Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina

(1)

PENETAPAN KADAR AIR PADA CPO DENGAN METODE GRAVIMETRI

DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA

TUGAS AKHIR

OLEH: RIZKI MULIANA

NIM 092410018

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR AIR PADA CPO DENGAN METODE GRAVIMETRI

DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA UNIT USAHA ADOLINA TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RIZKI MULIANA

NIM 092410018

Medan, Juli 2012 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ayahanda Wakino dan Ibunda Muinah dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Agus Sipayung, ST., selaku Asisten Pengolahan di PTPN IV Unit Usaha Adolina

5. Ibu Ida Pohan selaku Koordinator Pembimbing PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PTPN IV Unit Usaha Adolina.


(4)

6. Seluruh staf dan karyawan PTPN IV Unit Usaha Adolina yang telah membantu kami selama melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan). 7. Sahabatku futri, diniyah, dan edy yang bersama-sama dalam melaksanakan

PKL. Ghita, Lia dan Imam Hanafi yang memberiku semangat dan memberikan saran-saran kepadaku.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis,

RIZKI MULIANA NIM 092410018


(5)

Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina

Abstrak

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia maupun negara-negara lainnya. Agar dikatakan bermutu, Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil/CPO) harus memenuhi kriteria yang tercantum dalam Standar Mutu Internasional. Untuk mengetahui mutu CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina, maka dilakukan pengujian. Salah satu uji yang dilakukan adalah penetapan kadar air.

Penetapan kadar air pada CPO dilakukan dengan metode Gravimetri sesuai dengan prosedur yang digunakan laboratorium PTPN IV Unit Usaha Adolina.

Hasil penetapan kadar air menunjukkan bahwa CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina yang diperiksa mengandung kadar air sebesar 0,15%, hasil ini telah sesuai dengan norma yang ditetapkan oleh norma yang berlaku di PTPN IV Unit Usaha Adolina yaitu 0,15% dan juga telah sesuai dengan Standar Mutu Minyak Internasional yang telah ditetapkan yaitu maksimal 0,15%.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lenbar Judul ... i

Lembar Pengesahan... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Lampiran ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Kelapa Sawit ... 4

2.1.1 Klasifikasi Kelapa Sawit ... 4

2.1.2 Varietas Kelapa Sawit ... 6


(7)

2.1.4 Pencirian Bagian Kelapa Sawit ... 13

2.2 Standar Mutu Minyak ... 17

2.3 Air ... 19

2.3.1 Penetapan Kadar Air ... 20

2.4 Gravimetri ... 21

2.4.1 Alat-alat Gravimetri ... 22

2.4.3 Teknik Analisis Gravimetri ... 24

BAB III METODOLOGI... 27

3.1. Persiapan Sampel ... 27

3.2 Alat dan Bahan percobaan ... 27

3.3 Prosedur Percobaan ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil ... 29

4.2 Pembahasan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Pengujian ... 33


(10)

Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina

Abstrak

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia maupun negara-negara lainnya. Agar dikatakan bermutu, Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil/CPO) harus memenuhi kriteria yang tercantum dalam Standar Mutu Internasional. Untuk mengetahui mutu CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina, maka dilakukan pengujian. Salah satu uji yang dilakukan adalah penetapan kadar air.

Penetapan kadar air pada CPO dilakukan dengan metode Gravimetri sesuai dengan prosedur yang digunakan laboratorium PTPN IV Unit Usaha Adolina.

Hasil penetapan kadar air menunjukkan bahwa CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina yang diperiksa mengandung kadar air sebesar 0,15%, hasil ini telah sesuai dengan norma yang ditetapkan oleh norma yang berlaku di PTPN IV Unit Usaha Adolina yaitu 0,15% dan juga telah sesuai dengan Standar Mutu Minyak Internasional yang telah ditetapkan yaitu maksimal 0,15%.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni minyak kelapa sawit mentah (Crude palm Oil/CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti sawit (Pa lm Kernel Oil/PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit (Haryono, 2008).

Pengolahan buah kelapa sawit diawali dengan proses pemanenan buah kelapa sawit. Untuk memperoleh hasil produksi Crude Palm Oil (CPO) dengan kualitas yang baik serta dengan rendemen minyak yang tinggi, pemanenan dilakukan berdasarkan Kriteria Panen (tandan matang panen) yaitu dapat dilihat dari jumlah berondolan yang telah jatuh ditanah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 8 kg atau sedikitnya ada 8 - 10 buah yang lepas dari tandan.

Syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi Standar Mutu Internasional yang meliputi kadar ALB, kadar air, kadar kotoran, kadar logam besi, kadar logam tembaga, bilangan peroksida dan ukuran pemucatan. Parameter mutu minyak sawit dapat dilihat dari kadar air dan kadar kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Dengan melihat kadar dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat mutu minyak kelapa sawit apakah sesuai dengan syarat mutu berdasarkan spesifikasi Standar Mutu Internasional. Semua faktor-faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit (Ketaren, 1986).


(12)

Salah satu faktor yang merupakan standar mutu minyak adalah kadar air. Kadar air dapat mempengaruhi mutu minyak sawit mentah dan derifatnya, semakin tinggi kadar air, maka semakin rendah mutu minyak sawit. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan hidrolisa yang akan merubah minyak atau lemak menjadi asam-asam lemak bebas sehingga dapat menyebabkan ketengikan (Ketaren, 1986).

Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan kimiawi, enzimatik dan mikrobioligik pada suatu produk makanan sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina“. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di PTPN IV Unit Usaha Adolina.

Analisis penetapan kadar air dalam makanan ringan ekstrudat dilakukan dengan metode Gravimetri karena analisis Gravimetri adalah proses yang sederhana, penyiapan sampelnya mudah dan tidak membutuhkan biaya yang banyak.

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar air pada CPO adalah untuk

mengetahui kandungan kadar air yang terdapat dalam minyak kelapa sawit setelah dilakukan pemrosesan.


(13)

1.3Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air pada CPO adalah agar mengetahui apakah minyak yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu minyak dan layak untuk dikonsumsi ataupun layak untuk diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk-produk yang baru.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas utama bagi negara Indonesia maupun negara-negara lainnya. Komoditas kelapa sawit, berupa bahan mentah maupun hasil olahannya. Tanaman kelapa sawit tidak hanya buahnya saja yang digunakan oleh masyarakat, tetapi semua bagian-bagian tanaman kelapa sawit hampir tidak ada yang dibuang, misalnya cangkang kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar, tandan kosong yang digunakan sebagai pupuk dan lain-lain.

Minyak kelapa nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit mentah (Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar alternative (minyak disel) (Sastrosayono, 2000).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Upaya klasifikasi tanaman kelapa sawit sudah dimulai sejak empat abad yang lalu (abad ke 16) dan dilanjutkan pada abad-abad selanjutnya. Seperti halnya dengan upaya pengklasifikasian jenis-jenis tumbuhan lainnya ataupun hewan, para ahli berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini dapat dimengerti, karena dimasa lampau Ilmu Taksonomi maupun ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya belum berkembang seperti sekarang dan peralatan yang tersedia pun


(15)

masih sederhana. Dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diperoleh data dan informasi baru yang memungkinkan para ahli untuk mengadakan perubahan, penyesuaian dan pembetulan (Haryono, 2008).

Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai

berikut:

Divisi :Tracheophyta

Anak divisi :Pteropsida

Kelas :Angiospermae

Anak kelas (Subdivisi) :Monocotyledoneae

Bangsa (Ordo) :Spadiciflorae (Arecales)

Suku (Familia) :Palmae (Arecaceae)

Anak suku (Subfamilia) :Cocoideae

Marga (Genus) :Elaeis

Jenis (Spesies) :Elaeis guineensis Jacq.

Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah.

Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Afrika).


(16)

Jenis-jenis lain dari marga Elaeis antara lain adalah E.madagascariensis Becc. dan E. melanococca sekarang lebih banyak dipakai nama Corozo oleifera (Haryono, 2008).

2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain (Yustina dan Iman, 1992).

Pembagian varietas berdasarkan tempurung dan daging buah, yaitu:

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril


(17)

sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara pisifera dengan dura akan menghasilkan varietas tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 -4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak daripada dura, tetapi ukurannya relatif lebih kecil.

2.1.3 Bahan Baku Kelapa Sawit 1. Minyak Sawit

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β -karotena), berkonsistensi setengah pada pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya) dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak (Haryono, 2008).

Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida


(18)

tersebut. Karena kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat-linoleat.

Jumlah asam jenuh dan asam tak jenuh dalam minyak sawit hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat. Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen adalah sangat menentukan. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan memberondol (melepas dari tandannya). Karena itu kematangan tandan biasanya dinyatakan dengan jumlah buahnya yang memberondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6-7%. Pada hari-hari terakhir menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan (Yustina dan Iman, 1992).

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses ini dalam buah terjadi sejak mulai berlangsungnya proses “kematian” yaitu saat buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat dalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan. Enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat (Yustina dan Iman, 1992).


(19)

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 500C dan dalam keadaan lembap dan kotor. Oleh karena itu, minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu 900C akan menginaktifkan enzimya dan menghancurkan mokroorganismenya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang.

2. Inti Sawit

Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung di dalamnya (disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53%. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53%.

Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik, kadar air akhir dalam inti sawit kering dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur).

Dalam keadaan normal kadar ALB permulaan minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahan tidak lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahan hanya 0,5%. Jadi


(20)

pembentukan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu jika tempat penimbunannya lembap dan atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar air kesetimbangan terhadap lembap nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika sekitar 7-8%).

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan lebih berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak sawit adalah pada perebusan yaitu sekitar 1300C. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Berondolan dan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut.

Pada umumnya jika tandan dibiarkan 45-60 menit saja pada tekanan uap jenuh 2,5kg/cm2 dalam rebusan, hanya sedikit inti sawit yang mengalami perubahan warna yang terlalu banyak.

Jika kurang dari 45 menit tidak ada perubahan warna, minyaknya akan berwarna kuning muda. Dalam hal warnanya cokelat tua atau lebih gelap minyaknya akan sukar atau tidak dapat dipucatkan. Demikian juga minyak dari inti sawit yang berasal dari inti yang kurang kering ataupun dari inti yang disimpan basah.

3. Tandan Buah Segar (TBS)

Tanaman yang dikembangkan sekarang adalah hibrida tenera (Dura disilanngkan dengan Pisifera). Buahnya mengandung 80% daging buah dan 20% biji yang batok atau cangkangnya tipis dan menghasilkan minyak 34-40%


(21)

terhadap buah. Buah dura lebih tipis daging buahnya tetapi lebih besar intinya. Tanaman pisifera tidak dikembangkan karena jarang menghasilkan buah (Yustina dan Iman, 1992).

Bagaimana bentuk, susunan atau komposisi tandan buah segar akan menentukan bagaimana cara maupun hasil pengolahannya. Komposisi pertama ditentukan oleh jenis tanamannya, kesempurnaan penyerbukan bunganya dan saat pelaksanaan panennya. Jenis tenera adalah hasil persilangan jenis dura dengan jenis pisifera. Buah dura mempunyai daging buah yang tipis dan cangkang yang tebal. Sedangkan buah pisifera mempunyai daging buah yang sangat tebal dan tidak mempunyai cangkang. Buah tenera mempunyai daging buah yang agak tebal dan cangkang yang tipis. Kesempurnaan penyerbukan akan menentukan jumlah buah yang terdapat dalam satu tandan. Penyerbukan dapat tidak sempurna jika pemekaran bunga bersamaan dengan saat hujan. Jika penyerbukan hanya oleh angin saja, buah yang seharusnya ada pada bagian terdalam dari tandan tidak terbentuk.

Tandan buah terdiri atas Tandan Buah Kosong (TBK). Ini adalah bagian yang tersisa setelah buah dipisah dari tandannya, yang dibuang sebagai limbah. Adakalanya dipakai sebagai penambah bahan bakar. Karena lindak pada umumnya dibakar dalam incinerator untuk memudahkan pembuangannya dan abunya dipakai sebagai pupuk . Buah terdiri atas daging buah dan biji di bagian dalamnya. Daging buah mengandung minyak, air dan serabut dan bahan lain. Kadar minyak dan air tergantung pada kematangan buahnya, sedangkan tebal daging buah tergantung pada jenis tanamannya. Bagian luar dari biji adalah


(22)

cangkang atau batok. Bagian dalamnya adalah inti yang mengandung minyak, air, protein dan serat (Haryono, 2008).

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengadung ALB dalam prosentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperolehnya juga rendah. Di sinilah, pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan jumlah berondolan yang jatuh berperan cukup penting dalam menentukan derajat kematangan buah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, dikenal ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS yang dapat kita lihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Beberapa Tingkatan Fraksi TBS

NO Keterangan Fraksi Jumlah Berondolan

Keterangan

1 Mentah 00 Tidak ada Sangat mentah

0 1-10 buah luar memberondol

Mentah


(23)

luar memberondol 2 25-50% buah luar

memberondol

Matang I

3 50-75% buah luar memberondol

Matang II

3 Lewat

matang

4 75-100% buah

luar memberondol

Lewat matang I

5 Buah dalam juga memberondol, ada buah yang buruk

Lewat matang II

Derajat kematangan yang baik yaitu jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2 dan 3 (Haryono, 2008).

2.1.4 Pencirian Bagian Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit temasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, umumnya tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon. Kedua jenis bunga yang keluar dari ketiak pelepah daun berkembang terpisah. Bunga dapat menyerbuk bersilang atau menyerbuk sendiri. Tanaman kelapa sawit dapat dibagi menjadi bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang berfungsi


(24)

sebagai alat perkembangbiakan, adalah bunga dan buah. Kelapa sawit diperbanyak secara generatif dengan biji yang dikecambahkan. Cara ini telah dilakukan sejak tanaman mulai dibudidayakan (cara konvensional).

