PENDIRIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB II PENDIRIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A. Sistem Perbankan di Indonesia Dalam perekonomian di Indonesia bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang diakui. Keberadaan lembaga keuangan dalam sistem perekonomian dan sektor keuangan pada khususnya merupakan hal yang penting. Hal ini terutama berkaitan dengan masalah permodalan dan perputaran uang. Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menyalurkan dana adalah pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham. Dana yang terkumpul oleh bank melalui masyarakat diharapkan dapat membantu pelaksanaan pembangunan. Dalam praktek, lembaga keuangan terdiri dari perbankan dan non perbankan. Dengan keberadaannya yang penting tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan kebijakan keuangan khususnya terhadap perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan. Kebijakan keuangan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik sebagai penabung atau pemilik modal maupun sebagai pengguna modal. Kemajuan untuk meningkatkan perbankan perlu didukung oleh pengaturannya dalam perundang-undangan. Pada awalnya masalah perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Agar kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya Universitas Sumatera Utara demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 perlu dikembangkan dan disempurnakan. 4 Dengan penyempurnaan itu, maka perbankan dapat menjadi lebih siap dan mampu berperan secara lebih baik dalam mendukung proses pembangunan yang semakin dihadapkan pada tantangan dan perubahan serta perkembangan perekonomian internasional. Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 disusun pada situasi dan kondisi perekonomian yang jauh berbeda dengan kondisi perekonomian saat ini. Perkembangan perekonomian nasional dan internasional yang senantiasa bergerak cepat memerlukan pengaturan yang mampu mengakomodasi perkembangan zaman yang ada. Untuk itu Pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam perbankan, bidang perekonomian adalah bidang yang sangat dinamis. Walaupun Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, namun undang-undang tersebut dalam perkembangannya juga masih harus disesuaikan dengan perkembangan kondisi yang ada. Untuk itu Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 5 Perubahan Undang-Undang Perbankan dilakukan dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta system keuangan 4 Penjelasan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 5 Penjelasan atas UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Universitas Sumatera Utara yang semakin maju. Guna menghadapi hal ini maka diperlukan penyesuaian kebijakan dibidang ekonomi termasuk dalam sektor perbankan. Hubungan hukum yang ada dalam bidang perbankan terdiri dari bank dan masyarakat sebagai nasabah. Bank harus selalu dapat menjaga kepentingan para nasabahnya dengan baik. Oleh karena itu, dalam sistem operasionalnya bank dituntut dapat berjalan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Pada dasarnya bank tidak hanya berfungsi untuk menghimpun dana saja, tetapi juga harus dapat menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit perbankan, baik dalam bentuk kredit konsumtif maupun modal kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang ada dalam perbankan tidak hanya sebatas bank dan nasabah saja, tetapi juga ada pengguna dana bank atau peminjam kredit yang disebut debitur. Pihak-pihak dalam suatu perjanjian kredit adalah kreditur dan debitur. Yang dimaksud dengan kreditur yaitu pihak yang memberikan pinjaman dalam hal ini adalah bank. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur yaitu pihak yang mendapatkan pinjaman atau penerima pinjaman. Berbicara mengenai debitur dalam subyek hukum, maka dapat dijelaskan siapa saja yang bisa menerima kredit dari bank yakni perorangan dan badan usaha. Pertama, penerima pinjaman Perorangan adalah orang atau subjek pribadi yang bertindak atas nama sendiri bukan untuk suatu kelompok usaha. Bila debitur dianggap oleh hukum tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum Pasal 1330 KUHPerdata apakah karena mereka masih berada dibawah umur atau belum genap 21 tahun ataukah dianggap tidak sehat akal pikirannya, maka harus dibantu oleh orang lain. Universitas Sumatera Utara Sedangkan yang kedua, penerima pinjaman Badan Hukum yaitu sekelompok orang yang berkumpul dan bergabung untuk melakukan suatu usaha yang diatur oleh undang-undang. Dalam badan hukum, memiliki syarat-syarat dalam pembentukannya, yaitu: adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur. Berbicara mengenai kepemilikan bank dapat dibagi menjadi dua, yaitu dimiliki oleh Negara atau