Gerakan Mahasiswa ‘66 Peran Dan Aktifitas DEMA USU

43 kemudian diikuti keluarnya Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 0156U1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus NKK. SK ini diberlakukan oleh Menteri PK Daoed Joesoef mulai tanggal 19 April 1978. .

3.3.1 Gerakan Mahasiswa ‘66

Gerakan mahasiswa di Indonesia sebagai aksi kolektif atau gerakan massa, muncul pertama kalinya pada tahun 1966. Gerakan 1966 merupakan gerakan yang menumbangkan pemerintahan Demokrasi Terpimpin pimpinan Soekarno dan menaikkan Orde Baru pimpinan Soeharto ke tampuk kekuasaan. Pada awal terbentuknya Orde Baru, mahasiswa merupakan sekutu Angkatan Darat dalam proses transisi kekuasaan politik nasional. Implementasi strategi Angkatan Darat guna menghadapi Partai Komunis Indonesia PKI diwujudkan dengan merangkul aktivis mahasiswa antikomunis ke dalam pengaruh mereka dan berdirilah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Mahasiswa anti-komunis ini juga tengah menghadapi masalah akibat agresivitas organ-organ prokomunis atau pro- Soekarno seperti Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CGMI dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI. Kesamaan common enemy musuh bersama yaitu PKI inilah yang kemudian memperlancar terjalinnya aliansi taktis Angkatan Darat dengan KAMI 22 Namun, Angkatan Darat tidak akan mudah mengkooptasi organisasi mahasiswa jika momentum juga tidak tersedia. Devaluasi mata uang asing, . 22 Francois Railon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966 – 1974, terj. Nasir Tamara, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 13. Universitas Sumatera Utara 44 membumbungnya harga bahan pokok dan bahan bakar, kenaikan tarif transportasi, langka dan mahalnya buku-buku teks, kesemrawutan suasana belajar, tentu turut membangun kesadaran mahasiswa untuk melakukan berbagai protes terhadap pemerintah. Gerakan mahasiswa 1966 diawali dengan aksi protes yang masih sangat kecil dan terbatas. Diawali dengan sejumlah demonstran, kurang lebih 75 orang dan dengan tema utama mengutuk PKI, mahasiswa mulai melakukan gerakan. Aksi tersebut dimulai tanggal 5 Oktober 1965. Sejak saat itu hampir tiap hari diadakan unjuk rasa secara besar-besaran yang melontarkan pembubaran PKI dan penurunan harga kebutuhan pokok. Pada saat itu, gerakan mahasiswa belum memiliki jaringan nasional yang terorganisasi dengan rapi. Pasca penemuan jenazah para perwira Angkatan Darat di sumur tua Lubang Buaya, Mayor Jenderal Syarif Thayeb Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan mengumpulkan tokoh-tokoh organisasi mahasiswa anti-komunis di rumahnya tanggal 25 Oktober 1965. Thayeb kemudian mengusulkan dibentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI, dan usul ini disetujui oleh para tokoh mahasiswa. Berdirinya KAMI mereduksi siginifikansi peran PPMI, persatuan mahasiswa terdahulu yang ditinggalkan organ-organ mahasiswa pembentuknya akibat banyak anasir komunis yang masuk ke sana. Anasir komunis yang paling Universitas Sumatera Utara 45 berpengaruh adalah CGMI, yang bersama-sama dengan GMNI, GERMINDO, dan PERHIMI, aktif melakukan manuver politik anti imprealis Barat di tubuh PPMI. 23 Gerakan mahasiswa yang tergabung dalam KAMI, yang di dalamnya termasuk organisasi mahasiswa intra kampus yaitu Dewan Mahasiswa, dengan didukung oleh Angkatan Darat kerap melakukan aksi unjuk rasa memprotes pemerintahan Soekarno. Mereka mengusung tuntutan yang dikenal dengan sebutan Tritura Tri Tuntutan Rakyat: 1. Bubarkan PKI, 2. Rombak Kabinet Dwikora, dan 3. Turunkan Harga. Selain aksi unjuk rasa besar-besaran, mahasiswa juga melakukan aksi mogok kuliah. Protes-protes