Cara lain adalah memperbanyak tanaman secara vegetatif atau cara klonal, dengan mengambil bagian vegetatif tanaman (bagian daun atau akar yang masih sangat muda), yang ditumbuhkan dalam alas makanan (media) buatan. Cara ini dikenal dengan cara kultur jaringan yang dikembangkan pada tahun 1970 dan hasilnya mulai ditanam dilapangan di Indonesia pada tahun 1987 (Yustina dan Iman, 1992).

a. Akar

Seperti jenis tanaman Palmae yang lain, tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10-15mm. Pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan makanan cadangan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer (Yustina dan Iman, 1992).

b. Batang

Karena kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, maka batangnya tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75cm atau tergantung pada keadaan lingkungan. Selama beberapa tahun, minimal 12 tahun, batang tertutup rapat oleh pelepah daun (Yustina dan Iman, 1992).


(25)

Tinggi batang bertambah kira-kira 45cm/tahun, tetapi dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat mencapai 100cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam diperkebunan adalah 15-18m, sedangkan dialam mencapai 30m. karena tanaman yang terlalu tinggi akan menyulitkan pemetikan buahnya, maka perkebunan kelapa sawit menghendaki tanaman yang pertambahan tinggi batangnya kecil. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Dari segi ekonomis, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia atau sebagai sumber energi.

c. Daun

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5-9,0m. jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun cepat membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesa berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi tananam kelapa sawit akan meningkat.

Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal, pelepah daunnya berjumlah 40-60 buah. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang tumbuh sehat dan segar kelihatan berwarna hijau tua. Dari bagian daun


(26)

ini, belum banyak yang dapat dimanfaatkan. Hanya sebagian kecil dari lidinya dimanfaatkan untuk sapu (Yustina dan Iman, 1992).

d. Bunga

Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar dua tahun. Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tananman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai dalam suatu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Setiap satu rangkaian bunga akan muncul dari pelepah daun. Sebelum bunga mekar (masih diselubungi seludang), dapat dibedakan antara bunga jantan dan bunga betina yaitu dengan cara melihat bentuknya (Yustina dan Iman, 1992).

e. Buah

Buah kelapa sawit termasuk buah keras (drupe) menempel dan bergerombol pada tandan buah. Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya. Buah yang masih muda berwaran hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam. Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna merah kuning atau merah jingga. Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan. Cuaca kering yang terlalu panjang akan memperlambat kematangan buah (Yustina dan Iman, 1992).


(27)

Secara anatomi, bagian-bagian buah tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Perikarpium, terdri dari:

a. Eksokarp yaitu kulit buah yang keras dan licin

b. Mesokarp yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. 2. Biji, mempunyai bagian

a. Endokarp yaitu kulit biji = tempurung berwarna hitam dan keras.

b. Endosperm (kernel= inti = daging buah), berwarna putih dan dari bagian ini akan menghasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi.

c. Lembaga atau Embrio.

2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit antara lain yaitu :

1. Asam lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB


(28)

ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik (PS, 1992).

2. Kadar Kotoran

Pada umumnya penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses ini kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit (PS, 1992).

3. Kadar Logam

Mutu dan kualitas minyak sawit akan menurun bila mengandung kadar logam yang tinggi. Sebab dalam kondisi tertentu logam-logam tersebut dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya berbau tengik (PS, 1992).

4. Kadar Air

Kadar air dapat mempengaruhi mutu minyak sawit mentah dan derifatnya, semakin tinggi kadar air, maka semakin rendah mutu minyak sawit. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan hidrolisa yang akan merubah minyak atau lemak menjadi asam-asam lemak bebas sehingga dapat menyebabkan ketengikan (Ketaren, 1986).


(29)

2.3 Air

Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan, meskipun keberadaannya sering diabaikan. Walaupun air bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, akan tetapi sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam bentuk air bebas, air yang terikat secara lemah, dan air dalam keadaan terikat kuat. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang terdapat dalam bahan. Sedangkan air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 0oF (Sudarmadji, dkk., 1989).

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut diatas. Oleh karena itu, kadar air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat


(30)

digunakan pengertian Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan makanan (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dengan bahan yang mengandung air hidrat dapat digunakan metode titrimetri, metode azeotropi atau metode gravimetri. Prinsip penetapan kadar air secara titrimetri berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen (Depkes RI, 1995).

Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, penentuan kadar air cara destilasi dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).

Metode Pengeringan

Prinsip penentuan kadar air cara pengeringan (thermogravimetri) adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah:

- Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain - Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat

mudah menguap lain

- Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan


(31)

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, 1989).

