaikan sarana prasarana adat. Penegakan sanksi adat dalam hal ini sangat ketat dan ini didukung oleh kepatuhan dan kesadaran warga masyarakat (Abbas 2005). Modal sosial mencakup didalamnya norma-norma dan aturan yang memudahkan masyarakat melakukan kegiatan guna mendapatkan manfaat tanpa merugikan pihak lain. Norma dan aturan ini sebagai akumulasi dari pengetahuan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun (Ismail 1999).

Kelembagaan masyarakat yang disebut dengan Lembaga Adat Bayan merupakan salah satu situs lembaga tradisional yang masih hidup di Pulau Lombok. Lembaga sejenis sesungguhnya relatif banyak termasuk lembaga banjar. Perbedaan yang spesifik antara lembaga adat Bayan dengan tipologi lembaga yang lain adalah adanya aturan-aturan tertentu dalam lembaga yang mengatur pola hubungan masyarakat dengan sumberdaya hutan atau air yang ada. Dilihat dari segi isi dari aturan tersebut, tampaknya pengaturan hubungan manusia dengan lingkungan lebih didasarkan pada kepentingan kolektif terbukti dari adanya larangan eksploitasi hutan (hutan adat) untuk kebutuhan pribadi (Mudjitahid 2002). Kearifan lokal ini tentu sangat baik untuk dikolaborasikan dengan hukum- hukum formal untuk bersama-sama menjaga kawasan hutan.

Kearifan lokal tereng kedencor merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak memperbolehkan penebangan tanaman bambu pada daerah pinggiran hutan sekitar


(51)

25

kaki TNGR tanpa seizin ketua adat (kepala desa). Tujuannya adalah untuk konservasi air. Jika terpaksa harus melakukan penebangan pun masyarakat harus menanam tanaman bambu terlebih dahulu sebelum melakukan penebangan. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sangsi adat berupa denda dalam jumlah tertentu. Kearifan lokal ini masih dilaksanakan dan bersifat mengikat bagi seluruh masyarakat.

Menjango atau survei lahan, adalah kegiatan untuk melihat kelayakan areal bagi kegiatan pertanian masyarakat. Pihak yang terlibat adalah masyarakat yang ingin membuka lahan baru untuk penanaman tanaman pertanian atau perkebunannya (padi, jagung atau singkong) baik secara invividu maupun kelompok. Setelah melakukan survei lahan selanjutnya masyarakat melaporkan hasilnya pada tokoh adat dan pihak desa untuk meminta persetujuan. Setelah disetujui barulah dilakukan pembagian dan pemetaan lahan yang dibagi menurut kesepakatan antar masyarakat yang melakukan survei tersebut. Dalam hal ini terlihat kebersamaan pada masyarakat yang melakukan survei. Di samping itu juga terdapat hak individu sehubungan dengan pengelo laan lahannya (Zakaria 2000).

Membangar atau pemetaan lahan, yaitu kegiatan untuk menentukan konsesi lahan garapan masyarakat, kemudian melakukan penandaan lahan agar orang lain tidak mengolah lahan yang telah ditandai. Pada kegiatan ini diperoleh kesepakatan antar masyarakat terkait tentang batas konsesi lahan individual. Pengolahan lahan disesuaikan dengan perhitungan kalender khusus berdasarkan hari- hari tertentu.

Bukak tanah atau pengolahan tanah dan penanaman, biasanya dimulai pada bulan ke-enam tahun berjalan. Dalam pelaksanaannnya masyarakat melakukan pengolahan tanah secara individual. Kerjasama dilakukan biasanya pada saat menjaga areal pertanian dari gangguan pencuri atau hama (babi hutan) dimana dilakukan penjadwalan secara bergiliran antar anggota terkait (Zakaria 2000).


(52)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Aksesibilitas

Secara geografis TNGR terletak antara 116o21’30” – 116o34’15” bujur timur dan 8o18’18” – 8o32’19” lintang selatan. Secara administratif TNGR berada dalam wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Batas kawasan TNGR dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bayan/laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sembelia/Selat Alas, sebelah selatan berbatasan Kecamatan Aikmel-Masbagik-Kopang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung dan Gangga.