mahasiswa ini mulai surut saat konsolidasi awal peralihan kekuasaan politik nasional dari Soekarno ke Soeharto, yang ditandai dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar dan di sisi lain dengan dibubarkannya PKI. Setelah aksi massa itu, sebagai sekutu Angkatan Darat yang dianggap loyal, beberapa tokoh mahasiswa kemudian diintegrasikan ke dalam struktur politik pusat. Tokoh-tokoh KAMI seperti Fahmi Idris, Cosmas Batubara, Johny Simandjuntak, David Napitupulu, Mari’e Muhammad, Liem Bian Koen, Soegeng Soerjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, ditarik masuk ke parlemen. Akan tetapi, masuknya sejumlah aktivis ke parlemen mengundang kritik dari sesama mereka. Rahman Tolleng yang secara ideologis dekat dengan Partai Sosialis 23 Ridwan Saidi, “Perjuangan KAMI Perjuangan Kaum Muda”, dalam Ridwan Saidi, Mahasiswa dan Lingkaran Politik, Jakarta: Lembaga Pers Mahasiswa Mapussy Indonesia, 1989, hlm. 84. Universitas Sumatera Utara 46 Indonesia PSI menyatakan bahwa mereka “sudah menjadi politisi-politisi tulen, bukan lagi intelegensia yang berjiwa bebas dan merdeka 24 Meskipun mengkritik, Rahman Tolleng pun akhirnya masuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong DPRGR bersama-sama dengan Hatta Mustafa, Slamet Sukirnanto, Harijadi Darmawan, Cosmas Batubara, Nono Makarim, Johnny Simanjuntak, David Napitupulu, dan beberapa tokoh KAMI lainnya, melalui perombakan struktur parlemen bulan Februari 1968. Sementara sisi lain, keberadaan KAMI berangsurangsur surut dan ini dapat dipahami sebab dasar pembentukannya sekadar aliansi taktis untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan Soekarno dan perlawanan terhadap komunis . 25 Situasi kampus USU pada periode ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan politik di tingkat nasional dan dinamikanyadi tingkat lokal. Indoktrinasi pemikiran Soekarno terhadap para dosen dan pegawai dilakukan untuk menunjukkan loyalitas kepada Pemimpin Besar Revolusi. Mereka yang menolaknya akan disingkirkan. Sementara itu, indoktrinasi pemikiran Soekarno yakni Manifesto Politik Manipol, dan Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, dan Ekonomi Terpimpin USDEK menjadi mata kuliah wajib yang harus diambil mahasiswa USU pada awal 1960 . 26 24 Yozar Anwar, Angkatan 66, Sebuah Catatan Harian Mahasiswa, Sinar Harapan, Jakarta, 1980, hlm 33. . 25 Cula, Adi Suryadi. Patah Tumbuh Hilang Berganti: Seketsa Gerakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia 1908 – 1998. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 47 – 65. 26 Edi Sumarno, et. al, Dari Yayasan Hingga PT-BHMN: 60 Tahun Universitas Sumatera Utara, Medan: USU Press, 2012, op. cit., hlm. 84. Universitas Sumatera Utara 47 Aktivitas politik praktis merambah kampus, baik dikalangan staf pengajar, pegawai, dan terutama mahasiswa, dalam perhimpunan yang berafiliasi pada partai politik tertentu. Para staf pengajar yang bersimpati dengan partai nasional Indonesia PNI menghimpun diri dalam Ikatan Sarjana Republik Indonesia ISRI, sedangkan para staf bergabung Kesatuan Buruh Marhaen KBM. Dikalangan mahasiswa banyak terdapat organisasi kemahasiswaan, baik yang berafiliasi ke partai politik tertentu, atau bersifat keagamaan. 27 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CGMI berafiliasi dengan PKI. Sementara itu organisasi mahasiswa yang bersifat keagamaan diantaranya adalah Himpunan Mahasiswa Islam HMI, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMKI, PMKRI, serta belakangan Mahasiwa Pancalisa mapancas di bawah organisasi Pemuda Pancasila, juga turut meramaikan organisasi kemahasiswaan di USU. 28 Kegiatan organisasi-organisasi tersebut mempengaruhi kehidupan kampus, kendati tidak mengganggu kegiatan jalannya perkuliahan. Dalam pemilihan ketua organisasi intra kampus Dewan Mahasiswa, rivalitas organisasi-organisasi begitu terasa. Demikian halnya pada kehidupan politik kemahasiswaan, intrik-intrik politik tidak hanya terjadi pada mahasiswa juga terjadi di kalangan para staf pengajar. Dikarenakan saat itu soekarno lebih condong ke partai politik berhaluan kiri, maka tidak heran jika staf pengajar yang menerima bantuan bea siswa atau belajar ke Negara – Negara Barat yang berhaluan liberal dicurigai sebagai antek – antek 27 Edi Sumarno, et. al., loct. Cit. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara 48 kolonisme dan liberalism. Seorang dosen Fakultas ekonomi yang hanya menguliahkan ekonomi liberal misalnya, diminta bahkan dipaksa hanya untuk memasukkan pokok bahasan ekonomi Marxis. Ketika sedang menulis disertasi, dosen yang sama dikecam oleh Profesor pengawas, karena disertasinya dianggap saat itu juga memegang posisi sebagai Dekan I tersebut, diserang lewat tulisan – tulisan sebuah mingguan yang berhaluan kiri. Masih belum puas, CGMI juga mengatasnamkan front nasional yang ditujukan ke menteri P dan K, mereka mendesak agar beliau dicopot dari jabatannya. pada bagian lain, presidium yang diketuai prof. mahadi juga diserang oleh GMNI. Bahkan, anggota presidium Prof. Nyi Ani Abbas Manoppo dituduh beraliran liberal, hanya karena beliau sebelumnya pernah mengunjungi beberapa Negara Barat yang berhaluan liberal. Fitnah, hasutan sering kali mewarnai kehidupan kampus pada tahun ‘60an. 29 Seringkali keanggoatan suatu organisasi yang berseberangan bersifat tertutup, sehingga antar organisasi terkadang tidak saling mengetahui keanggotaan masing-masing. Salah seorang aktivis HMI sekaligus Dema USU saat itu, bahkan setelah pecah peristiwa G 30 S barulah diketahui bahwa ketua perwiridan tempat mereka bergabung adalah anggota CGMI. 30 Sesaat setelah pecahnya peristiwa G 30 S situasi kampus USU padang bulan terutama pada malam hari cukup mencekam. Orang-orang PKI berpakaian hitam seringkali terlihat lalu-lalang dilingkungan kampus. Keluarga kampus, terutama staf pengajar yang bertempat tinggal di jalan Dr. Soemarsono misalnya harus melakukan 29 Ibid. 30 Ibid. Universitas Sumatera Utara 49 ronda malam bersama. Sementara itu para mahasiswa disibukkan dengan melakukan penjagaan, terutama di malam hari, di rumah dosen masing-masing yang perlu dilindungi. Penjagaan perlu dilakukan, karena saat itu mana kawa dan mana lawan tidak diketahui, bahkan mana yang pro atau anti PKI. Itu sebabnya mahasiswa, perlu melindungi dosen mereka, termasuk didalamnya staf pengajar dari etnik cina yang rawan menjadi sasaran. 31 Bebrapa hari setelah pecahnya peristiwa G 30 S pihak militer mulai mengendalikan situasi, dan PKi kemudian mengalami tekanan. Bekerjasama dengan organisasi mahasiswa yang anti PKI, militer melakukan screening dan penangkapan terhadap mahasiswa, dosen, dan pegawai yang dituduh sebagai anggota atau bersimnpati dengan PKI. Kesempatan ini terkadang dimanfaatkan oleh oknum- oknum yang tidak bertanggungjawab, dengan melakukan tuduhan dan fitnah yang tidak berdasar baik, di kalangan staf pengajar, pegawai, dan mahasiswa. Seorang dosen senior di Fakultas Hukum harus menelan pil pahit karena dianggap pro Orde Lama. Begitu juga di fakultas Ekonomi, seorang mahasiswa yang bukan anggota PKI ataupun CGMI ditangkap hanya karena pernah tampil dalam satu acara kesenian yang berafiliasi dengan PKI. Bahkan, seorang dosen yang mencoba memberi pembelaan malah dianggap sebagai antek PKI. 32 31 Ibid. 32 Ibid. Universitas Sumatera Utara 50

3.3.2 Peristiwa Malari 1974