Adapun metode pengeringan oven vakum adalah dengan cara sampel dikeringkan dengan berat konstan dan pada tekanan konstan atau berkurang pada suhu yang ditentukan untuk waktu yang ditentukan. Kadar air adalah perbedaan berat yang diukur sebelum dan sesudah pengeringan. Metode ini berlaku untuk produk makanan umum (Oiso, 1985).

Menurut farmakope, bahan untuk obat tanaman yang akan ditetapkan kadar airnya, ditimbang dalam wadah yang telah ditara lalu dikeringkan pada suhu 105ºC selama 5 jam, dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

2.4 Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetric adalah cara analisis kunatitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan). Dalam analisis ini, unsure atau senyawa yang dianalisis dpisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsure atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat


(32)

unsure atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gravimetri adalah penetuan kadar langsung dengan melakukan pengukuran massa zat murni yang dipisahkan dalam bentuk senyawa yang diketahui susunan kimianya dengan menghitung kandungan komponen analitnya.

Pemisahan analit dapat dilakukan dari larutannya, jadi sampel padat harus dilarutkan lebih dahulu, baru dilakukan pengendapan dengan pereaksi pengendap atau dengan dipisahkan dengan cara ekstraksi. Untuk memurnikan endapan diperlukan proses pencucuian atau pengkristalan ulang dan pengeringan sampai berat konstan. Demikian juga halnya dengan wadah endapan, cawan, baik pada waktu penimbangan awal cawan kosong, maupun cawan yang sudah berisi endapan yang menggunakan suatu cara pengeringan tertentu harus ditimbang sampai berat konstan (Kosasih, 2004).

2.4.1 Alat-alat Untuk Gravimetri

Sebagian besar alat untuk gravimetri adlah alat-alat gelas. Untuk menghindari hal-hal yang tdak diigninkan selama analisis maka harus digunakan alat-alat gelas yang tahan terhadap panas.

Berikut akan diuraikan beberapa alat yang sering digunakan:

1. Gelas piala

Gelas piala (gelas beaker) yang digunakan adalah gelas piala yang ada bagiannya untuk menuang pada bibirnya, dengan keutungan:


(33)

a. Sebagai tempat gelas pengaduk pada waktu gelas piala ditutup dengan gelas arloji.

b. Merupakan lubang tempat keluarnya uap/gas meskipn ditutup dengan gelas arloji

2. Labu Erlenmeyer

Digunakan untuk menampung tapisan pada penyaringan. Labu Erlenmeyer mempunyai keuntungan yakni corong tidak perlu di “klem”. Pada penyaringan memakai penghisapan digunakan labu hisap yang bentuknya adalah labu erlenmeyer dengan cabang pipa untuk hisapan.

3. Corong

Terbuat dari gelas dengan sudut kerucut 600 dengan berbagai ukuran garis tengah 5,7 dan 9cm. Pipa paruh bergaris tengah sedikitnya 4mm dan panjang paruh tidak melebihi 15cm.

4. Botol Pencuci

Dapat terbuat dari gelas dan plastik. 5. Gelas Pengaduk

Terbuat dari batang gelas padat, garis tengah 3-5mm dan panjang 20-25cm.

6. Alat Pemanas

Untuk pemanasan yang tinggi digunakan pembakar bunsen atau meker yang memakai bahan bakar gas.


(34)

Eksikator digunakan untuk mendinginkan krus yang habis dipijarkan atau krus penyaring setelah dikeringkan sampai suhu kering sama dengan suhu kamar. Selama pendinginan, eksikator harus tertutup dari udara luar sehingga tidak akan menyerap lembab.

8. Kompor Listrik (Hot Plate)

Kompor listrik yang baik mempunyai tiga pengaturan suhu yaitu rendah (low), sedang (medium) dan tinggi (high).

2.4.2 Teknik Analisis Gravimetri

1. Proses pengendapan

Pemisahan unsur murni (analit) yang terdapat dalam sampel dapat terjadi melalui beberapa cara. Diantaranya yang terpenting adalah dengan cara pengendapan, cara penguapan atau pengeringan (evolution), cara analisis pengendapan dengan memakai listrik dan berbagai cara fisik lainnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dalam gravimetri, endapan yang diinginkan adalah endapan hablur kasar, karena endapan seperti ini mudah disaring dan dicuci. Selain itu, lantaran luas permukaan endapan hablur halus, maka endapan hablur kasar ini lebih sedikit mengandung kotoran (Rivai, 1995).

2. Proses penyaringan

Tujuan penyaringan adalah untuk mendapatkan endapan yang bebas (terpisah) dari larutan induk. Alat-alat yang digunakan untuk menyaring yaitu:


(35)

a. Kertas saring (pakai corong gelas) b. Krus gooch dilapisi serat asbes c. Krus penyaring atau gelas sinter

Saringan yang digunakan tergantung dari sifat endapan dan juga dari suhu pengerjaan selanjutnya. Kertas saring dipakai untuk endapan yang gelatinus atau endapan lain yang akan dipijarkan pada suhu tinggi, misalnya sampai suhu 12000C. Krus penyaring serta gelas sinter hanya dipergunakan jika endapan nantinya hanya dipanasi pada suhu yang lebih rendah dari 2000C (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Proses Pencucian Endapan

Pencucian endapan dimaksudkan untuk membersihkan endapan dari cairan induknya yang selalu terbawa. Adanya cairan ini pada pemanasan akan meninggalkan bahan-bahan yang tidak mudah menguap, karenanya endapan harus dicuci seberisih-bersihnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencucian endapan adalah pemilihan larutan pencuci. Sebenarnya air murni merupakan cairan pencuci yang paling baik dan cocok, namun air hanya dapat digunakan bila endapan yang akan dicuci berupa hablur dan mempunyai kelarutan yang rendah (misalnya BaSO4). Untuk menghindarkan larutnya endapan kembali karena terbentuknya koloid, maka endapan-endapan yang tak terbentuk seperti Fe(OH)3, Al(OH)3 dicuci dengan air panas yang mengandung elektrolit lembam, misalnya NH4NO3, endapan yang dapat terhidrolisis dicuci dengan air yang mengandung hasil


(36)

hidrolisisnya, misalnya MgNH4PO4.6H2O dicuci dengan larutan ammonia (Rivai, 1995).

4. Proses Pengeringan dan Pemijaran Endapan

Pengeringan adalah proses pemanasan endapan pada suhu 100-1500C dan digunakan untuk mengubah endapan yang basah menjadi bentuk timbang yang kering. Contoh-contoh endapan yang diubah menjadi bentuk timbang dengan pengeringan. Endapan yang akan dikeringkan biasanya dikumpulkan pada alat penyaring kaca masir. Sedangkan pemijaran adalah proses pemanasan endapan bersama-sama dengan kertas saring pada suhu rendah pada mulanya untuk mengarangkan kertas saring itu tanpa timbulnya nyala, dilanjutkan dengan pemijaran dengan tanur pemijar pada suhu 600-11000C (Rivai, 1995).


(37)

BAB III METODOLOGI

Penetapan kadar air pada minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dilakukan di Laboratorium PTPN IV Unit Usaha Adolina. Penetapan kadar air pada CPO ini bertujuan untuk mengetahui salah satu persyaratan mutu CPO yang dihasilkan pabrik agar sesuai norma.

3.1 Persiapan Sampel

a. Sampel yang digunakan adalah CPO yang diambil setiap jam selama proses pengolahan berlangsung dan segera diperiksa.

b. Tempat sampel yang digunakan adalah beaker glass yang telah dicuci dan telah dikeringkan dalam oven pada 100-105 ˚C.

3.2 Alat-alat

Alat yang digunakan pada penetapan kadar air yaitu cawan penguap, neraca analitis 4 desimal, oven, penjepit, dan desikator.

3.3 Prosedur

Prosedur yang dilakukan di PTPN IV Unit Usaha Adolina yaitu :

a. Timbang dengan teliti 15 – 20 gram contoh CPO ke dalam cawan penguap yang telah ditimbang dan diketahui beratnya

b. Masukkan cawan penguap ke dalam oven pada suhu 1000 - 1050 C selama 3 jam (untuk kadar air > 0,200% pemanasan dalam oven harus diperpanjang sehingga didapatkan timbangan yang konstan).


(38)

c. Keluarkan cawan dari oven dengan penjepit kemudian dinginkan dalam desikator

d. Timbang berat cawan hingga konstan

Rumus :

% Kadar air = 100% 1

) 2 1 (

x W

W W 

Keterangan : W1 = Berat sampel awal yang ditimbang


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang diperoleh dari analisa kadar air yang terdapat didalam CPO secara gravimetri, yaitu seperti yang tertera dalam tabel berikut ini :

NO Percobaan Kadar Air yang Diperoleh

1 1 0,14%

2 2 0,15%

3 3 0,15%

4.2 Pembahasan

Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali, hal ini bertujuan agar hasil yang didapat tepat dan akurat. Dalam percobaan ini, hal yang harus diperhatikan adalah penimbangan sampel, karena percobaan ini menggunakan metode gravimetri maka penimbangan sampel harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.

Percobaan dilakukan setiap 1 (satu) jam sekali pada saat pabrik sedang mengolah buah. Sampel diambil dari tangki penampungan CPO. Percobaan dilakukan pada pukul 11: 00, 12:00 dan jam 13:00, hal ini dilakukan karena setiap satu jam CPO pada tangki penampungan bertambah, setiap 1 (satu) jam sekali pabrik akan memproduksi minyak dari buah kelapa sawit segar. Dengan


(40)

bertambahnya CPO pada tangki penampungan maka kadar air juga akan berubah dari sebelumnya. Karena itulah pemeriksaan dilakukan pada 1 (satu) jam sekali.

Dari percobaan diatas dengan melakukan tiga kali pengulangan didapat rata-rata kadar air dari CPO adalah 0,15 %. Standar mutu kadar air maksimal minyak kelapa sawit adalah 0,15 %. Berarti kadar air pada CPO di PT. Adolina memenuhi persyaratan standar mutu dari kadar air yaitu 0,15 %. Semakin rendah kadar air didalam CPO maka semakin baik pula mutu CPO tersebut. Bila kadar air diatas 0,15 % akan menyebabkan ketengikan atau bau tengik dari CPO. Timbulnya ketengikan dalam CPO disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Hal ini tentu saja menjadikan menurunnya mutu CPO. CPO yang memiliki kadar air yang tinggi akan sangat mudah ditumbuhi oleh mikroba seperti bakteri, kapang, dan khamir yang dapat hidup dengan kadar air yang tinggi didalam CPO. Hal inilah yang menjadikan persyaratan kadar air sangat penting didalam CPO (Winarno, 2004).


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air yang terdapat dalam CPO secara Gravimetri, diketahui bahwa CPO yang diuji mengandung kadar air rata-rata yaitu 0,15 %. Hasil ini telah memenuhi persyaratan (norma) yang berlaku di PTPN IV Unit Usaha Adolina yaitu 0,15%.

5.2 Saran

a. Sebaiknya pada saat buah sudah dipanen, agar secepatnya diolah sehingga kadar air didalam minyak kelapa sawit tidak meningkat.

b. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah masak, karena buah yang belum masak mengandung kadar air yang tinggi.

c. Dalam proses produksi, agar hal-hal yang dapat meningkatkan kadar air pada minyak kelapa sawit diperhatikan.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91,111,112.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 27-29, 37, 39, 61, 191, 199, 204, 255.

Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. (2008). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sa wit. Jakarta: Gadjah Mada University. Hal 141.

Oisho, T. (1985). Manual for Food Composition Analysis. Tokyo: SEAMIC. Hal. 28.

Prayogi, S. (1992). Usaha Budidaya, Pemanfatan Hasil Dan Aspek Pamasaran. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Hal. 142, 147-148, 150-151.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia . Jakarta: UI Press. Hal. 309.

Sastrosayono, S. (2003). Budi Daya Kelapa Sawit. Purwokerto: Penerbit Agromedia Pustaka. Hal. 34-35, 42, 51.

Satyawibawa, I., dan Widyastuti, Y.E. (1992). Kelapa Sawit; Usaha Bududaya Pema nfa a ta n Ha sil da n Aspek dan Pema sa ra n. Jakarta: Penebar Swdaya. Hal. 60-129.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Perta nia n. Yogyakarta: Liberty. Hal. 57-60, 63-68.

Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Hal. 84, 95, 107.


(43)

Lampiran I

Data Hasil Pengujian

Perlakuan 1 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100%

1 ) 2 1 (

x W

W W 

Keterangan: W1 = Berat sampel awal yang ditimbang

W2 = Berat sample setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 69,4237

Cawan penguap kosong = 57,5026_

Berat sample minyak (W1) = 11,9211 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :

Cawan penguap + contoh minyak kering = 69,4065

Cawan penguap kosong = 57,5026 _


(44)

% Kadar air = 100% 1 ) 2 1 ( x W W W 

% Kadar Air = 100%

9211 , 11 ) 9039 , 11 9211 , 11 ( x 

= 0,14 %

Perlakuan 2 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100%

1 ) 2 1 ( x W W W 

Keterangan : W1 = Berat sample awal yang ditimbang

W2 = Berat sample setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 68,6719

Cawan penguap kosong = 57,4463 _

Berat sample minyak (W1) = 11,2256 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :

Cawan penguap + contoh minyak kering = 68,6549


(45)

Berat sampel minyak setelah pemanasan (W2) = 11,2088 gr

% Kadar air = 100%

1 ) 2 1 ( x W W W 

% Kadar Air = 100%

2256 , 11 ) 2088 , 11 2256 , 11 ( x 

= 0,15%

Perlakuan 3 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100%

1 ) 2 1 ( x W W W 

Keterangan : W1 = Berat sampel awal yang ditimbang

W2 = Berat sampel setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 67,9181