disebut juga BUMN dan dimiliki oleh swasta. Ketentuan Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Apapun bentuknya dan siapa pemiliknya, bank harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan melindungi kepentingan para nasabahnya dengan sebaik- baiknya. Upaya ini harus dilakukan dalam kondisi perekonomian kapanpun dan bagaimanapun. Usaha untuk menjamin dana nasabah harus dilakukan dengan maksimal. Salah satunya adalah dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Usaha menjamin dana nasabah tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kestabilan terhadap sistem perekonomian dan perbankan saja, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan dalam sistem perekonomian di Indonesia. B. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN sejak tanggal 27 Februari 2001 telah berakhir, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah UP3 meneruskan tugas Universitas Sumatera Utara BPPN sebagai penyelenggara administrasi program penjaminan terhadap pembayaran kewajiban bank umum yang diterapkan pemerintah untuk mendorong pemulihan kepercayaan nasabah kepada perbankan. Zulkarnain Sitompul menguraikan bahwa pada awalnya pendiriannya, BPPN didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 juncto No. 34 Tahun 1998. Akan tetapi dengan kewenangan yang diberikan padanya kekuatan hukum Keputusan Presiden tersebut diragukan. Dasar hukum yang lebih kuat diperoleh BPPN setelah dilakukan amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Setelah amandemen UU Perbankan ini, kemudian keberadaan BPPN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999. 6 Perekonomian suatu negara yang beranjak pulih dari krisis, penerapan penjaminan perbankan harus dipercepat dengan tetap menghindari terjadinya moral hazard aji mumpung bagi pelaku perbankan. Kehati-hatian Pemerintah dalam menyiapkan evaluasi dan kebijakan dari penerapan program penjaminan perbankan dengan tetap memperhatikan stabilitas sektor perbankan dengan cara mendorong lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan LPS. Pembentukan LPS diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang–Undang tersebut pada Pasal 37 B disebutkan secara tegas bahwa setiap bank wajib menjamin dana simpanan masyarakat pada bank itu, dibentuk LPS yang terbentuk badan hukum Indonesia, serta ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 6 Zulkarnaen Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, cet. 1 Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hal 121. Universitas Sumatera Utara Amanat untuk membentuk LPS telah ditindaklanjuti dengan intensif oleh Pemerintah dan dilaksanakan bersama oleh Departemen Keuangan DepKeu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN, dan Bank Indonesia. Bahkan rancangan Undang-Undang RUU mengenai LPS telah diserahkan pemerintah kepada DPR menjelang akhir tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa LPS sangat diperlukan dalam upaya menopang sistem perbankan. Karena itulah sistem perbankan yang merupakan simpul terlemah, diperlukan adanya keberadaan LPS. Dengan demikian LPS harus dipandang sebagai salah satu pilar dalam mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan tersebut. Pilar yang lain mencakup pengaturan dan pengawasan bank, lender of last resort, sistem pembayaran dan dukungan fiskal. 7 Seperti halnya lembaga penjamin simpanan yang dibentuk di negara lain, LPS harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam menjamin simpanan nasabah bank secara terbatas sehingga mendukung upaya menjaga stabilitas sektor perbankan dan memberikan rasa aman bagi bank peserta program penjaminan. Fungsi ini idealnya dilengkapi kewenangan untuk menangani penutupan bank bermasalah hingga pelaksanaan likuidasinya. Semangat dari kelaziman fungsi ini adalah karena sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS memiliki exposure resiko terbesar apabila bank pesertanya ditutup. Bagaimana tidak, lembaga penjamin simpanan yang akan membayar seluruh simpanan nasabah bank yang dijamin secara terbatas. Tentang betapa pentingnya LPS, Amerta Mardjono berpendapat keterlibatan aktif LPS, mulai dari upstream hingga downstream kegiatan penjamin simpanan nasabah bank dapat terjaga kesinambungannya dengan bank, dimana setelah digunakan untuk membayar simpanan nasabah, posisi dana program penjaminan 7 Brahmandita, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas Bersama Menopang Simpul Terlemah, Media Indonesia, 16 Februari 2004, hal. 23. Universitas Sumatera Utara dapat dipulihkan oleh LPS melalui perolehan dari likuidasi aset bank yang ditutup. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan efektif, LPS memerlukan serangkaian kelengkapan kewenangan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Misalnya, kewenangan untuk memungut premi penjaminan, kewenangan untuk membayar simpanan nasabah bank, kewenangan untuk memantau bank pesertanya sesuai dengan kaidah pengelolaan resiko yang baik berkoordinasi dengan otoritas perbankan sebagai pihak yang berwenang mengawasi bank, dan kewenangan untuk menangani bank yang bermasalah. Perlu digaris bawahi, disini fungsi pengawasan bank harus tetap menjadi wilayah tugas dan tanggung jawab otoritas perbankan, sedangkan LPS menjalankan pemantauan terhadap bank peserta sebatas fungsi dan resiko yang dipikulnya sebagai penjamin simpanan nasabah bank terkait. 8 Dengan memperhatikan pandangan dan latar belakang betapa pentingnya berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan, maka Pemerintah secara resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada bulan nopember 2003. Pemerintah menyampaikan pandangannnya bahwa industri perbankan merupakan komponen penting dalam perekonomian suatu negara. Stabilitas industri perbankan sangat diperlukan untuk menjaga stabilas perekonomian secara keseluruhan. Industri perbankan kita pernah mengalami krisis yang diawali penutupan dan likuidasi sejumlah bank pada tahun 1997. Krisis tersebut mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional menurun, yang ditandai dengan penarikan dana masyarakat dalam jumlah yang sangat signifikan dari sistem perbankan bank runs. Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat, pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas 8 Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjamin Simpanan, www.kompas.com , 14 April 2004. Universitas Sumatera Utara seluruh kewaiban pembayaran bank yang biasa disebut sebagai blanket guarantee. Sampai saat ini kestabilan sistem perbankan bertumpu pada blanket guarantee. Luas lingkup penjaminan dalam blenket guarantee telah membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya moral hazard baik pada pihak pengelola bank maupun masyarakat. Blanket guarantee tidak mendorong pengelola bank untuk melakukan usaha prudent, sementara masyarakat kurang memperhatikan atau mementingkan kondisi kesehatan bank dalam menyimpan dana atau menggunakan jasa bank. Penerapan penjaminan secara menyeluruh menyebabkan tidak timbulnya disiplin pasar. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mempertahankan stabilitas sistem perbankan nasional, penjaminan kewajiban pembayaran bank tetap diperlukan untuk masa yang akan datang. Namun demikian, resiko pembebanan anggaran negara dan timbulnya moral hazard akibat penerapan penjaminan tersebut harus dapat diminimumkan. Sehubungan dengan itu, penjaminan kewajiban pembayaran bank perlu dibatasi sehingga hanya meliputi penjaminan simpanan nasabah bank sampai jumlah tertentu. Pengurangan penjaminan dari kondisi saat ini sampai ke lingkup dan tingkat terbatas yang lebih ideal tentu harus dilaksanakan dengan hati- hati dan bertahap gradually phased out. Lingkup dan tingkat penjaminan yang terbatas tersebut akan dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Selanjutnya pada Rapat Kerja dengan Komisi IX tanggal 9 Pebruari 2004, Menteri Keuangan Republik Indonesia Dr. Boediono menyampaikan pandangan dan pendapatnya lebih mendalam. Pokok-pokok pandangan Pemerintah adalah RUU ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh bagi penerapan suatu sistem penjaminan simpanan di Indonesia ini merupakan suatu lembaga baru di negara kita, tetapi sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Universitas Sumatera Utara perbankan di banyak negara di dunia sekarang ini. RUU ini juga menjabarkan peran LPS dalam kerangka jaring pengaman sistem keuangan atau Financial Safety Net. Materi RUU tentang Lembaga Penjamin Simpanan, disusun dengan memperhatikan model dan pengalaman di negara-negara lain yang berhasil menerapkannya dan menyesuaikannya dengan kondisi riil dan pengalaman di Indonesia sendiri di bidang keuangan dan perbankan. Selain itu dalam mempersiapkan RUU ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan beberapa kali sosialisasi terutama bagi pelaku Perbankan, Akademisi dan berbagai Lembaga Konsumen di berbagai kota besar di Indonesia diantaranya Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar, untuk mendapatkan masukan dan saran. Pemerintah yang akan datang sudah memiliki Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, dapat memberikan landasan hukum yang kokoh bagi pelaksanaan pemberian jaminan terhadap simpanan nasabah. Urgensi dari RUU ini juga timbul dari adanya rencana pengakhiran tugas BPPN sebagai Lembaga Pelaksana Penjaminan Bank. Salah satu dampak yang paling berat dari krisis yang lalu adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional ditandai dengan penarikan dana masyarakat secara besar-besaran. Dalam keadaan seperti itu, bank yang sehat dalam keadaan normal akan ikut runtuh, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada awal tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank umum. Apapun yang terjadi dengan bank, dana masyarakat tetap aman, kebijakan blenket guarantee ini secara bertahap dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat tetap menyimpan uangnya pada bank nasional. Sampai saat ini kestabilan sistem perbankan masih bergantung pada blenket guarantee ini. Universitas Sumatera Utara Sekarang kondisi keuangan dan perbankan kita sudah normal, sehinggga blanket guarantee itu secara bertahap dapat diganti dengan sistem yang lebih cocok dengan keadaan normal. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mempertahankan stabilitas perbankan nasional, penjaminan kewajiban pembayaran tetap diperlukan untuk masa yang akan datang. Namun demikian resiko beban anggaran negara dan moral hazard sebagai akibat dari penjaminan tersebut dapat diminimumkan. Untuk itu seperti praktek-praktek di negara lain, penjaminan kewajiban pembayaran bank kiranya perlu dibatasi hingga meliputi penjaminan simpanan nasabah bank sampai dengan jumlah tertentu. Pengurangan penjaminan dari kondisi saat ini sampai ke lingkup dan tingkat terbatas yang lebih ideal tentu harus dilakukan dengvan hati-hati dan bertahap. Apapun yang kita lakukan tidak boleh mengganggu kepercayaan masyarakat dan stabilitas sistem keuangan kita. Lingkup dan tingkat penjaminan yang terbatas tersebut, akan dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS. Satu hal yang perlu kita catat adalah disaat terjadinya bank rush atau krisis perbankan saeperti pada tahun 1997-1998 yang lalu, umumnya deposan kecil yang paling dirugikan karena mereka kurang mempunyai akses informasi dan kemampuan untuk mengevaluasi kondisi kesehatan suatu bank. Mereka sering kali bereaksi secara berlebihan terhadap rumor mengenai keadaan suatu bank atau sebaliknya terlambat mengambil tindakan menyelamatkan simpanannya. Mengingat sebagian besar deposan merupakan nasabah kecil, maka Lembaga Penjamin Simpanan atau sistem penjaminan terbatas harus terutama diarahkan pada penjaminan dan perlindungan terhadap dana para deposan kecil. Krisis yang melanda berbagai negara termasuk Indonesia, telah memberikan pelajaran penting bagi Pemerintah Indonesia. Pelajaran itu adalah bahwa dalam Universitas Sumatera Utara keadaan krisis, sektor keuangan khususnya perbankan merupakan simpul terlemah dalam suatu sistem ketahanan ekonomi dan moneter suatu negara. Sejumlah lembaga merupakan pilar utama bertumbuhnya stabilitas keuangan suatu negara. Penjaminan simpanan atau deposit insurance, dipandang sebagai salah satu pilar dalam mendukung peningkatan stabilitas sistem kuangan tersebut. Pilar yang lain mencakup pengaturan dan pengawasan bank lender of last resort serta sistem pembayaran dan dukungan fiskal. Keberadaan penjamian simpanan saja tidak cukup untuk mengantisipasi mengatasi semua permasalahan perbankan. Setiap saat, terutama saat dalam masa krisis, kerjasama diantara penyelenggara pilar tersebut harus dilandaskan pada suatu mekanisme kerja yang jelas, efisien dan efektif. Para penyelenggara pilar-pilar stabilitas keuang tersebut, meliputi seluruh lembaga yang terlibat dalam sistem keuangan nasional yaitu baik Bank Sentral, Menteri Keuangan, Pengawas Perbankan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Untuk mendukung mekanisme kerja diantara lembaga-lembaga tersebut, khususnya pada saat terjadi gangguan pada sektor keuangan dan perbankan, dalam kerangka finance safety net akan dibentuk Komiter Koordinasi. Hasil kajian Pemerintah menunjukkan bahwa pola ini telah berjalan baik di berbagai negara. Dalam kerangka mekanisme ini sistem penjaminan simpanan tidak hanya berfungsi untuk melindungi simpanan nasabah bank, tetapi juga berperan aktif dalam mendukung terciptanya stabilitas pada industri perbankan. Fungsi LPS sebagai penjamin simpanan adalah salah satu pelaku dalam jaring pengaman sistem keuangan, akan terselenggara dengan baik apabila LPS merupakan lembaga independen yang memiliki kewenangan publik. Untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam menyelenggarakan kewenangan publik tersebut, antara lain penarikan premi, penyelesaian bank bermasalah dan pengenaan sanksi, maka dipandang perlu membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Universitas Sumatera Utara berdasarkan suatu Undang-Undang. Pengalaman BPPN selama ini, yang kewenangannya berlandaskan Peraturan Pemerintah, menunjukkan bahwa landasan hukum yang lebih kuat sangat diperlukan. LPS merupakan suatu lembaga eksekutif yang independen dalam pelaksanaan tugasnya, meskipun LPS bertanggungjawab kepada Presiden, LPS melaksanakan tugasnya sehari-hari secara independen. Presiden juga tidak dapat memberhentikan LPS, kecuali berdasarkan keputusan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang LPS. Selain itu agar menjadi lembaga yang transparan dan akuntabel, LPS wajib menyampaikan laporan tahunan yang terdiri dari laporan yang telah diaudit oleh BPK dan laporan kegiatan kerja kepada Presiden dan DPR. Laporan keuangan yang telah diaudit tersebut diumumkan pada surat kabar harian yang memiliki peredaran luas. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat dapat menilai kinerja LPS dalam melaksanakan tugasnya. 9 C. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan Perbankan mempunyai peran yang penting dalam sistem perekonomian. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan sistem penjamin simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dapat meningkatkan kepercayaan dan pada akhirnya memperkuat sistem perbankan. Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, banyak negara memberikan perlindungan kepada nasabahnya dengan menerapkan suatu sistem penjamin simpanan deposit protection system dalam bentuk sistem penjaminan nasabah yang ditentukan secara eksplisit. 10 9 Farida Gurmiyati, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, 2007, Fakultas Hukum Universitas Indonesia 10 Gillian GH Garcia 1, “Deposit Insurance: Obtaining the Benefit and Avoiding the Pitfalls”, IMF, Washington DC, 1996, hal 2 Universitas Sumatera Utara Kepercayaan masyarakat terhadap bank dapat dikatakan sebagai aset bank. Dengan demikian adanya upaya untuk menjamin kewajiban bank merupakan langkah yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang merupakan hal utama dalam upaya penyehatan perbankan di Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. 11 Penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan resiko yang membebani anggaran Negara atau resiko yang menimbulkan moral hazard. 12 Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari fungsinya yang sangat penting. Adapun fungsi Lembaga Penjamin Simpanan adalah: 13 a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal. Bank gagal failing bank adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Lembaga Pengawas Perbankan adalah Bank Indonesia atau pengawas sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan 11 Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 12 Penjelasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 13 Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Universitas Sumatera Utara menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. 14 Dalam menghadapi menurunnya tingkat solvabilitas bank, penyelesaian dan penanganan bank yang gagal diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan yang didasarkan pada keputusan Komite Koordinasi. Mengingat fungsinya yang penting tersebut maka Lembaga Penjamin Simpanan harus independen, transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Oleh karena itu, status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas Lembaga Penjamin Simpanan serta hubungannnya dengan organisasi lain perlu diatur secara tegas dalam Peraturan Perundang- Undangan. Dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pengertian tentang independensi bagi Lembaga Penjamin Simpanan mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Lembaga Penjamin Simpanan tidak bisa dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh Pemerintah terkecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas didalam Undang- Undang ini. 15 Dalam menjalankan fungsinya, Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai tugas-tugas yang meliputi: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan. 14 Penjelasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 15 Penjelasan Pasal 2 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Universitas Sumatera Utara b. Melaksanakan penjaminan simpanan. Untuk lebih terperinci tugas yang dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan sehubungan dengan menjalankan fungsinya adalah sebagai berikut: 16 a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal bank resolution yang tidak berdampak sistemik, dan c. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai wewenang sebagai berikut: 17 a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan, b. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta, c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan, d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank, e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, danatau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d, f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim, g. Menunjuk, menguasakan, danatau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan danatau atas nama Lembaga Penjamin Simpanan, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu, h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan, i. Menjatuhkan sanksi administratif. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan penyelesaian dan penanganan bank gagal dengan kewenangan sebagai berikut: a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS, b. Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan, 16 Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 17 Pasal 6 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Universitas Sumatera Utara c. Meninjai ulang, membatalkan, mengakhiri, danatau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank, dan d. Menjual danatau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur danatau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Lembaga Penjamin Simpanan dapat meminta data, informasi danatau dokumen kepada pihak lain. Setiap pihak yang dimintai data, informasi, danatau dokumen wajib memberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan. D. Praktek Lembaga Penjamin Simpanan di Negara Lain Berkaca dari pengalaman Lembaga Penjamin Simpanan di beberapa negara, banyak dipertanyakan hubungan antara Lembaga Penjamin Simpanan dengan Dana Moneter Internasional IMF. Lembaga ini dipercaya bisa menjadi obat penyembuh paling manjur bagi perekonomian Indonesia yang sudah bertahun-tahun digerogoti krisis ekonomi kronis sejak tahun 1997. Kemudian, IMF bukanlah mitra yang tepat untuk pemulihan krisis. Bahkan kegagalan IMF lebih dikenal daripada keberhasilannya mengatasi persoalan Indonesia. Begitupun dengan Indonesia, pemerintahnya dikenal bukanlah pemerintah yang kredibel untuk menata ekonomi, terutama setelah dibebani persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme yang hampir mewarnai setiap sisi kehidupan di negeri ini. Jadi dalam konteks LPS, bukannya tidak mungkin LPS merupakan sebuah solusi yang sebetulnya tidak lepas dari permasalahan. Permasalahan itu menyangkut tentang seberapa jauh pemerintah memahami penyakit dalam tubuh perekonomian Indonesia ketimbang terpukau pada gejala penyakit itu sendiri. Kekhawatiran itu tidak Universitas Sumatera Utara berlebihan karena adanya keterbatasan kapasitas dari IMF itu sendiri dan korupnya Pemerintah Indonesia. Sehingga tidaklah berlebihan jika LPS diciptakan dalam kerangka rent seeker activity. 18 Sebelum Lembaga Penjamin Simpanan diterapkan di Indonesia, pada awal pembahasan Rancangan Undang-undang LPS dipelajari tentang penerapan LPS di negara lain. Setiap negara mempunyai pengalaman dan skema tersendiri. Sistem ini diterapkan dengan skema yang bervariasi pada setiap negara, diantaranya menyangkut sumber pembiayaan, penetapan premi, yang menjadi pengelola dan wajib tidaknya bank mengikutinya. Sistem asuransi simpanan yang diterapkan Amerika Serikat merupakan sistem tertua di dunia dan telah menjadi model untuk negara-negara lain. Sistem ini telah terbukti berhasil pengembalian kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Pada generasi selanjutnya, sistem ini telah efektif mencegah bank bermasalah menjadi bank panic. Pada 1980-an, ketika ratusan bank dan thrifts bangkrut, asuransi simpanan telah bertindak sebagai jangkar untuk meningkatkan kepercayaan publik pada sistem perbankan. 19 Dalam penelitian lainnya terdapat tiga skema yang menyangkut lembaga yang menjadi pengelola, yaitu pertama, skema dimana LPS dikelola oleh Pemerintah melalui satu badan tertentu, kedua, LPS sepenuhnya dikelola oleh badan privat atau swasta, dan yang ketiga lembaga tersebut dikelola secara bersama, Pemerintah dan privat. Dari 68 enam puluh delapan negara yang menerapkan sistem penjamin simpanan, 52 lima puluh dua negara menerapkan sistem dengan sumber pembiayaan secara gabungan antara pembiayaan oleh bank dan pembiayaan dari 18 A.Deni Danuri, Lembaga Penjamin Simpanan Masih Diperlukan?, www.suarapembaruan.com , 6 September 2004 19 Zulkarnain Sitompul, Penjaminan Dana Nasabah Bank: dari Blanket guarantee ke Limited Guarantee Menyambut Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan, Hukum Bisnis-vol. 23 No. 3, 2004, hal. 80 Universitas Sumatera Utara publik atau negara. Cile merupakan satu-satunya negara yang menerapkan sistem penjaminan simpanan dengan sepenuhnya dibiayai oleh dana publik yang bersumber dari pajak yang dibebankan kepada seluruh rakyat. Kemudian, 8 delapan negara di Eropa dengan 7 tujuh negara lainnya melakukan pembiayaan secara privat dari bank yang menjadi anggota sistem ini. Distribusi dari 68 enam pulih delapan negara yang telah menerapkan sistem penjaminan simpanan berdasarkan tiga skema pengelolaannya seperti yang telah disebutkan adalah 33 tiga puluh tiga negara menerapkan sistem penjaminan simpanan