Kawasan TNGR merupakan daerah bergunung-gunung dengan ketinggian antara 550–3726 m dpl. Luas keseluruhan taman nasional ini adalah 41.330 ha, terdiri dari 23.220 ha zona inti, 16.250 ha zona rimba dan 1860 ha zona pemanfaatan (Dinas Kehutanan Propinsi NTB 2003). Puncak tertinggi Gunung Rinjani 3726 m dpl. Kelerengan TNGR mulai dari sedang (0-25%), berat (25-40%) dan berat sekali (> 40%). Daerah yang relatif landai terdapat dibagian selatan dan timur laut TNGR dan terletak pada ketinggian 1800-2000 m dpl.

Secara umum TNGR memiliki iklim tropis. Hasil pengamatan curah hujan tahunan di sekitar kawasan bervariasi antara 950–2799 mm dengan jumlah hari hujan antara 66–188 hari per tahun. Curah hujan bervariasi menurut ketinggian dan letak goegrafis. Klasifikasi iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson TNGR termasuk iklim tipe C dan D di sebelah barat dan tenggara dan iklim tipe E di timur laut. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldeman TNGR memiliki iklim tipe D3 dan D4 dengan 3-4 bulan basah dan 6-8 bulan kering. Musim hujan biasanya terjadi antara Nopember sampai Maret.

Kawasan TNGR dapat ditempuh dengan mudah dan lancar dari Mataram melalui tiga pintu masuk kawasan yaitu jalur timur, jalur utara dan jalur selatan. Aksesbilitas masing- masing jalur adalah sebagai berikut :

1. Jalur timur adalah jalur melalui Desa Sembalun Lawang. Jarak dari Kota Mataram ± 140 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan beraspal dengan waktu tempuh ± 4,5 jam. Dari Desa Sembalun


(53)

27

Lawang menuju puncak dan Danau Segara Anak ditempuh dengan jalan kaki melalui jalan setapak.

2. Jalur utara adalaah jalan melalui Desa Senaru. Jarak dari Kota Mataram ± 88 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama ± 2,5 jam. Dari Desa Senaru menuju puncak ditempuh dengan jalan kaki melalui jalan setapak. 3. Jalur selatan adalah jalur melalui Desa Pesugulan. Jarak dari Kota Mataram ±

80 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama ± 2,5 jam, selanjutnya perjalanan ditempuh dengan jalan kaki dari Desa Pesugulan.

Gambar 2 Tata Letak Administratif Taman Nasional Gunung Rinjani

(Sumber Bakosurtanal, 2000).

Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani

Melihat potensi yang terdapat didalamnya, TNGR merupakan aset penting dalam mendukung pembangunan di NTB, khususnya Pulau Lombok. Potensi hutan lindung yang terdapat di dalamnya menjadikannya sebagai daerah resapan air yang paling vital di Pulau Lombok. Selain itu potensi keaneragaman hayatinya sangat


(54)

28

tinggi dan telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar guna pemunuhan kebutuhan sehari- hari maupun oleh kalangan wisatawan dengan menjadikan TNGR sebagai tujuan wisata (Dinas Kehutanan NTB 1997).

Demi menjaga/menjamin kesinambungan keberadaan dan kelesatrian flora, fauna maupun ekosistem yang ada di kawasan Gunung Rinjani maka Pemerintah Hindia Belanda menunjuk kawasan tersebut sebagai Suaka Margasatwa (SM) dengan Surat Keputusan Nomor 15 Staats Blaad Nomor 77 tanggal 17 Maret 1941. Operasional pengelolaan TNGR yang berlangsung saat ini dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) TNGR sesuai dengan SK Meneteri Kehutanan nomor 185/Kpts/1997 tanggal 31 Maret 1997, yang selanjutnya dengan adanya perkembangan Otonomi Daerah ditingkatkan statusnya menjadi Balai Taman Nasional Gunung Rinjani sesuai SK. Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002. Dari berbagai permasalahan yang dialami tentunya memerlukan input pengelolaan yang lebih baik dan terintegrasi yang ditujukan pada kelestarian TNGR dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sekitar.

Secara administratif, kawasan TNGR berada dalam tiga wilayah kabupaten, untuk itu pengelolaan TNGR oleh ketiga kabupaten tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi NTB yaitu :

1. Kawasan TNGR diperuntukkan sebagai kawasan lindung dengan fungsi utama sebagai penyangga kelestarian lingkungan hidup, kawasan suaka alam dan cagar alam serta kawasan rawan bencana. Dalam hal ini yang menonjol adalah sebagai daerah tangkapan air dan resapan air sungai-sungai yang mengalir ke daerah sekitar TNGR.

2. Karena keadaan topografinya yang bergunung- gunung dan keadaan curah hujan yang cukup tinggi dan tidak merata, maka ketiga kabupaten menjadikan kehutanan, pertanian dan peternakan sebagai aktivitas prioritas dalam pengembangan daerah sekitar TNGR.

3. Kawasan TNGR dan sekitarnya dikenal daerah yang memiliki daya tarik rekreasi, maka ketiga kabupaten sepakat menetapkan kawasan TNGR dan sekitarnya sebagai pusat pengembangan pariwisata, indutri kecil kerajinan dan agroindustri (Dinas Kehutanan NRB 1997).


(55)

29

Sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan TNGR adalah terwujud nya taman nasional sebagai perwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Untuk mencapai sasaran tersebut sesuai dengan kondisi fisik, ekologis, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGR, maka kebijakan dan langkah-langkah pengelolaan TNGR untuk lima tahun ke depan adalah :

1. Memantapkan perencanaan taman nasional secara menyeluruh sebagai bahan acuan dan pedoman pengelolaan.

2. Penataan kawasan taman nasional dalam bentuk zonasi meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, pemanfaatan khusus dan pemanfaatan tradisional, serta zona rehabilitasi.

3. Mengupayakan pemeliharaan dan rekonstruksi batas kawasan taman nasional. 4. Meningkatkan sarana dan prasarana lapangan penunjang kegiatan wisata,

penelitian dan pendidikan.

5. Pengamanan kawasan dan pembinaan habitat satwa. 6. Mengembangan objek wisata alam.

7. Memantapkan data dan informasi sumberdaya alam taman nasional.

8. Pembinaan masyarakat sekitar taman nasional melalui pendekatan

kesejahteraan berupa pembuatan unit-unit percontohan usaha ekonomi yang berwawasan konservasi.

Masyarakat sekitar taman nasional umumnya bekerja pada sektor pertanian, maka program peningkatan kesejahteraan masyarakat harus bertumpu pada sektor pertanian, seperti budidaya tumbuhan jenis tertentu yang bernilai ekonomi tinggi dan penangkaran satwa. Penangkaran satwa yang mungkin dilakukan sesuai dengan potensi kawasan adalah penangkaran rusa dan burung, serta budidaya lebah madu, ulat sutra dan kupu-kupu (TNGR 2005)

Profil Desa Lokasi Penelitian Desa Pengadangan

Desa Pengadangan masuk ke dalam wilayah kecamatan Pringgasela, termasuk kategori desa miskin sekitar hutan. Desa miskin yaitu desa yang prosentase penduduk miskinnya mencapai atau lebih 20% dari total jumlah penduduk, tingkat kemajuan ekonomi, sosial budaya, keamanan, kesehatan dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

5 66 61

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Ketersediaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Di Desa Bojong Murni. Desa Sukagalih, Desa Cihanyawar, Desa Sukamulya Dan Desa Ciputri)

0 9 94

Kajian etnobotani masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Merapi studi kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan Ngablak

4 30 95

Analisis pengembangan desa - desa pesisir di sekitar taman nasional Ujung Kulon

0 3 179

Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: studi kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kec. Caringin, Kab. Bogor, Jawa Barat

4 48 144

Nilai ekonomi Taman Nasional Gunung Rinjani: Studi Kasus di Obyek Wisata Otak Kokok Gading dan Desa Perian Kecamatan Montong Gading, Nusa Tenggara Barat

3 11 145

Pemanfaatan Tumbuhan Pangan Dan Obat Oleh Masyarakat Desa Sembalun Bumbung Di Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani

0 35 93

Nilai Ekonomi Air Domestik dan Irigasi Pertanian : Studi Kasus di Desa-Desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

0 3 23

Kajian interaksi masyarakat desa sekitar taman nasional gunung rinjani provinsi nusa tenggara barat (studi kasus di desa pengadangan, desa loloan dan desa sembalun lawang)

0 10 184