Cawan penguap kosong = 57,2115 _

Berat sample minyak (W1) = 10,7066 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :


(46)

Cawan penguap kosong = 57,2115 _

Berat sampel minyak setelah pemanasan (W2) = 10,6903 gr

% Kadar air = 100%

1 ) 2 1 (

x W

W W 

% Kadar Air = 100%

7066 , 10

) 6903 , 10 7066 , 10 (

x 


(47)

Lampiran II

Table Standar Mutu Minyak kelapa Sawit

STANDAR MUTU MINYAK KELAPA SAWIT

No Parameter Kadar

1 Asam lemak bebas < 3,00 % maks

2 Kadar air 0,15 % maks

3 Kadar kotoran 0.02 %

4 Bilangan peroksida 5% maks

5 Bilangan iodine 51 min

6 Kadar logam (Fe) ppm 5 maks

7 Kadar Cu (tembaga) ppm 0,3 maks

8 Titik cair 39-41 ˚C


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91,111,112.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 27-29, 37, 39, 61, 191, 199, 204, 255.

Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. (2008). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sa wit. Jakarta: Gadjah Mada University. Hal 141.

Oisho, T. (1985). Manual for Food Composition Analysis. Tokyo: SEAMIC. Hal. 28.

Prayogi, S. (1992). Usaha Budidaya, Pemanfatan Hasil Dan Aspek Pamasaran. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Hal. 142, 147-148, 150-151.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia . Jakarta: UI Press. Hal. 309.

Sastrosayono, S. (2003). Budi Daya Kelapa Sawit. Purwokerto: Penerbit Agromedia Pustaka. Hal. 34-35, 42, 51.

Satyawibawa, I., dan Widyastuti, Y.E. (1992). Kelapa Sawit; Usaha Bududaya Pema nfa a ta n Ha sil da n Aspek dan Pema sa ra n. Jakarta: Penebar Swdaya. Hal. 60-129.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Perta nia n. Yogyakarta: Liberty. Hal. 57-60, 63-68.

Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Hal. 84, 95, 107.


(2)

Lampiran I

Data Hasil Pengujian

Perlakuan 1 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100% 1

) 2 1 (

x W

W W 

Keterangan: W1 = Berat sampel awal yang ditimbang

W2 = Berat sample setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 69,4237

Cawan penguap kosong = 57,5026_

Berat sample minyak (W1) = 11,9211 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :

Cawan penguap + contoh minyak kering = 69,4065

Cawan penguap kosong = 57,5026 _


(3)

% Kadar air = 100% 1 ) 2 1 ( x W W W 

% Kadar Air = 100%

9211 , 11 ) 9039 , 11 9211 , 11 ( x 

= 0,14 %

Perlakuan 2 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100% 1 ) 2 1 ( x W W W 

Keterangan : W1 = Berat sample awal yang ditimbang

W2 = Berat sample setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 68,6719

Cawan penguap kosong = 57,4463 _

Berat sample minyak (W1) = 11,2256 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :

Cawan penguap + contoh minyak kering = 68,6549


(4)

Berat sampel minyak setelah pemanasan (W2) = 11,2088 gr

% Kadar air = 100% 1 ) 2 1 ( x W W W 

% Kadar Air = 100%

2256 , 11 ) 2088 , 11 2256 , 11 ( x 

= 0,15%

Perlakuan 3 :

Dengan Rumus :

% Kadar air = 100% 1 ) 2 1 ( x W W W 

Keterangan : W1 = Berat sampel awal yang ditimbang

W2 = Berat sampel setelah pemanasan

Berat sample awal yang ditimbang (W1) :

Cawan penguap + contoh minyak = 67,9181

Cawan penguap kosong = 57,2115 _

Berat sample minyak (W1) = 10,7066 gr

Berat Sampel Minyak Setelah Pemanasan (W2) :


(5)

Cawan penguap kosong = 57,2115 _

Berat sampel minyak setelah pemanasan (W2) = 10,6903 gr

% Kadar air = 100% 1

) 2 1 (

x W

W W 

% Kadar Air = 100%

7066 , 10

) 6903 , 10 7066 , 10 (

x 


(6)

Lampiran II

Table Standar Mutu Minyak kelapa Sawit

STANDAR MUTU MINYAK KELAPA SAWIT

No Parameter Kadar

1 Asam lemak bebas < 3,00 % maks

2 Kadar air 0,15 % maks

3 Kadar kotoran 0.02 %

4 Bilangan peroksida 5% maks

5 Bilangan iodine 51 min

6 Kadar logam (Fe) ppm 5 maks

7 Kadar Cu (tembaga) ppm 0,3 maks

8 Titik cair 39-41 ˚C