dengan lembaga yang dikelola oleh badan Pemerintah. Sebanyak 24 dua puluh empat negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Kamerun menyerahkan pengelolaan lembaga penjamin simpanan kepada gabungan pihak privat dan Pemerintah. Selebihnya, 11 sebelas negara yang meliputi 8 delapan negara di Eropa, seperti Prancis, Jerman, Italia dan Inggris melakukan pengelolaan lembaga penjamin simpanan yang sepenuhnya dilakukan oleh privat yang merupakan kepemilikan bersama dari semua bank anggota atau lembaga privat yang sepenuhnya tidak ada kaitannya dengan bank anggota sistem. Skema sistem seperti yang dijelaskan diatas, menurut penelitian yang pernah dilakukan sangat mempengaruhi keberhasilan dari sistem penjamian simpanan. Misalnya, sistem penjaminan simpanan yang disuatu negara menerapkan premi dengan berbasis resiko belum tentu berhasil diterapkan di negara lain. Dilihat dari perspektif fairness, seharusnya penerapan premi harus berbasis resiko. Akan tetapi, kenyataannya hanya 22 dua puluh dua negara diantaranya Amerika Serikat yang menetapkan premi dengan berbasis resiko, sedangkan sisanya 46 empat puluh enam negara yang diantaranya banyak negara-negara maju seperti, Prancis, Belanda, Universitas Sumatera Utara Inggris, Kanada, Austria, Jerman, dan Jepang masih menetapkan premi yang tidak berbasis resiko atau flat. 20 Selanjutnya, dalam penelitian yang berbeda diuraikan skema dan langkah negara-negara yang sedang dilanda krisis dalam bentuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan. Di benua Asia, negara-negara yang telah memiliki Lembaga Penjamin Simpanan yang cukup matang antara lain, adalah Filipina sejak tahun 1963, Korea sejak tahun 1996, Taiwan sejak tahun 1985, dan Jepang sejak tahun 1971. Adapun negara-negara maju, lembaga penjamin simpanan telah dikenal lama di Amerika Serikat sejak tahun 1933 dan Kanada sejak tahun 1966. 21 Penerapan Lembaga Penjamin Simpanan yang baik best practice di negara- negara lain pada umumnya adalah badan hukum publik yang terafiliasi dengan pemerintah, namun dengan pengelolaan yang independen. Hal ini menyangkut kepentingan pengakomodasian dan kewenangan publik yang dimilikinya serta berkaitan dengan akses pendanaan awal yang biasanya berasal dari Pemerintah atau Bank Sentral. Secara umum, mengingat badan hukum publik tersebut memiliki sendiri aturan undang-undang terkait dengan program dan kelembagaannya, maka independensi pengelolaannya dapat dijaga dengan baik sehingga tugas dan fungsi lembaga tersebut bisa berjalan dengan efektif. Lembaga Penjamin Simpanan di semua negara memiliki tugas dan fungsi dasar yang sama, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dengan besaran simpanan yang dijamin secara terbatas. Meskipun demikian agar tugas dan fungsi dasar tersebut dapat padu-padan dan berjalan baik, diperlukan rangkaian wewenang lain yang menjadikannya efektif dan efisien. Lembaga Penjamin Simpanan dilaksanakan 20 Muslim Tampubolon, Lembaga Penjamin Simpanan Atasi Sistem Keuangan?, www.pikiranrakyat.com , 18 Agustus 2003 21 Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjamin Simpanan, www.kompas.com , tanggal 14 April 2004 Universitas Sumatera Utara oleh suatu badan hukum publik yang independen, yang pada awal pendiriannya didukung pembiayaannya oleh Pemerintah dan Bank Sentral, namun kemudian lembaga tersebut membiayai operasinya sendiri melalui pemungutan premi penjaminan dan kontribusi dari bank peserta. Mengenai pemungutan premi penjaminan, besaran premi yang dibebankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada sektor perbankan bervariasi, tergantung dari profil resiko bank bersangkutan atau tergantung dari kesiapan infrastruktur Lembaga Penjamin Simpanannya. Amerika Serikat misalnya, pada awal berdirinya Federal Deposit Insurance Corporation FDIC di tahun 1933, premi penjaminan yang dipungut dari bank peserta ditetapkan secara tetap flat rate. Pola tersebut berlangsung selama lebih dari setengah abad hingga tahun 1992 ketika FDIC akhirnya menilai infrastruktur yang dimilikinya untuk menilai resiko bank telah memadai dan kemudian memutuskan untuk mengubah pola penghitungan pembebanan premi penjaminan sesuai dengan profil resiko masing-masing bank peserta risk-based premium. Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di banyak negara umumnya didasarkan pada perangkat hukum yang setara dengan undang-undang, untuk menjaga akuntabilitas fungsi dan kewenangan yang mereka lakukan sebagai badan hukum publik yang independen. Penentuan batas maksimum simpanan yang dijamin oleh lembaga penjamin simpanan di beberapa negara juga sangat bervariasi. Filipina, misalnya, membatasi penjaminan sebesar 100,000 peso, di Korea Selatan maksimum 50.000 won, di Kanada 60.000 dollar Kanada, dan di Amerika Serikat 100.000 dollar AS. Bisa disimak bahwa pada umumnya batas maksimum simpanan yang dijamin mengacu Universitas Sumatera Utara pada besarnya pendapatan Produk Domestik Bruto PDB serta mengacu pada distribusi jumlah nasabah yang ada. Kisaran maksimum penjaminan simpanan yang mengacu pada besarnya PDB umumnya adalah antara 4 empat dan 8 delapan kali dari pendapatan perkapita suatu negara. Meski demikian, banyak negara lebih memilih untuk mengupayakan agar minimum 90 nasabah bank dapat dijamin oleh program penjaminan. Dalam kaitan ini, jika Indonesia menerapkan penjaminan jumlah rekening simpanan terbanyak berdasarkan perhiungan pemerintah, maka angka ini berkisar maksimum simpanan Rp. 100.000.000 atau seratus juta rupiah. Pengamat perbankan Ryan Kiyanto juga mempelajari tentang proses, mekanisme, dan skema kelembagaan negara-negara dalam mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan setelah mengalami krisis. Secara umum terdapat satu benang merah yang sama di berbagai negara dalam menghadapi krisis keuangan, yakni munculnya dorongan pembentukan “formal schemes for protecting depositors”. Yaitu lembaga penjaminan yang dapat memenuhi kewajiban terhadap segenap stakeholders jika bank dilikuidasi guna menjaga kepercayaan masyarakat. Menurut penelitian lainnya disebutkan bahwa negara-negara yang sudah melaksanakan kebijakan program penjaminan tersebut antara lain Cina, India, HongKong, Korsel, Thailand, Argentina, Brasil, Chili, Meksiko, Rusia, Uni Eropa, Jepang, dan AS. 22 Di India, program penjaminan dilakukan oleh Deposit Insurance and Credit Guarantee Corporation sejak 1962 dengan maksimal nilai penjaminan 100.000 rupeeorang. HongKong sejak 1995 membatasi batas maksimal penjaminan senilai 100.000 dolar HongKong. Korsel sejak 1996 menerapkan program penjaminan dengan batas maksimal 20 juta won. Argentina menerapkan New Deposit 22 Ryan Kiryanto, Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, www.pikiran- rakyat.com , 23 Maret 2004 Universitas Sumatera Utara Insurance Fund for Financial Institutions dikenal dengan SEDESA sejak 1995 dengan batas maksimal 30.000 dolar AS. Meksiko juga menerapkan program yang sama dikenal dengan FOBAPROA. Dengan batas maksimal senilai 100.000 dolar AS yang secara gradual program ini berakhir pada akhir 2005. Berbeda dengan negara lain, Thailand menerapkan program penjaminan Financial Institutions Development Fund FIDP pada 1985 tanpa batas nilai penjaminan. Perlu diketahui, yang menonjol dari problem utama perbankan Thailand adalah tingginya NPL, mencapai 50 dari total kredit. Tidak mengherankan jika angagran sebesar 43 miliar dolar AS setara 32 dari GDP disiapkan pemerintah Thailand untuk merestrukturisasi 20 dua puluh bank bermasalah. Untuk mempercepat restrukturisasi perbankan, dibentuk The Financial Restructuring Advisory Committee FRAC pada oktober 1997. Bersamaan dengan itu, guna merestrukturisasi NPL dan bad debt, dibentuk Asset Management Corporations AMC. Sementara untuk memperkuat permodalan bank, pemerintah Thailand telah membentuk FIDF yang berfungsi membantu mengatasi problem permodalan dan likuiditas bank. Kepemilikan saham pemerintah bank-bank yang telah direkap berangsur-angsur harus dikurangi untuk memperkuat struktur penerimaan negara melalui program divestasi bertahap. Di AS, penyelamatan dan penyehatan perbankan dilakukan sejak 1991 dengan dikeluarkannya United States Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act FDICIA. Batas maksimal yang dijamin senilai 100.000 dolar AS. Beberapa kebijakan yang menyertai FDICIA antara lain rencana rekapitulasi, membatasi atau melarang bank memberikan dividen, serta meningkatkan batasan risiko yang mampu ditanggung oleh bank risk taking capacity. Namun demikian, Universitas Sumatera Utara tak urung 31 tiga puluh satu bank ditutup dan 10 sepuluh bank dinyatakan bankrut. Pemerintah Brasil juga mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi melalui pola merger dan akusisi. Banyak lembaga keuangan pemerintah berhasil direstrukturisasi, dengan rincian yang dilikuidasi 9 Sembilan buah, diprivatisasi 7 tujuh buah, difederalisasi 4 empat buah, di clean up 6 enam buah, dan dialihkan ke Development Agency 14 empat belas buah. Dengan pola-pola tersebut, Brasil berhasil memulihkan kondisi perbankan dari perangkap krisis yang bersifat sistemik. Kendati tidak separah Indonesia dan Thailand, namun Malaysia tak luput dari krisis perbankan. Pemerintah bersama dengan Bank Negara Malaysia bank sentral, memegang peran kunci dalam penyehatan sektor perbankan. Untuk keperluan penyehatan 24 dua puluh empat bank, telah dianggarkan dana senilai 13 miliar dolar AS 18 GDP. Universitas Sumatera Utara

BAB III LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN